Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan
rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan
Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman
manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi
manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya:
asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem
yang seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut,
maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing
error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin. Dari uraian diatas maka penulis
tertarik untuk mengungkap lebih dalam tentang Penerapan Patient safetySerta Manajemen
Komplain di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta manajeman komplain di Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safetydi Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
b. Membandingkan antara teori patient safetydan pelaksanaannya di Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
c. Menganalisis pelaksanaan patient safetydi Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
d. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safetydi pelaksanaannya di Bangsal
Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Patient safety;;
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dair cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

B. Tujuan Sistem Patient safety;;


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan
resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan
penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
C. Urgensi Patient safety;;
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien
segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam
perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko yang
sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat
yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak
pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan
efisisiensi, dll.
D. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient safety;;
1. Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a. keselamatan pasien;
b. keselamatan pekerja (nakes);
c. keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d. keselamatan lingkungan;
e. keselamatan bisnis.
2. Elemen Patient safety;;:
a. Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan
pengobatan)
b. Restraint use (kendali penggunaan)
c. Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d. Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e. Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f. Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g. Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h. Immunization program (program imunisasi)
i. Falls (terjatuh)
j. Blood stream vascular catheter care (aliran darah perawatan kateter pembuluh darah)
k. Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan
sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)
3. Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):
a. Communication problems (masalah komunikasi)
b. Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c. Human problems (masalah manusia)
d. Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e. Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f. Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g. Technical failures (kesalahan teknis)
h. Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai) [AHRQ
(Agency for Healthcare Research and Quality) Publication, 2003]

E. Standar Keselamatan Pasien


Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient safety
Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam
pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai
berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
denganTujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju
KP RS.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS &
KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan &
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya
adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

F. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)


sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil
Bagi Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf,
pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
b) Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP
di RS anda
Bagi Rumah Sakit:
a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b. Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi Penggerak (champion) KP
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada penggerak dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko,
serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah
Bagi Rumah Sakit:
a. Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian
terhadap pasien
Bagi Tim:
a. Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b. Penilaian risiko pada individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil
risiko tersebut.
d) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS
Bagi Rumah Sakit:
a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang
harus dilaporkan ke KKPRS PERSI
Bagi Tim:
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien
Bagi Rumah Sakit:
a. Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c. Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien &
keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau
Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua
insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
g) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, Gunakan informasi yang
ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan
Bagi Rumah Sakit:
a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit
serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

G. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan Nine Life Saving Patient safety Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar
keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai
masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta
tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah
(error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah
atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan
Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses
asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia
untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9
Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication
Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana
adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan
ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap
nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar
sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam
suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit
pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis;
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses
serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan
pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar
adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang
akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah
obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan
suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai home medication list, sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi;
dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan
pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana
menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang
benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang
diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya
melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran
preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada titik-titik pelayan
tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik
yang lain.

H. Aspek Hukum Terhadap Patient safety;;


Aspek hukum terhadap patient safety;; atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
1. UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009; Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.
2) Pasal 32n UU No.44/2009; Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
a) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
b) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009; Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009; Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009; Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
a. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab
secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan
yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.

4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh menteri
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

H. Implementasi Patient safety;;


Menurut James Reason dalam Human error management: models and management tahun
1991, dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan
personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan
pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan
(dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap
berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi
yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh
tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien
adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta
mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang
baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak
dan keselamatan pasien.

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis
yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan
serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari patient safety.

2. Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit.

3. Untuk mengetahui patient safety dalam tinjauan hukum.

4. Untuk mengetahui aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.

1.3 MANFAAT
1. Mampu memahami pengertian dari patient safety.

2. Mampu memahami standar keselamatan pasien rumah sakit.

3. Mampu memahami patient safety dalam tinjauan hukum.

4. Mampu memahami aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PATIENT SAFETY DAN CLINICAL RISK MANAGEMENT

Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian mengenai resiko,
identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah
keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan
nyaris terjadi (near miss).
Menurut Institute of Medicine (IOM), Patient Safety didefinisikan sebagai freedom from
accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu
perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga
akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya berupa kejadian tidak
diinginkan atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat
disebabkan karena:

1. Keberuntungan

Contoh : pasien menerima suatu obat kontra indikasi, tetapi tidak timbul reaksi obat.

1. Pencegahan

Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan.

1. Peringanan

Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, tetapi diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya.
Resiko terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja saat memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien dapat diminimalisir dengan pengorganisasian risiko atau risk management
secara benar. Risk management tersebut meliputi :

1. Identifikasi risiko.

Bertujuan untuk mengidentifikasi konsekuensi serta kemungkinan risiko yang akan terjadi
serta untuk membagi penanganan terhadap suatu risiko berdasarkan tingkat prioritas atau
kebutuhan.

1. Analisis risiko.

Bertujuan untuk menganalisis serta memisahkan risiko kecil yang dapat diterima dengan
risiko besar yang tidak dapat diterima. Selain itu, analisis risiko juga bertujuan untuk
mengumpulkan data yang dapat bermanfaat dalam proses evaluasi dan perencanaan
penanganan risiko.

1. Evalausai terhadap risiko yang terjadi.

Bertujuan untuk membandingkan tingkat atau level dari suatu risiko yang ditemukan dengan
kriteria risiko yang tidak dapat dihindari. Hasil akhir dari tahap ini adalah menyusun prioritas
risiko sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang lebih lanjut.

1. Penanganan terhadap risiko yang terjadi

Bertujuan untuk mengidentifikasi atau menentukan pilihan tindakan yang dapat dilakukan
untuk menangani suatu risiko, mengkaji pilihan tindakan tersebut, merencanakan persiapan
untuk penanganan risiko, dan melakukan pilihan tindakan tersebut.

1. Pengamatan secara terus menerus

Bertujuan untuk menjamin atau memastikan bahwa pengorganisasian tindakan yang telah
direncanakan bermanfaat dan dapat mengontrol pelaksanaan dari penganganan risiko
tersebut.

1. Komunikasi

2.2 STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Dalam melakukan prosedur perawatan pada pasien, terdapat tujuh standar


keselamatan. Standar ini mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002. Tujuh standar tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hak pasien

Standar :

Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

Kriteria :

1. Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan

2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

3. Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian
tidak diharapkan.

1. Mendidik pasien dan keluarga

Standar :

Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien


dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu, rumah sakit
harus memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan keluarga mengenai
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga memiliki kemampuan untuk :

1. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

3. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati


1. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standar :

Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.

Kriteria :

1. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

2. Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber


daya

3. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

4. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

1. Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien

Standar :

Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak
diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja.

Kriteria :

1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai dengan
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

1. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar :

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien


melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk mengidentifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi kejadian tidak diharapkan.

3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan


kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :

1. Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

2. Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan program


meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.

3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi.

4. Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden termasuk asuhan kepada pasien


yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain, dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden.

6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.

7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan.

8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.

9. Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif


untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

1. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar :

1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.

2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk


meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :

1. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik mengenai
keselamatan pasien

2. Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training


dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

3. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung


pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

1. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standar :

1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan


pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.

2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

1. Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk


memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi


manajemen informasi yang ada.

2.3 PATIENT SAFETY DALAM TINJAUAN HUKUM

Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang diwujudkan dalam


bentuk peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun peraturan hukum lainnya.
Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan, namun
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
perundangan-undangan. Undang-undang sebagai wujud peraturan hukum dan sumber hukum
formal merupakan alat kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-
hak masyarakat sebagai warga negara.

UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman merupakan
hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit
wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar tersebut dilakukan dengan cara
melaporkan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan,
rumah sakit menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung
jawab secara hukum atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada
rumah sakit bersangkutan (Pasal 46).

Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena UU Rumah
Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk dewan pengawas. Dewan pengawas
yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat tersebut bersifat independen dan non struktural. Salah satu tugas dewan adalah
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah
Sakit juga mengamanatkan pembentukan badan pengawas rumah sakit Indonesia. Badan
tersebut bertanggung jawab kepada menteri kesehatan dan berfungsi untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi badan tersebut terdiri dari
unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal
57).

Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009.
Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan tersebut
adalah :

1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.

4. Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan


keselamatan nyawa pasien.

5. Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan


dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non
diskriminatif.

Selain ituu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan
No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :

1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.

Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam
Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula batas tanggung
jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45 No. 44 tahun 2009. Pasal
tersebut menyatakan bahwa :

1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.

2.4 SAFETY AND NURSING PROCESS

Definisi dari keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari
manajemen kualitas.

Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan :

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Dalam
proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulkan informasi
berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui pasien pribadi atau melalui keluarga,
rekam medis, tenaga kesehatan, dan lainnya. Informasi yang dikumpulkan oleh
seorang perawat haruslah berupa fakta dan aktual.

Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat melakukan proses
pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengunpulkan informasi mengenai kondisi
pasien secara akurat, tepat, dan aktual. Jika seorang perawat melakukan kesalahan pada tahap
awal ini, maka akan terjadi pula kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat mengancam
keselamatan nyawa pasien. Oleh karena itu, pada tahap ini perawat harus mampu
mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan komunikasi secara efektif agar tidak
terdapat informasi yang salah dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan
tidak cukup.
1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat
diagnosa keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar untuk seorang perawat merumuskan
tindakan keperawatan. Analisis data yang telah didapat oleh perawat merupakan kunci
keberhasilan dari proses keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi
tubuh pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada saat
perawat melakukan proses diagnosa atau terdapat hal yang terlewatkan oleh perawat, maka
rencana tindakan yang akan disusun menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan
proses diagnosa, seorang perawat harus mampu berpikir secara kritis dan tepat sehingga tidak
terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.

1. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan,
dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis
pengkajian. Perencanaan merupakan dasar bagi seorang perawat dalam melaksanakan
implentasi. Oleh karena itu, pada tahap ini, perawat harus mampu menyusun rencana
tindakan yang akan diberikan kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien
saat proses implementasi dijalankan.

1. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jalannya proses implementasi
harus mendukung keselamatan pasien. Perawat saat melakukan proses implentasi
harus menjamin bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat.
Perawat juga harus mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan
proses impelentasi agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien.
Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan
sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar dari infeksi
lain akibat melakukan kontak dengan benda asing atau lingkungan di luar tubuhnya.

1. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal.
Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat terhadap setiap tindakan
yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan proses evaluasi perawat
menemukan tindakan atau kejadian yang salah, maka hal-hal tersebut dapat segera
diperbaiki sehingga mencegah terjadinya kondisi buruk pada pasien serta menjaga
keselamatan pada pasien.
Oleh karena, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau keselamatan
pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila seorang perawat melakukan
kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan dalam menangani pasien, maka
kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam
keselamatan pasien.

2.5 APLIKASI PATIENT SAFETY

Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang memperhatikan


keselamatan pasien. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan beserta dengan peralatan
dan lingkungan sekitar sudah seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang
keselamatan pasien. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien.
Pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut :

1. Struktur

2. Lingkungan

3. Peralatan dan teknologi

4. Proses

5. Orang

6. Budaya

Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat dilakukan
pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut.

1. Kamar operasi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat
untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut. Secara umum, lingkungan
kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu :

1. Area bebas terbatas (unrestricted area)

Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

1. Area semi ketat (semi restricted area)

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi,
masker, baju dan celana operasi.

1. Area ketat atau terbatas (restricted area).


Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan
melaksanakan prosedur aseptik. Selain itu, petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar
operasi lengkap yang berupa topi, masker, baju dan celana operasi.

Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal sebagai berikut
:

1. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.

2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar
mudah dibaca.

3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan
arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.

4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen, tidak mengandung zat
kimia, dan tidak mengandung zat beracun.

5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib mengenakan
pakaian khusus operasi.

6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya adalah
mencuci tangan.

1. Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah suatu unit di dalam rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang mendapatkan perawatan di UGD adalah sebagai
berikut :

1. Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dan aman

2. Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga

3. Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat

4. Unik
Selain itu, pasien yang mendapatkan perawatan di UGD, diklasifikasikan berdasarkan kondisi
atau keadaan jasmani pasien. Klasifikasi tersebut meliputi :

1. Pasien TGDG false emergency (Label Hijau)

Merupakan pasien yang memerlukan tindakan medis tidak segera

1. Pasien DTG (Label Kuning)

Merupakan korban tidak gawat tetapi memerlukan pertolongan medik untuk mencegah
keadaan yang lebih gawat atau mencegah cacat.

1. Pasien GD (Label Merah)

Merupakan korban yang berada dalam keadaan nyawa terancam apabila tidak memperoleh
pertolongan dengan segera.

1. Pasien GTD (Label Putih)

Merupakan pasien dalam keadaan parah yang tidak memiliki harapan atau harapan yang tipis
jika diberikan pertolongan.

1. Pasien yang meninggal atau death on arrival (Label Hitam)

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

1. Fasilitas yang terdapat dalam UGD terlah tersedia dengan lengkap.

2. Peralatan medis yang terdapat pada UGD adalah alat yang steril.

3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

4. Petugas medis harus menerapkan komunikasi antar petugas dengan baik saat
melakukan serah terima pasien sehingga tidak terjadi kesalahan saat melakukan
tindakan kepada pasien.

5. Petugas medis harus mampu mengatasi pasien secara cepat dan tepat.

6. Petugas medis harus memiliki kognitif yang baik dalam menangani pasien.

7. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptik mencegah infeksi nosokomial.

1. Intensif Care Unit (ICU)


Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat atau unit
tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma
atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran
yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien
sakit kritis yang membutuhkan monitoring intensif.

Pasien yang perlu mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah pasien yang dalam keadaan
terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ
atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan,
pemantauan dan pengobatan intensif. Pasien yang memperoleh perawatan di ruang ICU
berbeda dengan pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat inap biasa. Pasien yang
dirawat di ruang ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan
dokter. Pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis atau
kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi
dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.

Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan Pasien ICU

1. Anamnesis

Merupakan tindakan pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.

1. Serah Terima Pasien

Bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk
aspek legal.

1. Pemeriksaan Fisik

Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,


kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi
pasien.

1. Kajian hasil pemeriksaan

Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek
pengobatan.

1. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya

2. Informasi kepada keluarga

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diberikan kepada pasien meliputi :

1. ABC

2. Jalan nafas dan kepala

3. Sistem pernafasan

4. Sistem sirkulasi

5. Sistem gastrointestinal

6. Anggota gerak

7. Monitoring rutin

8. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea

9. Cairan

Diberikan pada pasien dengan kondisi dehidrasi.

1. Perdarahan Gastrointestinal

Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.

1. Nutrisi

Berdasarkan penjelasan diatas, maka aplikasi keselamatan pasien dalam ICU dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

1. Fasilitas dalam ruang ICU tersedia lengkap sehingga monitoring terhadap kondisi
pasien dapat berjalan dengan baik.

2. Tenanga medis harus berhati-hati saat hendak melakukan pemasangan kateter dan
slang atau tube sehingga tida terjadi kesalahan.

3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

4. Peralatan medis yang tersedia harus dalam kondisi steril.

5. Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptik.

6. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar petugas sehingga
tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien dilakukan.

7. Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur pengelolaan pasien secara


tepat dan aman.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan
pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko, identifikasi,
manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar
dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir
timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu
kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik
pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode-
metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang
keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien juga
dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan No.
36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya menunjang


keselamatan pada pasien karena proses keperawatan tersebut sangat berhubungan dengan
patient safety atau keselamatan pasien. Proses keperawatan tersebut meliputi proses
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Jika terjadi kesalahan saat
menjalani salah satu proses keperawatan, maka kesalahan tersebut akan memungkinkan
timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan pasien. Aplikasi
keselamatan pasien dapat diterapkan pada beberapa tempat yang terdapat di rumah sakit,
seperti kamar operasi, ICU, dan UGD. Aplikasi keselamatan pasien tersebut diterapkan
dengan memperhatikan sisi struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang, dan
budaya.

https://kuatkitabersama.wordpress.com/2012/05/11/konsep-pasien-safety/

Anda mungkin juga menyukai