Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah krisis energi yang mulai dirasakan pada saat ini mendorong manusia untuk
mencari alternatif sumber energi baru dan terbarukan. Energi surya merupakan salah satu sumber
energi yang tidak akan habis (terbarukan) dan menjadi salah satu energi alternatif karena
energinya yang besar dan dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Negara Indonesia
yang terletak di garis khatulistiwa memiliki penyinaran energi surya paling banyak.Pemanfaatan
sumber energi matahari yang tidak langsung menggunakan peralatan diantaranya adalah
menggunakan solar sel sebagai pembangkit listrik dan menggunakan kolektor surya sebagai
penghangat ruangan, pemanas air dan bahkan pendingin air [2].

Kolektor surya memanfaatkan bahan yang mampu menyerap panas dengan baik yang
kemudian panas tersebut digunakan untuk memanaskan air. Tingkat penyerapan panas dari
cahaya matahari dipengaruhi oleh bentuk dari pelat penerima cahaya matahari, dan intensitas
penyinaran cahaya matahari [12]. Penelitian tentang kolektor surya telah banyak dilakukan.
Phillip Kristanto dkk (2002) telah melakukan penelitian kolektor surya pelat datar dengan
memvariasikan ketebalan pelat yang menghasilkan efisiensi sirip 99,53% dengan ketebalan 1,2
mm [3]. Reza Ardiansyah (2010) telah melakukan penelitian studi eksperimental performansi
kolektor surya absorber gelombang tipe-v. Hasilnya diperoleh efisiensi kolektor tertinggi dicapai
pada pengujian dengan tingkat kecepatan fluida kerja 5m/s pada jam 11.00 dengan efisiensi
79,55% [4]. Yanuar Rizal Eka (2010) telah melakukan penelitian rancang bangun pemanas air
tenaga surya absorber gelombang tipe sinusoidal dengan penambahan honeycomb. Hasilnya
efisiensi kolektor surya dengan honeycomb sebesar 65,01% pada debit air 700 cc/menit pada
pukul 12.00 [5]. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa kolektor surya dengan berbagai
variasinya mampu memberikan peluang yang besar sebagai alat untuk konversi energi dari
tenaga panas matahari. Makalah ini akan membahas mengenai penelitian tentang optimalisasi
kolektor surya untuk pemanas air dengan sensor cahaya dan variasi jarak kaca terhadap absorber.
1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana menghitung koefisien kerugian panas total yang terjadi antara pelat absorber
dengan tebal dan jarak kaca tetap terhadap absorber?
2. Bagimana pengaruh posisi pipa terhadap nilai rugi kalor?
3. Bagaimana menghitung efisiensi dan kolektor surya pelat bergelombang.?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Membandingkan posisi pipa di atas pelat dan posisi pipa di bawah pelat dari aspek

kehilangan kalor.
2. Mengetahui unjuk kerja/efisiensi kolektor surya pelat bergelombang dengan pembebanan

air.

1.1 Metode Percobaan


1.2 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan awal pada percobaan kali ini disusun dalam tiga bab
sebagai berikut:
1. Bab pertama yaitu pendahuluan, yang mencakupi latar belakang percobaan, identifikasi
masalah, tujuan percobaan, metode percobaan, sistematika penulisan, serta tempat dan
waktu percobaan.
2. Bab kedua yaitu tinjauan pustaka, yaitu teori dasar yang berkesesuaian dengan
percobaan yang akan dilakukan.
3. Bab ketiga yaitu metode percobaan, berisi tentang alat dan bahan percobaan yang
dibutuhkan, serta langkah-langkah percobaan.

1.3 Waktu dan Tempat percobaan


Hari, tanggal : Selasa, 25 April 2016

Pukul : 13.00-15.00 WIB

Tempat : Laboratorium Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan


Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolektor Surya


Sedikit sejarah, kolektor surya pertama kali dibuat tahun 1767 oleh seorang peneliti dari
swiss bernama Horace-Benedict de Saussure dan di aplikasikan oleh Hottel dan Willier pada
tahun 1950. Sebuah Kotak terisolasi dengan tiga layer kaca penutup untuk menyerap panas. Saat
ini kolektor surya sudah banyak diteliti dan dikembangkan di berbagai negara maju dan memiliki
pelat dengan efisiensi mencapai 36% dan bahkan sudah ada fasilitas solar termal di berbagai
negara seperti USA, China, India, Jerman, dan negara maju lainnya[8]. Pelat kolektor adalah
bagian paling penting dari kebanyakan system energi solar, pelat kolektor menyerap cahaya
matahari dan mengkonversikannya menjadi energi panas. Panas tersebut kemudian ditransferkan
melalui zat perantara dalam hal ini air untuk pemanasan langsung atau untuk penyimpanan yang
dapat digunakan kemudian pada saat dibutuhkan. Adapun beberapa komponen utama yang
dipakai dalam kolektor surya adalah sebagai berikut dan pada gambar 2.2 diperlihatkan skema
solar kolektor:
1. Cover Glass Berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan
dan melindungi pelat kolektor dari debu.
2. Absorber/Pelat kolektor Berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari
dengan warna gelap, biasanya hitam.
3. Pipa Berfungsi sebagai saluran transmisi medium fluida kerja, dalam hal ini air.
4. Insulator Berfungsi meminimalisasi kerugian panas secara konduksi dari absorber menuju
lingkungan.
5. Frame (Kerangka) Berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.
6. Storage (Penyimpanan air panas) Berfungsi sebagai tempat penyimpanan air hasil
pemanasan kolektor surya.
7. Reservoir (Tanki Air) Berfungsi sebagai tempat penyimpanan air inlet.
Gambar 2.2 Skema Kolektor Surya Secara Umum

2.2 Jenis Pelat Kolektor Surya


Berdasarkan kerja luar yang diberikan ke kolektor surya, kolektor surya terbagi menjadi 2 yaitu:
2.2.1 Passive Solar Heating
Pasif Solar adalah sebuah teknik yang menggunakan energi dari cahaya matahari secara
langsung tanpa adanya kerja luar, dikembangkan di negara-negara yang memiliki musim dingin.
Teknik ini dapat mengurangi biaya pemakaian energi eksternal bahkan hingga nol sebagai
pemanas. Terdapat 2 tipe passive solar collector diantaranya adalah :
1. Direct Gain Solar System (Secara langsung)
2. Indirect Gain Solar System (Melalui perantara heat exchanger (HE))
2.2.2 Active Solar Heating
Aktif Solar adalah suatu teknik yang menggunakan energi dari cahaya matahari secara
langsung namun menggunakan kerja eksternal berupa system mekanik yang didesain secara
khusus untuk mengalirkan fluida atau menambahkan panas. Aktif solar menggunakan pompa dan
kipas (baling-baling) untuk mentransferkan panas yang diterimanya selain itu biasanya diberikan
tambahan pemanas dengan menggunakan listrik agar air yang dihasilkan semakin panas. Selain
itu, besar energi yang dihasilkan dari konversi energi surya menjadi bentuk energi panas sangat
dipengaruhi oleh bentuk dari pelat penerima. Bentuk tersebut memengaruhi banyaknya intensitas
matahari yang terkonsentrasi, luas 12 wilayah yang harus dimiliki, biaya yang harus dikeluarkan
dan keunikan masing masing bentuk untuk berbagai kasus tertentu. Menurut terkonsentrasi atau
tidaknya cahaya matahari pelat kolektor surya terbagi menjadi 2 yaitu concentrating dan non-
concentrating :
1. Flat-Plate Collectors
Merupakan bentuk kolektor surya paling sering dijumpai, karena bentuknya yang datar
maka kolektor surya jenis ini memiliki kelebihan dapat ditaruh di atap rumah-rumah. Selain itu
bentuk dan proses pembuatannya yang relatif lebih sederhana dibandingkan yang lain membuat
kolektor surya jenis ini memiliki biaya relatif lebih murah.

Gambar 2.3 Flat plate collector [2]

Bagian terpenting dari flat-plate solar collector adalah bagian hitam permukaan absorber
yang berfungsi untuk menyerap energi panas dari cahaya matahari dan mentransferkannya ke
fluida air. Dengan cover kaca yang melindungi, bagian belakang berwarna hitam dengan isolasi
untuk menjaga panas tetap terjaga, dan pelat absorber dengan bentuk bergelombang untuk
mengurangi heat loss . Flat-plate collector biasanya selalu ada diatas kerangka atau bangunan
yang berada dalam posisi stasioner (seperti bagian dinding atau atap). Dan menempatkannya di
tempat yang paling sering terkena sinar matahari, jika tidak menggunakan solar tracking [7].

2. Modifikasi Flat-Plate dengan Absorber Bergelombang

Gambar 2.4 Skema kolektor surya pelat datar dengan absorber bergelombang
Merupakan kolektor surya hasil modifikasi dari kolektor surya pelat datar, yang
membedakan dengan pelat datar adalah bentuk dari pelat absorber yang bergelombang. Bentuk
dari pelat absorber yang bergelombang dengan bentuk sinusoidal menyebabkan cahaya datang
akan memantul ke bagian pelat lain sehingga penyerapan cahaya matahari lebih maksimal
dibandingkan dengan pelat absorber datar.

2.3 Perpindahan Panas (Heat Transfer)


Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke
daerah lainnya sebagai akibat dari beda temperatur antara daerahdaerah tersebut. Perpindahan
panas umumnya mengenal 3 cara perpindahan panas yaitu radiasi, konduksi dan konveksi [9].
2.3.1 Radiasi (Radiation)
Proses perpindahan panas yang terjadi dari suatu sumber ke suatu benda tanpa melalui
zat antara (medium) disebut sebagai radiasi. Terdapat beberapa jenis radiasi elektromagnetik,
salah satunya adalah cahaya yang bergerak dengan kecepatan c=3x108 m/s. Bila energi radiasi
menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian
diserap (absorpsi) dan sebagian lagi diteruskan (transmisi).
Jika disebut refleksifitas, disebut absorptivitas dan disebut transmitivitas, maka

hubungan ketiganya adalah + +=1 , karena benda padat yang digunakan meneruskan

sedikit radiasi termal maka transmisivitas dianggap nol sehingga + =1 . Pemantulan

(refleksi) dalam kasus absorber sinusoidal mengalami proses pemantulan yang baur, tidak
seperti halnya pada pelat datar cahaya yang datang akan dipantulkan pada sudut tertentu secara
sempurna. Namun, pada kasus pelat bergelombang cahaya yang dipantulkan akan memiliki sudut
yang berbeda-beda dan mengakibatkan cahaya terpantul kembali ke bagian pelat absorber di
sekitarnya sehingga cahaya akan terserap lebih banyak dibandingkan absorber datar [9].
Dengan pendekatan perhitungan kolektor surya dapat digunakan [7]:
( a )ave 1.01 p (2.1)

Sehingga radiasi matahari yang terserap oleh permukaan pelat absorber (S) didefinisikan
sebagai :
S=( a )ave I T Watt /m2 (2.2)
2.3.2 Konduksi (Conduction)
Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari daerah yang
bertemperatur lebih tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah dalam suatu medium
tertentu atau bersinggungan tanpa disertai dengan berpindahnya medium tersebut. Energi
berpindah secara konduksi/hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan
greadien temperatur normal [9].

2.3.3 Konveksi (Convection)


Konveksi adalah proses perpindahan energi yang mengalir dari partikel-partikel fluida
yang berbatasan disertai dengan perpindahan mediumnya tersebut. Perpindahan panas konveksi
menurut cara pergerakan alirannya diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free convection) yang
bergerak secara spontan dan konveksi paksa (forced convection) yang menggunakan bantuan
pompa [9].
q konv =hA( T w T ) (2.3)

Koefisien konveksi antara pelat dengan kaca, hp-c dinyatakan dengan [7]:
m
( 2 K )
k Watt
h pc =Nu
L

(2.4)
Dengan besarnya Nusselt Number adalah merupakan satuan tak berdimensi yang
merupakan rasio perpindahan panas konveksi dan konduksi normal terhadap batas dalam kasus
perpindahan panas pada permukaan fluida, diperoleh dari persamaan berikut [7]:

(2.5)
Tanda pangkat (+) pada persamaan (2.6) menyatakan bilangan hanya berharga positif di dalam
kurung yang akan digunakan.
Besar nilai bilangan Nusselt dipengaruhi oleh nilai yang merupakan kemiringan
kolektor surya. Kemiringan pelat kolektor surya yang digunakan pada uji kinerja adalah sebesar
40 dengan kondisi alat menghadap ke utara. Kondisi tersebut digunakan karena solar kolektor
tidak menggunakan solar tracker untuk mengikuti arah dari posisi matahari, dengan demikian
posisi kolektor surya diusahakan tegak lurus dengan arah datangnya radiasi matahari.
Dan besarnya Rayleight Number yang merupakan bilangan tak berdimensi yang
menyatakan hubungan antara buoyancy dan viskositas fluida, atau dikenal sebagai konveksi
bebas atau natural convection dengan persamaan 2.7 berikut [7]:
g ' T L3
Ra=
v au

(2.6)
Dengan g merupakan konstanta grafitasi bumi, merupakan koefisien volumetrik
ekspansi, v adalah viskositas kinematic, u merupakan diffusifitas termal, L jarak antara pelat ke

kaca dan T =T pT c .

Koefisien konveksi angin, dengan V merupakan kecepatan angin dalam satuan m/s.
Menurut persamaan McAdams hw dinyatakan sebagai [7]:
m
( 2 K )
Watt
hw =(5.7+3.8 V )

(2.7)
Menurut Watmuff et al. (1977) memungkinkan efek dari konveksi bebas dan radiasi dimasukan
dalam persamaan, sehingga persamaan koveksi angin menjadi [10] :
m
( 2 K )
Watt (2.8)
hw =(2.8+3.0 V )

Koefisien radiasi dari pelat ke kaca dinyatakan dengan :


m
( 2 K )
(T 2p +T 2c )(T p+T c ) Watt
hr , pc =
1 1
( )( )
p
+
c
1

(2.9)
Koefisien radiasi dari kaca ke lingkungan (langit) :
2 2 Watt
hr ,ca= c (T c +T s )(T c + T s)
(m2 K )

(2.10)
Menurut Swinbank, temperatur langit (Ts) dinyatakan dengan [7]:
T s=0.0552 T 1.5
a

(2.11)
Dengan Ta merupakan T lingkungan (ambient).

2.4 Rugi-rugi Kalor


Efisiensi kolektor dinyatakan dengan keseimbangan energi yang menggambarkan
distribusi energi matahari yang datang terhadap energi yang bermanfaat dan beberapa energi
yang hilang.

Gambar 2.5 Skema pembebanan kolektor surya

Kerugian kalor terjadi pada bagian atas dan bagian bawah kolektor, masing-masing
disebut dengan kerugian kalor atas dan kerugian kalor bawah. Kalor yang hilang dari bagian atas
pelat penyerap disebabkan konveksi alam dan radiasi ke permukaan dalam dari pelat penutup
kaca. Panas ini dikonduksikan oleh pelat kaca ke permukaan luarnya untuk selanjutnya
dipindahkan ke atmosfir secara konveksi dan radiasi. Kerugian panas ini disebut dengan
kerugian panas bagian atas (top loss), QLt dan dinyatakan dengan [3]:

watt
Q =U t ( t pt a )
m
2 (2.12)

2.4.1 Kerugian Kalor Atas


Prosedur untuk menentukan koefisien kerugian kalor bagian atas dapat dilakukan dengan
menggunakan proses iterasi. Untuk penutup kaca tunggal berlaku hubungan [3]:

1
Ut=
[ 1
+
1
hw +hr ,ca h pc + hr , p c ] watt
m2 K

(2.13)

2.4.2 Kerugian kalor samping


Kerugian kalor bagian samping (Ue) merupakan suatu faktor kerugian panas yang keluar
melalui bagian samping dari kerangka kolektor surya dengan Ac merupakan luas pelat sesuai
perumusan [7]:

UA


edge (2.14)

U e =

ke
Dengan (UA)edge = Le x keliling kolektor (K) x e

2.4.3 Kerugian Kalor Bawah


Koefisien kerugian kalor bagian bawah (Ub) untuk pengukuran tanpa beban pemanas air
dinyatakan dengan [10]:
k b watt
U b=
Lb m 2 K

(2.15)
Sedangkan untuk pengukuran dengan beban pemanas air digunakan persamaan:

1 watt
U b=
k b 2 m2 K
+
Lb h f

(2.16)

2.4.4 Kerugian Kalor Total


Kerugian kalor total, UL merupakan jumlah dari kerugian kalor bagian atas Ut, kerugian
kalor bagian bawah Ub dan kerugian kalor bagian samping Ue [10].

watt
U L=U t +U b +U e 2
m K

(2.17)

2.4.5 Efisiensi Sirip (Fin Efficiency)


Pelat absorber kolektor surya yang berbentuk sinusoidal memengaruhi besarnya energi
yang diperoleh dari cahaya matahari yang diserap. Pelat sinusoidal pada intensitas tertentu
memiliki efisiensi sirip lebih besar karena adanya pantulan dari pelat sinusoidal yang mengenai
bagian lain pelat absorber akibat pemantulan baur. Namun, dalam hal ini jumlah intensitas
radiasi yang diterima oleh pelat adalah sama sehingga dapat diasumsikan pelat dalam kondisi
datar dengan efisiensi sirip F. Jarak antar pipa pembawa cairan w, tebal pelat penyerap ,
diameter pipa d, serta konduktivitas termal pelat penyerap k merupakan parameter-parameter
yang berhubungan dengan efisiensi sirip. Kerugian kalor penyerap akan berada pada kondisi
minimum jika berada pada temperatur dasar Tb [3].
Gambar 2.6 Neraca kalor pada sebuah elemen [3]

Efisiensi sirip didefinisikan sebagai perbandingan antara kalor yang dipindahkan ke


dalam sirip terhadap kalor yang dipindahkan jika seluruh sirip berada pada temperatur dasar Tb
atau secara matematis dinyatakan sebagai [11] :

F=
tanh m ( wd
2 )
wd
m(
2 )

(2.18)
UL
Dengan m= k

Dan faktor efisiensi sirip kolektor [11]:
1/U L
F' =
w
[ 1
+
1
U L [ d + ( W d ) F ] dhf ]
(2.19)

Sedangkan besarnya faktor aliran kolektor (collector flow factor) adalah [11]:

F ' '=
mc p
Ac U L F '
1exp
[ (
A c U L F '
mc p )]
(2.20)
Maka, faktor pelepasan panas (FR) untuk kolektor surya pemanas tipe aliran dibawah absorber
dapat diperoleh sebagai berikut:

F R=F ' x F ' ' (2.21)

Energi berguna dari kolektor surya pemanas air dengan absorber bergelombang secara aktualnya
menurut hukum termodinamika adalah sebagai berikut :

Qu ,aktual =mc p T (2.22)

Sedangkan energi berupa panas yang berguna dari kolektor surya pemanas air secara real adalah
sebagai berikut [12] :

Qu ,aktual = A p F R [ SU L (T iT a ) ] (2.23)

Energi yang berguna secara teori dan actual pada kolektor surya telah dapat terjelaskan.
Sedangkan efisiensi kolektor surya pemanas air adalah sebagai berikut [13] :

Qu
=
Ac I T

(2.24)
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


1. Penggaris, jangka sorong, busur, meteran.
Fungsi: untuk mengukur dimensi alat.
2. Thermometer raksa dan thermometer infra merah
Fungsi: untuk mengukur temperatur air, temperatur permukaan pelat, permukaan kaca
dan lingkungan.
3. Luxmeter
Fungsi: untuk mengukur intensitas cahaya matahari.
4. Ember dengan skala
Fungsi: Untuk mengukur massa air.
5. Stopwatch
Fungsi : Untuk mengukur laju massa fluida
6. Kolektor Surya Plat Bergelombang
Fungsi: Objek yang akan dicari efisiensi kerjanya.

3.2 Prosedur Percobaan


A. Tanpa Beban Pemanas Air
a. Menyiapkan dan membersihkan alat, kemudian menempatkan posisi kolektor
surya agar terkena cahaya matahari dan menghadapkan kolektor surya ke arah
utara.
b. Menyiapkan alat ukur temperature dan stopwatch.
c. Mengukur dan Mencatat intensitas radiasi cahaya matahari
d. Mengukur dan Mencatat temperature kaca dan temperature pelat bagian kanan
kolektor surya
e. Mengukur dan Mencatat temperature kaca dan temperature pelat bagian kiri
kolektor surya
f. Melakukan langkah c-e dengan akuisisi data sebanyak tiga kali setiap rentang
waktu 10 menit.
B. Dengan Beban Pemanas Air
a. Menyiapkan dan Membersihkan alat, kemudian Menempatkan posisi kolektor
surya agar terkena cahaya matahari dan menghadapkan kolektor surya ke arah
utara.
b. Mengisi reservoir dengan air sampai penuh.
c. Menyiapkan alat ukur temperature dan stopwatch.
d. Mengukur dan mencatat intensitas radiasi cahaya matahari.
e. Mengukur dan mencatat temperature kaca dan temperature pelat bagian kanan
kolektor surya.
f. Mengukur dan mencatat temperature kaca dan temperature pelat bagian kiri
kolektor surya.
g. Mengukur temperature air masuk dan temperature air keluar.
h. Melakukan proses d-f dengan akuisisi data sebanyak tiga kali setiap rentang
waktu 10 menit.
i. Mengukur massa air dalam reservoir.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Hikam, Muhammad AS (ed). 2015. Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025


Tantangan dan Harapan. Jakarta Pusat : cv.rumah buku.
[2] Rona, Nathan. 2004. Solar Air-Conditioning Systems. Gteborg, Swedia : Chalmers
University of Technology.
[3] Kristanto, Phillip dan San, Yoe Kiem. 2002. Pengaruh Tebal Pelat dan Jarak Antar
Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Pelat Datar. Surabaya : Jurnal Teknik Mesin
FTI Universitas Kristen Petra.
[4] Ardiansyah, Reza. 2010. Studi Eksperimental Performansi Kolektor Surya Absorber
Gelombang Tipe-V. Surabaya : Teknik Mesin FTI-ITS.
[5] Budiono, Yanuar Rizal E.S. 2010. Rancang Bangun Pemanas Air Tenaga Surya
Absorber Gelombang Tipe Sinusoidal dengan Penambahan Honeycomb. Surabaya :
Teknik Mesin FTI-ITS.
[6] Twidell, John and Wier, Tony. 2006. Renewable Energy Resources 2nd Edition.
London and New York : Taylor & Francis Group.
[7] Duffie, John A. and Beckman, William A. 2013. Solar Engineering of Thermal
Processes 4th ed : Gear Team Mechanical Engineers. New Jersey USA : John Wiley &
Sons.
[8] Energy Eficiency and Renewable Energy. 2008. The History of Solar. USA: U. S.
Department of Energy.
[9] Goswami, D. Yogi.2000.Principles of Solar Engineering, 3rd Ed. USA : Taylor &
Francis Group.
[10] Zulkarnain, T. H. 2011. Pengujian dan Analisis Heat Removal Factor dan Heat Loss
Coefficient pada Kombinasi Flat Plate Solar Collector dan Parabolic Solar
Concentrator. Depok : FT Mesin-UI.
[11] Mahendra, Izha dan Ichsani, Djatmiko. 2014. Studi Eksperimental Pemanas Air
Tenaga Surya Pelat Absorber Type Sinusoidal dengan Variasi Terhadap Derajat
Kevacuman dan Aspect Ratio. Surabaya : Teknik Mesin FTI-ITS.
[12] Sumarsono, M. 2005. Optimasi Jumlah Pipa-Pemanas Terhadap Kinerja Kolektor
Surya Pemanas Air. Serpong,Tangerang : BPPT.
[13] Tirtoatmodjo, Rahardjo dan Handoyo, Ekadewi Anggraini. 2000. Unjuk Kerja
Pemanas Air Jenis Kolektor Surya Pelat Datar dengan Satu dan Dua Kaca Penutup.
Surabaya : Jurnal Teknik Mesin FTI Universitas Kristen Petra.
[14] Huler, Scott. 2004. Defining the Wind: The Beaufort Scale, and How a 19th-
Century Admiral Turned Science into Poetry. USA: Crown.
[15] Simajuntak, Ummu. 2015. Perpindahan Kalor Dasar. Palembang : UNSRI.
[16] Farizan, Nur Muhammad. 2016. STUDI UNJUK KERJA KOLEKTOR SURYA
DENGAN BEBAN PEMANAS AIR. Jatinangor : Departemen Fisika FMIPA Unpad

Anda mungkin juga menyukai