Anda di halaman 1dari 90

COMPACTION & CBR

Soil Compaction
Sebuah proses dimana partikel-partikel tanah
tersusun secara lebih rapat dengan berkurangnya
volume pori, sebagai hasil dari pemakaian beban
seperti rolling (gilas), tamping (menumbuk) atau
getaran. Proses ini meliputi keluarnya udara dari
pori tanpa perubahan yang signifikan terhadap
kadar air.
Tujuan
Merubah sifat-sifat teknis tanah menjadi lebih baik:
strength, compressibility, volume stability (shrink-
swell potential), hydraulic conductivity, and
erodibility.

mengurangi kompresibilitas
menaikkan kekuatan tanah
mengurangi potensi likuifaksi
mengontrol shrinkage dan swelling
mengurangi hydraulic compressibiliy/permeabilitas
menaikkan daya tahan terhadap erosi
mengontrol resilience properties
Secara umum perubahan ini akan menyebabkan
meningkatnya soil density.

Namun ada pengecualian:


(1) swelling (heave) pada tanah lempung cenderung
meningkat bila density meningkat, dan
(2) Kekuatan tanah dapat berkurang secara
signifikan bila upaya pemadatan tanah lempung
semakin tinggi (fenomena yang diacu sebagai
"overcompaction").
Pemadatan Untuk Timbunan Tinggi

Data yang diperlukan : Shear Strength:


c dan design Triaxial Test
Tanah Timbunan

Tanah Asli
Pemadatan untuk Dam

Transition Filter Core


Transition Filter
Top Width
Wave Protection Riprap
Sod or Riprap for Erosion Protection

Freeboard Filter Internal Drain

Downstream Filter
Blanket Toe Upstream Toe Drain
Shell
Shell Toe

Foundation Cut-off

Impervious Stratum
Nilai permeabilitas
Nilai C,
Pavement

Defleksi

Youngs Modulus E

CBR
1 = 0.5
h1
E1
z1 r1
Interface 1
r2
2 = 0.5
h2
E2
z2 r1
Interface 2
r2
3 = 0.5
h3 =
E3
Pemadatan untuk Reklamasi

DB2 DB3
3
3
2 2
3
Sand, SP Sand, SP 4
15
4 Very loose to medium 13
4

15
20
Liquefable Zone 5
8

Silty Sand, SP 10
9 Silty Sand, SP Loose to medium 4
5
6 7
16
Silt or Sandy Silt, ML 12
16
Sandy Silt, ML Medium stiff to stiff 7
15 13
31 Silt, ML 43
>50 Very stiff to hard 43
>50 Sand, SP >50
>50 Sand, SP, Very dense >50
30 N>50 >50
31 >50
13
29
31
Silty, ML Silt, ML 10
29 Stiff to very stiff 15
26 21
25
26
29
Silt Cl CH
SPT Relative Density Vibrocompaction
Teori Pemadatan Tanah
1. Kriteria: Kepadatan kering d

udara

Air W (%)

Butir 1 Butir
tanah tanah

d = /(1 + W)
Teori Pemadatan Tanah
1. Kriteria: Kepadatan kering = d / (1 + W)

2. Kurva Pemadatan
Kepadatan Zero air voids
Kering (saturasi = 100%)
(d) Kepadatan Kering Maksimum

Gs w
d =
1 + wG s
Usaha
Pemadatan
Tinggi
Gs = specific gravity tanah

Usaha
Pemadatan
Rendah

Kadar Air Optimum

Kadar Air (w)


Teori Pemadatan Tanah
1. Lubrication Theory

air sebagai pelumas mengapung

2. Double Layer Water Deficiency Theory

gaya tolak-menolak
antar partikel mengapung

3. Effective Stress Theory


Teori Pemadatan Tanah
Menurut Proctor, pemadatan tanah ditentukan oleh:

1. Usaha Pemadatan (energi)


2. Tipe Tanah
3. Kadar Air (w), dan
4. Berat Jenis Kering (d)
Perilaku Tanah yang Dipadatkan:

Pasir

Lempung
Perilaku Tanah Pasir yang Dipadatkan

Secara umum semakin padat adalah semakin baik.


Kepadatan Relatif adalah faktor utama yang mengontrol :
- kompresibilitas
- kekuatan
- potensi likuifaksi dan
- modulus deformasi
Kadar air pada umumnya tidak begitu penting pada pasir,
kecuali untuk pasir jenuh yang memikul beban dinamis
(bahaya likuifaksi).
Selain kepadatan relatif, perilaku tanah pasir sangat
bergantung pada confining pressure dan kondisi fabric.
= S = ' tan

Perilaku Tanah Pasir yang Dipadatkan

Kurva Pemadatan untuk Tanah Pasir


Kepadatan yang lebih tinggi dapat diperoleh bila pasir adalah kering
atau basah. Tetapi pada region C, tegangan kapiler antar butiran
menjadi semacam kohesi yang menahan butiran untuk ber-relokasi
dan memadat.
Vibrasi adalah metode paling efektif untuk pemadatan pada tanah
berpasir.

S = 100%

Region C

0 Water Content (w)


Tipe Tanah

Tipe tanah seperti distribusi ukuran butiran, bentuk butiran tanah, specific gravity serta
jumlah dan tipe kandungan mineral lempung merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kadar air optimum (woptimum) dan berat jenis kering maksimum
(d maksimum).
Pada tanah pasir, berat jenis kering tanah
Sandy Silt cenderung untuk menurun pada saat awal
penambahan air. Kemudian pada saat
Berat Jenis Kering Tanah ()

mencapai kadar air tertentu, berat jenis


kering tanah akan bertambah hingga
Silty Clay mencapai nilai maksimum. Penurunan
nilai berat jenis kering tanah pada saat
Heavy Clay
awal pertambahan kadar air
disebabkan oleh efek tarik kapilaritas.
Poorly-
graded
Pada saat kadar air masih rendah, gaya
sand tarik kapilaritas pada air akan
menyebabkan partikel tanah cenderung
bergerak dan memadat.

Kadar Air (w)


Hubungan Kadar Air dengan Berat Isi Kering untuk Delapan Jenis Tanah yang
Dipadatkan Menurut Metode Standard Proctor (Johnson dan Sallberg, 1960)
= S = ' tan

Perilaku Tanah Pasir yang Dipadatkan


Pengaruh Cara Pemadatan (di Laboratorium)
Sifat-sifat mekanik (tegangan-regangan, kompresibilitas, likuifaksi)
sangat bergantung pada sample preparation.
Sample preparation yang berbeda akan menghasilkan fabric/struktur
tanah yang berbeda. Setelah dipadatkan, struktur tanah yang
berbeda tersebut akan menghasilkan kenaikan confining pressure
dan strength yang berbeda pula.
= S = ' tan

Pengaruh Sample Preparation Pada Stress Strain dan Volume Change


(Drained Triaxial)
= S = ' tan

Perilaku Tanah Pasir yang Dipadatkan


Perilaku Tanah Pasir yang Dipadatkan (di Lapangan)
Perilaku di lapangan adalah sama dengan di laboratorium
(ditentukan oleh kepadatan dan confining pressure).
Cara pemadatan yang berbeda di lapangan akan menghasilkan
struktur tanah yang berbeda pula (vibratory atau tamping).
Untuk clean cohesionless fills, pemadatan dengan vibratory rollers
adalah metode yang terbaik dan paling ekonomis dengan
kedalaman efektif sekitar 2 m. Apabila digunakan the heaviest
vibratory roller, maka kedalaman efektifnya dapat lebih besar.
= S = ' tan

Hubungan antara Kepadatan, Kedalaman dan Jumlah Lintasan Roller


= S = ' tan

Profil Kepadatan yang Terkompaksi Sebagai Fungsi dari Frekuensi Operasi


(DApplonia et.al., 1969)
Perilaku Tanah yang Dipadatkan:

Pasir

Lempung
Mikrostruktur Tanah Lempung
Disperse-Deflocculated
Antar partikel dalam satu grup

Agregat-Deflocculated Flocculated-Disperse

disperse agregat

Disperse-Flocculated Agregat-Flocculated
Antar grup

Agregat-Flocculated Agregat-Flocculated
deflocculated
flocculated

Model partikel pada tanah lempung (a) dispersed dan


flocculated (b) agregat tetapi deflocculated (c) edge to face
flocculated tetapi dispersed (d) edge to edge flocculated tetapi
dispersed (e) edge to face flocculated dan agregat (f) edge to
edge flocculated dan agregat (g) edge to face dan edge to edge
flocculated dan agregat (Van Ohen, 1963)
Perilaku Tanah Lempung yang Dipadatkan

Secara umum sifat-sifat mekanis dari lempung yang dipadatkan


bergantung pada :
- cara pemadatan
- energi (compactive effort)
- kadar air saat pemadatan
- perubahan kadar air dan volume setelah pemadatan
Pemadatan dengan kadar air lebih rendah dari kadar air optimum
(wopt) akan menghasilkan struktur tanah yang flocculated dan
aggregate.
Pemadatan dengan kadar air lebih besar dari kadar air optimum
(wopt) akan menghasilkan struktur tanah yang deflocculated dan
disperse.
Perilaku Tanah Lempung yang Dipadatkan
Prinsip Pemadatan yang Menyangkut Hubungan antara
Struktur dan Perilaku Tanah Lempung
Pemadatan di sisi kiri kadar air optimum (wopt) menghasilkan
struktur lempung yang flocculated.

d d

flocculated dispersed

random parallel

wopt Water Content (w) wopt Water Content (w)


Lempung perilakunya berbeda setelah terkena penjenuhan

Kering (sesaat Hujan


setelah dipadatkan) (penjenuhan)
Perilaku Tanah Lempung yang Dipadatkan

Sesaat setelah dipadatkan (as compacted)

Setelah terjadi penjenuhan (after soaked)


5 mold, masing2 kadar airnya berbeda,
Dipadatkan dengan energi yang sama

Mold 1 Mold 2 Mold 3


(w1) (w2) (w3)

Mold 4 Mold 5
(w4) (w5)
Berat Jenis Kering
(d)

Berat Jenis Kering


Maksimum

Kadar Air Kadar Air (w)


Optimum
Tegangan-Regangan As Compacted (setelah dipadatkan)

Hubungan antara Kepadatan Kering, Kadar Air dan Kekuatan Lempung


Setelah Pemadatan (Seed, Mitchell, dan Chan (1960))

Kepadatan Kering

W(%)
Kekuatan Tanah

W(%)
Hubungan antara Kepadatan Kering, Kadar Air dan Kekuatan Lempung
Setelah Pemadatan (Seed, Mitchell, dan Chan (1960))
Perilaku Tanah Lempung yang Dipadatkan
Untuk energi pemadatan yang sama, struktur lempung flocculated
mempunyai kepadatan yang lebih rendah.
Untuk void ratio yang sama, struktur lempung flocculated lebih rigid.

e
d flocculated
flocculated
flocculated dispersed
dispersed
dispersed

wopt Water Content (w)


pd pf log p
Perilaku Tanah Lempung yang Dipadatkan
Struktur lempung deflocculated/disperse mempunyai ukuran pori yang lebih
kecil dan lebih merata sehingga mempunyai permeabilitas yang lebih rendah.

k
e
yang
sama

dry Water Content (w)

Water Content (w)


Perilaku Tanah Lempung yang Dipadatkan
5. Shear strain cenderung merusak struktur flocculated dan
menghasilkan partikel yang berorientasi lebih sejajar (deflocculated)
sehingga struktur deflocculated tersebut lebih sensitif terhadap
shearing (kneading compaction).

Shear

6. Struktur lempung flocculated cenderung mempunyai tingkat swelling


yang lebih tinggi.
Penyusutan Saat Pengeringan

Volumetric
Shrinkage
Keretakan dapat diikuti oleh
sejumlah besar penyusutan

S = 100%

Molding water content


Swelling dan Swelling Pressure Akibat Penjenuhan

Swell
Pressure
Nilai aktual bergantung pada tipe tanah,
metode pemadatan, serta nilai awal d dan w

0 w
Swell Jumlah aktual bergantung pada tipe tanah,
metode kompaksi, nilai awal d dan w serta
beban surcharge pada saat pemuaian

S = 100%

w
Molding water content
Karakteristik Tegangan-Regangan Setelah Penjenuhan

Kekuatan Tanah Lempung


Setelah Terjadi Penjenuhan

Dipengaruhi oleh :
- kadar air dan kepadatan kering saat pemadatan
- struktur tanah saat pemadatan
- besarnya pembebanan saat terjadi penjenuhan
- tipe tanah lempung
Specification
Penelitian pada suatu contoh tanah menunjukkan
kuat geser (undrained strength) tanah lanau
kepasiran (sandy silt) warna coklat (brown) pada
saat jenuh hanya sepertujuh dari kuat geser tidak
jenuh pada kepadatan 80% berdasarkan Standard
Proctor
Kuat geser (ton/m2) Rasio
Kepadatan Tidak Jenuh/Tidak
Jenuh jenuh
jenuh
80% Standard
10,0 1,5 0,15
Proctor
90% Standard
15,0 5,3 0,35
Proctor
95% Standard
17,5 10,0 0,57
Proctor
Tes Pemadatan Tanah di laboratorium

Tes pemadatan tanah di laboraturium ditemukan oleh R.R. Proctor pada


tahun 1933, dinamakan dengan Tes Pemadatan Proctor. Dilakukan
untuk mendapatkan kurva pemadatan yang mencerminkan hubungan
antara berat jenis kering (d) dan kadar air optimum (w).

Terdapat dua macam tes pemadatan tanah :


1. Proctor Standar
2. Proctor Modifikasi
Usaha Pemadatan (Energi)

Energi pemadatan (E) dinyatakan dalam formula sebagai berikut :

(jumlah pukulan/lapisan) ( jumlah lapisan) ) (berat hammer ) (tinggi jatuh hammer )


E=
volume mold

Perubahan energi pemadatan akan menyebabkan perubahan kurva pemadatan. Nilai


berat jenis kering tanah maksimum (d maksimum) akan meningkat seiring dengan
penurunan nilai kadar air optimum (woptimum).

h
Spesifikasi Peralatan Tes Proctor Standar dan Proctor Modifikasi

Tes Proctor Standar Tes Proctor Modifikasi


(ASTM D698) (ASTM D1557)
Proctor
Modifikasi
Berat Hammer 24.5 N (5.5 lb) 44.5 N (10 lb)

Tinggi Jatuh Hammer 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)

Jumlah Layer 3 5

Jumlah Pukulan/Lapis 25 25 Proctor


Standar
Volume Mold 0.000 942 2 m (1/30 ft3)

Energi Kompaksi (CE) 595 kJ/m3 (12400) 2698 kJ/m3 (56250 lb.ft/ft3)

Tanah (-) Saringan No.4


Prosedur tes mengacu pada standar ASTM D698 untuk tes Proctor Standar dan
ASTM D 1557 untuk tes Proctor Modifikasi.

Tes dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :


1. Pengambilan sampel tanah dari quarry.
- untuk tes Proctor Standar tanah diambil seberat 25 kg
- untuk tes Proctor Modifikasi tanah diambil seberat 50 kg
2. Sampel dimasukkan ke dalam karung dan dibawa ke laboraturium.
3. Sampel dijemur di bawah sinar matahari hingga kering udara.
4. Penyaringan sampel yang telah dikeringkan.
- untuk tanah berbutir kasar menggunakan saringan No.10
- untuk tanah berbutir halus menggunakan saringan No.40
5. Sampel tanah dimasukkan ke dalam mold, dibuat sebanyak 5 mold dengan variasi kadar air.
- untuk tes Proctor Standar digunakan mold berdiameter 4 dan sampel tanah dibagi menjadi tiga
lapis
- untuk tes Proctor Modifikasi digunakan mold berdiameter 6 dan sampel tanah dibagi menjadi
lima lapis
6. Sampel di dalam mold kemudian ditumbuk dengan menggunakan hammer, dilakukan sebanyak 25
pukulan/lapisan.
- untuk tes Proctor Standar digunakan hammer dengan berat 2.5 kg dan tinggi jatuh 12
- untuk tes Proctor Modifikasi digunakan hammer dengan berat 5 kg dan tinggi jatuh 18
7. Pengukuran berat jenis tanah () dan berat jenis kering tanah (d)
8. Plot kurva pemadatan (hubungan antara d dan w)
9. Tentukan nilai dmaksimum dan w optimum
Sinar
Matahari

Sampel
Tanah
1 2

5 Mold 1 Mold 2 Mold 3

4
(w1) (w2) (w3)

Mold 4 Mold 5
(w4) (w5)

7
Berat Jenis Kering
(d)
Zero air voids
Berat Jenis Kering (saturation = 100%)
Maksimum

Proctor
6
Modifikasi

Proctor
Standar

Kurva Kadar Air


Kadar Air (w)
Pemadatan Optimum
Teori Kompaksi

Gs . w
d =
1 + ( w.Gs / Sr ) Gs. w
d = (1 Av )
Gs w 1 + w.Gs
dry =
Gs w + 1
Example data collected during test
In a typical compaction test the following data might have been collected:
Mass of mould, Mo = 1082 g
Volume of mould, V = 950 ml
Specific gravity of soil grains, Gs = 2.70

Mass of mould + soil (g) 2833 2979 3080 3092 3064 3027

Water content (%) 8.41 10.62 12.88 14.41 16.59 18.62

Bulk density, (Mg/m) 1.84 2.00 2.10 2.12 2.09 2.05

Water content, w 0.084 0.106 0.129 0.144 0.166 0.186

Dry density, d (Mg/m) 1.70 1.81 1.86 1.851 1.79 1.73


Water content (%) 10 12 14 16 18 20
d when Av = 0% 2.13 2.04 1.96 1.89 1.82 1.75
d when Av = 5% 2.02 1.94 1.86 1.79 1.73 1.67
d when Av = 10% 1.91 1.84 1.76 1.70 1.64 1.58

The optimum air-voids


content is the value
corresponding to the
maximum dry density
(1.86 Mg/m) and
optimum water content
(12.9%).
Pemadatan Tanah Lapangan
Peralatan pemadatan di lapangan yang umum digunakan adalah :
a. smooth wheel roller
b. pneumatic rubber-tired roller
c. sheepsfoot roller
d. vibratory roller

Smooth wheel roller sesusai untuk digunakan saat finishing pada pemadatan tanah
pasir atau lempung. Smooth wheel roller dapat memberikan 100% coverage dengan
contact pressure sebesar 310 380 kN/m2. Alat ini tidak cocok digunakan pada lapisan
yang tebal.
Pneumatic rubber roller dapat digunakan pada pemadatan tanah pasir maupun
lempung. Pemadatan dilakukan dengan kombinasi tekanan dan pemijatan. Alat ini
dapat memberikan 70-80% coverage dengan contact pressure sebesar 585 690
kN/m2.
Sheepsfoot roller merupakan alat yang paling efektif pada pemadatan tanah lempung.
Alat ini mampu memberikan contact pressure sebesar 1380 6900 kN/m2.
Vibratory roller merupakan alat yang paling efektif pada pemadatan tanah pasir.
Penerapan Berbagai Tipe Alat Pemadatan untuk
Berbagai Jenis Tanah (Caterpillar Tractor Co., 1977)
Penentuan Berat Jenis Lapangan Hasil
Pemadatan
Spesifikasi pemadatan lapangan mensyaratkan agar berat jenis kering lapangan
harus mencapai 90 95% berat jenis kering maksimum di laboraturium yang
ditentukan melalui tes Proctor Standar atau Proctor Modifikasi.
Prosedur standar untuk penentuan berat jenis lapangan adalah sebagai beirikut :
a. metode kerucut pasir
b. metode balon
c. metode dengan air atau oli
d. metode nuclear density
Pasir Ottawa

Kerucut

a). Kerucut Pasir

Balonb). Balon

Oli atau Air


d). Nuclear Density

c). Oli atau Air


Spesifikasi Teknis yg Umum Digunakan

Accept
Reject Accept

Dry unit weight


Dry unit weight

Reject

Moisture content Moisture content


Spesifikasi Teknis yg Umum Digunakan

d max
95% d max

2% 2%

(w%)
wopt
Field Compaction
Materials
Vibrating Static Vibrating Plate Scraper
Sheepsfoot Sheepsfoot Compactor Rubber-tired
Rammer Grid Roller Vibrating Roller
Scraper Roller Loader
Vibrating Grid Roller
Sheepsfoot
Pressure Kneading
Lift
Impact (with Vibration (with
Thickness
kneading) pressure)
Gravel 12+ Poor No Good Very Good
Sand 10+/- Poor No Excellent Good
Silt 6+/- Good Good Poor Excellent
Clay 6+/- Excellent Very Good No
California Bearing Ratio Test (CBR)
Kedalaman Penetrasi Unit Load

Deflection Dial
0.1 inci 1000 psi
Piston
0.2 inci 1500 psi

0.3 inci 1900 psi

0.4 inci 2300 psi

0.5 inci 2600 psi

Sample

(a) (b)

Tes CBR (a). Silinder dan Dial Gauge ; (b). Skema Diagram
Prosedur tes mengacu pada standar ASTM D-1883

Tes dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :

1. Penentuan kadar air optimum (woptimum).


5. Sampel tanah dimasukkan ke dalam mold, dibuat sebanyak 3 mold. Sampel tanah dalam
setiap mold dibuat sebanyak 5 lapis.
6. Sampel di dalam mold kemudian ditambah air sebesar kadar air optimum.
7. Penumbukan sampel tanah dalam mold dengan menggunakan hammer seberat 5 kg.
- untuk mold pertama dilakukan sebanyak 10 pukulan/lapisan
- untuk mold kedua dilakukan sebanyak 25 pukulan/lapisan
- untuk mold ketiga dilakukan sebanyak 56 pukulan/lapisan
Untuk pengukuran swelling, sampel dalm mold kemudian direndam (soaked) selama 3 -4
hari
7. Penetrasi sampel pada silinder uji
8. Penentuan besarnya unit load yang diperlukan untuk memperoleh penetrasi 0,1 inci hingga
0,2 inci.
9. Tentukan nilai CBR.
Sinar
Matahari

Sampel
Tanah
1 2

5 Mold 1 Mold 2 Mold 3

4
(w1) (w2) (w3)

Mold 4 Mold 5
(w4) (w5)

7
Berat Jenis Kering
(d)
Zero air voids
Berat Jenis Kering (saturation = 100%)
Maksimum

Proctor
6
Modifikasi

Proctor
Standar

Kurva Kadar Air


Kadar Air (w)
Pemadatan Optimum
Pencampuran Penumbukan
Penentuan woptimum (hammer 5 kg)
woptimum
Mold 1 Mold 2 Mold 3 Mold 1 Mold 2 Mold 3

5 lapis

10 x /lapisan 25 x /lapisan 56 x /lapisan

d1 d2 d3
Kedalaman Penetrasi Unit Load
CBR Disain
0.1 inci 1000 psi
d
(d) max
95% (d) max Load
56 x

25 x

Kadar Air 10 x
Optimum
W(%)
Sampel dipadatkan pada
kadar air optimum
95% (d) max Penetrasi
0.1 inci

56 x
25 x

10 x

CBR disain
CBR (%)
Standar Perkerasan
Contoh Kurva Hubungan Kadar Air Vs Kepadatan
(Lokasi Cikampek Haurgeulis)

Gs w
d =
1 + wG s
Contoh Kurva Korelasi Antara CBR Jenuh Vs d
TP-1
(Lokasi Cikampek Haurgeulis)

TP-4

TP-5

TP-3


Minimum CBR = 6%
Pemadatan Untuk Timbunan Tinggi

Data yang diperlukan : Shear Strength:


c dan design Triaxial Test
Tanah Timbunan

Tanah Asli
Faktor Keamanan FS

KESEIMBANGAN BATAS

Su
FS =
A W yg diperlukan

GAYA
W
C Jumlah Gaya Penahan
FS =
R Jumlah Gaya Pendorong

Jari-jari, R x MOMEN

R s u ds
Bidang Gelincir
Lingkaran Momen Penahan
W FS = =
Su
Momen Guling Wx
Su Su
MINIMUM SAFETY FACTOR FOR SLOPES USE FOR JAKARTA

Accuracy of soil parameters


Environmental Less accurate Accurate
condition
Temporary Permanent Temporary Permanent

No human building 1.3 1.5 1.25 1.3


Many human building 1.5 2 1.3 1.5

MINIMUM SAFETY FACTOR FOR SLOPES USE FOR OTHER COUNTRIES


Uncertainty of strength
Costs and consequences of slope
Measurements
failure
Small Large
Cost of repair comparable to cost of
construction. No danger to human life or 1.25 1.5
other property if slope fails
Cost of repair much greater than cost of
construction or danger to human life or 1.5 2
other valuable property if slope fails
SF = 1.25
Cadangan kekuatan = 0.25

Cadangan kekuatan untuk antisipasi ketidakpastian:


1. Tahap Penyelidikan Tanah Lapangan
2. Tahap Penyelidikan Tanah Laboratorium
3. Tahap Interpretasi Profil Tanah dan Air Tanah
4. Tahap Perhitungan Saat Disain
5. Tahap Pelaksanaan Konstruksi di Lapangan
6. Tahap Pengawasan Konstruksi di Lapangan

Bila diambil rata,


Setiap tahap maksimum kesalahan = 0.05 (= 5%)
Cadangan Kekuatan untuk Antisipasi Ketidakpastian:

1. Tahap Penyelidikan Tanah Lapangan Konsultan soil


2. Tahap Penyelidikan Tanah Laboratorium Investigation

3. Tahap Interpretasi Profil Tanah dan Air Tanah Konsultan


Perencana
4. Tahap Perhitungan Saat Disai

5. Tahap Pelaksanaan Konstruksi di Lapangan Kontraktor

6. Tahap Pengawasan Konstruksi di Lapangan Pengawas


2. Kelongsoran pada Jalan Raya

Flores Bandung-Tol Cipularang

Tenggarong Samarinda
3. Kelongsoran pada Jalan kereta Api

Jawa Barat
The Bearing capacity Test
The bearing capacity of compacted soil be obtained by ASTM D
196 (Plate load test, using bearing plate of 30 cm diameter).
Plate Load Test
Plate Load Test
The plate load test presses a steel bearing plate into the
surface to be measured with a hydraulic jack. The
resulting surface deflection is read from dial micrometers
near the plate edge and the modulus of subgrade reaction
is determined by the following equation:

where: k = spring constant = modulus of subgrade reaction

P = applied pressure (load divided by the area of the 762


mm (30 inch) diameter plate)
= measured deflection of the 762 mm (30 inch) diameter
plate
Bearing Capacity

K30 value (MN/m3)


110
100
Middlebrooks
80
70
60 CBR=0.642x10 0.115(K30 /10)
40

20

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
CBR in laboratory
Survey data from Nippon
Hodo Co Ltd
Bearing Capacity
K30 value (MN /m3 ) soil
t ar y
se d imen
nic
Volca
100
s iv e soil
s oil Cohe
80
e ry
v
ra
60
G

Sandy soil
40

20

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N value
Quality Control
Quality Control
Control of water (moisture) content
Water (moisture) content of the processing soil can be adjacent by
making dry or by adding water . Acculate water (moisture) content of the
processing soil can be obtained by ASTM D 2216 in labo.
Specification

Pemadatan

Tinggi timbunan, H (m) Pemadatan

H > 15 95 % Standard Proctor

15 < H > 25 95 % Modified


H 25 95 % Modified
Quality Control
Standar Kualitas Untuk
Kereta Api
(Embankment)
P

2m
Density test 100 m
Subgrade D d 95 % interval

CBR 8 15 cm Plate load test 100 m


K >110 MN/ m3 interval

P
Plate load test 100 m
2m K 70 MN/ m3 interval
Embankment D
30 cm Density test 100 m
CBR 6 d 95 % interval

(Each layer)
(Cut area)
P

2m Density test 100 m


D d 95 % interval
Subgrade
15 cm
Plate load test 100 m
CBR 8 K >110 MN/ m3 interval

2m
Plate load test 100 m
Foundation D
K 70 MN/ m3 interval
Soil
Density test 100 m
In case of K30 < 70 MN/ m3 d 95 % interval
soil improvement is required
(Each layer)

CBR is at 95 % of maxi Density test must be


dry density in labo. not less than 95 % of
maxi dry density
(Embankment)
Survey Point
2m 2m
2m 2m
Level
Subgrade + 2.5 cm
- 2.5 cm
50 m interval
Single Track Double Track

2m 2m 2m 2m

Level
+ 3.0 cm
Embankment - 5.0 cm
50 m interval
Single Track Double Track
(Cut area)

Survey Point
Subgrade
2m 2m
2m 2m Level
+ 2.5 cm
- 2.5 cm
50 m interval
Single Track Double Track

Foundation 2m 2m 2m 2m
Level
Soil + 3.0 cm
- 5.0 cm
50 m interval

Single Track Double Track


Alignment Control of Earthwork

Center Line of Subgrade

Horizontally X : 2.0 cm
Y : 2.0 cm

50 m interval
Sekian

Anda mungkin juga menyukai