PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di
Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga tidak
kalah pentingnya sebagai penyebab penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini juga merupakan
kejadian infeksi yang tinggi yang didominasi oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi
saluran cerna.
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat
kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit demam tifoid sangat erat kaitannya
dengan kualitas yang mendalam dari higiene pribadi dan sanitasi lingkungan (Menkes,
2006:1).
seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai
600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik,
menurut WHO angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000
Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid merupakan penyakit
infeksi yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit ini ditransmisikan melewati
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses atau urin dari orang yang terinfeksi
Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Penyakit ini termasuk penyakit yang menular yang tercantum dalam Undang-
Undang No. 7 Tahun 1968 dengan perubahan pasal 3 Undang-Undang No. 6 Tahun 1962
(Riskesdas) tahun 2007 adalah sebesar 1,60%. Prevalensi demam tifoid pada kelompok usia
sekolah (5 -14 tahun) yaitu sebesar 1,9%, sedangkan terendah pada bayi yaitu sebesar
0,8%.10 Ditemukan juga anak laki-laki lebih banyak menderita demam tifoid dibanding
1.3 Tujuan
Dapat mengetahui secara baik tentang demam tifoid sehingga dapat menangani
penyakit secara dini. Dan Sebagai sumber bacaan bagi mahasiswa untuk menambah
BAB II
PEMBAHASAN
Demam Tifoid (Typhoid fever, typhus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi
sistemik yang disebabkan Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu salmonella
typhi, paratyphi A, paratyphi B, dan paratyphi C pada saluran pencernaan terutama
menyerang bagian saluran pencernaan. Typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak, dan
dewasa (Suratun dan Lusianah, 2010:120).
Selain itu menurut Kemenkes RI no. 364 tahun 2006 tentang pengendalian demam
tifoid, demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kumam berbentuk basil yaitu
Salmonella typhi yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang tercemar feses
manusia.
2.2 Etiologi
Salmonella typhi merupakan basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora,
anaerob fakultatif, masuk dalam keluarga enterobacteriaceae, panjang 1-3 um, dan lebar 0.5-
0.7 um, berbentuk batang single atau berpasangan. Salmonella hidup dengan baik pada suhu
37oC dan dapat hidup pada air steril yang beku dan dingin, air tanah, air laut dan debu
selama berminggu-minggu, dapat hidp berbulan-bulan dalam telur yang terkontaminasi dan
tiram beku. Parasit hanya pada tubuh manusia. Dapat dimatikan pada suhu 60oC selama 15
menit. Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu. S. Typhi memiliki 3
macam antigen, yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel),
dan antigen vi. Dalam serum penderita demam typhoid akan terbentuk antibodi terhadap
ketiga macam antigen tersebut (Suratun dan Lusianah, 2010:120).
Penularan demam tifoid terjadi melalui mulut, kuman Salmonella typhi masuk
kedalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar
limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah.
Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman berasal dari tinja
atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui air dan makanan. Di daerah endemik, air yang tercemar
merupakan penyebab utama penularan penyakit. Adapun di daerah non-endemik, makanan
yang terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggung jawab terhadap penularan
(Widoyono, 2011 :44).
Tifoid carrier adalah seseorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit demam
tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhosa di dalam ekskretnya. Mengingat carrier
sangat penting dalam hal penularan yang tersembunyi, maka penemuan kasus sedini mungkin
serta pengobatannya sangat penting dalam hal menurunkan angka kematian (T.H
Rampengan, 2007: 58).
Menurut penelitian Evanson pada tahun 2008 menjelaskan bahwa penyebab terbesar
dari penyakit typhus abdominalis adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah serta
kebersihan pribadi yang buruk. Kuman dalam peredaran darah yang pertama berlangsung
singkat, terjadi 24-72 jamsetelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi
telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang danginjal. Pada
akhir masa inkubasi 59 hari kuman kembali masuk ke alirandarah (kedua kali) dimana
terjadipelepasan endoktoksin menyebar keseluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam
tifoid.
Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan demam
tifoid antara lain:
1. Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa.
2. Higiene makanan dan minuman yang rendah, makanan yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan
tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum
yang tidak masak, dan sebagainya.
3. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran, dan sampah,
yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
6. Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna; belum membudaya program
imunisasi untuk tifoid, dan lain-lain (Depkes RI, 2006:4).
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Masa tunas ratarata 1020 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaituperasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan
tidakbesemangat
Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam
yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas
adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang
khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (step ladder),
sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering
sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare
Dalam minggu ke-2 penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ke-
3 suhu badan berangsurangsur turun kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis,
abses jaringan lunak maka demam akan menetap.
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah
pecah(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung (meterorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. (Reisha
Ghassani, 2014)
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, dapat ditentukan melalui tiga dasar
diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis mikrobiologis, dan diagnosis serologis.
1. Diagnosis Klinis
2. Diagnosis Mikrobiologis
Metode ini merupakan metode yang paling baik karena spesifik sifatnya. Pada
minggu pertama dan minggu kedua biakan darah dan biakan sumsum tulang
menunjukkan hasil positif, sedangkan pada minggu ketiga dan keempat hasil biakan tinja
dan biakan urine menunjukkan positif kuat.
3. Diagnosis Serologis
4. Tujuan metode ini untuk memantau antibodi terhadap antigen O dan antigen H, dengan
menggunakan uji aglutinasi Widal. Jika titer aglutinin 1/200 atau terjadi kenaikan titer
lebih dari 4 kali, hal ini menunjukkan bahwa demam tifoid sedang berlangsung akut
(Soedarto, 2009: 128).
DAFTAR PUSTAKA
Suratun dan Lusianah, 2010, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal, CV.
T.H Rampengan, 2007, Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, EGC, Jakarta.