Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asuhan keperawatan perioperatif meliputi asuhan keperawatan yang
diberikan sebelum (preoperative), selama (intraoperatif), dan setelah
pembedahan (pascaoperatif). Perawatan preoperatif merupakan tahap pertama
dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang
terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan. Perawatan intraoperatif dimulai sejak pasien
ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang
pemulihan. Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan
pre dan intraoperatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan /
pascaanaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Perawatan tersebut dapat dilakukan di rumah sakit, pusat bedah mandiri,
pusat bedah yang bekerja dengan rumah sakit, atau di ruang praktek
dokter.Saat mengalami pembedahan klien akan mengalami berbagai stressor.
Pembedahan yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan rasa takut dan
ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri,
kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain, dan mungkin
kematian. Kemampuan meningkatkan hubungan yang efektif dengan klien dan
mendengarkan keluhan mereka secara aktif sehingga seluruh kekhawatiran
mereka dapat diatasi merupakan hal yang penting untuk mencapai hasil akhir
dari pembedahan. Klien akan lebih mampu bekerja sama dan berpartisipasi
dalam perawatan jika perawat memberi informasi tentang peristiwa yang
terjadi sebelum dan sesudah pembedahan. Penyuluhan perioperatif in akan
membantu mengurangi rasa takut akibat ketidaktahuan klien dan keluarga dan
akan mengurangi masa rawat di rumah sakit, mengurangi penggunaan
analgesic pascaoperatif dan klien dapat mematuhi aturan pascaoperataif
{Dalayon,1994).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perawatan intra operatif?

1
2. Apa yang dimaksud dengan asuhan pasca operatif?
3. Bagaimana observasi pasca operatif?
4. Bagaimana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan SC?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui tentang:
1. Perawatan intra operatif
2. Asuhan pasca operatif
3. Observasi pasca operatif
4. Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir dengan SC

Tujuan Khusus :

Untuk memenuhi tugas mata kuliah KDK II yang diberikan oleh dosen yang
bersangkutan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perawatan Intra Operatif

2
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan
berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. Keperawatan
intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh
perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk
perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang
mengganggu pasien.

Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan


baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan
intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh
pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis
yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan
outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi

2.1.1 Proses Keperawatan dalam Fase Intra Operatif

PENGKAJIAN

1. Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi


variabel yang dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai
pedoman untuk mengembangkan rencana perawatan pasien individual;

a. Identifikasi pasien

b. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien

c. Telaah catatan pasien terhadap adanya :

Informed yang benar dengan tanda tangan pasien


Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan diagnostic
Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan

3
Checklist pra-operatif
d. Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera
Status fisiologi (mis : tingkat sehat-sakit, tingkat
kesadaran)
Status psikososial (mis : ekspresi kekhawatiran, tingkat
ansietas, masalah komunikasi verbal, mekanisme
koping)
Status fisik (mis : tempat operasi, kondisi kulit dan
efektifitas persiapan, pencukuran, atau obat penghilang
rambut, sendi tidak bergerak).

PERENCANAAN

1. Menginterpretasi variabel-variabel umum dan menggabungkan


variabel tersebut ke dalam rencana asuhan;

a. Usia, ukuran, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe anesthesia, yang


direncanakan, ahli bedah, ahli anesthesia, dan anggota tim

b. Ketersediaan peralatan spesifik yang dibutuhkan untuk prosedur


dan ahli bedah

c. Kebutuhan medikasi non rutin, komponen darah, instrumen, dll

d. Kesiapan ruangan untuk pasien, kelengkapan pengaturan fisik,


kelengkapan instrumen, peralatan jahit, dan pengadaan balutan.

2. Mengidentifikasi aspek-aspek leingkungan ruang operasi yang


dapat secara negatif memperngaruhi pasien;

a. Fisik

Suhu dan kelembaban ruangan


Bahaya peralatan listri

4
Kontaminan potensial (debu, darah, dan tumpahan di lantai
atau permukaan lain, rambut tidak tertutup, kesalahan
pemakaian baju operasi oleh personel, perhiasan yang
dikenakan personel, alas kaki yang kotor)
Hilir mudik yang tidak perlu.
b. Psikososial
Kebisingan
Kurang mengenal sebagai individu
Rasa diabaikan tanpa pengantar di ruang tunggu
Percakapan yang tidak perlu.

INTERVENSI

1. Berikan asuhan keperawatan berdasarkan pada prioritas kebutuhan


pasien;

a. Atur dan jaga agar peralatan suction berfungsi dengan baik

b. Atur peralatan pemantauan invasif

c. Bantu saat pemasangan jalur (arteri, CVP, IV)

d. Lakukan tindakan kenyamanan fisik yang sesuai bagi pasien

e. Posisikan pasien dengan tepat untuk prosedur anesthesia dan


pembedahan, pertahankan kelurusan tubuh sesuai fungsi

f. Ikuti tahapan dalam prosedur bedah

Lakukan scrub/bersihan dengan terampil


Berespon terhadap kebutuhan pasien dengan
mengantisipasi peralatan dan bahan apa yang dibutuhkan
sebelum dimintaIkuti prosedur yang telah ditetapkan
sebagai contoh :
a. Perawatan dan pemakaian darah dan komponen
darah

5
b. Perawatan dan penanganan spesimen, jaringan dan
kultur
c. Persiapan kulit antiseptic
d. Pemakaian gown operasi sendiri, membantu ahli
bedah menggunakan gown
e. Membuka dan menutup sarung tangan
f. Menghitung : kasa, instrumen, jarum, khusus
g. Teknik aseptic
h. Penatalaksanaan kateter urine
i. Penatalaksanaan drainage/balutan
j. Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli
bedah, ahli anesthesia, atau perawat yang
bertanggung jawab, atau bertindak yang tepat untuk
mengontrol atau menangani situasi
k. Gunakan peralatan secara bijaksana untuk
menghemat biaya
l. Bantu ahli bedah dan ahli anesthesi untuk
menerapkan rencana perawatan mereka.
2. Bertindak sebagai advokat pasien

a. Berikan privasi fisik

b. Jaga kerahasiaan

c. Berikan keselamatan dan kenyamanan fisik

3. Informasikan pasien mengenai pengalaman intraoperatif

a. Jelaskan segala stimulasi sensori yang akan dialami pasien

b. Gunakan ketrampilan komunikasi yang umum, mendasar untuk


menurunkan ansietas pasien sebagai contoh :

Sentuhan
kontak mata
tenangkan pasien bahwa anda akan hadir di ruang
operasi

6
penenangan verbal yang realistik
4. Koordinasikan aktivitas bagi personel lain yang terlibat dalam
perawatan pasien;

a. X-ray, laboratorium, unit perawatan intensif, unit keperawatan


bedah

b. Teknisi : gips, petugas laboratorium, dll

c. Farnakolog

d. Personel ruang operasi tambahan dan staf nonprofesional.

5. Operasionalkan dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya


digunakan di ruang operasi dan tugaskan layanan khusus (termasuk
autoklaf)
6. Ikut serta dalam konferensi perawatan pasien
7. Dokumentasikan semua observasi dan tindakan yang sesuai dalam
format yang dibutuhkan, termasuk catatan pasien
8. Komunikasikan baik verbal dan tertulis, dengan staf ruang
pemulihan dan staf keperawatan bedah rawat jalan (yang terkait)
mengenai status kesehatan pasien saat pemindahan dari ruang
operasi.

EVALUASI

1. Mengevaluasi kondisi pasien dengan cepat sebelum dikeluarkan


dari ruang operasi, sebagai contoh :
Kondisi respiratori : bernafas dengan mudah (mandiri atau
dibantu)
Kondisi kulit : warna baik, tidak ada abrasi, luka bakar,
memar
Fungsi selang invasif : IV, drain, kateter, NGT tidak ada
kekakuan atau obstruksi, berfungsi secara normal, dst
Letak bantalan grounding : kondisi baik

7
Balutan : adekuat untuk drainage, terpasang dengan baik,
tidak terlalu ketat, dst
2. Ikut serta dalam mengidentifikasi praktik perawatan pasien yang
tidak aman dan menanganinya dengan baik
3. Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan lingkungan, contoh:
peralatan, kebersihan
4. Melaporkan dan mendokumentasikan segala perilaku dan masalah
yang merugikan
5. Menunjukkan pemahaman tentang prinsip asepsis dan praktik
keperawatan teknis
6. Mengenali tanggung gugat legal dari keperawatan perioperatif.

2.1.2 Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif

Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua
bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :

a. Anggota steril

1) Ahli bedah utama / operator

2) Asisten ahli bedah.

3) Scrub Nurse / Perawat Instrumen

b. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :

1) Ahli atau pelaksana anaesthesi.

2) Perawat sirkulasi

3) Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau


yang rumit).

2.1.3. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.

8
1. Persiapan Psikologis Pasien

2. Pengaturan Posisi

Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien


dan keadaan psikologis pasien.

Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi


pasien adalah :

1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.


2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
3. Tipe anaesthesia yang digunakan.
4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).

Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :

1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.


2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan
dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang
baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan
tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap
adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
5. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena
tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah
yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi
karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan
terjadinya kerusakan otot.
7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di
lengan.

9
9. Untuk posisi litotomi, naikkan turunkan kedua ekstremitas bawah
secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami
dislokasi.
2.2 Asuhan Pasca Operatif
Keperawatan pasca operatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat
dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya
dengan cepat, aman dan nyaman.

Setelah klien kembali ke bagian perawatan, pemeriksaan yang pertama


kali perawat lakukan meliputi pemeriksaan kondisi umum klien termasuk
tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, kondisi balutan dan drain, status infus
cairan, tingkataa rasa nyaman, dan integritas kulit.

Perawat mengkaji klien secara rutin minimal setiap 15 menit pada 1 jam
pertama, setiap 30 menit selama 1 sampai 2 jam berikutnya, setiap 1 jam
selam 4 jam berikutnya, dan selanjutnya setiap 4 jam. Hasil pemeriksaan awal
merupakan dasar untuk membandingkan perubahan yang terjadi pascaoperatif.

2.2.1 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas yang
berikut:

1. Respirasi : Kecepatan jalan napas, kedalaman, frekuensi, dan


karakter pernapasan, sifat dan bunyi napas.

10
2. Sirkulasi : Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah dan kondisi
kulit.

3. Tingkat kesadaran : Respon secara verbal terhadap pertanyaan atau


reorientasi terhadap tempat terbangun ketika dipanggil namanya.

4. Drainase : Adanya drainase, keharusan untuk menghubungkan selang


ke sistem drainase yang spesifik, adanya dan kondisi balutan.

5. Kenyamanan : Tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan


posisi yang dibutuhkan.

6. Psikologi : Sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat dan


tidur, gangguan oleh kebisingan, pengunjung, ketersediaan bel
pemanggil atau lampu pemanggil.

7. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang


tidak tersumbat, cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat
dengan baik.

8. Peralatan : Diperiksa untuk fungsi yang baik.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pada pengkajian, diagnosa keperawatan mayor dapat


mencakup yang berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek depresan


dari medikasi dan agens anestetik.

2. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif.

3. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh : hipotermia.

11
4. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pasca
anetesia.

5. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

6. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan


aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan.

7. Konstipasi yang berhubungan dengan motilitas lambung dan usus


selama periode intraoperatif.

8. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan


intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.

9. Ansietas tentang diagnosis pasca operatif, kemungkinan perubahan


dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.

C. Perencanaan dan Implementasi

Tujuan: Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasan yang


optimal, reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif (mual dan
mutah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas
dari cedera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi
perkemihan yang normal, mengalami kembali pola biasanya dari eliminasi
usus, pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pasca operatif dan rencana
rehabilitatif, reduksi ansietas dan pencapaian kesejahteraan psikologi, dan
tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini termasuk, tetapi tidak terbatas
pada, kerusakan perfusi jaringan, ketidakseimbangan cairan, kerusakan
integritas kulit, dan infeksi.

Implementasi

Mendapatkan Kembali Fungsi Fisiologis Normal

12
Luka bedah, pengaruh immobilisasi yang lama selama pembedahan
berlangsung dan selama penyembuhan, serta pengaruh anestesi dan
analgesik merupakan penyebab utama timbulnya komplikasi pascaoperatif.
Intervensi keperawatan diarahkan untuk mencegah timbulnya komplikasi
sehingga klien dapat kembali pada tingkat fungsi yang setinggi mungkin.
Kegagalan klien berpartisipasi aktif dalam tahap pemulihan akan menambah
resiko terjadinya komplikasi (sistem pernafasan, sistem sirkulasi, sistem
gastrointestinal, sistem genitourinaria, dll). Perawat harus memperhatikan
hubungan antara seluruh sistem dengan terapi yang diberikan, seperti :

- Mempertahankan fungsi pernapasan

- Mencegah stasis sirkulasi

- Meningkatkan eliminasi normal dan nutrisi yang adekuat

- Meningkatkan eliminasi urine

- Memperoleh istirahat dan kenyamanan

- Mempertahankan konsep diri

- Mempercepat kembalinya status kesehatan fungsional

D. Intervensi Keperawatan dan Evaluasi

1. Diagnosa ke-1

Intervensi :

1. Latih pasien untuk napas dalam

2. Kaji bunyi napas pasien

3. Gunakan spirometri insentif

13
4. Kaji suhu tubuh pasien

5. Observasi nilai gas darah

6. Anjurkan pasien untuk pemeriksaan rotgen dada

7. Anjurkan pasien untuk mengobah posisi setiap 2 jam sekali

8. Ajarkan pasien untuk batuk efektif

9. Latih pasien untuk melakukan ambulasi dini

10. Hindarkan pasien dari penderita infeksi pernapasan atas

Evaluasi: Pasien memepertahankan fungsi pernapasan yang optimal.

1. Melakukan latihan napas dalam

2. Menunjukkan bunyi napas yang bersih

3. Menggunakan spirometer insensitive sesuai dengan yang diresepkan

4. Menunjukkan suhu tubuh yang normal

5. Memepertahankan nilai gas darah yang normal

6. Menunjukkan hasil rontgen dada yang normal

7. Berbalik dari satu posisi ke posisi laninnya sesuai yang diinstruksikan

8. Batuk secara effektif untuk memebersihkan sekresi

9. Melakukan latihan dan ambulasi seperti yang diresepkan

10. Menghindari individu yang menderita infeksi pernapasan atas

2. Diagnosa ke-2

14
Intervensi :

1. Meredakan nyeri

2. Anjurkan pasien untuk melakuakn strategi distraksi

3. Kaji mual dan muntah

4. Hilangkan distress abdomen dan nyeri akibat gas

5. Hilangkan cegukan

Evaluasi : Pasien mengalami peredaan nyeri dan ketidaknyamanan


pasca operatif (kegelisahan, mual dan muntah, distensi abdomen, dan
cegukan).

1. Menunjukkan bahwa nyeri berkurang intensitasnya

2. Membebat tempat insisi ketika batuk untuk mengurangi nyeri

3. Ikut serta dalam strategi distraksi

4. Melaporkan tidak adanya mual dan tidak muntah

5. Bebas dari distress abdomen dan nyeri akibat gas

6. Menunjukkan tidak adanya cegukan

3. Diagnosa ke-3

Intervensi:

1. Observasi tanda-tanda hipotermia dan laporkan pada dokter

2. Pertahankan ruangan pada suhu yang nyaman dan sediakan selimut


untuk mencegah menggigil

15
3. Pantau kondisi pasien terhadap disritmia jantung

Evaluasi : Pasien memeprtahankan suhu tubuh normal

1. Menunjukkan suhu tubuh inti normal

2. Bebas dari menggigil

3. Tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan

4. Tidak mengalami disritmia jantung

4. Diagnosa ke-4

Intervensi :

1. Lindungi pasien dari penyebab yang dapat mencedrai diri

2. Anjurkan menggunkaan restrain bila dibutuhkan

3. Deteksi masalah-masalah sebelum mereka mengakibatkan cedera

Evaluasi :

1. Terhindar dari cedera

2. Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan

3. Bebas dari cedera yang berhubungan dengan kesalahan posisi, terjatuh


dan bahaya lainnya.

4. Mencapai kembali sensorium yang normal

5. Diagnosa ke-5

Intervensi :

16
1. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya paralisis ileus, dan
bising usus normal

2. Kembalikan pasein pada masukan diet normal bila pasien telah pulih
benar dari efek anestesi dan tidak merasa mual

3. Observasi berat badan pasien sebelum dan sesudah operasi

Evaluasi : Pasien memepertahankan keseimbangan nutrisi

1. Menunjukkan motilitas gastrointestinal yang meningkat dan tidak


adanya paralisis ileus, bising usus normal.

2. Kembali pada pola diet normal bila memungkinkan

3. Mengalami penambahan berat badan ke berat badan sebelum operasi.

6.Diagnosa ke-6

Intervensi :

1. Kaji pasien apakah berkemih atau dengan kateter

2. Haluaran urin kurang dari 30 ml selama 2 jam berurutan harus


dilaporkan

3. Masukan dan haluaran dicatat bagi semua pasien setelah prosedur


operatif urologic atau prosedur yang kompleks dan bagi semua pasien
lansia

Evaluasi : Fungsi perkemihan normal kembali

a. Berkemih adekuat tanpa menggunakan kateter

17
b. Menunjukkan tidak adanya berkemih dalam jumlah yang sedikit
(menunjukkan retensi)

c. Menerima untuk bertanggung jawab terhadap masukan cairan yang


adekuat

7.Diagnosa ke-7

Intervensi :

1. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bising usus, jika bising


usus terdengar, diet pasien secara bertahap sitingkatkan.

2. Auskultasi abdomen atau usus untuk mendeteksi adanya distress


abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi

3. Observasi pola eliminasi usus pasien

Evaluasi : Pasien mengalami fungsi usus yang kembali normal

a. Menunjukkan bising usus yang normal dan efektif saat auskultasi

b. Bebas dari distress abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi

c. Menunjukkan pola eliminasi usus yang lazim

8.Diagnosa ke-8

Intervensi :

1. Menyesuaikan antara aktivitas dan istirahat

2. Secara progresif meningkatkan ambulasi

3. Melanjutkan aktivitas normal dalam kerangka waktu yang ditetapkan

18
4. Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perawatan diri

5. Ikut serta dalam program rehabilitasi (bila memungkinkan)

Evaluasi : Pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca


opertatif dan rencana rehabilitatif.

2.3 Observasi Pasca Operatif


2.3.1 Tujuan
Tujuannya adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi wanita
kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir
prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas
normal dan gaya hidupnya. Secara klasik, kelanjutan ini dibagi dalam
tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional pasien. Aturan dan
perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan
pergerakan pasien dari satu fase ke fase lainnya.
Fase pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan perhatian
para ahli bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal,
utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien
yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak,
dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode
waktu pemulihan yang lebih panjang. Periode ini meliputi
pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi homeostasis, dengan
permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan 24-28 jam.
Fase kedua, pemulihan postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari.
fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan di rumah. Selama masa ini,
pasien akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan
pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar
komplikasi tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa
ini.
Fase terakhir dikenal dengan istilah kembali ke normal, yang
berlangsung pada 1-6 minggu terakhir. Perawatan selama masa ini
muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan. Selama fase ini,

19
pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa
sakit ke aktivitas normal.

2.3.2 Pedoman Perawatan Post Operasi

Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai


ia sadar. Harus dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode
postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi
sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya.
Penderita yang menjalani operasi kecuali operasi kecil, keluar dari
kamar operasi dengan infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl
0,9% atau glukosa 5% yang diberikan berganti-ganti menurut rencana
tertentu. Di kamar operasi (atau sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu,
diberi pula transfusi darah.
Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga
ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu,
biasanya pascaoperasi minum air dibatasi, sehingga perlu pengawasan
keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang
keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya
juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk
diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam
berupa air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus
ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat
diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan harus
dimasukkan untuk mengganti cairan yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek,
kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang
sama sekali; kemudian, ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat
laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam pascaoperasi, hendaknya
diberi makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat

20
diberi makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan
biasa.
Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun
pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak
lagi; dengan gejala mules, kadang-kadang disertai dengan perut
kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian
dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam
rektum, dan kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150
cc. campuran minyak dan gliserin.
Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis
operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat,
tidak perlu diberi antibiotik; akan tetapi sesudah histerektomi total
dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan
postoperatif dalam ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang
dan monitoring sentral. Ketika pasien diserahterimakan kepada perawat
harus disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi pasien tersebut
berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca
operatif harus sesuai dengan elemen berikut:
a. Tanda Tanda Vital
Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap
15-30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu
paling tidak untuk 4-6 jam. Beberapa perubahan signifikan harus
dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk temperatur
oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca
operatif. Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam
pertama dan setiap 2-3 jam pada 12 jam berikutnya. Pemeriksaan
spirometri dan pemeriksaan respirasi oleh terapis menjadi pilihan
terbaik, utamanya pada pasien yang berumur tua, obesitas, atau
sebaliknya pada pasien lainnya yang bersedia atau yang tidak bisa
berjalan.

b. Perawatan Luka

21
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka
dan meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama
dalam penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma
dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya.
Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan
dinding abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit
sehari setelah pembedahan mayor dan, jika perdarahan berlanjut,
diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus
diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan
3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya,
balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan
hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis
untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan
dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus
dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu
dan memperlambat penyembuhan luka.
c. Penanganan Nyeri
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik
secara intravena atau intratrakea utamanya untuk pembedahan
abdomen terbuka. Kombinasi anestesi spinal-epidural dapat
memanfaatkan anestesi spinal. Dengan anestesi spinal continu,
pasien yang menjalani pembedahan mayor dibawah level umbilikus
akan mendapatkan analgetik postoperatif jangka panjang dan
efektif. Kelanjutan dari pembedahan mayor, pemberian analgetik
narkotik (contohnya: meperidin, 75-100 mg secara intramuscular
setiap 4 jam, atau morfin, 10 mg intramuskuler setiap 4 jam) untuk
mengontrol nyeri juga dibutuhkan.
Ketika pasien mentoleransikan intake oral dengan baik, regimen
obatnya harus diganti menjadi analgetik oral dan harus didukung
oleh ambulasi. Dua kelas besar untuk terapi non-opioid adalah
acetaminophen dan obat-obat anti inflamasi (NSAIDs). Secara
umum, obat-obat ini ditoleransi secara baik dan mempunyai resiko

22
rendah terhadap efek samping yang serius. Meskipun demikian,
acetaminophen bersifat toksik untuk hati jika digunakan dalam
dosis yang besar. Dosis acetaminophen yang lebih dari 4.000
mg/hari harus dihindari, khususnya jika kombinasi terapi obat
opioid dan non-opioid oral digunakan. Jika diberikan secara
preoperatif, NSAIDs menurunkan nyeri pasca operasi dan
mengurangi jumlah kebutuhan opiate (Adachi, 2007; Akarsu, 2004;
Chan, 1996; Mixter, 1998).
Meskipun efek samping dari opiat berupa depresi saluran
pernapasan, mual serta muntah. Akan tetapi terapi opiat merupakan
pilihan utama untuk mengelola nyeri sedang sampai berat. Ketiga
obat opiat yang biasanya diresepkan setelah pembedahan adalah
morfin, fentanil, dan hydromorphin.
d. Posisi Tempat Tidur
Pasien biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi
inhalasi muntah atau mukus. Posisi lainnya yang diinginkan oleh
ahli bedah harus dinyatakan dengan jelas, contohnya, posisi datar
dengan kaki tempat tidur yang elevasi.
e. Selang Drainase
Hubungkan bladder dengan kateter untuk sistem drainase
berdasarkan gravitasi. Penulisan intruksi untuk drainase
postoperatif lainnya, penggunaan kateter suksion, pemintaan
tekanan negatif dan interval pengukuran volume drainase harus
spesifik dan jelas.
f. Penggantian Cairan
Pemberian cairan secara oral atau intravena dibutuhkan. Untuk
penentuan cara pemberian cairan pasien dibutuhkan, selalu ambil
berdasarkan faktor-faktor jumlah seperti kehilangan cairan
intraoperatif dan output urin, waktu pembedahan, penggantian
cairan intraoperatif, dan jumlah cairan yang diterima pada waktu
pemulihan. Meskipun setiap pasien dan jenis operasi berbeda, rata-
rata pada pasien muda yang sehat mendapatkan penggantian cairan
intraoperatif sebanyak 2400 mL sampai 3 liter cairan kristaloid dan

23
glukosa, seperti Dekstrose 5% dalam setengah larutan garam
normal selama 24 jam pertama. Laju hidrasi intravena harus
dilakukan secara individu, seperti banyak pasien lainnya yang
memerlukan volume yang kurang dan menyebabkan cairan
overload pada laju cairan yang lebih cepat. Pada pasien dengan
fungsi ginjal normal, penggantian cairan adekuat dapat dinilai pada
output urin paling tidak sebesar 30 mL/jam.
g. Diet
Tujuan utama pemberian makan setelah operasi adalah untuk
meningkatkan fungsi imun dan mempercepat penyembuhan luka
yang meminimalisir ketidakseimbangan metabolik. Dari penelitian
random didapatkan bahwa pemberian makan harus sesuai dan
bermanfaat. Untuk pembedahan minor, pemberian makanan
dibutuhkan dan ditoleransi, ketika pasien sadar secara penuh.
Ketidaksetujuan muncul berupa seberapa cepat kemajuan diet
pasien setelah pembedahan major. Hal ini bersifat individual
bergantung pada setiap pasien dan pada beberapa faktor. Satu cara
kemungkinan yang dapat dilakukan pada pasien berupa isapan air
pada hari pembedahan. Jangan berikan air es, karena dapat
menurunkan motilitas usus secara signifikan. Berikan cairan encer
pada hari pertama pasca operasi jika telah terdengar bunyi usus
sampai udara usus keluar. Kemudian ganti makanan secara teratur.
Waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan diet secara lengkap
bergantung pada prosedur pembedahannya, durasi anestesi, dan
variasi individu pasien. Pada dua penelitian random didapatkan
bahwa pasien tertentu dapat diberikan makan sesegera mungkin 1
hari setelah operasi pembedahan ginekologi intra-abdomen.
Kurangnya asupan protein-kalori yang besar pada pasien yang
mengalami pembedahan dapat menyebabkan gangguan pada
penyembuhan luka, penurunan fungsi jantung dan paru,
perkembangan bakteri yang berlebih dalam traktus gastrointestinal,
dan komplikasi lainnya yang menambah jumlah hari rawat inap dan

24
morbiditas pasien (Elwyn, 1975; Kinney, 1986; Seidner, 2006).
Jika substansial intake kalori terlambat diberikan dalam 7-10 hari,
maka perlu pemberian makanan tambahan. Berikut ini adalah
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan setelah operasi.
h. Kebutuhan Nutrisi Setelah Operasi
Karena tidak adanya kontraindikasi, pemberian nutrisi secara
enteral lebih dipilih dibanding rute parenteral, khususnya jika
terdapat komplikasi infeksi (Kudsk, 1992; Moore, 1992).
Keuntungan lain dari nutrisi enteral adalah penurunan biaya
penyembuhan (Nehra, 2002). Setelah operasi telah ditemukan
efektif, dimulai sesegera mungkin setelah operasi. Makan segera
setelah operasi telah menunjukkan peningkatan penyembuhan luka,
merangsang motilitas usus, menurunkan stasis usus, meningkatkan
aliran darah usus, dan merangsang refleks sekresi hormon
gastrointestinal yang dapat mempermudah kerja usus setelah
operasi (Anderson, 2003; Braga, 2002; Correia, 2004; Lewis,
2001). Keputusan inisiasi makan sesegera mungkin dengan
cairan atau makanan lunak telah diteliti secara prospektif (Jeffery,
1996). Pada pasien yang diberikan makanan lunak sebagai
makanan pertama setelah operasi.
Sesudah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan
lengan dan kakinya, dan tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi
oleh infus yang diberikan kepadanya. Tidak ada ketentuan yang
pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat tidur, dan berjalan.
Hal itu, tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya, dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Di Indonesia
keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak karena disini
bahaya tromboflebitis pascaoperasi tidak besar. Pada umumnya
pengangkatan jahitan pada laparatomi dilakukan pada hari ke-7
pascaoperasi untuk sebagian dan diselesaikan pada hari ke-10.

25
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan
pemulihan kondisi pasien pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di
bawah ini:
Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu,
buah.
Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging,
ayam, ikan, telor dan sejenisnya.
Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
Usahakan cukup istirahat.
Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Makin
cepat makin bagus.
Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.
Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan
pemeriksaan kondisi tubuh.
Minum obat sesuai anjuran dokter.

2.3.3 Prinsip perawatan pascaoperatif


a. Perawatan awal
Letakkan pasien dalam posisi untuk pemulihan:
Tidur miring dengan kepala agak ekstensi untuk
membebaskan jalan nafas
Letakkan lengan atas di muka tubuh agar mudah
melakukan pemeriksaan tekanan darah
Tungkai bawah agak tertekuk, bagian atas lebih tertekuk
daripada bagian bawah untuk menjaga keseimbangan
Segera setelah selesai pembedahan periksa kondisi pasien :
Cek tanda vital dan suhu tubuh setiap 15 menit selama jam
petama, kemudian tiap 30 menit pada jam selanjutnya
Periksa tingkat kesadaran setiap 15 menit sampai sadar
Catatan : pastikan ibu tersebut di bawah pengawasan
sampai ia sadar
Yakinkan bahwa jalan napas bersih dan cukup ventilasi
Transfuse jika diperlukan
Jika tanda vital tidak stabil dan hematokrit turun walau diberikan
transfuse, segera kembalikan ke kamar bedah karena
kemungkinan terjadinya perdarahan pascabedah
b. Fungsi Gastrointestinal

26
Fungsi gastrointestinal pada pasien yang tindakannya tidak terlalu
berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam.
Jika tindakan bedah tidak berat, berikan pasien diet cair
Jika ada tanda infeksi, atau jika seksio sesaria karena partus
macet atau rupture uteri, tunggu sampai bising usus timbul
Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan
baik
Jika pemberian infus melebihi 48 jam berikan cairan elektrolit
untuk balans
Sebelum keluar dari rumah sakit pasien sudah harus bisa
makan makanan biasa
c. Pembalutan dan Perawatan Luka
Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan
pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan yang
dikenal dengan reepitalisasi. Pertahankan penutup luka ini selama
hari pertama setelah pembedahan untuk mencegah infeksi selama
proses reepitalisasi berlangsung.
Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak, janggan mengganti pembalut :
Perkuat pembalutnya
Pantau keluarnya cairan dan darah
Jika perdarahan tetap bertambah/sudah membasahi
setengah atau lebih dari pembalutnya, buka pembalut,
inspeksi luka, atasi pemyebabnya dang anti dengan
pembalut baru
Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tetapi
berikan plester untuk mengencangkan
Ganti pembalut dengan cara yang steril
Luka harus dijaga tetap kering dan bersih, tidak boleh terdapat
bukti infeksi atau searoma sampai ibu diperbolehkanpulang
dari rumah sakit
d. Analgesia
Pemberia analgesia sesudah bedah sangat penting
Pemberian sedasi yang berlebihan akan menghambat mobilitas
yang diperlukan waktu pascabedah

27
e. Perawatan Fungsi Kandung Kemih
Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat
melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi
dan membuat wanita lebih cepat mobilisasi
f. Antibiotika
Jika ada tanda infeksi atau pasien demam berikan antibiotika
sampai bebas demam selama 48 jam.
g. Mengambil jahitan
Jahitan fasia merupakan hal utama pada bedah abdomen
Melepas jahitan kulit 5 hari setelah hari bedah
h. Demam
Suhu yang melebihi 38C atau lebih pascapembedahan harus
dicari penyebabnya
Yakinkan pasien tidak panas minimum 24 jam sebelum keluar
dari rumah sakit
i. Ambulasi/mobilisasi
Ambulasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal
Dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera
mungkin, biasanya dalam waktu 24 jam

2.3.4 Perubahan Pasca Operasi


Sesudah operasi, timbul beberapa perubahan pada badan. Ini perlu
diketahui. Perubahan perubahan itu ialah:
Kehilangan darah dan air ynag menyebabkan berkurangnya volume
cairan dalam sirkulasi. Karena hemokonsentrasi dan vasokonstriksi
tekanan darh dipertahankan, dan dengan mengalirnya cairan daari
ruang ekstraselular, volume kemudian pulih kembali. Akan tetapi
jika misalnya terjadi perdarahan terlalu banyak, tensi menurun dan
nadi menjadi cepat, dan bahaya syok mengancam.
Dieuresis pascaoperasi agak berkurang, tetapi beberapa hari
kemudian menjadi normal kembali. Pengukuran air kencing yang
dikeluarkan sangat perlu oleh karena oliguri merupakan tanda syok
mengancam.

28
Perlu diketahui bahwa sebagai akibat operasi terjadi penghancuran
protein jaringan; bahwa ekskresi kalsium meningkat, sedang
pengeluaran natrium dan klorida berkurang.
2.3.5 Penanganan Pasca Operasi
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai
ia sadar harus dijaga supaya jalan pernapasan tetap bebas. Pada umunya,
setelah dioperasi, penderita ditempatkan dalam ruang pulih(recovery
room) dengan penjagaan terus-menerus sampai ia sadar. Selama beberapa
hari sampai dianggap tiidak perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan dieresis harus
diawasi terus-menerus. Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh
kesakitan. Rasa sakit ini dalam beberapa hari berangsur kurang. Pada hari
opersai dan esok harinya ia biasnya memerlukan obat tahan nyeri, seperti
petidin; kemudian, biasanya dapat diberikan analgetikum yang lebih
ringan.
Penderita yang mengalami operasi - kecuali operasi kecil- keluar
dari kamar operasi dengan infuse intravena yang terdiri atas larutan NaCl
0,9%, atau glukosa 5%, yang diberikan berganti ganti menurut rencana
tertentu. Di kamar operasi(atausesudah keluar dari situ)ia, jika perlu, diberi
transfuse darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan,
sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Maka,
khususnya apabila pada pascaoperasi minum air perlu dibatasi, perlulah
diawasi benar keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan
cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi
sebaliknya juga jangan juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema
paru paru. Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dalam 24
jam, air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah
dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa
dalam 24 jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk
mengganti yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek,
kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang
sama sekali, kemudian ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun

29
ditingkatkan. Dalam 24 jam sampai 48 jam pascaoperasi, henfaknya diberi
makanan cairan, sesudah itu apabila jika sudah keluar flaktus, dapat diberi
makanan lunak yang bergizi ubtuk lambat-laun menjadi makanan biasa.
Pada pascaoperasi peristaltik usus mengurang dan baru lambat laun
pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi.
Dengan gejala mules, kadang kadang disertai dengan perut kemubung
sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil
prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan kedalam rectum, dan
kadang kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150cc. campuran
minyak dan gliserin.
Pemberian antibiotika pada pascaoperasi tergantung dari jenis
operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium diangkat, tidak
perlu diberi antibiotika, akan tetapi, sesudah histeroktomi total dengan
pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Setelah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan
lengan dan kakinya, tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus
yang diberikan kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa
duduk, keluar dari tempat tidur, dan berjalan. Hal itu tergantung dari jenis
operasi, kondisi badannya dan komplikasi- komplikasi yang mungkin
timbul. Di Indonesia keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak
karena disini bahaya tromboflebitis pascaoperasi tidak besar. Pada
umumnya pengangkatan jahitan pada laparotomi dilakukan pada hari ke
7 pascaoperasi untuk sebagian dan diselesaikan pada hari ke 10.

2.4 Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir

ASUHAN KEBIDANAN
PADA NYA IN PARTU DENGAN SEKSIO SESARIA (SC)

PENGKAJIAN
Tanggal : 03 Juni 2011 Jam: 08.30 WIB

30
I.PENGUMPULAN DATA
A.Data Subyektif
1.Identitas
Nama Istri : Ny.A Nama Suami : Tn.M

Umur :34 th Umur : 38th

Agama :Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/indonesia Suku/Bangsa : Jawa/indon

Pendidikan :SMA Pendidikan :SMA

Pekerjaan : - Pekerjaan : Swasta

Penghasilan : - Penghasilan : -

Alamat : Jl.Patimura no 09 Desa Alamat : Jl.Patimura no 09 Desa


Sumber Kencana Sumber Kencana

2.keluhan utama
ibu mengatakan hamil anak kedua dengan usia kehamilan 9 bln lebih dan
mengeluh mengeluarkan lendir dan ibu dibawa ke RS.

3.riwayat kesehatan yang lalu


Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit kronis , menular,
meahun,dan ibu pernah melakukan operasi seksio cesaria pada anak pertama.,
tidak ada keturunan kembar.

4.Riwayat kesehatan keluarga


Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
kronis , menular, menahun,dan tidak ada riwayat keturunan kembar.

31
5.Riwayat menarche
Menarche : 12 th
Siklus : teratur,28 hari
Lama : 8 hari
Karakteristik : cair,darah berwarna merah segar , ganti pembalut 3 x /
hari
Disfungsi blooding : tidak
Flour albous : ya,2 hari selama haid
HPHT : 23-08-2010
TTP : 30-05-2011

6.Riwayat perkawinan
Nikah :1 x
Usia nikah :19 th
Lama menikah : 14 th

7.riwayat kehamilan,Persalinan,dan Nifas yang lalu


Usia Car Penol Kead Jenis BB Umur Nifa Uri
Keham a ong aan Kelami La Sekar s
ilan Part bayi n hir ang
us
9 SC Dokte Baik Perem 32 7 th Nor Leng
Bulan r puan 00 mal kap
gr
Hamil - - - - - - - -
Ini

8.Riwayat kehamilan sekarang

32
1. Trimester I : ibu mengatakan tidak haid, mengeluh mual-mual,
periksa ke bidan 1x, pp test (+), dan mendapat vitamin.
2. Trimester II : ibu mengatakan sudah mulai nafsu makan, merasakan
gerakan janin usia 4 bulan, periksa kebidan 2x dan mendapat tablet
tambah darah serta suntik TT 2x.
3. Trimester III : ibu mengatakan hamil 9 bulan lebiih, mengeluarkan
lendir, periksa ke bidan 3x dan ibu di bawa ke RS.

9. Riwayat KB
Ibu mengatakan pernah mengikuti Kb suntik 3 bulan selama 3 tahun.

10.Pola kebiasaan sehari-hari


Pola Selama Hamil Selama Partus

Nutrisi Makan 3 x/hari(1 Makan 2 x (1 piring


piring sedang) sedang)
nasi,sayur,lauk,buah, nasi,sayur,lauk,buah,Minu
Minum: 6-8 gelas m:1 gelas teh hangat
/hari

33
Elimin BAB:1 X / hari BAB: 1 X / hari
BAK:5-6 x / hari BAK :3-4 X / hari
asi

Istirah Tidur siang: 2 jam / Tidur siang :-


Tidur malam :-
at hari
Tidur malam: 8 jam /
hari

kebersi Mandi,gosok Di sibin serta ganti pakaian


han gigi,ganti pakaian 2 x/
hari,keramas 3 x/mgg

34
Kebias Tidak merokok,tidak Tidak merokok,tidak
aan kecanduan obat-obatan kecanduan obat-obatan

Aktifit Menyapu,memasak, Berbaring di tempat tidur


as

Seksua 2x/ minggu -


l

Rekrea Nonton TV dan jalan- -


si jalan

11.Keadaan psikososial
1. Psiko : Ibu merasa cemas dan takut dengan kondisi yang dialami dan
mengharapkan bayinya lahir dengan selamat
2. Sosial : ibu mengatakan hubungannya dengan suami, keluarga dan
tetangganya baik.

12.Latar belakang sosial budaya


Ibu mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan apapun ,hubungan ibu
dengan lingkungan sekitar baik dan diadakan acara 7 bulanan.

35
13.Data spiritual
Ibu hanya berdoa semoga anaknya lahir dengan selamat

B.DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum :baik
Kesadaran :composmentis
BB/TB :75 kg/ 155 kg
Lila :28 cm

Tanda-tanda vital
Tekanan darah :120/80 mmHg
Suhu :36c
Nadi :86 x/mnt
Pernafasan :26 x/ mnt

2. Pemeriksaan Fisik
a.Inspeksi
1. Rambut:bersih,hitam, tidak mudah rontok,tidak ada ketombe
2. Muka :tidak ada odema,tidak ada cloasma gravidarum,tidak pucat
3. Mata : Keduanya simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda
4. Telinga :Keduanya simetris, bersih, tidak ada serumen,fungsi
pendengaran baik
5. Hidung :bersih, tidak ada sekret,tidak ada polipMulut : Bersih, mukosa
bibir merah muda,tidak ada stomatitis, gigi ada caries dentis.
6. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
7. Dada : Pernafasan normal dan teratur
8. payudara : Keduanya simetris,membesar tegang,terdapat
hiperpigmentasi areola dan papila mamae, putting susu menonjol
9. Perut :Simetris, membesar ke arah bujur sesuai usia kehamilan, ada
linea nigra, tidak ada strie livide gravidarum, ada luka bekas operasi SC
10. Genetalia eksterna :lembab dan basah , tidak odema, tidak ada varices
11. Anus: Tidak ada hemoroid
12. Ekstremitas bawah: Keduanya simetris, tidak ada edema maupun varices

36
b.Palpasi
1. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan vena jugularis.
2. Payudara :tidak ada masa pada ke dua payudara,colostrum belum
keluar
3. Abdomen :
Leopold I : TFU 3 jari bawah PX(34 cm).bagian fundus teraba
bulat,lunak,kurang melenting (bokong)
Leopold II:bagian kanan perut ibu teraba bagian kecil dari janin,
(ekstremitas).bagian kiri perut ibu teraba panjang,mendatar seperti
papan (punggung).
Leopold III:pada tepi atas sympisis pubis teraba bulat,keras,tidak
bisa di gerakkan (kepala)
Leopold IV:kepala sudah masuk PAP 1/5 bagian
4. His : 2x dlm 10 menit lamannya 40 detik
5. Ekstremitas bawah : keduanya tidak ada edeme maupun varices

c.Auskultasi
DJJ (+) = 145x/menit yaitu terletak di 3 Jari bawah pusat sebelah kiri
linea nigra
d.Perkusi
Reflek patella Ka/Ki : (+)/(+)

e.pemeriksaan panggul luar


Distansia Spinarum :25 cm
Distansia Kristarum :27 cm
Boudelog :18 cm
Lingkar Panggul :82 cm

f.Pemeriksaan Dalam
Serviks : lunak
Pembukaan : 1 Jari longgar
Effacement : 25 %
Ketuban : (+)
Bagian terbawah : kepala

37
Posisi : letak belakang kepala
Penurunan : H II
Caput : (-)
Promontorium :Normal
Sacrum : Cekung
Spina ischiadica : Tidak menonjol
Arcus pubis : >90
Vagina :keluar lender
Handscoon : ada lendir

g.Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10 gram%
Lecosit : 7000
Eritrosit : 6000
Trombosit : 250.000
Golongan Darah :O
Glukosa Sewaktu : 107
Hbsag : (-)
Anti Hbs : (-)
Protein Urin : (-)
Albumin : (-)

h.kesimpulan
Ibu inpartu kala I fase laten dg riwayat SC
Usia kehamilan 40+3 minggu
Intra uterin
Kehamilan tunggal
Janin hidup, DJJ (+)= 145x/menit
Kehamilan tunggal
Bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas panggul 3/5 bagian
Kesan panggul luar normal
Keadaan umum ibu baik

38
II. IDENTIFIKASI MASALAH
Dx :ibu inpartu kala I fase laten, usia kehamilan 40+3 minggu
dengan riwayat SC.
Masalah : -
Kebutuhan : Persiapan operasi SC

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL


Ruptur Uteri
Partus lama

III.PERENCANAAN
A. INTERVENSI
1. Jelaskan pda ibu tentang hasil pemeriksaanya
Rasional :agar ibu mengetahui kondisi kehamilanya dan janinya
2. Berikan dukungan moral dan spiritual pada ibu
Rasional :agar pasien tenang dan tidak merasa tenang
3. Pasang infus RL
Rasional :Untuk keseimbangan cairan
4. Pasang DC
Rasional : memudahkan ibu untuk BAK
5. Lakukan tirah baring
Rasional :untuk memenuhi istirahat dan ibu merasa nyaman
6. Anjurkan ibu untuk puasa sebelum operasi
Rasional :persiapan operasi SC
7. Lakukan kolaborasi dengan dokter obgyn
Rasional :untuk penanganan persalinan dengan bekas riwayat SC

B.IMPLEMENTASI
Tanggal : 03 Juni 2011 Jam : 08.30 wib
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa tanda-tanda vitalnya
normal,usia kehamilanya namun ketuban pecah sebelum waktunya
dan ibu tidak boleh meneran terlebih dahulu.

39
2. Memberikan dukungan moral dan spiritual pada pasien agar pasien
merasa tenang dan tidak merasa cemas.
3. Memasang infus RL untuk keseimbangan cairan
4. Memasang dower Cateter pada ibu guna memudahkan Ibu untuk BAK
dan memudahkan petugas untuk melakukan tindakan.
5. Menganjurkan pada ibu tetap beristirahat di tempat tidur kerenanya
ketubannya sudah pecah untuk mencegah terjadinya komplikasi pada
bayi
6. Menganjurkan ibu untuk berpuasa sebelum melakukan operasi guna
persiapan sebelum dilakukan operasi.
7. Bidan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk melaksanakan SC

VII.EVALUASI
Tanggal:03 juni 2011 Jam:08.30 WIB
1. Ibu mengerti kondisinya serta janinya
2. Ibu merasa tenang dan waspada dengan kondisinya
3. Ibu dapat beristirahat dan merasa nyaman
4. kolaborasi dengan dokter obgyn berhasil

40
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang
pemulihan. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala
macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi.

2. Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan


perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan
pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium
fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi.

3. Observasi pasca operatif bertujuan untuk pemulihan kesehatan


fisiologi dan psikologi wanita agar kembali normal.
3.2 Saran
Bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan intra operatif dan pasca operatif harus lebih memperhatikan
dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada

41
klien dengan intra operatif dan pasca operatif ini yang perlu
ditekankan.
Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-
pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya dalam asuhan keperawatan pada klien dengan
intra operatif dan pasca operatif, karena peningkatan penyembuhan
pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan sangat
penting bagi pasien maupun perawat.

42

Anda mungkin juga menyukai