PENDAHULUAN
Gangguan depresi adalah suatu gangguan berulang dan serius terkait dengan
menurunnya fungsi dan kualitas hidup, morbiditas medis, dan kematian. 1 Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan depresi sebagai peringkat keempat penyebab
disabilitas di seluruh dunia, dan diperhitungkan pada tahun 2020, akan menjadi penyebab
utama yang kedua. 1
Gangguan depresif adalah masalah kesehatan mental serius yang menjadi penyebab
disabilitas keempat terbanyak di dunia.2 Prevalensi seumur hidup gangguan ini bervariasi di
tiap negara berkisar antara 1,5% - 19,0% dan lebih banyak terjadi pada wanita. 2 Gangguan ini
juga menghabiskan biaya tahunan yang besar akibat hilangnya produktivitas serta untuk
perawatan penyakit, diperkirakan mencapai 80 miliar dollar U.S per tahunnya di Amerika
Serikat.3
Depresi semakin diakui sebagai penyakit kronis atau berulang. Berdasarkan hasil
penelitian sejumlah studi pada pasien depresi yang dirawat oleh spesialis, hampir 50% pasien
tidak sembuh dalam kurun waktu 6 bulan dan 10% memiliki perjalanan penyakit yang kronis.
Para peneliti meyakini bahwa lebih dari setengah kasus bunuh diri terjadi pada orang yang
mengalami depresi. Ini menunjukkan depresi dapat memiliki efek yang menghancurkan.
Namun pada kebanyakan orang, penyakit ini bisa diobati. Ketersediaan pengobatan yang
efektif dan pemahaman yang lebih baik tentang dasar biologis terjadinya depresi dapat
mengurangi hambatan dalam deteksi dini, diagnosis yang akurat serta keputusan untuk
mencari perawatan medis.4
Episode depresif terbagi menjadi 6 kategori, yaitu episode depresif ringan, episode
depresif sedang, episode depresif berat tanpa gejala psikotik, episode depresif dengan gejala
psikotik, episode depresif lainnya, dan episode depresif yang tidak terperinci.5
Pada laporan kasus ini dibahas mengenai kasus episode depresif berat dengan gejala
psikotik pada wanita berusia 30 tahun.
1
BAB II
LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat psikiatri diperoleh dari autoanamnesa dengan pasien dan dari
alloanamnesa dengan Tn.Sy (Suami Pasien).
A. Identitas Pasien
Seorang wanita bernama Ny.N, usia 30 tahun, pendidikan SMP, agama Islam,
suku Melayu Jambi, anak ke-5 dari 7 bersaudara, bekerja sebagai ibu rumah
tangga, baru saja menikah dan belum memiliki anak, tinggal di Jambi, datang
ke Poliklinik RSJD jambi pada hari Sabtu tanggal 5 desember 2015 jam 09.30
WIB.
C. Keluhan utama
Pasien merasa sakit kepala karena sulit tidur, tidur tidak nyenyak atau mudah
terbangun, mimpi buruk bahkan berjalan dalam tidurnya, perasaan takut, dan
tertekan.
2
trauma pada kepala. Pasien juga mengeluh kepalanya sering sakit. Menurut
keterangan keluarga, pasien sering melamun, lalu menangis sendiri. Kadang-
kadang pasien merasa gelisah dan tidak tenang saat banyak pikiran. Pasien
juga kadang-kadang panik, jantungnya berdebar-debar.
G. Riwayat Keluarga
Identitas Orang tua
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah: Tarmin Ibu: Suharni
Bangsa Indonesia Indonesia
Suku Kerinci Kerinci
Agama Islam Islam
Pendidikan Tidak sekolah Tidak Sekolah
Pekerjaan Petani Petani
Umur Sudah Meninggal Sudah meninggal
Hubungan Baik-baik saja Baik-baik saja
3
Saat ini pasien tinggal dengan suami, dan keluarga suaminya. Pasien
memiliki hubungan yang baik dengan isteri dan anaknya.
Strukur Keluraga yang tinggal dengan pasien saat ini
No Nama L/P Usia Hubungan Sifat
1 Ny.N P 30 Pasien Pendiam, pencemas
GENOGRAM
4
Handaya dalam Hubungan Sosial: hubungan sosial pasien baik
Handaya dalam Pekerjaan: Pasien sering merasa kelelahan saat melakukan pekerjaan
rumah tangga.
Penggunaan Waktu Senggangnya : Pasien banyak diam di rumah
Situasi Sekarang
Riwayat tempat tinggal
Rumah tempat Keadaan Rumah
Tenang Cocok Nyaman Tak Menentu
tinggal
Rumah Sendiri X X
5
II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Sikap Tubuh : Tampak lemas, lesu, tidak bergairah, sedih dan cemas
Cara berpakaian : Rapi
Kesehatan fisik : Tampak sakit
2. Perilaku dan aktifitas psikomotor : pasien (+) agitasi
Cara berjalan : berjalan lambat
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif , dengan kontak mata ada , dan sulit
berkonsentrasi terhadap pertanyaan pemeriksa
3. Pembicaraan
Cara Berbicara : Lambat dan suara sangat pelan seperti tertekan dan
ragu-ragu
Produktifitas : Sedikit bicara
4. Afek, mood, dan emosi lainnya
Afek : Depresif, sesuai, dan terbatas
Mood : Depresif ,putus asa, merasa bersalah, takut dan merasa
kosong.
5. Pikiran :
Bentuk pikir : Miskin ide
Isi pikir : Waham kejar (merasa ada orang lain yang
mengikutinya kemanapun)
6. Persepsi : Terdapat halusinasi auditori dan halusinasi visual.
7. Sensorium
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi W/T/O : Dalam batas normal
Memori : Dalam batas normal
Konsentrasi : Sedikit terganggu
Pikiran Abstrak : Kurang baik
Informasi dan Kecerdasan : Kurang baik
8. Pengendalian Impuls : Kurang baik
9. Daya Nilai
Norma sosial : Dalam batas normal
Uji daya nilai : Dalam batas normal
Penilaian realitas : Dalam batas normal
10. Tilikan : Pasien menyadari dirinya sakit
11. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
12. Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya : Skor HDRS : 41 : Depresi Berat
13. Status Dekorum: pasien tampak rapih dan bersih
6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG : HDRS
3. Psikoterapi :
Psikoterapi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan sesuai
dengan gangguan psikologi yang mendasarinya. Adapun terapi yang dapat
dilakukan adalah :
- Terapi kognitif : untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang
sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-pasien
depresi. Dari perspektif kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif. Terapi ini
berlangsung lebih kurang 12-16 sesi.
- Terapi perilaku : tujuannya untuk meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan
pasein dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.
- Psikoterapi suportif: memberiakan kehangatan, empati, pengertian, dan
optimistik.
Pemberian terapi melalui beberapa teknik :
- Ventilasi, yaitu memberi kesempatan kepada pasien agar pasien dapat
menceritakan isi hatinya seluas-luasnya mengenai permasalahan yang
menjadi stres utama, dokter menjadi pendengar yang baik, sehingga pasien
merasa lega serta keluhannya berkurang.
- Sugestif, yaitu menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa dia tidak akan
kehilangan suaminya.
7
- Reassurance, yaitu meyakinkan kembali kemampuan pasien bahwa ia
sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya dengan cara menunjukkan
hasil-hasil yang telah dicapai pasien.
- Bimbingan, yaitu memberi nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
mengenai hubungan antar manusia.
- Konseling, yaitu membantu pasien memahami dirinya sendiri secara lebih
baik agar pasien dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan cara
menyampaikannya secara halus dan penuh kearifan.
- Terapi kerja, yaitu memberikan kesibukan kepada pasien untuk beraktivitas
dan bekerja sesuai yang mampu dia kerjakan/lakukan agar dia terampil dan
dapat berguna untuk mencari nafkah baginya kelak.
- Psikodinamik:
Kerentanan psikologik terjadi akibat konflik perkembangan yang tak
selesai, terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang. Perhatian pada
terapi ini adalah defisit psikologi yang menyeluruh yang diduga mendasari
gangguan depresif.
VIII. PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Pasien didiagnosis sebagai gangguang depresif berat dengan gelaja psikotik
karena memenuhi kriteria depresif baik menurut PPDGJ-III maupun DSM
IV, yaitu terdapatnya trias depresif (afek depresif yaitu ekspresi wajah yang
sedih, penurunan minat dan kegembiraan (anhedonia), dan pasien mudah
lelah serta aktivitas menurun), disertai adanya waham, dan halusinasi.
Gejala-gejala tersebut telah berlangsung kurang lebih dua minggu dan
didapatkan perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
hidupnya. 6,7
8
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Gangguan tidur
g) Nafsu makan berkurang
3) Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut, diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
9
4) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial ,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada pada taraf yang sangat
terbatas.
6) Pasien memiliki waham kejar, halusinasi auditori dan halusinasi visual.
B. TERAPI8
Pada pasien ini digunakan Amitriptiline (golongan trisiklik) sebagai
antidepressan sediaan 25 mg, dengan dosis 3x1. Untuk terapi sebaiknya
mengukiti urutan (step care), yang mana step pertma adalah golongan SSRI,
step kedua adalah golongan Trisiklik, dan step tiga adalah golongan
Tetrasiklik, MAOI, Atypical. Alasan kami memilih golongan trisiklik (step
dua), bukan dari golongan SSRI (step satu), karena efek samping dari SSRI
dapat menimbulkan insomnia, agitasi, sedasi, gangguan saluran cerna dan
disfungsi seksual yang mana pada pasien ini didapatkan keluhan bahwa
pasien susah tidur dan libido menurun, jadi tidak diberikan dari golongan
SSRI.
Selain menggunakan antidepressan, juga diberikan antipsikotik berupa
Risperidone. Risperidone adalah antipsikotik baru yang kedua yang memliki
lebih sedikit efek samping dibandingkan antipsikotik terdahulu, dan
tampaknya berefek terhadap gejala positip dan negatif. Bekerja dengan cara
blokade reseptor serotonin 5-HT2 dopamin D2 dan antagonism. Dosis awal
mulai dengan dosis 0,5-1mg 2 kali sehari; dosis akhir yang ideal untuk
sebagian besar pasien adalah 4-6 mg/hari (dapat digunakan sebagai dosis
tunggal). Biasanya efektif dan toleransi dengan baik pada dosis tersebut,
walaupun resiko gejala ekstrapiradal meningkat bermakna diatas 6 mg/hari.
Tardif Diskinensia didapatkan pada pengobatan ini. Tardive dyskinesia dapat
terjadi dan mungkin tidak mau hilang setelah berhenti menggunakan obat.
Tanda-tanda tardive dyskinesia gerakan lidah seperti cacing, atau gerakan tak
terkendali dari mulut, lidah, pipi, rahang, atau lengan dan kaki.
Pada pasien ini juga diberikan Alprazolam 0,25 mg 3x1 (30 tablet). Obat ini
merupakan antiansietas yang bagus digunakan untuk ansietas yang
10
berhubungan dengan depresi. Berikatan dengan reseptor benzodiazepin pada
saraf post sinaps GABA di beberapa tempat di SSP termasuk sistem limbik
dan formation reticuler sehingga meningkatkan inhibisi GABA dan
menimbulkan peningkatan permebilitas terhadap ion klorida yang
menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi.
C. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Pasien ini memiliki prognosis untuk fungsi kehidupannya adalah dubia ad bonam
karena pasien masih memiliki harapan untuk sembuh dan dapat hidup bersama
dengan suami.
Quo ad fungsional : Dubia ad bonam
Untuk prognosis fungsionalnya pasien adalah dubia ad bonam, karena keluarga
sangat memperhatikan kondisi kesehatan pasien dan sangat mendukung untuk
kesembuhan pasien.
11
J : Saya sering mimpi buruk, tapi sewaktu bangun lupa mimpi apa, sering susah untuk mau
tidur, sekalinya tidur terbangun tengah malam dan tidak mau tidur lagi. Saya juga merasa
berjalan saat tidur, karena pernah waktu bangun di dekat tong sampah.
T: Keluhan lainnya ada buk ?
J : Saya sering mendengar suuara orang yang membicarakan saya, memarahi saya. Karena itu
saya sering merasa diikuti kemana pun
T : Ibu dapat mendengar suaranya atau hanya merasakan buk? Dan apakah suami ibu dapat
mendengar ?
J : Saya mendengarnya, suaranya keras sekali, jadi saya takut dibuatnya. Ketika saya bilang
suami, dia ndak dengar, malah saya dimarahinya.
T : Selain mendengarnya tersebut, ibu ada melihat sesuatu yang lain buk? Seperti sinar,
ataupun orang yang telah meninggal atau orang yang tidak bias dilihat suami ibu ?
J : Saya sering didatangi oleh orangtua saya yang sudah meninggal. Dan saya merasa
bersalah atas kematiannya (pasien menangis)
T : Sebelumnya apakah ibu pernah memiliki keluhan yang sama ?
J : Pernah sejak saya SMP saya sudah dapat mendengar hal tersebut.
T : Jadi sekarang bagaimana perasaan ibu ?
J : Saya merasa sedih, dan terkadang saya suka tidak sadar menangis sendiri. Saya merasa
tertekan. Saya merasa keluarga suami saya tidak yang menyukai saya. Sedangkan
keluarga saya sendiri sudah susah untuk diharapkan.
T : Ibu sering merasa tertekan, apakah pernah ada keinginan bunuh diri ?
J : Saya pernah minum baygon, tapi tidak mati. Saya sering ingin bunuh diri, dan slalu
dimarahi suami saya karena hal itu. Saya merasa diri saya sudah tidak berguna lagi.
T :Ibu tau sekarang dimana?
J : Rumah Sakit Jiwa Jambi
T : Sekarang pagi, siang atau sore buk? Dan tahun berapa ?
J : Sekarang pagi, (terdiam sebentar) tahun 2015
T : Jika 50-4 berapa buk hasilnya?
J : Hmn. . . saya susah dok kalo konsentrasi yang kayak gitu.
T : Selain hal tersebut, apalagi yang ibu rasakan?
T : saya sering merasa lelah, capek
T : Apakah jantung ibu suka berdebar-debar, disertai keringat dingin dan gemetar?
J : Ada dok
12
T :Nafsu makan ibu bagaimana?
J: Berkurang sekarang
T : Baik buk, sekian pemeriksaannya. Ibu tunggu sebentar nanti akan dipanggil kembali.
Selamat pagi
J : Ya dok
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Depresi merupakan sebuah gangguan kompleks yang diakibatkan oleh banyak faktor.
Etiologi gangguan depresi secara garis besar dibagi menjadi 3 faktor, yaitu ; faktor
psikososial, faktor genetik, dan faktor biologis.
1. Faktor Psikososial
13
Pengaruh dari stress berkepanjangan serta berbagai macam kejadian dalam kehidupan
dapat mengacu kepada timbulnya gangguan depresi. Paparan secara terus menerus
terhadap kekerasan, pengabaian, kemiskinan serta masalah masalah lain dapat menjadi
faktor pencetus terjadinya depresi. Selain faktor yang berasal dari lingkungan tersebut,
personalitas seseorang juga dapat mempengaruhi terjadinya depresi. Orang-orang dengan
percaya diri yang rendah akan sangat gampang kewalahan menghadapi stress, serta
orang-orang yang pesimis akan cenderung cepat mengalami depresi.
Pada saat pertama kalinya individu terpapar oleh stress internal, maka akan terjadi
perubahan neurotransmitter dan sistem pemberian sinyal intraneuron yang bertahan lama
di dalam biologi otak. Akibatnya individu akan rentan mengalami episode gangguan
mood, terutama gangguan depresif berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.
Menurut Freud dalam teori psikodinamika dikemukakan bahwa terdapat pandangan
klasik mengenai depresi, yaitu terdiri dari empat poin teori penting : (1) gangguan
hubungan ibu-bayi selama fase oral (10 sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi
predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap stress, (2) depresi terkait dengan kehilangan
objek yang nyata atau khayalan, (3) kematian seseorang sehingga individu berusaha untuk
bertahan menghadapi penderitaan akibat kehilangan seseorang, (4) kehilangan seseorang
yang dicinta atau benci kepada seseorang sehingga menimbulkan emosi yang dalam pada
diri sendiri.
2. Faktor Genetik
Studi mengenai faktor genetik dalam gangguan afektif sudah banyak dilakukan dan
menunjukan hasil yang mengacu bahwa faktor genetik dapat berpengaruh dalam
ketahanan dan kemampuan seseorangan dalam menghadapi stress. Pada individu yang
memiliki riwayat keluarga mengalami depresi akan memiliki risiko 2 sampai 3 kali lebih
tinggi daripada populasi umum tanpa riwayat keluarga dengan gangguan depresi.
Beberapa studi juga menyatakan bahwa gangguan afektif terkait pada kromosom 4, 5,
12, 18, 21 serta kromosom X.
3. Faktor Biologis
Laporan dari banyak penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa pasien-
pasien dengan gangguan mood terutama gangguan depresif mengalami abnormalitas
biologis terkait neurotransmitter yang ditemukan dalam darah, urine, dan cairan
serebrospinal pasien dengan gangguan mood. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin
biogenik.7,9,10,11
1) Mekanisme Amin biogenik : Norepinephrin, Serotonin, Dopamin
14
Norepinefrin dan serotonin merupakan neurotransmitter yang paling terkait dalam
patofisiologi gangguan mood, terutama gangguan depresif.
1. Norepinefrin : Penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor 2
adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam
terjadinya gangguan depresi.7,10,11
2. Serotonin : penurunan jumlah serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan
depresif. Hasil pemeriksaan laboratorium pada beberapa penelitian menunjukkan
terjadinya penurunan jumlah serotonin pada cairan serebrospinal pada pasien
yang ingin melakukan percobaan bunuh diri.7,10.11
3. Dopamin : Aktivitas dopamin akan berkurang pada keadaan depresi. Keadaan ini
dapat dijumpai pada pasien yang mengalami penyakit Parkinson atau pasien yang
mengonsumsi obat reserpine (Serpasil) yang menunjukkan menurunnya
konsentrasi dopamine dalam cairan serebrospinal. Sedangkan obat seperti
tyrosin, amphetamine, dan bupropion dapat menurunkan gejala depresi.7,10,11
2) Mekanisme Regulasi Neuroendokrin
Diperkirakan bahwa hormon mempunyai pengaruh penting dalam terjadinya
gangguan mood, terutama gangguan depresif. Sistem neuroendokrin meregulasi
hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan mood yang mempengaruhi
fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual dan fungsi lainnya.7,10,11
Terdapat tiga komponen penting yang saling bekerjasama dalam pengaturan
neuroendokrin dan terkoneksi dengan sistem limbik yakni hipotalamus, hipofisis
7,12,13,14
anterior, dan korteks adrenal. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin
biogenik. Pada pasien dengan gangguan depresif ditemukan adanya disregulasi
neuroendokrin, hal ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron di dalam nucleus
paraventrikular yang mengandung neurotransmitter amin biogenik.7,10,11
15
Gambar 3.1 HPA-Axis Pathway pada depresi
seperti terganggunya sistem respirasi, kardiovaskular, imunitas, seksual, bahkan
pertumbuhan. Hal ini yang mendasari alasan mengapa pada pasien dengan gangguan
depresif akan terjadi gejala-gejala klinis seperti nafas cepat, takikardi, penurunan berat
badan, mudah letih dan sakit, susah tidur dan sebagainya. Di otak, peningkatan kadar
kortisol akan mempengaruhi peningkatan reuptake serotonin yang mengakibatkan kadar
serotonin dalam tubuh menurun, hal ini akan menginduksi terjadinya depresi.
16
3.4 Gambaran Klinis5
a. Gejala Utama
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas)
b. Gejala Lainnya
Konsesntrasi dan perhatian yang berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
17
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
7) Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode
depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bahwa salah satu diagnosis
gangguan depresif berulang (F33,-).
Individu yang mengalami gangguan depresif biasanya mengalami mood yang
menurun sedikit demi sedikit tiap harinya, dan seringkali tidak terpengaruh oleh
keadaan sekitarnya. Keadaan mood tersebut juga dapat memperlihatkan variasi diurnal
yang khas seiring berjalannya waktu. Gejala-gejala gangguan depresif dapat
berkembang dan membentuk gejala khas pada tiap keparahan depresi. Gejala khas
tersebut sering disebut dengan gejala somatik. Gejala somatik terdiri dari :
9) Kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati.
10) Tidak adanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
menyenangkan.
11) Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya.
12) Depresi lebih parah pada pagi hari.
13) Adanya bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (dijelaskan
oleh orang lain).
14) Kehilangan nafsu makan secara mencolo.
15) Penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari berat badan
bulan terakhir).
16) Kehilangan libido secara mencolok.
Gejala somatik dapat ditegakkan bila ditemukan sekitar empat gejala dari
delapan gejala diatas. Episode depresif terbagi menjadi 3 tingkat keparahan.
Perbedaan antara episode depresif ringan, sedang, dan berat terletak pada penilaian
klinis kompleks yang meliputi jumlah, bentuk, dan keparahan gejala yang ditemukan.
18
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga.
5) Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik.
19
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya
lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
2) Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas
yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania
(F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya
dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).
3) Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil
pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia
lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).
4) Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan
oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress
tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).
20
Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan
suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau
stress lain yang tampak jelas.
b. Psikoterapi
Terapi farmakologis akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi psikososial.
Tiga jenis terapi psikososial antara lain, terapi jangka panjang (terapi kognitif), terapi
interpersonal dan terapi perilaku.
a. Terapi kognitif
Tujuan terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah
kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif,
mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan positif, serta melatih respon
perilaku dan kognitif baru.
b. Terapi interpersonal
Terapi ini memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat
ini. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16 sesi dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif.
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada perilaku
maladaptif di dalam terapi, pasien diarahkan untuk dapat berfungsi dalam peran
sosial sehingga pasien memperoleh dukungan positif.9
c. Farmakoterapi
1. Terapi dengan medikamentosa
Obat-obatan antidepressant secara umum bekerja pada neurotransmiter otak, terutama
serotonin dan norepinephrine dan beberapa obat-obatan juga bekerja pada dopamin.
Beberapa golongan obat antidepressant antara lain; Trisiklik dan Tetrasiklik, Mono Amine
Oxidase Inhibitor (MAO-I), dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), serta
beberapa obat golongan lain.
21
a. Golongan Trisiklik dan Tetrasiklik
Trisiklik dan Tetrasiklik merupakan golongan antidepressan yang sudah ada
sejak 40 tahun yang lalu. Efek dari pemberian obat golongan trisiklik dan tetrasiklik
adalah penghambatan ambilan kembali dari NE dan juga Serotonin serta menghambat
reseptor asitilkolin muskarinik dan histamin. Saat ini penggunaan obat golongan ini
sudah banyak dikurangi oleh karena efek sampingnya yang dapat mempengaruhi
fungsi jantung, selain itu efek samping lain dari obat ini adalah pusing, rasa lemas,
mulut kering dan juga peningkatan berat badan.
22
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berbahaya. Penggunaan MAOI
bersamaan SSRI dapat menyebabkan kondisi serius seperti "Serotonin Syndrome"
yang dapat menyebabkan halusinasi, bingung, peningkatan keringat, kaku otot,
kejang, perubahan tekanan darah serta irama jantung. Oleh karena itu obat golongan
MAOI tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat golongan SSRI. Beberapa jenis
obat golongan MAOI adalah Isocarboxazid, Phenelzine, Tranylccypromine dan
Selegine.1
Tabel 2.2 Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor pada Orang Dewasa
23
Jika obat yang diberikan kepada pasien tidak berespon setelah pemakaian 2 minggu
atau 3 minggu maka periksa apakah obat memang benar dikonsumsi secara teratur atau
ada disposisi farmakokinetik Jika obat antidepresan pertama telah digunakan secara
adekuat dan konsentrasi plasma yang adekuat telah dicapai tetapi tidak memberikan
respon yang maksimal maka dapat dilakukan dua pilihan, yaitu memperkuat obat dengan
lithium, liothyronine atau L-tryptophan atau mengganti agen primer alternatif . Jika
pengobatan 2 atau 3 minggu pertama memiliki respon maka dokter wajib meyakinkan
pasien depresi untuk melanjutkan pengobatan minimal 6 bulan. Sarankan pasien depresi
untuk melanjutkan pengobatan paling sedikit 2 tahun untuk pasien yang berisiko relapse.
Pasien yang berisiko relapse, yaitu pasien yang memiliki riwayat depresi lebih atau sama
dengan 2 episode, pasien yang memiliki gangguan fungsional yang berat, pasien yang
memiliki riwayat pengobatan yang lama. Terapi alternatif terhadap terapi obat, yaitu
elektrokonvulsif dan fototerapi. Terapi elektrokonvulsif biasanya digunakan jika pasien
tidak respon terhadap farmakoterapi, pasien tidak menoleransi farmakoterapi, situasi
klinis sangat parah sehingga diperlukan perbaikan cepat yang terlihat pada
elektrokonvulsif. Fototerapi adalah suatu pengobatan baru yang telah digunakan pada
pasien yang menderita gangguan mood dengan pola musiman.
24
Gambar 3.2 Alur tatalaksana terapi pasien depresi
25
DAFTAR PUSTAKA
26