Anda di halaman 1dari 20

Sumber, Asas, dan Subjek

Hukum Pidana Internasional

Oleh:

Riswan Munthe
A. Sumber Hukum Pidana
Internasional
1. Perjanjian Internasional (Traktat/Treaty)
a. Hakikat Perjanjian Internasional
• undang-undang bagi mereka yang membuatnya
• Sumber hukum yang mengikatpara pihak/peserta
yang terlibat di dalamnya (Pasal 38 ayat (1)
Piagam Mahkamah Internasional) atau yang
sering disebut sebagai asas pacta sunt servada
• Persetujua/ikatan/hubungan hukum antara
subjek-subjek hukum internasional yang terlibat,
yang diatur oleh hukum internasional
(Abdussalam, 2006:16)
b. Fungsi dan Tujuan Perjanjian Internasional
• Merupakan alat utama untuk
menyelenggarakan transaksi-transaksi
internasional atau perbuatan/hubungan
hukum
• Memberikan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang mengikat para pihak/para
peserta dalam perjanjian internasional
• Merupakan alat kontrol bagi para peserta
yang terlibat di dalam melaksanakan isi
perjanjian tersebut
• Menjamin kepastian hukum bagi para peserta
dalam perjanjian internasional yang
bersangkutan (Abdussalam, 2006:16)
c. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional
dalam melakukan pembentukan perjanjian
internasional di bawah ini di bagi menjadi dua
golongan (Sitepu, 2011: 16-17) yaitu:
1. Perjanjian internasional yang diadakan melalui
tiga tahapan di antaranya tahapan
perundingan, penandatanganan, dan
pengesahan
2. Perjanjian internasional yang diadakan hanya
melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan tanpa pengesahan (ratifikasi)
Treaty Making Power
Perjanjian internasional multilateral yang di tinjau dari
segi substansinyadapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yakni sebagai berikut:
1. Perjanjian internasional multilateral umum yang
substansinya secara langsung dan tegas mengatur
tentang suatu Kejahatan
contohnya: Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genoside (Genoside
Convention) of December 8, 1948
2. Perjanjian internasional multilateral umum yang
substansinya berkenaan dengan suatu masalh tertentu
tetapi di dalamnya terdapat suatu ketentuan tentang
kejahatan atau tindak pidana tertentu
Contohnya: The United Nations Convention on the Law
of the Sea (UNCLOS/Konvensi Hukum Laut PBB), 1982,
dalam pasal 100-107 diatur tentang perompakan
kapal dilaut lepas (pracy)
3. Perjanjian internasional multilateral
regional yakni perjanjian international
yang secara langsung dan tegas
mengatur tentang kejahatan yang ruang
lingkung berlakunya hanya dalam suatu
kawasan tertentu saja
contohnya: European Convention on The
Suppression of Terrorism Convention),
1977
4. Perjanjia internasional multilateral
regional yang berkenaan dengan suat
masalah pokok tertentu tetapi di
dalamnya terdapat suatu ketentuan
tentang kejahatan
contohnya: European Convention of the
5. Perjanjian internasional bilateral maupun multilateral
terbatas, yang substansinya berkenaan dengan suatu
kerja sama dalam pemberantasan kejahatan
• Perjanjian internasional mengenai ekstradisi,
contohnya perjanjian antara Malaysia dan Indonesia
tentang ekstradisi, 1974; antara Indonesia dan
Filipina, 1976; serta Indonesia dan Thailand, 1978
• Perjanjian tentang kerja sama dalam masalah
kriminal (pidana), contohnya: European Union
Convention on Mutual Assistance in Criminal
Matters between the Member Stateof the European
union, 2000
• Perjanjian tentang pemindahan pelaksanaan
hukuman bagi narapidana ataupun perjanjian yang
subtansinya berkaitan dengan masalah-masalah
hukum acara pidana, contoh: United Nation Model
Treaty on the transfer of Supervision of Offenders
Conditionally Sentenced or Conditionally Released,
1990
2. Hukum kebiasaan Internasional (Internasional
Custom)
Hukum kebiasaan Internasional juga diatur di
dalam pasal 38 ayat (1) sub. B Statuta Mahkamah
Internasional yang menerangkan “internasional
custom as evidance of a general practice accepted
as law (kebiasaan Internasional yang merupakan
praktik umum yang diterima sebagai hukum),
dengan kesimpulan sebagai berikut (Abdussalam,
2006:23)
a. Tidak setiap kebiasaan internasional itu dapat
diterima seagai hukum atau ,erupakan sumber
hukum
b. Kebiasaan internasional yang merupakan sumber
hukum internasional, hanyalah praktik-praktik
yang diterima atau diakui oleh negara-negara atau
masyarakat internasional sebagai hukum
c. Hukum kebiasaan internasional adalah
kebiasaan-kebiasaan atau praktik umum
yang diakui atau diterima sebagai ketentuan-
ketentuan yang mengikat negara-negara atau
anggita masyarakat internasional dalam
hubungan satu dengan yang lainnya
d. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang
diterima oleh negara-negara atau anggota
masyarakat internasional merupakan sumber
hukum internasional
e. Kebiasaan-kebiasaan internasional diakui
atau diterima sebagai ketentuan hukum yang
mengikat, karena dirasakan telah memenuhi
rasa keadilan dan rasa kemanusiaan
masyarakat internasional
Ketentuan yang terdapat dalam hukum
kebiasaan internasional yang menjadi
sumber hukum internasional harus
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Terpenuhinya syarat materil dari hukum
kebiasaan internasional
2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai
hukum yang merupakan persyaratan
psikologis
3. Terdapat jangka waktu
4. Kriteria penerimaan suatu kebiasaan
internasional sebagai hukum
5. Actual Practice of States
3. Putusan Badan-Badan Penyelesaian Sengketa
Internasional (international jurisprudance)
contoh putusan dari badan peradilan internasional
adalah:
• Putusan Mahkamah Kejahatan Perang dalam Kasusu
ex-Yugoslovia (the Internasional Tribunal for the
Former Yugoslavia) 1993 yang berkedudukan di Den
Haag (Belanda) yang mengadili pelaku kejahatan
perang dalam perang di ex-Yugoslavia
• Ptusan Mahkamah Kejahatan Perang dalam Kasus
Rwanda (the International Tribunal for Rwanda) 1994
yang berkedudukan di Arusha (Tanzania) yang
mengadili pelaku kejahatan perang di Rwanda
4. Keputusan atau Resolusi Organisasi Internasional
Contoh organisasi yang mengeluarkan keputusan atau
resolusi yang berkenaan dengan kejahatan atau tindak
pidana antara lain sebagai berikut
a. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
• Resolusi MU PBB Nomor:47/135 tanggal 18
Desember 1992 dengan topik: Declaration on the
Right of Persons Belonging to National Ethnic,
Religious and Linguistic Minorities
b. Dewan keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
• Resolusi DK PBB Nomor 823 Tahun 1993 tentang
Statuta Mahkamah Kejahatan Perang dalam kasus
Negara Bekas Yugoslavia
5. Prinsip-Prinsip Hukum Umum (General
Principle)
Menurut Amstutz (1982: 416)
menyatakan bahwa prinsip-prinsip
hukum internasional yang diterima
sebagai sumberhukum internasional
dimana terdapat juga atura-aturan
mengenai moral
B. Asas-Asas Hukum Pidana
Internasional
1. Asas-asas khusus dalam Hukum Pidana Internasional
Asas khusus pertama di dalalm hukum pidana internasional
yang dikemukakan oleh Hugo Grotius (dalam bahasa
Abdussalam, 2006:28) yaitu:
a. Asas au dedere au punere yang berarti: terhadap pelaku
tindak pidana internasional dapat dipidana oleh negara
tempat (locus delicti) terjadi dalam batas teritorial negara
tersebut atau diserahkan atau diekstradisi pelaku tersebut
b. Asas au dedere au judicare yang berarti: setiap negara
untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana
internasional dan berkewajiban unutk melakukan kerja
sama dengan negara lain di dalam menangkap, menahan
dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana
internasional
2. Asas-Asas Hukum Pidana Internasional
yang Berasal dari Hukum Pidana Nasional
a. Asas Legalitas
Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang berbunyi:
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan-aturan
pidana dalam perundang-undangan yang
telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”
b. Asas Nebis in Idem
adalah seseorang tidak dapat ditunut atas
perkra sama yang sudah diputus oleh
hakim (Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-
undang Hukum Pidana)
c. Asas Tidak Berlaku Surut (Non-retroactive)
Menurut Soedarto (1990:24) menyatakan
bahwa dasar pemikiran (rasio) dalam asas
non-retroactive ialah:
1. Menjamin kebebasan individu terhadap
perbuatan sewenang-wenang penguasa
(peradilan)
2. Pendapat yang berhubungan dengan
pendirian, bahwa pidana itu juga sebagai
paksaan psikis (psychologischedwang)
Pasal 1 ayat (2) KUHP berbunyi:
“jika sesudah perbuatan dilakukan ada
perubahan dalam perundang-perundangan,
dipakai aturan yang paling meringankan bagi
terdakwa”
d. Asas Culpabilitas
Pasal 6 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman (UU kekuasaan Kehakiman)
menyebutkan
“tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali
apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah
menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab,
telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas
dirinya”
e. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of
innocence)
asas ini merupakan hak yang dimiliki pelaku, maka
bagi aparat penegak hukum harus memperhatikannya.
Penegak hukum tidak boleh melakukan pemeriksaan
secara sewenang-wenang kepada tersangka (pelaku
tindak pidana) secara kejam ataupun tidak manusiawi
3. Asas-Asas Hukum Pidana Internasional
yang Berasal dari Hukum Internasional
a. Asas kemerdekaan
b. Asas Non-intervensi
c. Asas hidup Berdampingan Secara Damai
d. Asas Penghormatan dan Perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia
C. Subjek-Subjek Hukum
Pidana Internasional
1. Individu
2. Negara
3. Badan Hukum Swasta (Non Government
Organizatition)
4. Kelompok Pemberontak (Belligerent)
5. Tahta Suci Vatikan
6. Palang Merah Internasional (Internasional
Red Cross)
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai