Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan depresi adalah suatu gangguan berulang dan serius terkait dengan
menurunnya fungsi dan kualitas hidup, morbiditas medis, dan kematian. 1 Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan depresi sebagai peringkat keempat penyebab
disabilitas di seluruh dunia, dan diperhitungkan pada tahun 2020, akan menjadi penyebab
utama yang kedua. 1
Gangguan depresif adalah masalah kesehatan mental serius yang menjadi penyebab
disabilitas keempat terbanyak di dunia.2 Prevalensi seumur hidup gangguan ini bervariasi di
tiap negara berkisar antara 1,5% - 19,0% dan lebih banyak terjadi pada wanita. 2 Gangguan ini
juga menghabiskan biaya tahunan yang besar akibat hilangnya produktivitas serta untuk
perawatan penyakit, diperkirakan mencapai 80 miliar dollar U.S per tahunnya di Amerika
Serikat.3
Depresi semakin diakui sebagai penyakit kronis atau berulang. Berdasarkan hasil
penelitian sejumlah studi pada pasien depresi yang dirawat oleh spesialis, hampir 50% pasien
tidak sembuh dalam kurun waktu 6 bulan dan 10% memiliki perjalanan penyakit yang kronis.
Para peneliti meyakini bahwa lebih dari setengah kasus bunuh diri terjadi pada orang yang
mengalami depresi. Ini menunjukkan depresi dapat memiliki efek yang menghancurkan.
Namun pada kebanyakan orang, penyakit ini bisa diobati. Ketersediaan pengobatan yang
efektif dan pemahaman yang lebih baik tentang dasar biologis terjadinya depresi dapat
mengurangi hambatan dalam deteksi dini, diagnosis yang akurat serta keputusan untuk
mencari perawatan medis.4
Episode depresif terbagi menjadi 6 kategori, yaitu episode depresif ringan, episode
depresif sedang, episode depresif berat tanpa gejala psikotik, episode depresif dengan gejala
psikotik, episode depresif lainnya, dan episode depresif yang tidak terperinci.5
Pada laporan kasus ini dibahas mengenai kasus episode depresif berat dengan gejala
psikotik pada wanita berusia 30 tahun.

1
BAB II
LAPORAN PSIKIATRI

I. RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat psikiatri diperoleh dari autoanamnesa dengan pasien dan dari
alloanamnesa dengan Tn.Sy (Suami Pasien).
A. Identitas Pasien
Seorang wanita bernama Ny.N, usia 30 tahun, pendidikan SMP, agama Islam,
suku Melayu Jambi, anak ke-5 dari 7 bersaudara, bekerja sebagai ibu rumah
tangga, baru saja menikah dan belum memiliki anak, tinggal di Jambi, datang
ke Poliklinik RSJD jambi pada hari Sabtu tanggal 5 desember 2015 jam 09.30
WIB.

B. Identitas Pengantar Pasien


Pasien diantar oleh suaminya. Suami pasien bernama Tn.Sy berusia 30 tahun,
pendidikan SD, agama islam, suku Melayu Jambi, bekerja sebagai wiraswasta,
tinggal satu rumah dengan pasien.

C. Keluhan utama
Pasien merasa sakit kepala karena sulit tidur, tidur tidak nyenyak atau mudah
terbangun, mimpi buruk bahkan berjalan dalam tidurnya, perasaan takut, dan
tertekan.

D. Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak 4 bulan yang lalu, sebelum datang ke Rumah Sakit, pasien
merasa sulit tidur dikarenakan mimpi buruk. Pasien juga kesulitan untuk
memulai tidur dan mempertahankan tidur. Pasien mengatakan bahwa sering
terbangun di tempat tidak seharusnya seperti di dekat tong sampah dan merasa
berjalan saat tidur. Pasien merasa sering diikuti oleh orang lain, yang
menurutnya itu seorang perempuan dan laki-laki. Pasien sering mendengar
suara-suara orang yang sedang membicarakan dirinya, dan memarahi dirinya.
Pasien dapat melihat kedua orangtuanya yang telah meninggal. Pasien sering
merasa cemas akan suatu hal namun dalam batas normal. Pasien mengaku
banyak pikiran sejak menikah. Pasien merasa keluarga suami tidak
menyukainya. Pasien sering merasa bersalah akan segala sesuatu hal dan
merasa dirinya tidak berguna lagi. Pasien juga memiliki keinginan untuk
bunuh diri. Pasien sebelumnya pernah jatuh dari motor yang menyebabkan

2
trauma pada kepala. Pasien juga mengeluh kepalanya sering sakit. Menurut
keterangan keluarga, pasien sering melamun, lalu menangis sendiri. Kadang-
kadang pasien merasa gelisah dan tidak tenang saat banyak pikiran. Pasien
juga kadang-kadang panik, jantungnya berdebar-debar.

E. Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien merasakan
keluhan tersebut saat SMP. Pasien sudah pernah berobat ke Puskesmas atas
keluhan tersebut.

F. Riwayat Medis dan Psikiatris Lain


1. Gangguan mental dan emosi : Pernah menderita gangguan jiwa
sebelumnya.
2. Gangguan Psikosomatis : tidak pernah
3. Riwayat Trauma : Pasien mengalami trauma kepala saat jatuh dari motor.
4. Gangguan Neurologi : Riwayat trauma kepala (+), nyeri kepala (+),
gangguan kesadaran (-), kejang (-), hipertensi (-)

G. Riwayat Keluarga
Identitas Orang tua
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah: Tarmin Ibu: Suharni
Bangsa Indonesia Indonesia
Suku Kerinci Kerinci
Agama Islam Islam
Pendidikan Tidak sekolah Tidak Sekolah
Pekerjaan Petani Petani
Umur Sudah Meninggal Sudah meninggal
Hubungan Baik-baik saja Baik-baik saja

Pasien dibesarkan dalam lingkungan sosio-kultur Melayu Jambi


Status sosial ekonomi menengah kebawah, lingkungan kehidupan
didominasi oleh agama Islam
Pasien merupakan anak kelima dari 7 bersaudara
Pasien dibesarkan oleh kedua orangtua kandung
Sifat ayah dan ibu baik
Ayah pasien sudah meninggal saat berusia 58 tahun, dan ibu pasien
meninggal saat berusia 50 tahun.
Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai petani dan tidak pernah
bersekolah.
Hubungan kedua orangtua baik,
Penyakit keturunan dalam keluarga tidak ada.

3
Saat ini pasien tinggal dengan suami, dan keluarga suaminya. Pasien
memiliki hubungan yang baik dengan isteri dan anaknya.
Strukur Keluraga yang tinggal dengan pasien saat ini
No Nama L/P Usia Hubungan Sifat
1 Ny.N P 30 Pasien Pendiam, pencemas

2 Tn. Sy L 30 Suami Baik, ramah, jarang dirumah

GENOGRAM

Laki-laki meninggal Perempuan Meningggal


Laki-laki Pasien
Perempuan

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat prenatal dan perinatal : Pasien lahir normal di bantu dengan seorang bidan
2. Masa kanak-kanak awal (kelahiran sampai usia 3 tahun) : Pasien aktif seperti anak
seusianya
3. Masa kanak-kanak mengengah (3-11 tahun) : Pasien aktif seperti anak seusianya
4. Masa kanak-kanak akhir : tidak ada masalah terhadap hubungan sosial dengan orang
lain.
5. Masa dewasa: Pasien menikah dan bekerja sebagai ibu rumah tangga, hubungan
pasien dengan keluarga suami kurang baik, dan hubungan suami dengan keluarga
pasein baik. Pasien tidak terlalu taat beribadah hanya sekedarnya saja. Pasien tidak
punya riwayat hukum.
6. Riwayat seksual : Dalam batas normal, hanya saja gairah seksual pasien saat ini
menurun,
7. Fantasi dan mimpi : tidak diketahui
8. Sistem nilai : pasien memandang dirinya sebagai seorang istri yang baik, dia selalu
memperhatikan suami.

I. Handaya dalam kehidupan saat ini

4
Handaya dalam Hubungan Sosial: hubungan sosial pasien baik
Handaya dalam Pekerjaan: Pasien sering merasa kelelahan saat melakukan pekerjaan
rumah tangga.
Penggunaan Waktu Senggangnya : Pasien banyak diam di rumah

J. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Faktor keturunan (Genetik) : Tidak keluarga dengan keluhan yang sama
Faktor Organik : Kejang (-), Trauma kepala (+), kelumpuhan (-), penyakit maag (-),
penyakit lain (-)
Faktor Pencetus : Pasien merasa tertekan dengan kehidupannya sekarang dan merasa takut
akan ditnggalkan suaminya. Pasien merasa takut akan seseorang yang diyakininya
mengikutinya kemana-mana.

Riwayat Penggunaan NAPZA : tidak ada


Riwayat Penyakit Dahulu: Hipotensi
Riwayat pekerjaan : Pasien tidak pernah bekerja
Riwayat Perkawinan : Pasien sudah menikah selama 4 bulan.

Situasi Sekarang
Riwayat tempat tinggal
Rumah tempat Keadaan Rumah
Tenang Cocok Nyaman Tak Menentu
tinggal
Rumah Sendiri X X

K. Persepsi dan Tanggapan Pasien mengenai Diri dan Kehidupannya


Pasien merasa diikuti oleh seorang perempuan dan laki-laki. Pasien merasa dirinya
tidak disukai oleh keluarga suaminya. Pasien sering merasa bersalah akan segala hal
sehingga merasa dirinya sudah tidak berguna lagi. Pasien memiliki keinginan untuk
bunuh diri.

L. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital:


TD: 100/60, Nadi : 64x/mnt, T: 36,2 C, RR: 20x/mnt

M. Pemeriksaan penunjang lainnya:


Skor HDRS (Pengukuran Derajat Depresi) : Skor 41 : Depresi berat

5
II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Sikap Tubuh : Tampak lemas, lesu, tidak bergairah, sedih dan cemas
Cara berpakaian : Rapi
Kesehatan fisik : Tampak sakit
2. Perilaku dan aktifitas psikomotor : pasien (+) agitasi
Cara berjalan : berjalan lambat
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif , dengan kontak mata ada , dan sulit
berkonsentrasi terhadap pertanyaan pemeriksa
3. Pembicaraan
Cara Berbicara : Lambat dan suara sangat pelan seperti tertekan dan
ragu-ragu
Produktifitas : Sedikit bicara
4. Afek, mood, dan emosi lainnya
Afek : Depresif, sesuai, dan terbatas
Mood : Depresif ,putus asa, merasa bersalah, takut dan merasa
kosong.
5. Pikiran :
Bentuk pikir : Miskin ide
Isi pikir : Waham kejar (merasa ada orang lain yang
mengikutinya kemanapun)
6. Persepsi : Terdapat halusinasi auditori dan halusinasi visual.
7. Sensorium
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi W/T/O : Dalam batas normal
Memori : Dalam batas normal
Konsentrasi : Sedikit terganggu
Pikiran Abstrak : Kurang baik
Informasi dan Kecerdasan : Kurang baik
8. Pengendalian Impuls : Kurang baik

9. Daya Nilai
Norma sosial : Dalam batas normal
Uji daya nilai : Dalam batas normal
Penilaian realitas : Dalam batas normal
10. Tilikan : Pasien menyadari dirinya sakit
11. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
12. Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya : Skor HDRS : 41 : Depresi Berat
13. Status Dekorum: pasien tampak rapih dan bersih

III. PEMERIKSAAN INTERNA


Tidak dilakukan
IV. STATUS NEUROLOGI : Pasien (+) tremor, yang lain dalam batas normal

6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG : HDRS

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
DD/ (F32) Episode Depresif Berat
DD/(F41.2) Gangguan Campuran Ansietas dan Depresi
Aksis II : Dalam batas normal
Aksis III : Hipotensi
Aksis IV : Masalah keluarga
Aksis V : 31-40 Gejala berat dan disabilitas berat

VII. RENCANA TERAPI MENYELURUH


1. Umum : perhatikan higine pasien dan kecenderungan pasien untuk bunuh diri
2. Farmakoterapi:
- Diberikan :
Amitriptiline 25 mg, 3x1 ; antidepressan
Risperidon 2x3 mg (60 tablet) : antipsikosis
Alprazolam 0,25 mg 3x1 (30 tablet) ; antiansietas

3. Psikoterapi :
Psikoterapi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan sesuai
dengan gangguan psikologi yang mendasarinya. Adapun terapi yang dapat
dilakukan adalah :
- Terapi kognitif : untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang
sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-pasien
depresi. Dari perspektif kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif. Terapi ini
berlangsung lebih kurang 12-16 sesi.
- Terapi perilaku : tujuannya untuk meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan
pasein dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.
- Psikoterapi suportif: memberiakan kehangatan, empati, pengertian, dan
optimistik.
Pemberian terapi melalui beberapa teknik :
- Ventilasi, yaitu memberi kesempatan kepada pasien agar pasien dapat
menceritakan isi hatinya seluas-luasnya mengenai permasalahan yang
menjadi stres utama, dokter menjadi pendengar yang baik, sehingga pasien
merasa lega serta keluhannya berkurang.
- Sugestif, yaitu menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa dia tidak akan
kehilangan suaminya.

7
- Reassurance, yaitu meyakinkan kembali kemampuan pasien bahwa ia
sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya dengan cara menunjukkan
hasil-hasil yang telah dicapai pasien.
- Bimbingan, yaitu memberi nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
mengenai hubungan antar manusia.
- Konseling, yaitu membantu pasien memahami dirinya sendiri secara lebih
baik agar pasien dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan cara
menyampaikannya secara halus dan penuh kearifan.
- Terapi kerja, yaitu memberikan kesibukan kepada pasien untuk beraktivitas
dan bekerja sesuai yang mampu dia kerjakan/lakukan agar dia terampil dan
dapat berguna untuk mencari nafkah baginya kelak.
- Psikodinamik:
Kerentanan psikologik terjadi akibat konflik perkembangan yang tak
selesai, terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang. Perhatian pada
terapi ini adalah defisit psikologi yang menyeluruh yang diduga mendasari
gangguan depresif.

VIII. PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Pasien didiagnosis sebagai gangguang depresif berat dengan gelaja psikotik
karena memenuhi kriteria depresif baik menurut PPDGJ-III maupun DSM
IV, yaitu terdapatnya trias depresif (afek depresif yaitu ekspresi wajah yang
sedih, penurunan minat dan kegembiraan (anhedonia), dan pasien mudah
lelah serta aktivitas menurun), disertai adanya waham, dan halusinasi.
Gejala-gejala tersebut telah berlangsung kurang lebih dua minggu dan
didapatkan perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
hidupnya. 6,7

Pedoman diagnostik depresif berat :


Individu yang mengalami gangguan depresif umumnya memiliki gejala
seperti dibawah ini5 :
1) Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
a) Afek depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurang energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yangnyata sesudah kerja sedikit saja) dan aktivitas
menurun.
2) Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian kurang

8
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Gangguan tidur
g) Nafsu makan berkurang
3) Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut, diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.

Individu yang mengalami gangguan depresif biasanya mengalami


mood yang menurun sedikit demi sedikit tiap harinya, dan seringkali tidak
terpengaruh oleh keadaan sekitarnya. Keadaan mood tersebut juga dapat
memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berjalannya waktu. Gejala-
gejala gangguan depresif dapat berkembang dan membentuk gejala khas
pada tiap keparahan depresi.Gejala khas tersebut sering disebut dengan
gejala somatik. Gejala somatik terdiri dari :

1) Kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat


dinikmati.
2) Tidak adanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa
yang biasanya menyenangkan.
3) Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya.
4) Depresi lebih parah pada pagi hari.
5) Adanya bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata
(dijelaskan oleh orang lain).
6) Kehilangan nafsu makan secara mencolo.
7) Penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari
berat badan bulan terakhir).
8) Kehilangan libido secara mencolok.

Pasien didiagnosis depresif berat dengan gejala psikotik karena5,6,7:


1) Semua 3 gejala utama depresi sudah ada.
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

9
4) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial ,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada pada taraf yang sangat
terbatas.
6) Pasien memiliki waham kejar, halusinasi auditori dan halusinasi visual.

B. TERAPI8
Pada pasien ini digunakan Amitriptiline (golongan trisiklik) sebagai
antidepressan sediaan 25 mg, dengan dosis 3x1. Untuk terapi sebaiknya
mengukiti urutan (step care), yang mana step pertma adalah golongan SSRI,
step kedua adalah golongan Trisiklik, dan step tiga adalah golongan
Tetrasiklik, MAOI, Atypical. Alasan kami memilih golongan trisiklik (step
dua), bukan dari golongan SSRI (step satu), karena efek samping dari SSRI
dapat menimbulkan insomnia, agitasi, sedasi, gangguan saluran cerna dan
disfungsi seksual yang mana pada pasien ini didapatkan keluhan bahwa
pasien susah tidur dan libido menurun, jadi tidak diberikan dari golongan
SSRI.
Selain menggunakan antidepressan, juga diberikan antipsikotik berupa
Risperidone. Risperidone adalah antipsikotik baru yang kedua yang memliki
lebih sedikit efek samping dibandingkan antipsikotik terdahulu, dan
tampaknya berefek terhadap gejala positip dan negatif. Bekerja dengan cara
blokade reseptor serotonin 5-HT2 dopamin D2 dan antagonism. Dosis awal
mulai dengan dosis 0,5-1mg 2 kali sehari; dosis akhir yang ideal untuk
sebagian besar pasien adalah 4-6 mg/hari (dapat digunakan sebagai dosis
tunggal). Biasanya efektif dan toleransi dengan baik pada dosis tersebut,
walaupun resiko gejala ekstrapiradal meningkat bermakna diatas 6 mg/hari.
Tardif Diskinensia didapatkan pada pengobatan ini. Tardive dyskinesia dapat
terjadi dan mungkin tidak mau hilang setelah berhenti menggunakan obat.
Tanda-tanda tardive dyskinesia gerakan lidah seperti cacing, atau gerakan tak
terkendali dari mulut, lidah, pipi, rahang, atau lengan dan kaki.

Pada pasien ini juga diberikan Alprazolam 0,25 mg 3x1 (30 tablet). Obat ini
merupakan antiansietas yang bagus digunakan untuk ansietas yang

10
berhubungan dengan depresi. Berikatan dengan reseptor benzodiazepin pada
saraf post sinaps GABA di beberapa tempat di SSP termasuk sistem limbik
dan formation reticuler sehingga meningkatkan inhibisi GABA dan
menimbulkan peningkatan permebilitas terhadap ion klorida yang
menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi.

C. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Pasien ini memiliki prognosis untuk fungsi kehidupannya adalah dubia ad bonam
karena pasien masih memiliki harapan untuk sembuh dan dapat hidup bersama
dengan suami.
Quo ad fungsional : Dubia ad bonam
Untuk prognosis fungsionalnya pasien adalah dubia ad bonam, karena keluarga
sangat memperhatikan kondisi kesehatan pasien dan sangat mendukung untuk
kesembuhan pasien.

Cuplikan Auto Anamnesa

Pemeriksaan tanggal 5 Desember 2015, jam 9.30 WIB

T : Selamat pagi Ibu N, perkenalkan saya dr.E, boleh bicara sebentar?


J : (kepala pasien tampak agak menunduk, menerima uluran tangan pemeriksa)
T : Siapa namanya ibu?
J : N dok
T : Bagaimana kabar E hari ini?
J : Baik dok (menundukan wajah)
T :Tadi sudah makan ibu N?
J : Sudah
T :Pakai lauk apa?
J : Tempe
T : Apa keluhannya ibu N?
J : Sakit kepala dok karena tidurnya ndak enak
T : Kenapa tidurnya tidak enak buk? Terbangun terus buk ?

11
J : Saya sering mimpi buruk, tapi sewaktu bangun lupa mimpi apa, sering susah untuk mau
tidur, sekalinya tidur terbangun tengah malam dan tidak mau tidur lagi. Saya juga merasa
berjalan saat tidur, karena pernah waktu bangun di dekat tong sampah.
T: Keluhan lainnya ada buk ?
J : Saya sering mendengar suuara orang yang membicarakan saya, memarahi saya. Karena itu
saya sering merasa diikuti kemana pun
T : Ibu dapat mendengar suaranya atau hanya merasakan buk? Dan apakah suami ibu dapat
mendengar ?
J : Saya mendengarnya, suaranya keras sekali, jadi saya takut dibuatnya. Ketika saya bilang
suami, dia ndak dengar, malah saya dimarahinya.
T : Selain mendengarnya tersebut, ibu ada melihat sesuatu yang lain buk? Seperti sinar,
ataupun orang yang telah meninggal atau orang yang tidak bias dilihat suami ibu ?
J : Saya sering didatangi oleh orangtua saya yang sudah meninggal. Dan saya merasa
bersalah atas kematiannya (pasien menangis)
T : Sebelumnya apakah ibu pernah memiliki keluhan yang sama ?
J : Pernah sejak saya SMP saya sudah dapat mendengar hal tersebut.
T : Jadi sekarang bagaimana perasaan ibu ?
J : Saya merasa sedih, dan terkadang saya suka tidak sadar menangis sendiri. Saya merasa
tertekan. Saya merasa keluarga suami saya tidak yang menyukai saya. Sedangkan
keluarga saya sendiri sudah susah untuk diharapkan.
T : Ibu sering merasa tertekan, apakah pernah ada keinginan bunuh diri ?
J : Saya pernah minum baygon, tapi tidak mati. Saya sering ingin bunuh diri, dan slalu
dimarahi suami saya karena hal itu. Saya merasa diri saya sudah tidak berguna lagi.
T :Ibu tau sekarang dimana?
J : Rumah Sakit Jiwa Jambi
T : Sekarang pagi, siang atau sore buk? Dan tahun berapa ?
J : Sekarang pagi, (terdiam sebentar) tahun 2015
T : Jika 50-4 berapa buk hasilnya?
J : Hmn. . . saya susah dok kalo konsentrasi yang kayak gitu.
T : Selain hal tersebut, apalagi yang ibu rasakan?
T : saya sering merasa lelah, capek
T : Apakah jantung ibu suka berdebar-debar, disertai keringat dingin dan gemetar?
J : Ada dok

12
T :Nafsu makan ibu bagaimana?
J: Berkurang sekarang
T : Baik buk, sekian pemeriksaannya. Ibu tunggu sebentar nanti akan dipanggil kembali.
Selamat pagi
J : Ya dok

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Depresi


Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu
gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif
adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu. 7

3.2 Etiologi Depresi

Depresi merupakan sebuah gangguan kompleks yang diakibatkan oleh banyak faktor.
Etiologi gangguan depresi secara garis besar dibagi menjadi 3 faktor, yaitu ; faktor
psikososial, faktor genetik, dan faktor biologis.

1. Faktor Psikososial

13
Pengaruh dari stress berkepanjangan serta berbagai macam kejadian dalam kehidupan
dapat mengacu kepada timbulnya gangguan depresi. Paparan secara terus menerus
terhadap kekerasan, pengabaian, kemiskinan serta masalah masalah lain dapat menjadi
faktor pencetus terjadinya depresi. Selain faktor yang berasal dari lingkungan tersebut,
personalitas seseorang juga dapat mempengaruhi terjadinya depresi. Orang-orang dengan
percaya diri yang rendah akan sangat gampang kewalahan menghadapi stress, serta
orang-orang yang pesimis akan cenderung cepat mengalami depresi.
Pada saat pertama kalinya individu terpapar oleh stress internal, maka akan terjadi
perubahan neurotransmitter dan sistem pemberian sinyal intraneuron yang bertahan lama
di dalam biologi otak. Akibatnya individu akan rentan mengalami episode gangguan
mood, terutama gangguan depresif berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.
Menurut Freud dalam teori psikodinamika dikemukakan bahwa terdapat pandangan
klasik mengenai depresi, yaitu terdiri dari empat poin teori penting : (1) gangguan
hubungan ibu-bayi selama fase oral (10 sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi
predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap stress, (2) depresi terkait dengan kehilangan
objek yang nyata atau khayalan, (3) kematian seseorang sehingga individu berusaha untuk
bertahan menghadapi penderitaan akibat kehilangan seseorang, (4) kehilangan seseorang
yang dicinta atau benci kepada seseorang sehingga menimbulkan emosi yang dalam pada
diri sendiri.

2. Faktor Genetik
Studi mengenai faktor genetik dalam gangguan afektif sudah banyak dilakukan dan
menunjukan hasil yang mengacu bahwa faktor genetik dapat berpengaruh dalam
ketahanan dan kemampuan seseorangan dalam menghadapi stress. Pada individu yang
memiliki riwayat keluarga mengalami depresi akan memiliki risiko 2 sampai 3 kali lebih
tinggi daripada populasi umum tanpa riwayat keluarga dengan gangguan depresi.
Beberapa studi juga menyatakan bahwa gangguan afektif terkait pada kromosom 4, 5,
12, 18, 21 serta kromosom X.

3. Faktor Biologis
Laporan dari banyak penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa pasien-
pasien dengan gangguan mood terutama gangguan depresif mengalami abnormalitas
biologis terkait neurotransmitter yang ditemukan dalam darah, urine, dan cairan
serebrospinal pasien dengan gangguan mood. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin
biogenik.7,9,10,11
1) Mekanisme Amin biogenik : Norepinephrin, Serotonin, Dopamin

14
Norepinefrin dan serotonin merupakan neurotransmitter yang paling terkait dalam
patofisiologi gangguan mood, terutama gangguan depresif.
1. Norepinefrin : Penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor 2
adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam
terjadinya gangguan depresi.7,10,11
2. Serotonin : penurunan jumlah serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan
depresif. Hasil pemeriksaan laboratorium pada beberapa penelitian menunjukkan
terjadinya penurunan jumlah serotonin pada cairan serebrospinal pada pasien
yang ingin melakukan percobaan bunuh diri.7,10.11
3. Dopamin : Aktivitas dopamin akan berkurang pada keadaan depresi. Keadaan ini
dapat dijumpai pada pasien yang mengalami penyakit Parkinson atau pasien yang
mengonsumsi obat reserpine (Serpasil) yang menunjukkan menurunnya
konsentrasi dopamine dalam cairan serebrospinal. Sedangkan obat seperti
tyrosin, amphetamine, dan bupropion dapat menurunkan gejala depresi.7,10,11
2) Mekanisme Regulasi Neuroendokrin
Diperkirakan bahwa hormon mempunyai pengaruh penting dalam terjadinya
gangguan mood, terutama gangguan depresif. Sistem neuroendokrin meregulasi
hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan mood yang mempengaruhi
fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual dan fungsi lainnya.7,10,11
Terdapat tiga komponen penting yang saling bekerjasama dalam pengaturan
neuroendokrin dan terkoneksi dengan sistem limbik yakni hipotalamus, hipofisis
7,12,13,14
anterior, dan korteks adrenal. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin
biogenik. Pada pasien dengan gangguan depresif ditemukan adanya disregulasi
neuroendokrin, hal ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron di dalam nucleus
paraventrikular yang mengandung neurotransmitter amin biogenik.7,10,11

Dalam keadaan depresi hipotalamus akan mengeluarkan neurotransmitter yang


mengganggu aksis neuroendokrin, yaitu pada kelenjar adrenal, tiroid dan pengaturan
hormon pertumbuhan bahkan hormon seksual. Keadaan yang paling khas adalah terjadi
peningkatan kadar Corticotropin Realising Hormone (CRH) yang disekresikan oleh
hipotalamus. Keadaan ini disebabkan rusaknya mekanisme umpan balik kortisol pada
sistem limbikatau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator
yang mengatur CRH. CRH akan menstimulus sekresi Adenocorticotropic Hormone
(ACTH) di hipofisis anterior, ACTH sendiri akan mempengaruhi pelepasan kortisol di
korteks adrenal. Kortisol yang berlebih akan mempengaruhi berbagai regulasi tubuh,

15
Gambar 3.1 HPA-Axis Pathway pada depresi
seperti terganggunya sistem respirasi, kardiovaskular, imunitas, seksual, bahkan
pertumbuhan. Hal ini yang mendasari alasan mengapa pada pasien dengan gangguan
depresif akan terjadi gejala-gejala klinis seperti nafas cepat, takikardi, penurunan berat
badan, mudah letih dan sakit, susah tidur dan sebagainya. Di otak, peningkatan kadar
kortisol akan mempengaruhi peningkatan reuptake serotonin yang mengakibatkan kadar
serotonin dalam tubuh menurun, hal ini akan menginduksi terjadinya depresi.

3.3 Epidemiologi Depresi7


a. Insiden dan prevalen
Gangguan depresi berat adalah gangguan yang lazim ditemukan dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15%. Insidem gangguan depresi berat 10% pada pasien yang
berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di tempat rawat inap.
b. Seks
Gangguan depresif berat dua kali lebih besar pada perempuan daripada laki-laki.
Alasan perbedaan yang telah dihipotesiskan antara lain perbedaan hormonal,
pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan dan model perilaku.
c. Usia
Usia awitan gangguan depresi berat sekitar 40 tahun, dengan 50% pasien memiliki
awitan antara usia 20 dan 50 tahun.
d. Status pernikahan
Gangguan depresif berat paling serng terjadi pada orang tanpa hubungan
antarpersonal yang dekat atau pada orang yang mengalami perpisahan atau
perceraian.
e. Faktor sosioekonomi dan kebudayaan
Depresi lebih lazim di daerah perdesaan daripada di daerah perkotaan.

16
3.4 Gambaran Klinis5
a. Gejala Utama
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas)
b. Gejala Lainnya
Konsesntrasi dan perhatian yang berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang

3.5 Kategori Diagnosis Depresi5,15

Untuk menegakkan diagnosa gangguan depresif di Indonesia dapat menggunakan


Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia, Edisi ketiga (PPDGJ-
III). Dapat pula merujuk pada panduan diagnosa menurut Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder, Forth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR), atau ICD 10.

Pedoman diagnosa menurut PPDGJ-III :

I. (F32) EPISODE DEPRESIF


Terdapat tiga variasi dari episode depresif yang khas, yaitu ringan (F32.0), sedang
(F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3). Individu yang mengalami gangguan depresif
umumnya memiliki gejala seperti dibawah ini :
4) Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
d) Afek depresif
e) Kehilangan minat dan kegembiraan
f) Berkurang energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan aktivitas menurun.
5) Gejala lainnya :
h) Konsentrasi dan perhatian kurang
i) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
j) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
k) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
l) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
m) Gangguan tidur
n) Nafsu makan berkurang
6) Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut, diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode

17
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
7) Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode
depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bahwa salah satu diagnosis
gangguan depresif berulang (F33,-).
Individu yang mengalami gangguan depresif biasanya mengalami mood yang
menurun sedikit demi sedikit tiap harinya, dan seringkali tidak terpengaruh oleh
keadaan sekitarnya. Keadaan mood tersebut juga dapat memperlihatkan variasi diurnal
yang khas seiring berjalannya waktu. Gejala-gejala gangguan depresif dapat
berkembang dan membentuk gejala khas pada tiap keparahan depresi. Gejala khas
tersebut sering disebut dengan gejala somatik. Gejala somatik terdiri dari :
9) Kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati.
10) Tidak adanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
menyenangkan.
11) Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya.
12) Depresi lebih parah pada pagi hari.
13) Adanya bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (dijelaskan
oleh orang lain).
14) Kehilangan nafsu makan secara mencolo.
15) Penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari berat badan
bulan terakhir).
16) Kehilangan libido secara mencolok.

Gejala somatik dapat ditegakkan bila ditemukan sekitar empat gejala dari
delapan gejala diatas. Episode depresif terbagi menjadi 3 tingkat keparahan.
Perbedaan antara episode depresif ringan, sedang, dan berat terletak pada penilaian
klinis kompleks yang meliputi jumlah, bentuk, dan keparahan gejala yang ditemukan.

1. (F32.0) Episode Depresif Ringan


1) Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
tersebutdiatas
2) Ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya
3) Tidak boleh ada gejala yang berat
4) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal dua minggu
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
6) Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik.3,7
2. (F32.1) Episode Depresif Sedang
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan (F30.0)

18
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga.
5) Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik.

3. (F32.2) Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


7) Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
8) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
9) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapat dibenarkan.
10) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
11) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial ,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada pada taraf yang sangat
terbatas.

4. (F32.3) Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


1) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas;
2) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibakan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood-congruent).
5. (F32.8) Episode Depresif Lainnya
6. (F32.9) Episode Depresif YTT7,16

II. (F33) GANGGUAN DEPRESIF BERULANG


Pedoman Diagnostik
1) Gangguan ini tersirat dengan episode berulang dari :
- Episode depresif ringan (F32.0)
- Episode depresif sedang (F32.1)
- Episode depresif berat (F32.2)

19
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya
lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

2) Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas
yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania
(F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya
dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).
3) Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil
pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia
lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).
4) Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan
oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress
tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).

III. (F34.1) DISTIMIK


Menurut DSM-IV-TR, ciri gangguan distimik yang paling khas adalah perasaan
yang tidak adekuat, bersalah, iritabilitas, kemarahan, penarikan diri dari masnyarakat,
hilang minat dan inaktivitas serta tidak produktif. Istilah distimia dikenalkan pada tahun
1980 yang berarti tidak menyenangkan (ill-humored).
Gangguan distimik dibedakan dengan gangguan depresif berat berdasarkan fakta
bahwa pasien mengeluh selalu merasa depresi, yang gangguan tersebut terjadi pada
masa kanak-kanak atau remaja dan saat pasien mencapai usia 20-an. Gejala depresi
pada gangguan distimik juga bersifat subjektif daripada objektif. Sehingga tidak
ditemukan tanda khas berupa gangguan nafsu makan, gangguan libido, dan agitasi atau
retardasi psikomotor tidak terlihat pada gangguan distimik. Gangguan distimik dapat
menetap selama beberapa waktu sampai setidaknya dua tahun. Untuk diagnosi
gangguan distimik, seorang pasien tidak pernah memiliki gejala dari gangguan depresif
berat.1 Gangguan distimik ada dengan awitan dini atau lambat.
- Awitan dini terjadi sebelum usia 21 tahun.
- Awitan lambat jika terjadi pada usia 21 tahun atau lebih.
Pedoman diagnostik :
1) Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah
atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif
berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1).
2) Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-
kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.

20
Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan
suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau
stress lain yang tampak jelas.

III.6 Tatalaksana Depresi


a. Rawat inap
Indikasi untuk rawat inap yaitu :
Kebuthan untuk prosedur diagnostik
Resiko bunuh diri dan melakukan pembunuhan
Berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruhn dan tempat perlindungan
Riwayat gejala berulang
Tidak adanya dukungan terhadap pasien

b. Psikoterapi
Terapi farmakologis akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi psikososial.
Tiga jenis terapi psikososial antara lain, terapi jangka panjang (terapi kognitif), terapi
interpersonal dan terapi perilaku.
a. Terapi kognitif
Tujuan terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah
kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif,
mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan positif, serta melatih respon
perilaku dan kognitif baru.
b. Terapi interpersonal
Terapi ini memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat
ini. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16 sesi dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif.
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada perilaku
maladaptif di dalam terapi, pasien diarahkan untuk dapat berfungsi dalam peran
sosial sehingga pasien memperoleh dukungan positif.9

c. Farmakoterapi
1. Terapi dengan medikamentosa
Obat-obatan antidepressant secara umum bekerja pada neurotransmiter otak, terutama
serotonin dan norepinephrine dan beberapa obat-obatan juga bekerja pada dopamin.
Beberapa golongan obat antidepressant antara lain; Trisiklik dan Tetrasiklik, Mono Amine
Oxidase Inhibitor (MAO-I), dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), serta
beberapa obat golongan lain.

21
a. Golongan Trisiklik dan Tetrasiklik
Trisiklik dan Tetrasiklik merupakan golongan antidepressan yang sudah ada
sejak 40 tahun yang lalu. Efek dari pemberian obat golongan trisiklik dan tetrasiklik
adalah penghambatan ambilan kembali dari NE dan juga Serotonin serta menghambat
reseptor asitilkolin muskarinik dan histamin. Saat ini penggunaan obat golongan ini
sudah banyak dikurangi oleh karena efek sampingnya yang dapat mempengaruhi
fungsi jantung, selain itu efek samping lain dari obat ini adalah pusing, rasa lemas,
mulut kering dan juga peningkatan berat badan.

Tabel 2.1 Contoh obat golongan Trisiklik dan Tetrasiklik

b. Golongan Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI)


MAOI adalah golongan obat antidepressant yang paling tua. Obat golongan ini
dapat sangat efektif pada kasus-kasus depresi atipikal, seperti pada saat seseorang
merasakan peningkatan nafsu makan dan membutuhkan lebih banyak tidur daripada
penurunan nafsu makan dan tidur. Obat golongan ini juga dapat mengatasi perasaan
cemas atau panik serta gelaja spesifik lain. Pasien yang menggunakan golongan
MAOI harus menghindari beberapa makanan dan minuman (keju dan wine) yang
mengandung zat tyramine. Obat-obatan lain seperti pil KB, dan penghilang rasa nyeri
serta obat-obatan alergi harus dihindari karena interaksi obat tersebut dengan MAOI

22
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berbahaya. Penggunaan MAOI
bersamaan SSRI dapat menyebabkan kondisi serius seperti "Serotonin Syndrome"
yang dapat menyebabkan halusinasi, bingung, peningkatan keringat, kaku otot,
kejang, perubahan tekanan darah serta irama jantung. Oleh karena itu obat golongan
MAOI tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat golongan SSRI. Beberapa jenis
obat golongan MAOI adalah Isocarboxazid, Phenelzine, Tranylccypromine dan
Selegine.1

c. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor memiliki aktivitas spesifik


dalam hal inhibisi ambilan kembali serotonin tampa efek pada ambilan kembali
norepinefrin dan dopamine. SSRI juga tidak memiliki sama sekali aktivitas agonis dan
antagonis pada tiap reseptor neurotransmitter.1

Tabel 2.2 Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor pada Orang Dewasa

Meskipun umumnya SSRI dapat ditoleransi dengan baik, SSRI dapat


menyebabkam rasa cemas, gangguan tidur dan gangguan pencernaan. SSRI bisa
dikelola dengan menurunkan dosis atau memperlambat peningkatan dosis sementara
mengobati gejala sasaran (misalnya ondansetron untuk mual, lorazepam untuk
insomnia.1,14,15
d. Obat-obatan antidepressan lainnya
Venlafaxine (Golongan SNRI)
Bupropion (Golongan NDRI)
Mirtazapine
Trazodone

23
Jika obat yang diberikan kepada pasien tidak berespon setelah pemakaian 2 minggu
atau 3 minggu maka periksa apakah obat memang benar dikonsumsi secara teratur atau
ada disposisi farmakokinetik Jika obat antidepresan pertama telah digunakan secara
adekuat dan konsentrasi plasma yang adekuat telah dicapai tetapi tidak memberikan
respon yang maksimal maka dapat dilakukan dua pilihan, yaitu memperkuat obat dengan
lithium, liothyronine atau L-tryptophan atau mengganti agen primer alternatif . Jika
pengobatan 2 atau 3 minggu pertama memiliki respon maka dokter wajib meyakinkan
pasien depresi untuk melanjutkan pengobatan minimal 6 bulan. Sarankan pasien depresi
untuk melanjutkan pengobatan paling sedikit 2 tahun untuk pasien yang berisiko relapse.
Pasien yang berisiko relapse, yaitu pasien yang memiliki riwayat depresi lebih atau sama
dengan 2 episode, pasien yang memiliki gangguan fungsional yang berat, pasien yang
memiliki riwayat pengobatan yang lama. Terapi alternatif terhadap terapi obat, yaitu
elektrokonvulsif dan fototerapi. Terapi elektrokonvulsif biasanya digunakan jika pasien
tidak respon terhadap farmakoterapi, pasien tidak menoleransi farmakoterapi, situasi
klinis sangat parah sehingga diperlukan perbaikan cepat yang terlihat pada
elektrokonvulsif. Fototerapi adalah suatu pengobatan baru yang telah digunakan pada
pasien yang menderita gangguan mood dengan pola musiman.

24
Gambar 3.2 Alur tatalaksana terapi pasien depresi

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Bromet E. Cross-national epidemiology of DSM-IV major depressive


episode.BMC Medicine 2011;9:90-116.
2. Christian S Jasmine, Ratep Nyoman, Westa Wayan. Episode Depresi Dengan
Gejala Psikotik Pada Wanita : Sebuah Lapoan Kasus. Bagian /SMF Ilmu
Kedokteran Jiwa. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar. Bali. 2013
3. Duckworth K. Depression. National Alliance on Mental Illness. 2012:1-25
4. Simon GE. Long-term prognosis of depression in primary care. Bulletin of the
World Health Organization 2000; 78 (4):439-45.
5. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kedokteran FK Unika Atmajaya. Jakarta. Indonesia
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed-text revision. Washington : American Psychiatric Association;
2000.
7. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock, Buku Ajar psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010
8. Maslim, Rusdi dr. 2007. Penggunaan Obat Psikotropik. Bagian Ilmu Kedokteran
FK Unika Atmajaya. Jakarta. Indonesia.
9. J Matthew, Rebecca L, Robinson M, Wayne Katon, Kurt Kroenke. Depression and
pain comorbidity. ARCH INTERN MED. 2003 NOV;(163)
10. Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. (Online).
(http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/download/22
/22/29-2, diakses pada 9 September 2015).
11. Korff, Michael Von, Simon, Greogry. The relationship between pain and
depression. The British Jurnal Of Psychiatry. 1996 June; 168(30); 101-108
12. Nicolosi A, Moreira ED Jr, Shiraj M, BinMoh Tambi, Glasser DB. Epidemiology
of erectile dysfunction in four countries : cross sectional study of the prevalence
and correlates of erectile dysfunction. Urologi, 2003 : 61(1) : 201-6
13. Laura Berman, Jenifer Berman. Impact of stress, relationship health and
depression on overall sexual function.
14. Shabsigh R, Zakaria L, Anastasiadis AG, Seidman AS. Sexual dysfunction and
depression etiology, prevalence and treatment, Curr Urol Rep, December 2001; 2
(6) : 463-7
15. Bravo Lidia, et.al. Depressive-like state heighten the aversion to painful stimuli in
rat model of comorbid chronic pain and depression. Anesthesiology Jurnal. 2012
Sept; 117(3); 613-625
16. Numberg HG et al. Depression antidepression therapien and ED, clinical tirals of
sildenafil citrate in treated and untreated patient with depresiion. Urology Sept,
2002; 60(2):58-66

26

Anda mungkin juga menyukai