Abstrak
Hipertensi resisten (RHTN) adalah masalah klinis yang semakin sering muncul dan seringnya
memiliki keberagaman etiologi, faktor resiko, dan faktor komorbid. RHTN didefinisikan
sebagai tekanan darah yang tidak terkontrol dengan tiga agen antihipertensi dalam dosis
optimal, yang salah satunya adalah diuretik. Juga termasuk dalam definisi ini adalah
hipertensi terkontrol dengan menggunakan empat atau lebih agen antihipertensi. Penelitian
observasional terbaru telah mendorong karakter pasien-pasien dengan RHTN. Pasien dengan
RHTN memiliki jumlah kejadian kardiovaskular dan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien dengan hipertensi yang mudah terkontrol. Penyebab sekunder
dari hipertensi, termasuk obstructive sleep apnea, aldosteronisme primer, penyakit
renovaskular, adalah hal umum pada pasien dengan RHTN dan seringnya muncul bersama
sama pada pasien yang sama. Sebagai tambahan, RHTN umumnya diperparah dengan
ketidakwajaran metabolisme. Pasien dengan RHTN membutuhkan evaluasi mendalam untuk
memastikan diagnosisnya dan memaksimalkan terapi, yang biasanya adalah kombinasi dari
modifikasi gaya hidup, dan terapi intervensi dan farmakologis. Terapi kombinasi termasuk
diuretik, calcium channel blocker kerja lambat, angiotensin-converting enzyme inhibitor,
beta blocker, dan antagonis reseptor mineralokortikoid yang merupakan regimen klasik untuk
pasien dengan hipertensi resisten. Antagonis reseptor mineralokortikoid seperti spironolakton
atau eplerenone telah menunjukkan bahwa mereka efektif pada pasien dengan RHTN, gagal
jantung, gagal ginjal kronis, dan aldosteronisme primer. Terapi intervensi novel, termasuk
aktivasi barorefleks dan renal denervation, telah menunjukkan bahwa kedua metode ini dapat
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan aman, sehingga memunculkan pilihan
baru yang menarik untuk terapi RHTN.
Pendahuluan
Hipertensi resisten (RHTN) adalah masalah klinis yang semakin sering muncul dan seringnya
memiliki keberagaman etiologi, faktor resiko, dan faktor komorbid. Dikarenakan terus
meningkatnya prevalensi RHTN dan hubungannya dengan peningkatan resiko
kardiovaskular, muncul ketertarikan untuk mengetahui epidemiologi, patofisiologi, dan terapi
efektif untuk RHTN. RHTN didefinisikan sebagai tekanan darah (TD) yang tidak terkontrol
140/90 mmHg pada tiga regimen obat antihipertensi dalam dosis optimal, idealnya termasuk
diuretik. Juga termasuk dalam definisi ini adalah hipertensi terkontrol dengan menggunakan
empat atau lebih agen antihipertensi, atau disebut juga hipertensi resisten terkontrol. Pada
penelitian ini, kami mereview literatur yang ada tentang konsep terkini termasuk strategi gaya
hidup, farmakologi, dan intervensional seperti renal sympathetic denervation dan terapi
aktivasi barorefleks.
Insidensi RHTN baru-baru ini diinvestigasi dalam penelitian retrospektif besar yang
melibatkan 205.750 orang US dewasa di Kaiser Permanente Colorado dan Northern
California dengan menggunakan data pasien yang terkumpul dalam periode 4 tahun.
Analisisnya menunjukkan tingkat insidensi 1.9% untuk RHTN, dalam median 1.5 tahun
inisiasi terapi untuk hipertensi. Pasien dengan RHTN dalam penelitian kohort ini adalah
orang tua, lebih banyak laki-laki, dan punya prevalensi tinggi untuk diabetes mellitus tipe 2.
Di antara mereka yang memakai 3 atau lebih obat minimal selama 4 minggu, prevalensi
RHTN nya adalah 16.2%.
Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (1988-2008) menunjukkan
bahwa prevalensi RHTN meningkat dari 5.5% pada 1988-1994 dan 8.5% pada 1999-2004 ke
11.8% pada 2005-2008. Pasien dengan RHTN memiliki prevalensi tinggi untuk obesitas,
gagal ginjal kronis, dan skor Framingham untuk resiko kardiovaskular dalam 10 tahun adalah
> 20%. Data yang diambil dari ALLHAT (the Antihypertensive and Lipid Lowering treatment
fot the prevention of Heart Attack Trial) menunjukkan bahwa 27% pasien membutuhkan tiga
atau lebih obat-obatan untuk mengontrol TD secara adekuat di akhir periode penelitian. Pada
penelitian yang lebih baru, ACCOMPLISH (Avoiding Cardiovascular event through
COMbination therapy in Patients Living with Systolic Hypertension), 25%-28% dari peserta
tetap tidak terkontrol hipertensinya sepanjang penelitian, walaupun sudah diberikan terapi
intensif.
Prognosis
Pasien dengan RHTN memiliki tingkat kematian, infark myokard, gagal jantung kongestif,
stroke, dan gagal ginjal kronis yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bisa
mengontrol hipertensinya. Dengan meningkatnya umur dan prevalensi obesitas di populasi
Amerika, tambahan sebanyak 27 juta orang diperkirakan akan memiliki hipertensi pada tahun
2030. Sebagai hasilny, prevalensi RHTN, komplikasinya, dan biaya perawatan terkait
kemungkinan akan ikut meningkat dengan drastis. Maka dari itu, sangat penting bagi dokter
layanan primer dan spesialis untuk mengidentifikasi dan memberikan terapi untuk pasien
dengan RHTN.
Hipertensi pseudoresisten maksudnya adalah resistensi yang nyata terhadap terapi yang
dikarenakan teknik pengukuran tekanan darah yang buruk, kepatuhan yang buruk, dan
kemungkinan efek white coat hypertension. Pseudoresistance mungkin menyumbangkan
porsi yang cukup besar untuk RHTN dan harus dipertimbangkan apabila pasien tetap resisten
pada terapi antihipertensi. Prevalensi sebenarnya dari pseudoresistensi pada populasi RHTN
yang berbeda tidak diketahui. Dalam sebuah analisis dari daftar monitoring tekanan darah
orang Spanyol pada 68.045 orang pasien yang diterapi hipertensi, 12.2% nya memiliki
RHTN. Pada monitoring tekanan darah pada pasien rawat jalan, 37.5% pasien RHTN
memiliki pseudoresistensi. Pasien dengan RHTN murni memiliki profil resiko kardiovaskular
yang lebih buruk dan kerusakan target organ yang lebih hebat dibandingkan mereka yang
memiliki pseudoresistensi. Pada pasien dengan RHTN, faktor gaya hidup dan kemungkinan
penyebab yang berkaitan dengan obat obatan perlu untuk dipertimbangkan apabila memang
ada.
Prevalensi dari hiperaldosteronisme primer pada pasien dengan RHTN jauh lebih tinggi
dibanding dengan yang sebelumnya diperkirakan. Sebuah penelitian observasional dengan
1.616 pasien dengan RHTN mengindikasikan adanya hasil positif pada tes screening untuk
hiperaldosteronisme primer di 20.9% dan confirmed diagnosis hiperaldosteronisme primer
pada 11.3%. Pada penelitian dengan 88 pasien yang dirujuk ke klinik hipertensi di University
of Alabama di Brimingham, 20% subyek telah terkonfirmasi hiperaldosteronisme primer
dengan prevalensi yang sama pada pasien Afrika-Amerika dan Kaukasia. Beberapa penelitian
prospektif lain juga melaporkan prevalensi tinggi yang serupa.
Peran nyata dari kelebihan aldosteron sebagai penyebab dari resistensi terapi juga didukung
oleh banyaknya penelitian yang menunjukkan efek antihipertensi signifikan ketika
ditambahkan antagonis reseptor mineralokortikoid, sebagaimana berikutnya digarisbawahi
oleh penelitian ini.