Abstrak
Nasal sitologi adalah alat diagnosis yang digunakan pada bidang rinologi saat ini
untuk mempelajari baik gangguan rinitis alergi dan vasomotor atau rinitis infeksi dan
inflamasi. Sejak beberapa tahun belakangan, nasal sitologi jarang digunakan pada
bidang pediatrik meskipun aplikasi klinis dan ilmiahnya sangat berpotensi.
Keuntungan tehnik ini antara lain : Mudah saat dilaksanakan, tidak invasif sehingga
memungkinkan pengulangan dan biayanya rendah. Kami mengevaluasi 100 anak-
anak, dari usia 2 tahun hingga 15 tahun, yang dirujuk pada poli rawat jalan untuk
anak-anak dengan alergi dengan suspek rinitis alergi (AR). Setelah test skin prick
(SPT) atau Radio Allergo Sorbent Test (RAST), 59/100 subjek diklasifikasikan
sebagai AR, sementara 8 anak menolak untuk diuji. Menurut panduan ARIA, 59 anak
dengan AR (4-15 tahun) dibagi menjadi 56 anak dengan AR persisten dan 3 dengan
bentuk intermiten. Sembilan dari 59 anak dengan AR memiliki jumlah neutrofil dan
eosinofil yang besar pada pemeriksaan nasal sitologi, hal ini membuktikan adanya
"inflamasi persisten minimal". Sebelas dari 59 pasien dengan AR menunjukan hasil
swab positif untuk bakteri. Anak dengan Rinitis non-alergi (NAR) adalah sebanyak
33/100 (2-15 tahun). Setelah nasal sitologi, 17/33 anak dikasifikasikan sebagai
NARES (rinitis non-alergi dengan eosinofil), termasuk satu anak X-linked
agammaglobulinemia (XLA), 1/33 anak sebagai NARESMA (rinitis non-alergi
dengan eosinofil dan sel mast). Sebagai kesimpulannya, nasal sitologi mengizinkan
kami untuk mengklasifikasikan dengan benar anak dengan NAR dan menilai kondisi
anak dengan AR menjadi lebih baik.
Kata kunci : Rinitis Alergi; Anak; Nasal Sitologi; Rinitis Non-Alergi, X-Linked
Agammaglobulinemia
1. PENGENALAN
Nasal sitologi merupakan alat diagnosis yang sekarang digunakan pada
bidang rinologi untuk mempelajari baik gangguan rinitis alergi dan vasomotor
atau rinitis inflamasi dan infeksi [1-3].
Dasar metode ini adalah berdasarkan yang diketahui bahwa mukosa hidung
dari individu yang sehat terdiri dari 4 cytotypes (cliata, mucipara, striata dan
basalis) dan tidak menunjukan sel-sel lain, kecuali sangat jarang, berupa neutrofil
dan, amat sangat jarang, bakteri. Sehingga terdeteksinya eosinofil, sel mast,
bakteri dan hifa jamur merupakan tanda adanya kemungkinan patologi. [4]
Karena nasal sitologi dapat mendeteksi perubahan sel dari epitel yang terpapar
pada inflamasi fisiko-kimia [5,6], maka infeksi akut atau kronik dapat diketahui
dari berbagai etiologi (virus, bakteri, jamur atau parasit)[7]. Tes ini telah menjadi
subjek perhatian klinis maupun ilmiah dalam dekade belakangan ini [4,8]. Secara
khusus, tes ini memberikan kontribusi penting terhadap definisi dan pemahaman
dari mekanisme patofisiologi rinitis alergi dan non-alergi serta untuk
mengidentifikasi bentuk patologis baru [9], seperti rinitis non-alergi (NAR)
dengan eosinofil (NARES), dengan sel mast (NARMA), bentuk neutrofil
(NARNE) dan dengan eosinofil serta sel mast (NARESMA) [10,11]/
Masih sangat sedikit laporan tentang nasal sitologi pada populasi pediatrik
[7,12] dan kebanyakan dari laporan tersebut sudah sangat lama [3,4].
Sampel dapat didapatkan dengan biopsi, namun biopsi hidung tidak praktis
untuk dikerjakan sebagai metode rutin dan kebanyakan orangtua tidak setuju [13].
Sekarang, materi dapat diperoleh tanpa intervensi traumatis pada anak dan
tehnik ini (sraping dan sampling swab) telah membuka sebuah jalan diagnosis.
Mempertimbangkan anak dengan alergi musiman atau persisten, kami
biasanya menguji keberadaan IgE spesifik (Skin prick test dan/atau Radio Allergo
Sorbent Test), namun diagnosis rinitis alergi ini merupakan cara tidak langsung,
yang disimpulkan dari keberadaan IgE dan riwayat medisnya.
Pemeriksaan mikroskopis dari sel Konka inferior dapat secara langsung
menggambarkan etiologi alergi (keberadaan eosinofil) dan kemudian lebih lanjut
dapat menunjukan kebeadaan mikroba dan neutrofil.
Kejadian yang tidak terduga pada anak alergi ditemukan pada anak yang
rentan terhadap infeksi sehingga memungkinkan kami untuk merancang
pengobatan dengan menambahkan antibiotik kepada obat-obatan anti alergi yang
biasanya berupa steroid hidung. Steroid lokal yang mengontrol inflamasi alergi
dapat mendukung infeksi oleh karena efek immunosupresinya dan menyebabkan
sebuah lingkaran setan.
Kemungkinan untuk secara langsung memvisualisasikan apa yang terjadi
dapat memberikan informasi tentang patofisiologi dari gangguan dan oleh karena
itu sangat penting dan membantu untuk memberikan pengobatan efektif.
Khususnya penting pada anak usia pre-sekolah dimana IgE spesifik sulit
untuk ditentukan karena infeksi saluran pernafasan atas sangan umum terjadi.
3. HASIL
Kami mengevaluasi 100 anak yang dirujuk ke poli rawat jalan untuk penyakit
alergi dengan suspek AR.
Berdasarkan hubungan antara riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hasil
SPT dan/atau RAST, 59/100 subjek diklasifikasikan sebagai AR, sementara
33/100 anak memiliki SPT dan/atau RAST negatif dan diklasifikasikan sebagai
NAR. Kami memiliki seorang anak yang dipengaruhi X-Linked
agammaglobulinemia (XLA), yang mana SPT negative dan terkena rinitis
berulang. Kami melaksanakan nasal sitologi untuk mengidentifikasi penyebab
dari gelaja hidungnya.
Delapan dari 100 anak tidak dapat diklasifikasikan karena menolak
pemeriksaan SPT dan/atau RAST, sehingga hanya didiagnosis secara klinis
dengan rhinitis.
Satu anak memiliki beberapa neutrofil pada smear, hal ini mengindikasikan
rinitis infeksi. Tujuh dengan eosinofil tidak dapat diklasifikasikan sebagai AR
atau NARES oleh karena mereka tidak di test untuk alergi tipe 1. Meskipun
demikian satu anak memiliki respon yang baik terhadap antihistamin
Kesimpulan dari hasil akhir pada pasien kami setelah SPT dan/atau RAST
serta sitologi nasal dilaporkan pada Gambar 2
4. DISKUSI
Nasal sitologi terbukti sangat efektif pada rinosinusitis dewasa[5-7], namun
tes ini jarangan digunakan pada anak. Oleh karena itu sulit membandikan hasil
kami dengan referensi ilmiah karena kurangnya penelitian sebelumnya. Grup
sampel yang dianalisis pada penelitian ini merupakan salah satu grup yang
terbanyak pada literatur yang dilaporkan tersebut [7,12,15]
Kami harus menekankan bahwa tehnik ini tidak untuk digunakan secara rutin,
namun sangat membantu dan informatif ketika mengobati anak dengan tes alergi
dan/atau riwayatnya tidak sesuai. Salah satunya adalah anak dengan XLA yang
rentan terhadap infeksi bakteri pada bagian THT seperti yang dilaporkan pertama
kali oleh Bruton pada tahun1952 [16]. Hasil swab menunjukan prevalensi
eosinofil yang tidak terduga.
XLA merupakan immunodeficiency primer yang memiliki karakteristik
berupa kurangnya sel immunoglobulin B, dan sel plasma, dan sekunder dari
mutasi pada gen Bruton's tyrosine kinase (Btk). Kami mengharapkan dapat
menemukan rinitis infeksi, namun smear hidung menunjukan infiltrasi eosinofil
yang memungkinkan kami untuk mendiagnosis sebagai NARES. Hal ini
mengindikasikan pengobatan dengan antibiotik sistemik tidak dapat mengontrol
rinosinusitis berulang karena sel alergi ini [11] dan steroid hidung memperparah
situasi tersebut.
Pengamatan ini mendukung spesifisitas, yang mana harus mempertimbangkan
dari diagnosis NARES, karena alergi terhadap alergen yang tidak diketahui
namun merupakan sebuah bentuk yang baru.
Cytogram hidung membantu kami dalam menegakan diagnosis AR.
Pada 9/59 anak asimptomatis dengan AR terhadap alergen perennial kami
mengharapkan hasil yang normal, namun kami menemukan neutrofil dan
eosinofil menunjukan adanya "inflamasi persisten minimal" [7].
Cytogram hidung dari 38/59 anak dengan AR (gejala dan hasil postifi pada
SPT dan/atau RAST) menunjukan eosinofil, hal ini memastikan bentuk alergi
terisolasi pada pasien. Pada 21/59 pasien alergi, hasil smear hidung adalah
normal. Hal ini mengkonfirmasi keefektifan pengobatan khususnya pada mereka
dengan SLIT. Sementara itu, 11/59 anak dengan alergi oleh bakteria.
Ketidakadaan dari hasil ini akan mengahilkan terapi yang tidak efektif dengan
menggunakan terapi anti alergi oleh karena tidak ditambahkannya antibiotik.
Menggunakan nasal sitologi kami dapat mengidentifikasi rinitis seluler (17
NARES, 1 NARESMA, dan 1 NARMA) pada kelompok pasien yang mana tanpa
tes ini akan tetap tanpa diagnosis dan terapi spesifik.
Nasal sitologi yang dibuat untuk pasien alergi, dapat memberikan diagnosis
yang spesifik pada rinitis non-alergi
5. KESIMPULAN
Nasal sitologi berguna baik dari sudut pandang secara patofisiologis maupun
klinis untuk memahami lebih baik penyakit dan mendiagnosis anak yang mana
hasil tes alergi dan/atau riwayatnya tidak sesuai.
Keuntungan nasal sitologi antara lain: Mudah dalam pengerjaan, serta
prosedur non-invasif yang memungkinkan pengulangan serta harganya yang
murah.
Penting untuk mengikuti penyakit dalam pengobatan medis dengan kontrol
sitologi periodik, tes ini dapat menunjukan, sebagai contoh, pengurangan
signifikan dari sel inflamasi dan hilangnya bakteria.
Ketika mempertimbangkan anak alergi dengan hasil SPT positif, etiologi dari
rinitis yang telah ada dapat tidak terkira sebagai sebuah alergi: hanya nasal
sitologi yang dapat secara langsung mengkonfirmasi etiologi dengan menunjukan
keberadaan infiltrat eosinofil. Pada sisi lain, anak alergi yang rentan terhadap
infeksi bakteri jangka panjang dan pada kasi ini nasal sitologi dapat menunjukan
keberadaan infeksi bakteri sekunder (infiltrat neutrofil ± bakteri)
Keefektifan dari SLIT dapat dilihat dengan tehnik ini sehingga
memungkinkan kami menunjukan hilangnya infiltrat eosinofil. Kepatuhan
terhadap SLIT juga dapat dinilai menggunakan nasal sitologi.
Hal ini memberikan kontribusi penting untuk mengidentifikasi bentuk
patologis baru, seperti NARES atau NARESMA
Meskipun telah dibuktikan kegunaan nasal sitologi, kami mengusulkan tidak
menggunakan tehnik ini secara rutin, namun untuk pasien tertentu atau survey
ilmiah.
6. PENGAKUAN
Kami berterimakasih kepada tehnisi dan koleha dari klinik THT dan Pediatrik
untuk kolaborasinya yang efektif dan baik