Anda di halaman 1dari 14

PROBLEM POSING MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR SINGAPURA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Kapita Selekta Matematika Sekolah
Yang dibina oleh Bapak Dr. Swasono Rahardjo,M.Si.

Oleh
Yulia Aviatus Sholihah
160311800739

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Maret 2017
Problem Posing Matematika di Sekolah Dasar Singapura

Oleh YEAP Ban Har

Problem posing matematika adalah generasi dari masalah matematika yang sama
baiknya dengan yang telah ada. Bab ini fokus pada proses problem posing yang
melibatkan siswa sekolah dasar. Proses ini memuat (a) posing primitive, (b)
mengajukan masalah yang berkaitan, (c) membangun arti dari operasi matematika,
(d) berkaitan dengan metakognisi, dan (e) menghubungkan pengalaman
seseorang. Pada bab ini diberikan dan diilustrasikan contoh penggunaan problem
posing sebelum, selama dan sesudah penggunaan poblem solving. Penggunaan
problem posing untuk tujuan pembelajaran yang bervariasi seperti
mengembangkan konsep, untuk latihan dan praktek, untuk problem solving, untuk
menilai pemahaman, dan untuk menyediakan pengajaran yang berbeda
dideskripsikan dan diilustrasikan menggunakan kasus dari sekolah Singapura.

1. Pendahuluan

Problem posing matematika didefinisikan sebagai generasi masalah baru yang


sama bagusnya dengan yang sudah ada (silver,1994). Silver menggambarkan 3
jenis problem posing, yang dinamakan problem posing yang muncul sebelum,
selama dan sesudah problem solving. Definisi dari silver menyarankan bahwa
penting untuk mempertimbangkan problem posing saat diskusi problem solving
matematika.

Di singapura, kerangka kurikulum matematika berfokus pada problem solving


matematika. Diantara tujuran dari kurikulum, diharapkan siswa mampu
merumuskan dan menyelesaikan masalah (p.5, Ministry Education, 2006a; p.1,
Ministry Education 2006b.). Bab lain pada buku ini fokus pada aspek problem
solving matematika yang bervariasi. Bab ini fokus pada problem posing
matematika. Tugas problem posing juga umum di buku sekolah dasar yang
digunakan di Singapura.

Keuntungan menggunakan tugas problem posing pada kelas matematika telah


diteliti di tingkat kelas yang berbeda dan tidak bisa diabaikan sebagai tugas yang
dapat mempengaruhi, diantara hal lain, yaitu (1) kemampuan siswa di matematika,
(2) sikap terhadap matematika, termasuk keingintahuan dan ketertarikan, dan (3)
kepemilikan kerja mereka (English, 1997a; Grundmeier, 2002; Knuth, 2002;
Perrin, 2007).

Pada bagian pertama di bab ini, beberapa penelitian pada problem posing
matematika disajikan. Khususnya deskripsi dari penelitian pada hubungan antara
problem solving dan problem posing. Deskripsi penemuan dari satu penelitian di
murid Singapura yang berfokus pada proses problem posing disajikan. Pada
bagian kedua dari bab ini, dideskribsikan perbedaan aturan dari tugas problem
posing di kelas.

2. Problem Solving dan Problem Posing Matematika

Hubungan antara problem solving dan poblem posing matematika telah


banyak menjadi subyek penelitian. Siswa yang bagus di problem solving non
rutin juga bagus di problem posing. Silver and Cai (1996) menemukan bahwa
kemampuan problem solving dari siswa sekolah menengah di Amerika sangat
berhubungan dengan kemampuan mereka untuk mengajukan masalah yang rumit
di salah satu jenis dari tugas problem posing. Pada serangkaian investigasi di
kelas 3,5, dan 7 di Australia, English (1997b, 1997c, 1998) menemukan beberapa
hubungan diantara problem solving dan problem posing. Secara khusus, dia
menemukan kompetensi dari menyelesaikan masalah rutin terkait dengan
mengajukan perhitungan yang rumit, tapi belum tentu masalah yang tersetruktur
dengan rumit. Kompetensi pada penyelesaian masalah baru berkaitan dengan
mengajukan masalah rumit yang terstruktur. Diantara siswa Singapura, ditemukan
bahwa pemecah masalah yang bagus memperoleh nilai problem posing yang lebih
tinggi daripada pemecah masalah yang kurang bagus (Yeap, 2002). Sebagai
tambahan, ditemukan bahwa ketika siswa tidak memiliki pengalaman awal pada
problem posing, hubungan antara problem solving dan problem posing tidak
bergantung pada tingkat kelas. Dari semua penelitian ini, siswa diminta untuk
mengajukan masalah dengan diberikan beberapa stimulus. Penelitian dari problem
posing selama dan setelah problem solving relatif kurang dilakukan.

3. Proses Problem Posing Matematika

Kilpatrick (1987) menyetujui bahwa salah satu dari proses kognitif dasar
terlibat dalam problem posing matematika saling berkaitan, yang disetujui pada
penelitian Silver dan Cai (1996). Inograd (1990) menemukan bahwa banyak
siswa yang membuat dan memilih informasi dari pengalaman mereka atau
lingkungan fisik langsung ketika mereka mengajukan masalah. Penelitian terbaru,
Christou, Mousoulides, Pittalis, Pantazi dan Sriraman (2005) meneliti kelas 6
untuk memahami proses yang siswa gunakan selama problem posing matematika.
Diantaranya, ditemukan bahwa siswa terlibat dalam pemilihan informasi
kuantitatif selama problem posing.

Pada penelitian siswa Singapura kelas 3 dan kelas 5 mengajukan soal cerita
aritmatika, ditemukan bahwa siswa sekolah dasar berkaitan dengan 5 kategori
dari proses problem posing (Yeap, 2002). Kategori tersebut yaitu :

1. Posing Promitives
2. Mengajukan masalah yang berkaitan
3. Membangun makna untuk operasi matematika
4. Keterlibatan di metakognisi
5. Menghubungkan ke pengalaman seseorang

3.1 Posing Primitives

Menurut Krutetskii (1976), siswa yang bagus dalam matematika dapat


melihat pertanyaan yang tersembunyi ketika disajikan dengan kalimat yang
memuat informasi numerik. Contohnya, pada suatu tes untuk mengidentifikasi
kemampuan matematika siswa, tes tersebut mengharuskan siswa untuk
mengajukan pertanyaan yang mengandung kalimat 25 pipa dengan panjang 5 m
dan 8 m diletakkan dengan jarak 155 m. Pertanyaan tak tertulisnya adalah
Berapa banyak pipa dari masing-masing jenis yang diletakkan? Silver and Cai
(1996) menyebut pertanyaan seperti itu sebagai primitive.

Gambar 1 menunjukkan tugas problem posing digunakan pada penelitian


untuk menyelidiki proses problem posing (Yeap, 2002). Pernyataan pertama
adalah penghubung yang membandingkan jumlah perempuan di dua kelas.
Pernyataan kedua adalah tugas yang mendeskripsikan jumlah laki-laki di dua
kelas.

Ada 4 jenis respon siswa (lihat Tabel 1). Banyak siswa yang mengajukan
pertanyaan untuk menyebutkan jumlah laki-laki di 2 kelas. Respon di Kategori A
umum seperti pada Kategori B, dimana siswa mengajukan pertanyaan untuk
menyebutkan jumlah perempuan di kelas 4A, dengan diberikan jumlah perempuan
di kelas 4B. Secara signifikan lebih sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan
untuk menyebutkan jumlah perempuan di kelas 4B, dengan diberikan jumlah
perempuan di kelas 4A. Demikian juga, secara signifikan lebih sedikit siswa yang
mengajukan pertanyaan untuk menyebutkan jumlah perempuan di satu kelas,
dengan diberikan jumlah siswa di kelas, atau untuk menyebutkan jumlah siswa di
satu kelas, dengan diberikan jumlah perempuan di kelas tersebut.

Gambar 1. Tugas untuk Problem Posing Matematika (Tugas 1)


Ada 3 lebih perempuan di 4A dasar daripada 4B dasar.
Ada 15 laki-laki di setiap kelas.

Tuliskan 3 pertanyaan matematika tentang 2 kelas tersebut.


Kamu dapat memasukkan bilangan lain jika kamu menginginkannya.

Tabel 1. Respon dari Tugas 1


Kategori Respon Tanggapan Sampel
A Berapa banyak laki-laki di dua kelas
tersebut?
B Berapa banyak perempuan di kelas 4A jika
ada 33 perempuan di kelas 4B ?
C Jika ada 40 perempuan di kelas 4B, berapa
banyak perempuan di kelas 4A?
D Miss Sem mengajar kelas 4A. Kelas 4A
mempunyai 27 perempuan. Berapa banyak
siswa yang ada di kelas 4A?

Jika ada 40 siswa di kelas 4A, berapa banyak


perempuan di kelas tersebut ( kelas 4A)?
Catatan : tanggapan sampel diambil kata demi kata dari data (Yeap, 2002)

3.2 Mengajukan Masalah yang Berkaitan

Kilpatrick (1989) berpendapat bahwa salah satu dasar proses kognitif yang
terlibat dalam problem posing adalah membuat asosiasi. Silver dan rekan-
rekannya sebelumnya telah mengeksplorasi proses ini di beberapa penelitian
(Leung, 1993; Silver & Cai, 1996; Silver, 1996).

Dengan menggunakan tugas yang ditunjukkan pada gambar 1, Yeap (2002)


menemukan bahwa siswa mengajukan 3 jenis pertanyaan yang berkaitan untuk
situasi yang telah diberikan. 2 dari 3 jenis keterkaitan dideskripsikan di sini. Tipe
pertama dari pertanyaan yang berkaitan disebut serial questions. Siswa dikatakan
telah mengajukan serial questions ketika setiap pertanyaan memuat informasi dari
yang sebelumnya. Gambar 2 menunjukkan 2 respon.

Respon 1
Berapa banyak perempuan di kelas 4A ?
Berapa banyak perempuan di kelas 4B ?

Respon 2
Jika ada 24 perempuan di 4B, berapa banyak perempuan di kelas 4A?
Berapa banyak siswa di kelas 4A?
Berapa banyak siswa di 2 kelas?

Gambar 2. Serial Questions


Respon 1
Jika ada 20 perempuan di kelas 4A, berapa siswa yang ada di kelas 4B?
Jika ada 33 siswa di kelas 4A, berapa siswa yang ada di kelas 4B?

Respon 2
Ada 30 anak di kelas 4A. Berapa banyak anak di kelas 4B?
Ada 32 anak di kelas 4B. Berapa banyak anak di kelas 4A?
Ada 21 perempuan di kelas 4A. Berapa banyak perempuan di kelas 4B?
Gambar 3. Parallel Questions

Tipe kedua dari pertanyaan yang berkaitan disebut parallel questions.


Siswa dikatakan telah mengajukan parallel questions ketika setiap pertanyaan
mempunyai struktur yang sama. Jawaban dari pertanyaan sebelumnya tidak
mempermudah jawaban dari pertanyaan berikutnya. Gambar 3 menunjukkan 2
respon.

3.3 Membangun Makna Untuk Simbol Matematika

Yeap (2002) menemukan bahwa ketika siswa diminta untuk mengajukan soal
cerita yang seperti memiliki satu langkah penyelesaian kalimat perkalian 4 x 6,
mereka mengajukan pertanyaan untuk menunjukkan makna dari perkalian yang
telah diajarkan. Sebagai contohnya, tidak ada siswa dari kelas 3 yang mengajukan
pertanyaan yang meliputi materi yang belum diajarkan konsepnya. Baik kelas 3
maupun kelas 5 belum mempunyai pengalamn pada masalah kombinatorik, oleh
karena itu tidak ada dari mereka yang mengajukan masalah terkait kombinatorik.
Walaupun diharapkan kelompok yang sama akan lebih mudah, ditemukan bahwa
siswa hanya mengajukan masalah bertipe perbandingan perkalian yang lebih sulit.
Hal ini bisa jadi karena buku teks kelas 3 Singapura menekankan perbandingan
perkalian dan tingkat soal yang lebih sulit. Penelitian sebelumnya dengan
kelompok siswa yang berumur sama (English, 1996) menemukan bahwa siswa
cenderung mengajukan kelompok permasalahan yang sama dan sedikit dari
mereka yang mengajukan soal perbandingan perkalian. Tabel 2 menunjukkan
contoh dari respon siswa.

Tabel 2. Makna Siswa Terkait Perkalian Dengan

Jenis Situasi Contoh Respon


Kelompok yang sama Ada 4 kotak jeruk. Setiap kotak, ada 6 jeruk. Berapa banyak
jumlah jeruk?
Perbandingan Tom mengumpulkan 6 kartu telepon. Aku mengumpulkan 4
kali kartu telepon Tom. Berapa banyak kartu telepon yang aku
koleksi?
Susunan persegi panjang Ada 6 kursi di satu baris. Jika ada 4 baris, berapa banyak
jumlah kursi?
Luas Ruang berbentuk persegi panjang mempunyai lebar 4 m dan
panjang 6 m. Tentukan luas dari ruang yang berbentuk persegi
panjang tersebut.
Nilai Ahmad membeli kotak seharga $4. Dia perlu membeli 5 kotak
lagi. Berapa banyak uang yang dia habiskan untuk semua
kotak?

3.4 Keterlibatan di Metakognisi

Sedikit contoh dari keterlibatan siswa di metakognisi yaitu mengajukan


masalah diberikan di bawah. Siswa menunjukkan pengamatan penting dari proses
problem posingnya dari cara dia mengubah masalah yang dia ajukan. Ketika
diminta untuk mengajukan masalah yang mempunyai jawaban 10, dia awalnya
menulis : Mary mempunyai $60. Dia ubah menjadi Mary mempunyai $30. Dia
1
kemudian melanjutkan : Ali mempunyai 6 dari uang Mary. Dan memasukkan

orang ketiga, mungkin membuat masalah lebih rumit : Jika Jane dan Mary
mempunyai jumlah uang yang sama. Walaupun dia mengganti Mary dengan Ali
dan pernyataan akhirnya adalah : Jika Jane dan Ali mempunyai jumlah uang yang
sama, berapa ... Pada saat ini, dia mengubah tulisannya karena dia mungkin
menyadari jawabannya mungkin bukan 10. Dia menghapus pertanyaannya yang
tertunda dan melanjutkan : dan peter telah menghabiskan semua uangnya .
Berapa rata-rata uang mereka semuanya?

Siswa lainnya menulis : Britney Spears mempunyai 100 balon. 10 balon


meletus. 20 balonnya terbang. 30 balon telah dicuri dan 30 balonlainnya telah
diberikan. Untuk memenuhi kondisi bahwa solusinya harus 10. Pertanyaannya
sebelumnya adalah : berapa banyak balon yang telah dicuri kemudian diberikan?
Dia memutuskan untuk membuat masalah dengan 2 bagian dan menulis bagian
kedua : berapa banyak balon yang tersisa? Siswa menunjukkan kemampuan
untuk mengamati pemikirannya saat dia kembali ke teks aslinya dan mengubah 2
bilangan. Teks akhirnya adalah : Britney Spears mempunyai 100 balon. 10 balon
meletus. 20 balon terbang. 40 balon telah dicuri dan 20 balon telah diberikan.
3.5 Menghubungkan ke Pengalaman Seseorang

Ellerton (1986) menemukan bahwa konten dan gaya masalah siswa


mencerminkan pengalaman dan ide matematika mereka. Menon(1995)
menemukan bahwa anak-anak cenderung mengajukan masalah berdasarkan
pengalaman non-matematika mereka. Yeap(2002) menemukan bahwa siswa di
Singapura membuat hubungan ke pengalaman non-matematika mereka sebaik
pengalaman mereka dengan masalah teksbook.

5 siswa sekolah dasar menggunakan nama asli seseorang di


pertanyaannya. Semua nama yang dia masukkan adalah nama teman baiknya. Dia
juga menggunakan obyek yang familiar (permainan terkenal seperti pokemon) di
beberapa pertanyaannya. Dia jelas menggunakan pengalaman non-matematikanya
ketika mengajukan pertanyaan. Namun akibatnya adalah pada fitur semua dari
masalah. Gambar 4 menunjukkan contoh masalah yang diajukan oleh siswa.

Gambar 4. Masalah Iman

Qiwen mempunyai 25 pokemon. Iman mempunyai 10 pokemon dan Huang


Yong mempunyai 5 pokemon. Iman dan Huang Yong memutuskan untuk
menggabungkan pokemonnya bersama. Apa beda pokemon milik Iman dan
Huang Yong dengan pokemon milik Qiwen?

Dalam kasus yang jarang terjadi, siswa menggunakan pengetahuannya di


pelajaran yang berbeda untuk mengajukan masalahnya. Dia menulis masalah
berdasarkan fakta pengetahuan yang ia ketahui, bahwa serangga mempunyai 6
kaki dan semut adalah serangga. Dia menulis : Ada 4 semut. Masing-masing
semut mempunyai 6 kaki.Berapa banyak kaki semua semut tersebut?

Buku teks terlihat mempunyai pengaruh yang besar pada pengajuan


masalah oleh siswa. Diantara 3 siswa sekolah dasar, mengejutkan bahwa lebih
dari mereka mengajukan masalah perbandingan (Tom mempunyai 4 perangko.
Kelvin mempunyai 6 kali perangko Tom. Berapa perangko yang dimiliki Kelvin?)
sedangkan masalah kelompok yang sama (Ada 4 kotak jeruk. Masing-masing
kotak berisi 6 jeruk. Berapa banyak jumlah jeruk? ) walaupun yang terlebih
dahulu lebih menantang. Analisis buku teks mengungkapkan bahwa 3 buku teks
sekolah dasar menekankan masalah perbandingan ketika berhadapan dengan
perkalian. Ada 16 masalah perbandingan dan 8 kelompok masalah sama di buku
teks yang digunakan siswa untuk belajar.

Buku teks juga mempengaruhi siswa lebih sedikit. Banyak siswa yang
menggunakan nama yang umumnya digunakan di masalah pada buku teks seperti
John dan Mary, walaupun nama ini jarang diantara siswa pada penelitian.
Contohnya John adalah karakter pada 2 masalah diantara 9 yang muncul di 2
halaman dari buku teks. Dan anak-anak akan mengajukan masalah tentang John
dan Mary : John mempunyai 11 permen. Jika dia memakan 1 permen, berapa
permen yang dimilikinya sekarang? Mary mempunyai 956 stiker. John
mempunyai 326 stiker lebih dari Mary. Berapa banyak stiker yang dimiliki John
dan Mary? Dan John mempunyai 5 bola. Mary mempunyai sebanyak 2 kali punya
John. Berapa bola yang dimiliki Mary?

Dalam pemodelan masalah kata mereka setelah buku teks, beberapa siswa
bergantung pada pemahaman realitas mereka. 5 siswa sekolah dasar, ketika
diminta untuk mengajukan masalah yang mempunyai solusi 4 x 6, menulis John
mempunyai tinggi 6 m dan kakaknya mempunyai tinggi 4 kali dari tinggi John.
Berapa tinggi kakaknya? Lainnya mengabaikan hubungan. 3 siswa sekolah dasar
mengajukan masalah : ada 12 orang dewasa di aula. Ada wanita sebanyak 3 kali
jumlah orang dewasa. Berapa banyak wanita di aula? Siswa tidak menyadari
bahwa wanita juga bagian dari orang dewasa.

Bagian sebelumnya mendeskripsikan beberapa proses yang siswa tempuh ketika


mereka mengajukan masalah matematika. Pada bagian berikutnya aturan dari
pengajuan masalah matematika di kelas akan didiskusikan.

4. Pengajuan Masalah Matematika di Kelas

Kegunaan pengajuan masalah matematika adalah untuk mengembangkan


konsep, menyediakan drill and practice, untuk pemecahan masalah, sebagai alat
asesmen, sebagai alat motivasi dan untuk memenuhi kelas kemampuan gabungan
akan dideskripsikan dengan contoh yang spesifik.

4.1 Pengembangan Konsep


Mrs. Pang menunjukkan kelompok 2 persegi panjang dan meminta 3 siswa
sekolah dasar untuk menanyakan pertanyaan tentang 2 persegi panjang. Diantara
pertanyaan yang diajukan, salah satu tentang ukuran dari 2 persegi panjang :
Manakah persegi panjang yang lebih besar?
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan siswa, Mrs. Pang membuat
pembelajaran dengan penggunaan ubin persegi untuk membantu siswa
mengembangkan konsep luas dari suatu daerah.
Penggunaan problem posing membantu siswa fokus pada pembelajaran.
Pertanyaan yang diajukan, Manakah persegi panjang yang lebih besar?, menjadi
fokus pembelajaran di luas. Ketika problem posing digunakan pada dasar, siswa
juga mengembangkan kemampuan untuk fokus pada aspek yang signifikan dari
situasi yang disajikan pada mereka.

4.2 Menyediakan drill-and-practice


Mr. Osman meminta 6 siswa sekolah dasarnya untuk membuat sketsa
gabungan yang termasuk lingkaran atau bagian dari lingkaran sehingga daerah
masing-masing sketsa itu 154 cm2 bukannya meminta siswa untuk menghitung
luas sketsa gabungan yang telah digambarkan guru untuk mereka. Para siswa
diizinkan menggunakan kalkulator.

Dengan sketsa yang telah dimiliki, siswa berlatih menggunakan rumus


berulang kali untuk menghitung luas berbagai sketsa termasuk lingkaran. Selain
itu, siswa memiliki kesempatan untuk mengevaluasi apakah sketsa mereka
memenuhi kondisi tertentu. Mereka juga memiliki kesempatan untuk melakukan
penyesuaian sketsa yang 'tidak benar' untuk yang diperlukan. Siswa juga
memiliki kesempatan untuk melatih kreativitas mereka dan mencoba untuk hal
lain denga sketsa yang tidak mereka memiliki.

Penggunaan problem posing memperbolehkan guru menambah nilai untuk


aktivitas drill-and-practice dengan melibatkan siswa dalam kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan kebiasaan pikiran.

4.3 Pemecahan Masalah

Miss Siti meminta 6 siswa sekolah dasar untuk mengajukan pertanyaan


berdasarkan masalah yang telah dia gunakan untuk mengajar pemecahan masalah
pada materi kecepatan. Siswa diberikan teks seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Teks yang digunakan pada kelas Miss Siti

David dan Michael mengemudi dari kota A ke kota B dengan kecepatan


yang berbeda. Keduanya tidak mengubah kecepatan selama
perjalanan. David mulai perjalanan 30 menit lebih dahulu daripada
Michael . namun Michael sampai di kota B 50 menit lebih dahulu
daripada David. Ketika Michael sampai di kota B, David telah

Beberapa
menempuhpertanyaanperjalanan
yang ditanyaan
danoleh siswa adalah
berjarak 75 km: dari kota B.

Berapa jarak dari 2 kota tersebut?


Siapa yang membutuhkan waktu lebih lama selama perjalanan? Seberapa
lama?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan David? Berapa lama waktu yang
dibutuhkan Michael?
Berapa kecepatan David? Berapa kecepatan Michael?
Selanjutnya, Miss Siti meminta siswa untuk menentukan pertanyaan yang
dapat dijawab secara langsung dengan menggunakan informasi dalam teks dan
yang memerlukan informasi lebih banyak sebelum mereka dapat dijawab.

Dalam memecahkan hal yang kompleks, masalah dengan langkah yang


banyak, siswa harus tahu pertanyaan menengah yang mereka harus jawab.
Dengan memberikan siswa, banyak kesempatan untuk mengajukan masalah di
pelajaran pemecahan masalah, pada dasarnya guru mengajari mereka proses
pemecahan masalah.

4.4 Penilaian Pemahaman


Mr. Iqbal meminta 3 siswa sekolah dasar untuk membuat 3 soal cerita
yang dapat diselesaikan dengan mengerjakan 4 x 6. Dia juga meminta mereka
untuk membuat masalah yang berbeda.
Dia dapat menilai pemahaman konseptual siswa dari perkalian dengan
melihat situasi yang siswa gunakan di soal cerita. Siswa yang kurang memahami
perkalian mengajukan masalah seperti Ani mempunyai 4 permen dan Bala
mempunyai 6 permen. Berapa banyak semua permen yang mereka punyai? Dan
David mempunyai 20 buku dan dia membeli 4 buku lain. Berapa banyak buku
yang dipunyai David setelah membeli 4 buku lain?
Siswa yang mempunyai konsep perkalian yang tepat mengajukan masalah
seperti : Bob mempunyai 6 tas bunga dengan masing-masing tas bunga berisi 4.
Berapa banyak yang dia punyai? Dan Tom mengoleksi 6 kartu telepon. Saya
mengkoleksi 4 kali kartu telepon milik Tom. Berapa banyak kartu telepon yang
aku kolekso?
Mr. Iqbal juga dapat melihat bahwa beberapa siswanya lebih advance
dalam mengajukan masalah dengann situasi yang utamanya 3 siswa tidak
berhubungan dengan perkalian. Seperti siswa mengajukan pertanyaan termasuk
urutan (Ada 6 kursi di satu baris. Jika ada 4 baris, berapa jumlah kursinya?) dan
menilai (Mr. Tan membeli 6 kg ikan. Setiap ikan seharga $4. Berapa ia harus
membayar?)
Dengan tugas problem posing Mr. Iqbal dapat menilai pengetahuan
prosedural. Dia dapat melihat sekilas pemahaman konseptual siswa.

4.5 Membedakan Pembelajaran


Madam Gowri akan menggunakan problem posing pada kelas yang
berkemampuan campur. Dia meminta 4 siswa sekolah dasarnya untuk menuliskan
2
masalah yang memuat bilangan 3 , 6, dan 24, dia memperbolehkan siswanya

menyisakan salah satu dari seluruh bilangan dan mendorong siswa untuk
membuat masalah yang membutuhkan banyak langkah. Dia memintanya pada
akhir sehingga juga membuat masalah mereka lebih menantang.
Hal ini memungkinkan siswa berjuang untuk menyelesaikan tugas-tugas di
tingkat mereka dan hal tersebut akan memotivasi siswa. Problem posing juga
mencegah siswa berkemampuan tingkat tinggi menjadi bosan dengan tugas-tugas
standar karena mereka mampu untuk menantang diri mereka sendiri dengan
mencoba untuk mencari tahu bagaimana untuk menyusun tiga angka agar masalah
terpecahkan. Sementara rata-rata siswa mengajukan masalah seperti : Kelas 3A
2
terdiri dari 6 anak laki-laki dan 24 perempuan. 3 siswa mengatakan bahwa

mereka menyukai pizza. Berapa banyak siswa yang menyukai pizza? Siswa
dengan kemampuan tingkat tinggi mungkin mengajukan masalah seperti : John
2
membaca 6 halaman buku pada hari Senin. Dia membaca 3 dari halaman yang

tersisa pada hari Selasa dan masih tersisa 24 halaman. Berapa banyak halaman
yang dimiliki buku tersebut?
Miss Gan sering menggunakan pertanyaan bagaimana jika kepada siswanya.
Ketika dia meminta 3 siswa sekolah dasarnya untuk menggunakan digit 0 sampai
9 tepat sekali untuk membuat kalimat penjumlahan yang benar, beberapa
menyusunnya dengan cepat ketika yang lain berjuang dengan waktu yang lama.

Dia meminta murid yang sedang menyusun untuk mencari solusi yang
mungkin dengan cepat untuk menanyakan diri mereka sendiri pertanyaan
bagaimana jika. Beberapa dari mereka menanyakan bagaimana jika jumlahnya
adalah bilangan dengan empat digit. Yang lainnya bertanya bagaimana jika
mereka tidak diijinkan menggunakan, misalnya digit 0. Miss Gan kemudian
meminta siswa tersebut untuk menyelesaikan masalah berdasarkan pertanyaan
bagaimana jika. Hal ini membuat siswa yang berkemampuan tinggi untuk lebih
tertantang dan termotivasi.

5. Kesimpulan
Bab ini menunjukkan beberapa proses yang siswa tempuh ketika mereka
mengajukan masalah matematika. Pemahaman dari proses ini membolehkan guru
untuk memilih tugas problem posing yang tepat untuk penggunaan kelas. Jenis
berbeda dari tugas problem solving termasuk problem posing sebelum problem
solving (seperti contoh Mr. Iqbal), problem posing saat problem solving (seperti
contoh Miss Siti) dan problem posing setelah problem solving (Seperti contoh
Miss Gan) mengilustrasikan aturan yang bervariasi yang dapat problem posing
mainkan dalam kelas.
Beberapa ide dari penelitian kelas meliputi menyelidiki masalah siswa yang
diajukan serta menyelidiki efek dari problem posing sebagai campuran.
Penyelidikan masalah yang diajukan oleh siswa dapat digunakan untuk
mengeksplorasi pemahaman matematika siswa serta kemampuan umum seperti
kreativitas. Penyelidikan menggunakan problem posing sebagai campuran dapat
menunjukkan efek pada problem solving dan sikap.
DAFTAR PUSTAKA

Kaur, Berinderjeet. Yeap, Ban Har. Kapur, Manu. 2009. Mathematical Problem
Solving. Singapore : Association of Mathematics Educators.

Anda mungkin juga menyukai