Anda di halaman 1dari 31

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manusia selalu berperan aktif dan dominant dalam setiap kegiatan

organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu

terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran

aktif pegawai meskipun alat-alat yang dimiliki organisasi begitu canggih.

Alat-alat canggih yang dimiliki perusahaan tidak ada manfaatnya bagi

perusahaan, jika peran aktif pegawai tidak diikutsertakan. Mengatur pegawai

adalah sulit dan komplek, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan,

status, keinginan dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam

organisasi. Pegawai tidak bias dikuasai sepenuhnya seperti mengatur mesin,

modal atau gedung.

Manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari manajemen.

Oleh karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar

pembahasannya. Manajemen sumber daya manusia lebih memfokuskan

pembahasannya mengenai pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan

tujuan yang optimal. Pengaturan itu meliputi masalah perencanaan (human

resources planning), pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,

pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,


10

kedisiplinan dan pemberhentian tenaga kerja untuk membantu terwujudnya

tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat. Jelasnya manajemen sumber

daya manusia mengatur tenaga kerja manusia sedemikian rupa sehingga

terwujudnya tujuan perusahaan, kepuasan pegawai dan masyarakat.

Pembangunan suatu bangsa memerlukan asset pokok yang disebut

sumber daya (resources), baik sumber daya alam (natural resources)

maupun sumber daya manusia (human resources). Kedua sumber daya

tersebut sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu pembangunan.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:10) :

Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur

hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu

terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Hadari Nawawi (2001:40) menyatakan :

sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi

sebagai modal non material / non finansial di dalam organisasi bisnis, yang

dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik

Dalam mewujudkan eksistensi perusahaan.

Lebih lanjut Mutiara S. Panggabean (2002: 05) menyatakan sebagai

berikut:

Manajemen sumber daya manusia merupakan proses yang terdiri dari

perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi


11

pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan

hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Edwin B. Flippo (2004:

4) adalah :

Personal management is the planning, organizing, directing, and

controlling of the procurement, developent, compensation, integration,

maintenance,and separation of human resources to the end that individual,

organizational and societal objectivities are accomplished (Manajemen

personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengendalian atas pengadaan tenaga kerja dengan sumber daya manusia

untuk mencapai sasaran perorangan organisasi dan masyarakat).

Dari berbagai pendapat mengenai pengertian sumber daya manusia

di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen sumber daya

manusia berkaitan dengan pengelolaan kegiatan pemberdayaan sumber daya

manusia. Pada umumnya kegiatan sumber daya manusia dapat dilihat dari

dua sudut pandang yaitu pekerjaan dan pekerja. Pekerjaan merupakan

kegiatan yang terdiri dari analisis pekerjaan dan evaluasi pekerjaan.

Sedangkan pekerja adalah kegiatan yang terdiri dari pengadaan tenaga kerja,

penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi

dan pemutusan hubungan kerja.


12

Manajemen sumber daya manusia perwujudan dari suatu seni untuk

merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengawasi kegiatan

sumber daya manusia atau karyawan (pegawai) dalam rangka mencapai

tujuan organsasi. Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya

manusia merupakan proses yang terdiri dari:

1. Rekruitmen atau penarikan sumber daya manusia

2. Seleksi sumber daya manusia

3. Pengembangan sumber daya manusia

4. Pemeliharaan sumber daya manusia.

2.1.2. Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan upaya

mewujudkan hasil tertentu kegiatan orang lain. Hal ini berarti bahwa sumber

daya manusia mempunyai peran penting dan dominan dalam manajemen.

Manajemen sumber daya manusia mengatur dan menetapkan program

kekaryawanan yang mencakup berbagai masalah sebagaimana dikemukakan

oleh Sedarmayanti (2001:4) yaitu:

a. Penetapan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif

sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan job description, job

specification, job requirement dan job evaluation.

b. Penetapan penarikan, seleksi dan penempatan karyawan berdasarkan

azas the right man it the right place and the right man on the right job.
13

c. Penetapan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan

pemberhentian.

d. Peramalan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada

masa yang akan datang.

e. Perkiraan keadaan perekonomian pada umunya dan perkembangan

suatu organisasi pada khususnya.

f. Pemantauan dengan cermat undang-undang perburuhan dan

kebijaksanaan pemberian balas jasa organisasi.

g. Pemantauan kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.

h. Pelaksanaan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi karyawan.

i. Pengaturan mutasi karyawan

j. Pengaturan pensiun, pemberhentian dan pesangonnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sumber daya manusia sangat

menentukan bagi terwujudnya organisasi, tetapi untuk memimpin manusia

merupakan hal yang cukup sulit. Tenaga kerja selain diharapkan mampu,

cakap, terampil, mempunyai kemauan dan mempunyai kesungguhan untuk

bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti

jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan pegawai dalam

mewujudkan tujuan.

2.1.3. Prinsip-prinsip Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia mempunyai kekhususan

dibandingkan dengan manajemen secara umum atau manajemen sumber


14

daya lain. Hal ini disebabkan manajemen sumber daya manusia mengelola

manusia. Keberhasilan dan kegagalan manajemen sumber daya manusia

akan mempunyai dampak yang sangat luas. Manajemen sumber daya

manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya sumber daya

manusia atau tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatannya dalam

berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi (Hadari

Nawawi, 2001: 43). Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya manusia dalam

organisasi dengan tujuan untuk memberikan kepada organisasi suatu satuan

kerja yang efektif.

Salah satu tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah

untuk meningkatkan kontribusi karyawan terhadap organisasi dalam rangka

mencapai produktifitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat

dipahami karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan

tergantung kepada manusia yang mengelola organisasi bersangkutan. Oleh

sebab itu sumber daya manusia harus dikelola agar dapat berdaya guna dan

berhasil guna dalam mencapai tujuan organisasi. Agar tercapainya

produktifitas yang berdaya guna dan berhasil guna, menurut Sedarmayanti

(2001: 7) operasional manajemen sumber daya manusia mempunyai tujuan

utama yaitu:

1. Tujuan Masyarakat

Adalah untuk bertanggungjawab secara sosial, dalam hal ini kebutuhan

dan tantangan yang timbul dari masyarakat. Suatu organisasi


15

(perusahaan) yang berada ditengah-tengah masyarakat diharapkan

membawa manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Oleh sebab itu

suatu organisasi diharapkan mempunyai tanggung jawab dalam

mengelola sumber daya manusianya agar tidak mempunyai dampak

negatif terhadap masyarakat.

2. Tujuan Organisasi (Perusahaan)

Adalah untuk melihat bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada

(exist), maka perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan

organisasi secara keseluruhan. Manajemen sumber daya manusia

bukan suatu tujuan dan akhir suatu proses, melainkan suatu perangkat

atau alat untuk membantu tercapainya suatu tujuan organisasi secara

keseluruhan.

3. Tujuan Fungsi

Adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar mereka (sumber

daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya secara

optimal. Dengan kata lain, setiap sumber daya manusia atau karyawan

dalam organisasi diharapkan dapat menjalankan fungsinya dengan

baik.

4. Tujuan Personal

Adalah untuk membantu karyawan dalam mencapai tujuan pribadinya,

guna mencapai tujuan organisasi. Tujuan pribadi karyawan diharapkan

dapat dipenuhi dan sudah merupakan motivasi serta pemeliharaan

terhadap karyawan bersangkutan.


16

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guna mencapai tujuan

manajemen sumber daya manusia, maka suatu bagian atau departemen

sumber daya manusia harus mengembangkan, mempergunakan dan

memelihara karyawan atau sumber daya manusia agar semua fungsi

organisasi dapat berjalan seimbang. Kegiatan manajemen sumber daya

merupakan bagian dari proses manajemen sumber daya manusia yang paling

sentral dan merupakan rantai kunci dalam pencapaian tujuan organisasi.

2.2. Budaya kerja

Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti

Koentraningrat, yaitu; kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari

kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus

didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan

masyarakat.

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat

secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.

Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-

sisi positif, serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku

tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi (2003:65)

menjelaskan bahwa:

Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh

pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini


17

memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral

telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang

harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan

Menurut Triguno Prasetya (2001:13) dalam bukunya Manajemen

Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:

Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan

hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan

pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat

atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku,

kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai

kerja atau bekerja.

Menurut Taliziduhu Ndraha (2003:80) mendefinisikan budaya

kerja yaitu;

Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program

mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja

dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan

masyarakat

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik (2002:252) menerangkan

bahwa:
18

Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka

psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki

bersama oleh anggota organisasi

Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah

sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong

yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu

organisasi.

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam

organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu

ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu

berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan

merasakannya.

a. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya,

hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh

setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara

positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi

membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat

membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga

pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika

pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal

itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan


19

pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai

kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu

bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-

pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya

kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali

tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya

hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan

menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat

satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau

organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika

lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan,

baik yang menyangkut masalah organisasi.

b. Unsur Unsur Budaya Kerja

Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh

bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi

nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang

diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak

akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-

sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber

daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik

pendukung.
20

Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang,

karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan

waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan

penyempurnaan dan perbaikan.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi

dua unsur, yaitu:

1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan

dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh

kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa

melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung

jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk

mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama

pegawai, atau sebaliknya.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas

dalam upaya untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan

hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin

baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang

terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja

mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai

yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilai-

nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan


21

pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi

kerja mereka.

Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:

1. Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama,

tradisi, dan teknologi.

2. Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features,

conformance, durability, serviceability, aesthetics, perseived

quality, value, responveness, humanity, security, dan competency.

3. Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-

pelanggan, orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan

penyempurnaan terus-menerus.

Adapun indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu

Ndraha dapat dikategorikan tiga Yaitu :

1. Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan

perilaku berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan

kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau kewenangan

dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang

lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat

dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position),

jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan

keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap

merupakan cermin pola tingkah laku atau sikap yang sering


22

dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak

disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat

dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi

dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi

ataupun perusahaan.

2. Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam

melaksanakan tugas pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya

peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan

bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai disiplin dalam

mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di

lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki

tingkat kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap

peraturan yang berlaku baik dalam organisasi perusahaan maupun

di lembaga pendidikan.

3. Nilai-nilai

Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih

penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik,

dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat berperan

nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu.

Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika

terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja. Jadi

nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus
23

ada keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan

keseimbangan. Maka penilaian dirasakan sangat penting untuk

memberikan evaluasi terhadap kinerja pegawai agar dapat

memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.

Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya organisasi

itu sendiri merupakan sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi

sebagai sistem internal dan sistem eksternal sosial. Hal itu tercermin dari

isi visi, misi dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, seharusnya setiap

organisasi termasuk para anggotanya memiliki impian atau cita-cita. Setiap

anggota memiliki identitas budaya tertentu dalam organisasinya. Dalam

perusahaan dikenal sebagai budaya korporat dimana di dalamnya terdapat

budaya kerja seperti dalam suatu perusahaan, cita-cita (visi) sebagai

identitas organisasi, misalnya menjadikan dirinya sebagai bisnis

terkemuka dengan ciri-ciri berdaya inovasi tinggi, pionir dalam bidangnya,

penggunaan teknologi dan sumberdaya manusia yang tangguh, mampu

beradaptasi pada lingkungan global termasuk berperan di dalam

peningkatan kesejahteraan lingkungan. Untuk mencapai itu maka posisi

mutu SDM karyawan menjadi sangat penting karena karyawan adalah

pemeran utama dan bukan yang lain. Karena itu, dalam bekerja maka

setiap karyawan hendaknya memiliki cita-cita yang berupa kehendak

mengenai sesuatu yang ingin dituju dan dicapai. Sebagai tujuan antara

misalnya dapat berbentuk keinginan untuk memperoleh status sosial,

pengembangan karir, dan memperoleh kompensasi; Sedang sebagai tujuan


24

akhir adalah keinginan untuk mencapai kesejahteraan sosial ekonomi yang

maksimum bagi diri dan keluarganya.

Untuk mencapai cita-cita yang dikehendaki maka tiap karyawan

perlu mengoptimumkan mutu sumberdayanya. Bentuk ukuran SDM

karyawan yang optimum yaitu produktivitas kerja yang maksimum. Dalam

konteks budaya kerja, produktivitas tidak dipandang hanya dari ukuran

fisik tetapi juga dari ukuran produk sistem nilai. Karyawan unggul

menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: Hari ini harus

lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada

sekarang. Jadi kalau seorang karyawan bekerja, dia akan selalu

berorientasi pada ukuran nilai produktivitas atau minimal sama dengan

standar kinerja perusahaan. Dengan kata lain, bekerja produktif sudah

merupakan panggilan jiwa dan disemangati dengan amanah atau

komitmen tinggi sehingga menjadi bagian dari etos kerja keseharian

(terinternalisasi): Tanpa diinstruksikan atasan karyawan seperti ini akan

bertindak produktif. Inilah yang disebut sebagai budaya kerja.

Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai

mengandung komponen-komponen yang dimiliki seorang karyawan

yakni: (1) pemahaman substansi dasar tentang makna bekerja, (2) sikap

terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, (3) perilaku ketika bekerja,

(4) etos kerja, (5) sikap terhadap waktu, dan (6) cara atau alat yang

digunakan untuk bekerja. Semakin positif nilai komponen-komponen

budaya tersebut dimiliki oleh seorang karyawan maka akan semakin


25

tinggi kinerjanya, ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat

tumbuhkembang dengan subur di kalangan karyawan dan staf maka

dibutuhkan pendekatan-pendekatan melalui tindakan manajemen puncak

dan proses sosialisasi

Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai

mengandung komponen-komponen yang dimiliki seorang karyawan

(Moeljono, 2004) yakni:

1. Pemahaman substansi dasar tentang makna bekerja,

2. Sikap terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan,

3. Perilaku ketika bekerja,

4. Eetos kerja,

5. Sikap terhadap waktu, dan

6. Cara atau alat yang digunakan untuk bekerja.

Semakin positif nilai komponen-komponen budaya tersebut

dimiliki oleh seorang karyawan maka akan semakin tinggi kinerjanya,

ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat tumbuhkembang dengan subur di

kalangan karyawan dan staf maka dibutuhkan pendekatan-pendekatan

melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi.

1. Tindakan manajemen puncak

a. Apa yang dikatakan manajemen puncak akan menjadi panutan

karyawan.
26

b. Bagaimana manajemen puncak berperilaku akan menunjukkan

karyawan bersikap dalam berkomunikasi dan berprestasi untuk

mencapai standar kinerja perusahaan.

c. Bagaimana manajemen puncak menegakkan norma-norma

kerja akan menumbuhkan integritas dan komitmen karyawan

yang tinggi.

d. Imbalan dan hukuman yang diberikan manajemen puncak akan

memacu karyawan untuk meningkatkan semangat dan disiplin

kerja.

2. Proses sosialisasi

Proses sosialisasi dilakukan dalam bentuk advokasi bagi karyawan

baru untuk penyesuaian diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi

dilakukan ketika mereka sedang dalam tahap penyeleksian atau

prakedatangan. Tiap calon karyawan mengikuti pembelajaran sebelum

diterima. Setelah diterima para karyawan baru melihat kondisi

organisasi sebenarnya dan menganalisis harapan-kenyataan, antara lain

lewat proses orientasi kerja. Pada tahap ini para karyawan berada

dalam tahap perjuangan untuk menentukan keputusan apakah sudah

siap menjadi anggota sistem sosial perusahaan, ragu-ragu ataukah

mengundurkan diri. Ketika karyawan sudah memutuskan untuk terus

bekerja, namun proses perubahan relatif masih membutuhkan waktu

yang lama maka tiap karyawan perlu difasilitasi dengan pelatihan dan

pengembangan diri secara terencana. Dalam hal ini, karyawan harus


27

membuktikan kemampuan diri dalam penguasaan keterampilan kerja

yang disesuaikan dengan peran dan nilai serta norma yang berlaku

dalam kelompok kerjanya sampai mencapai tahap metamorfosis.

Secara keseluruhan keberhasilan proses sosialisasi akan sampai pada

tahap internalisasi yang diukur dari (1) produktivitas kerja, (2)

komitmen pada tujuan organisasi, dan (3) kebersamaan dalam

organisasi.

Hasil penelitian Harvard Business School (Kotter dan Heskett,1992)

dalam Moeljono (2004), menunjukkan bahwa budaya korporat mempunyai

dampak kuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Ada empat alasan

mengapa pengaruh itu terjadi:

1. Budaya korporat mempunyai dampak nyata pada prestasi kerja

ekonomi perusahaan dalam jangka panjang.

2. Budaya korporat bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih

penting di dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu

perusahaan dalam dekade mendatang.

3. Budaya korporat yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh

dalam jangka panjang adalah tidak jarang juga ditemukan; Budaya itu

berkembang dengan mudah dan bahkan dalam perusahaan yang penuh

dengan orang yang bijak dan cerdas.

4. Walaupun sulit diubah, budaya korporat dapat dibuat untuk lebih

meningkatkan prestasi.
28

2.3. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa inggris work performance

atau job performance tetapi dalam bahasa inggrisnya disingkat menjadi

performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi

kerja. Kinerja atau prestasi kerja diartikan sebagai ungkapan kemampuan

yang didasari oleh pengalaman, sikap, ketarampilan dan motivasi dalam

menghasilkan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam

manajemen, karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau

organisasi.

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian

mengenai kinerja menurut beberapa ahli. Menurut Anwar Prabu

Mangkunegara (2001;67) Kinerja didefinisikan sebagai : Hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2002;94), pengertian kinerja adalah :

Pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang

atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu.

Sedangkan menurut August W. Smith yang dikutip dari buku

Sedarmayanti (2001;50) mengemukakan bahwa : Performance atau kinerja

adalah output drive from processes, human or otherwise. Jadi dikatakannya

bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.


29

Menurut Henri Simamora (1997;423) menyatakan bahwa :

Prestasi kerja (Performance) diartikan sebagai suatu pencapaian

persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat

tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Menurut Hasibuan (2003;94) mendefinisikan : Prestasi kerja

adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-

tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Menurur Viethzal Rivai (2003;309) mengemukakan bahwa :

Kinerja adalah perilaku kerja yang ditampilkan setiap orang sebagai

prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan dengan peranannya dalam

perusahaan.

Sedangkan menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002;67)

mengemukakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Robert L. matis dan Jhon H. Jackson (2002:35)

mengemukakan bahwa :

Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka

memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kualitas

output, jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja dan sikap

kooperatif.
30

Dari beberapa pendapat diatas maka, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa : Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh

seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan baik secara

kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Kata kinerja belakangan ini menjadi topic yang banyak

dibicarakan dikalangan pengusaha dan administrator. Kinerja seakan

menjadi sosok yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada

organisasi/badan usaha, selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup

apabila tidak dibarengi dengan efektifitas dan efisiensi.

Dari pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam penguasaan

bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan

tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka

orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke

dalam penilaian prilaku secara mendasar meliputi:

1. kualitas kerja

2. kuantitas kerja

3. pengetahuan tentang pekerjaan

4. pendapat atau pernyataan yang disampaikan

5. keputusan yang diambil


31

6. perencanaan kerja

7. daerah organisasi kerja.

Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan

oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja

mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena

merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai

tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.

Hasibuan (1999:126) menyatakan bahwa produktivitas adalah

perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja menurut Sedarmayanti (2001) antara lain:

1. sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja);

2. pendidikan;

3. ketrampilan;

4. manajemen kepemimpinan;

5. tingkat penghasilan;

6. gaji dan kesehatan;

7. jaminan sosial

8. iklim kerja

9. sarana pra sarana

10. teknologi

11. kesempatan berprestasi.


32

Penilaian kinerja menurut Hendri Simamora (1997:415) adalah :

alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para

karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan

karyawan.

Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan (2000:87) menyatakan

Penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku

prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.

Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil

fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut

berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau

hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja

1. Loyalitas

Loyalitas adalah pengabdian penuh pegawai pada instansi tempat

bekerja

2. Disiplin

Kedisiplinan adalah kesadaran atau kesediaan seseorang mentaati

semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku.

Disiplin merupakan hal pokok dalam meningkatkan kinerja pegawai

dalam bekerja.

3. Ketepatan
33

Ketepatan merupakan kesediaan pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaan sesuai dengan waktu

4. kerjasama

kerjasama adalah suatu usaha menyelesaikan pekerjaan dengan bekerja

secara bersama-sama.

5. Tanggung jawab

Tanggung jawab merupakan sikap mental seorang pegawai yang mau

menanggung beban dan resiko atas pekerjaan yang diberikan.

6. Kesetiaan

Kesetiaan adalah suatu sikap pegawai untuk memegang teguh

pekerjaan yang diberikan.

Keenam aspek tersebut dijadikan ukuran dalam mengadakan

pengkajian tingkat kinerja seseorang. Disamping itu dikatakan bahwa untuk

mengadakan pengukuran terhadap kinerja ditetapkan bahwa Performance

adalah ability dikalikan motivation.

Menurut Gomes, penilaian kinerja (evaluasi pekerjaan) (2001 :

129), adalah :

perbandingan pekerjaan-pekerjaan yang diklasifikasikan guna menentukan

kompensasi yang pantas bagi pekerjaan-pekerjaan tersebut.

Pendapat yang lebih luas dikemukakan oleh Desler, (1997: 2) yaitu :

Penilaian kinerja didefinisikan sebagai prosedur apa saja yang mencakup :

penetapan standar kinerja, penilaian kinerja aktual karyawan dalam


34

hubungannya dengan standar-standar tersebut, dan memberi umpan balik

kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk

menghilangkan kemerosotan kinerja, atau berkinerja lebih tinggi.

Penilaian kinerja utamanya terdiri atas tiga langkah, yaitu sebagai

berikut :

a. Mendefinisikan pekerjaan, berarti memastikan bahwa anda dan

bawahan anda sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan.

b. Menilai kinerja, berarti membandingkan kinerja aktual bawahan

anda dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Ini mencakup

beberapa jenis formulir penilaian.

c. Umpan balik, berarti kinerja dan kemajuan bawahan di bahas dan

rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.

Bila penilaian gagal, itu semua terjadi karena alasan yang paralel

dengan ketiga langkah ini. Pendefinisian jabatan, penilaian kinerja, dan

pemberian umpan balik. Beberapa penilaian gagal, karena bawahan tidak

diberitahu sebelumnya tentang apa persisnya yang diharapkan dari mereka,

dilihat dari segi kinerja yang baik. Lainnya, gagal karena masalah dengan

formulir atau prosedur yang digunakan untuk secara aktual menilai kinerja.

Misalnya, seorang penyelia yang lunak mungkin menilai tinggi semua

bawahannya, walaupun sebenarnya banyak yang tidak memuaskan.

Masalah lain yang muncul, yaitu selama sesi umpan balik

wawancara, yang mencakup argumentasi dan komunikasi yang jelek.


35

Dengan demikian mempertahankan penilaian yang efektif itu dimulai

dengan mendefinisikan jabatan dan standarnya.

Seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam penguasaan

bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan

tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka

orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke

dalam penilaian prilaku secara mendasar meliputi:

1. kualitas kerja

2. kuantitas kerja

3. pengetahuan tentang pekerjaan

4. pendapat atau pernyataan yang disampaikan

5. keputusan yang diambil

6. perencanaan kerja

7. daerah organisasi kerja.

Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan

oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja

mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena

merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai

tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.


36

Hasibuan (1999:126) menyatakan bahwa produktivitas adalah

perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Sedarmayanti (2001) antara

lain:

1. Sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja);

2. Pendidikan;

3. Ketrampilan;

4. Manajemen kepemimpinan;

5. Tingkat penghasilan;

6. Gaji dan kesehatan;

7. Jaminan sosial

8. Iklim kerja

9. Sarana pra sarana

10. Teknologi

11. Kesempatan berprestasi.

Penilaian kinerja menurut Hendri Simamora (1997:415) adalah :

alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para

pegawai, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan

pegawai.

Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan (2000:87) menyatakan

Penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku

prestasi kerja pegawai serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.


37

Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja,

sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu :

1. Metode Tradisional.

Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai

prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis.

Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah : rating scale,

employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident.

a. Rating scale.

Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak

digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau

supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai

inisitaif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap

tujuan kerjanya.

b. Employee comparation

Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan

cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai

lainnya. Metode ini terdiri dari : (1) Alternation ranking : yaitu

metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat (ranking)

pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi

berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation :

yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan

dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai

alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan


38

untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. (3) Porced comparation

(grading) : metode ini sama dengan paired comparation, tetapi

digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak.

c. Check list

Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian

yang dilakukan oleh bagian personalia.

d. Freeform essay

Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan

yang berkenaan dengan orang/karyawan/pegawai yang sedang

dinilainya.

e. Critical incident

Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai

tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan

kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam

kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif,

kerjasama, dan keselamatan.

2. Metode Modern.

Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam

menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini

adalah : assesment centre, Management By Objective (MBO=MBS), dan

human asset accounting.

a. Assessment centre
39

Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai

khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun

kombinasi dari luar dan dari dalam.

b. Management by objective (MBO = MBS)

Dalam metode ini pegawai langsung diikutsertakan dalam

perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan

kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-

masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan.

c. Human asset accounting

Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal

jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara

membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat

mempengaruhi keberhasilan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai