PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan
rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan
Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman
manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi
manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya:
asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem
yang seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut,
maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing
error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin. Dari uraian diatas maka penulis
tertarik untuk mengungkap lebih dalam tentang Penerapan Patient safetySerta Manajemen
Komplain di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta manajeman komplain di Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safetydi Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
b. Membandingkan antara teori patient safetydan pelaksanaannya di Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
c. Menganalisis pelaksanaan patient safetydi Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
d. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safetydi pelaksanaannya di Bangsal
Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Patient safety;;
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dair cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh menteri
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
PENDAHULUAN
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh
tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien
adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta
mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang
baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak
dan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis
yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan
serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
1. Mampu memahami pengertian dari patient safety.
PEMBAHASAN
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian mengenai resiko,
identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah
keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan
nyaris terjadi (near miss).
Menurut Institute of Medicine (IOM), Patient Safety didefinisikan sebagai freedom from
accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu
perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga
akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya berupa kejadian tidak
diinginkan atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat
disebabkan karena:
1. Keberuntungan
Contoh : pasien menerima suatu obat kontra indikasi, tetapi tidak timbul reaksi obat.
1. Pencegahan
Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan.
1. Peringanan
Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, tetapi diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya.
Resiko terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja saat memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien dapat diminimalisir dengan pengorganisasian risiko atau risk management
secara benar. Risk management tersebut meliputi :
1. Identifikasi risiko.
Bertujuan untuk mengidentifikasi konsekuensi serta kemungkinan risiko yang akan terjadi
serta untuk membagi penanganan terhadap suatu risiko berdasarkan tingkat prioritas atau
kebutuhan.
1. Analisis risiko.
Bertujuan untuk menganalisis serta memisahkan risiko kecil yang dapat diterima dengan
risiko besar yang tidak dapat diterima. Selain itu, analisis risiko juga bertujuan untuk
mengumpulkan data yang dapat bermanfaat dalam proses evaluasi dan perencanaan
penanganan risiko.
Bertujuan untuk membandingkan tingkat atau level dari suatu risiko yang ditemukan dengan
kriteria risiko yang tidak dapat dihindari. Hasil akhir dari tahap ini adalah menyusun prioritas
risiko sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang lebih lanjut.
Bertujuan untuk mengidentifikasi atau menentukan pilihan tindakan yang dapat dilakukan
untuk menangani suatu risiko, mengkaji pilihan tindakan tersebut, merencanakan persiapan
untuk penanganan risiko, dan melakukan pilihan tindakan tersebut.
Bertujuan untuk menjamin atau memastikan bahwa pengorganisasian tindakan yang telah
direncanakan bermanfaat dan dapat mengontrol pelaksanaan dari penganganan risiko
tersebut.
1. Komunikasi
Standar :
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriteria :
3. Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian
tidak diharapkan.
Standar :
Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Standar :
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.
Kriteria :
Standar :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak
diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja.
Kriteria :
1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai dengan
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
Standar :
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
Kriteria :
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan.
Standar :
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
1. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik mengenai
keselamatan pasien
Standar :
Kriteria :
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman merupakan
hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit
wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar tersebut dilakukan dengan cara
melaporkan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan,
rumah sakit menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung
jawab secara hukum atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada
rumah sakit bersangkutan (Pasal 46).
Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena UU Rumah
Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk dewan pengawas. Dewan pengawas
yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat tersebut bersifat independen dan non struktural. Salah satu tugas dewan adalah
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah
Sakit juga mengamanatkan pembentukan badan pengawas rumah sakit Indonesia. Badan
tersebut bertanggung jawab kepada menteri kesehatan dan berfungsi untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi badan tersebut terdiri dari
unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal
57).
Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009.
Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan tersebut
adalah :
1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
Selain ituu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan
No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam
Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula batas tanggung
jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45 No. 44 tahun 2009. Pasal
tersebut menyatakan bahwa :
1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
Definisi dari keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari
manajemen kualitas.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Dalam
proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulkan informasi
berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui pasien pribadi atau melalui keluarga,
rekam medis, tenaga kesehatan, dan lainnya. Informasi yang dikumpulkan oleh
seorang perawat haruslah berupa fakta dan aktual.
Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat melakukan proses
pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengunpulkan informasi mengenai kondisi
pasien secara akurat, tepat, dan aktual. Jika seorang perawat melakukan kesalahan pada tahap
awal ini, maka akan terjadi pula kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat mengancam
keselamatan nyawa pasien. Oleh karena itu, pada tahap ini perawat harus mampu
mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan komunikasi secara efektif agar tidak
terdapat informasi yang salah dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan
tidak cukup.
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat
diagnosa keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar untuk seorang perawat merumuskan
tindakan keperawatan. Analisis data yang telah didapat oleh perawat merupakan kunci
keberhasilan dari proses keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi
tubuh pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada saat
perawat melakukan proses diagnosa atau terdapat hal yang terlewatkan oleh perawat, maka
rencana tindakan yang akan disusun menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan
proses diagnosa, seorang perawat harus mampu berpikir secara kritis dan tepat sehingga tidak
terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.
1. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan,
dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis
pengkajian. Perencanaan merupakan dasar bagi seorang perawat dalam melaksanakan
implentasi. Oleh karena itu, pada tahap ini, perawat harus mampu menyusun rencana
tindakan yang akan diberikan kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien
saat proses implementasi dijalankan.
1. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jalannya proses implementasi
harus mendukung keselamatan pasien. Perawat saat melakukan proses implentasi
harus menjamin bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat.
Perawat juga harus mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan
proses impelentasi agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien.
Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan
sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar dari infeksi
lain akibat melakukan kontak dengan benda asing atau lingkungan di luar tubuhnya.
1. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal.
Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat terhadap setiap tindakan
yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan proses evaluasi perawat
menemukan tindakan atau kejadian yang salah, maka hal-hal tersebut dapat segera
diperbaiki sehingga mencegah terjadinya kondisi buruk pada pasien serta menjaga
keselamatan pada pasien.
Oleh karena, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau keselamatan
pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila seorang perawat melakukan
kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan dalam menangani pasien, maka
kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam
keselamatan pasien.
1. Struktur
2. Lingkungan
4. Proses
5. Orang
6. Budaya
Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat dilakukan
pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut.
1. Kamar operasi
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat
untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut. Secara umum, lingkungan
kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu :
Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi,
masker, baju dan celana operasi.
Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal sebagai berikut
:
1. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.
2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar
mudah dibaca.
3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan
arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.
4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen, tidak mengandung zat
kimia, dan tidak mengandung zat beracun.
5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib mengenakan
pakaian khusus operasi.
6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya adalah
mencuci tangan.
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah suatu unit di dalam rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang mendapatkan perawatan di UGD adalah sebagai
berikut :
4. Unik
Selain itu, pasien yang mendapatkan perawatan di UGD, diklasifikasikan berdasarkan kondisi
atau keadaan jasmani pasien. Klasifikasi tersebut meliputi :
Merupakan korban tidak gawat tetapi memerlukan pertolongan medik untuk mencegah
keadaan yang lebih gawat atau mencegah cacat.
Merupakan korban yang berada dalam keadaan nyawa terancam apabila tidak memperoleh
pertolongan dengan segera.
Merupakan pasien dalam keadaan parah yang tidak memiliki harapan atau harapan yang tipis
jika diberikan pertolongan.
Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
2. Peralatan medis yang terdapat pada UGD adalah alat yang steril.
4. Petugas medis harus menerapkan komunikasi antar petugas dengan baik saat
melakukan serah terima pasien sehingga tidak terjadi kesalahan saat melakukan
tindakan kepada pasien.
5. Petugas medis harus mampu mengatasi pasien secara cepat dan tepat.
6. Petugas medis harus memiliki kognitif yang baik dalam menangani pasien.
Pasien yang perlu mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah pasien yang dalam keadaan
terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ
atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan,
pemantauan dan pengobatan intensif. Pasien yang memperoleh perawatan di ruang ICU
berbeda dengan pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat inap biasa. Pasien yang
dirawat di ruang ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan
dokter. Pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis atau
kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi
dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.
Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah sebagai berikut.
1. Anamnesis
Bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk
aspek legal.
1. Pemeriksaan Fisik
Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek
pengobatan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diberikan kepada pasien meliputi :
1. ABC
3. Sistem pernafasan
4. Sistem sirkulasi
5. Sistem gastrointestinal
6. Anggota gerak
7. Monitoring rutin
9. Cairan
1. Perdarahan Gastrointestinal
1. Nutrisi
Berdasarkan penjelasan diatas, maka aplikasi keselamatan pasien dalam ICU dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Fasilitas dalam ruang ICU tersedia lengkap sehingga monitoring terhadap kondisi
pasien dapat berjalan dengan baik.
2. Tenanga medis harus berhati-hati saat hendak melakukan pemasangan kateter dan
slang atau tube sehingga tida terjadi kesalahan.
6. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar petugas sehingga
tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien dilakukan.
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan
pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko, identifikasi,
manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar
dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir
timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu
kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik
pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode-
metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang
keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien juga
dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan No.
36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
https://kuatkitabersama.wordpress.com/2012/05/11/konsep-pasien-safety/