Anda di halaman 1dari 86

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud
Mengetahui kondisi hidrogeologi daerah penelitian
Melakukan analisis bawah permukaan dengan metode geolistrik dan
mengolah data menggunakan software progress dan rockwork
Melakukan analisis kandungan kimia yang terdapat pada airtanah
berdasarkan sampel yang diperoleh
Melakukan korelasi terhadap hasil log geolistrik
1.2 Tujuan
Dapat mengetahui kuantitas dan kualitas airtanah pada daerah penelitian
Dapat menentukan geometri akuifer sehingga diketahui persebaran potensi
akuifer
Dapat mengetahui kualitas airtanah
Dapat mengetahui daerah yang memiliki potensi akuifer terbaik

1.3 Waktu Pelaksanaan


15 Oktober 16 Oktober 2016
Pendataan sumur dalam, sumur bor, tempat geolistrik, dan tempat
pengukuran debit.
20 Oktober 2016
Pengumpulan peta persebaran sumur

22 Oktober 2016 23 Oktober 2016


Pengambilan sampel, pengukuran debit dan mapping geologi

29 Oktober 2016, 11 November 2016, dan 13 November 2016


Pengukuran geolistrik Kecamatan Mojosongo
2 Lokasi dan Kesampaian daerah
Lokasi : Kecamatan Mojosongo
1
Kesampaian Daerah : 2,5 jam dari Tembalang menuju lokasi

2
BAB II
LINGKUP KAJIAN

2.1 Geologi
Regional

Geomorfologi Regional
Secara fisiografi regional wilayah Kabupaten Boyolali termasuk
dalam Gunung api Kuarter Jawa Tengah. Fisiografi Jawa Tengah secara
garis besar terdiri dari:
Pegunungan Serayu Utara
Pegunungan ini merupakan rangkaian pegunungan tertinggi di
Jawa Tengah, terbentang mulai dari utara Ajibarang di sebelah barat
sampai Karangkobar di sebelah timur dan terpotong oleh Gunungapi
Slamet, G. Butak, G. Bisma, G. Ronggo Jembangan, G. Sindoro, dan
G. Sumbing beserta produk volkaniknya. Formasi batuan pada zona
ini berumur Eosen hingga Pliosen. Struktur geologi di dalam zona ini
berupa kombinasi lipatan dan sesar naik dengan arah barat-timur
yang terpotong oleh sesar geser berarah utara- selatan. Kejadian
rangkaian pegunungan ini terkait dengan desakan lempeng Hindia-
Australia yang bergerak relatif ke utara menyusup di bawah
lempeng Asia.
Pegunungan Serayu Selatan
Pegunungan ini terbentang dari selatan Kawunganten ke arah timur
sampai dengan Purworejo. Formasi batuan pada zona ini merupakan
kumpulan Formasi Pra Tersier Holosen. Batuan Pra tersier
tersingkap di Luk Ulo, Karangsambung dan Banjarnegara Selatan
dengan litologi beraneka ragam yang tercampur aduk secara tektonik
(Melange) sebagai salah satu ciri khas endapan palung penunjaman
(subduction zone). Struktur geologi yang ada merupakan bagian dari
Axial Ridge dan Southern Slope berupa kombinasi antiklin asimetri
sinklin berarah relatif barat timur yang terpotong oleh sesar turun
dan sesar naik berarah relatif utara selatan.
Gunung Api Kuarter
Secara tektonik terbentuk setelah terjadi gunung api daratan (Fore
Arc Basin) pada akhir zaman Tersier, dimulai dengan munculnya G.
Rogojembangan pada kala Pleistosen. Pada kurun waktu berikutnya
(Holosen) terbentuk Gunung Dieng, Gunung Slamet, Gunung
Sindoro dan Gunung Sumbing, Gunung Merbabu dan Gunung
Merapi serta Gunung Lawu yang masih aktif hingga sekarang.
Zona Depresi Tengah Jawa
Zona ini membentang pada lembah Sungai Serayu yang
memisahkan antara Pegunungan Serayu Utara dengan Pegunungan
Serayu Selatan dan Gunung api Kuarter. Formasi batuan pada zona
ini berupa endapan sungai tua (terrace deposit) yang berumur
Pleistosen dan endapan sungai muda yang terbentuk hingga
sekarang.
Pegunungan Selatan
Pegunungan ini merupakan bagian yang terpisahkan dari
rangkaiannya di barat (Gabon High di Nusakambangan, Cilacap) dan
di timur (Pegunungan Jiwo) oleh Kebumen Low Kulon Progo
High dan Kroya Low Wangon Depression yang tersusun oleh
sedimen klastik non klastik berumur Tersier.
Zona Rembang dan Kendeng
Zona ini merupakan antiklinorium yang berarah umum barat-timur
sejajar dengan arah memanjang Pulau Jawa. Zona ini tersusun oleh
batuan-batuan sedimen berumur Oligosen sampai Pleistosen yang
didominasi oleh batuan berbutir halus.
Zona Depresi Solo
Zona ini merupakan cekungan antara pegunungan Kendeng di
bagian utara dan Pegunungan Selatan di bagian selatan, namun
depresi ini sekarang telah terisi oleh endapan volkanik yang cukup
besar.
Zona Dataran Pantai Utara
Zona ini terletak di sebelah utara dari Zona Gunung Api Kuarter
dan Antiklinorium Bogor-Kendeng dan tersusun oleh endapan
alluvial dan alluvial pantai yang didominasi oleh endapan pasir dan
lempung.
Geomorfologi Kabupaten Boyolali
Sebagian besar wilayah Kabupaten Boyolali adalah dataran rendah
dan dataran bergelombang dengan perbukitan yang tidak begitu terjal.
Kabupaten Boyolali secara umum termasuk bagian lereng gunung
api kuarter Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Sedangkan di bagian
utara juga terdapat waduk Kedungombo.
Secara umum topografi tinggi terletak di wilayah barat mulai dari
Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Winong yang
merupakan kaki lereng Gunung Merapi dan Kecamatan Ampel lereng
Gunung Merbabu. Kemudian secara berangsur semakin bertopografi
rendah ke arah timur Kecamatan Teras dan ke arah timur laut Kecamatan
Simo.
Struktur Tanah
Tanah yang terdapat pada lapisan luar bumi, terdiri atas kumpulan
aktivitas geologi, kimia, dan fisik, yang selalu berlangsung setiap saat
secara konstan, yang berubah dan berkembang sesuai perubahan yang
ada, baik perubahan iklim, bentang alam dan vegetasi.
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan selama ribuan bahkan
jutaan tahun yang lalu, dimana lapisan tanah yang telah matang (solum)
terdiri atas zat padat, cair dan gas. Struktur tanah wilayah Kabupaten
Boyolali terdiri atas :
Bagian Timur Laut (Kecamatan Karanggede dan Simo) pada
umumnya terdiri dari tanah lempung.
Bagian Tenggara (Kecamatan Sawit dan Banyudono) struktur
tanahnya adalah tanah Galih.
Bagian Barat Laut (Kecamatan Musuk dan Cepogo) struktur
tanahnya berpasir.
Bagian Utara sepanjang perbatasan Kabupaten Boyolali dengan
Kabupaten Grobogan struktur tanahnya berupa tanah kapur.
Sedangkan jenis tanah yang ada di Kabupaten Boyolali adalah
sebagai berikut :
Tanah asosiasi litosol dan grumosol terdapat di wilayah Kecamatan
Kemusu, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro dan Juwangi.
Tanah litosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel
dan Selo.
Tanah regosol kelabu terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo,
Ampel, Boyolali, Mojosongo, Banyudono, Teras, dan Sawit.
Tanah regosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo,
Musuk, Mojosongo, Teras, Sawit dan Banyudono.
Tanah andosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo,
Ampel dan Selo.
Tanah kompleks regosol kelabu dan grumosol terdapat di wilayah
Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi.
Tanah grumosol kelabu tua dan litosol terdapat di wilayah
Kecamatan Simo, Sambi, Nogosari, dan Ngemplak.
Tanah kompleks andosol kelabu tua dan litosol terdapat di wilayah
Kecamatan Cepogo, Ampel dan Selo.
Tanah asosiasi grumosol kelabu tua dan litosol terdapat di wilayah
Kecamatan Simo, Sambi, Nogosari dan Ngemplak.
Tanah mediteranian cokelat tua terdapat di wilayah Kecamatan
Kemusu, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro, Simo,
Nogosari, Ngemplak, Mojosongo, Sambi, Teras, dan Banyudono.
Stratigrafi Regional
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Salatiga yang disusun oleh
Sukardi dan Budhitrusna (1992) litologi di Kecamatan Ampel dan
sekitarnya terdiri dari beberapa satuan batuan yaitu :
Formasi Kerek (Tmk)
Formasi Kerek merupakan sedimen yang berselang-seling terdiri
dari perselang-selingan batu lanau, batu lempung, batu pasir
gampingan, dan batu gamping pasiran yang mengandung bahan
vulkanik.
Sifat fisik batuan :
- Bersifat mudah hancur
- Ada batuan kedap (Napal, Lempung)
- Ada batuan porus (batu pasir, batu gamping, batu pasir
kerikilan)
Batuan ini tersingkap di wilayah Kecamatan Juwangi, Karanggede,
Klego, Wonosegoro, Andong, Kemusu, Nogosari, Simo dan Sambi.
Formasi Kalibeng (Pliosen)
Formasi ini terdiri dari batu gamping koral, batu gamping
globigerina, dan napal pasiran dengan glaukonite dan foraminifera
kecil.
Sifat fisik:
- Batuan bersifat porus
- Sebagian bersifat agak kedap
Formasi Notopuro (Pleistosen).
Formasi ini terdiri dari batuan breksi andesit dan agglomerat dan
secara lokal terdapat endapan lahar.
Sifat fisik :
- Batuan bersifat porus
- Mudah mololoskan air
Formasi Kabuh (Pleistosen)
Formasi ini terdiri dari batu pasir silang-siur, kerikil sisipan tuf
andesit, dan konglomerat basal
Sifat fisik :
- Batuan bersifat porus
- Mudah mololoskan air
Batuan Vulkanik Kuarter
Batuan vulkanik kuarter terdiri dari:
- Batuan Gunung Api Merbabu berupa breksi gunung api, lava,
tuf, dan breksi lahar.
Sifat fisik :
Bersifat porus (breksi, breksi lahar)
Ada yang bersifat kedap (lava)
Batuan ini tersingkap di wilayah Kecamatan Selo, Cepogo,
Ampel, Karanggede, Klego, Wonosegoro, Sambi, Simo,
Nogosari, dan Ngemplak.
- Batuan Gunung Api Merapi berupa breksi gunung api, lava,
tuf, dan breksi lahar (pasir lepas sampai pasir agak padu).
Sifat fisik :
Bersifat porus
Sebagian kedap pada lava
Batuan ini tersingkap di wilayah Kecamatan Selo, Cepogo,
Banyudono, Ampel, Kota Boyolali, Mojosongo, Sawit, dan
Teras.
Endapan alluvial
Terdiri dari lempung, lanau dan pasir. Termasuk didalamnya
alluvial yang berupa lempung, lanau, pasir dan kerikil sampai
bongkah batuan beku yang bersifat lepas. Batuan ini tersingkap di
wilayah Kecamatan Ngemplak, Sambi, Simo, Mojosongo, Sawit,
Teras.
2.2 Hidrologi Regional
Mengingat kondisi geologi Kabupaten Boyolali yang sangat kompleks,
maka kondisi geohidrologi daerah tersebut juga sangat bervariasi. Keberadaan
air tanah sangat dipengaruhi oleh sifat fisik batuan, terutama porositas dan
permeabilitasnya, kondisi daerah resapan, dan topografi daerah yang
bersangkutan. Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar Yogyakarta, maka
daerah Boyolali dan sekitarnya mempunyai kondisi akuifer yang beragam
dari akuifer dengan produktivitas tinggi yang berupa akuifer dengan aliran
melalui celah dan ruang antar butir hingga daerah dengan air tanah
langka.
Berdasarkan sistem penyaluran air tanah di dalam batuan, maka akifer di
Boyolali dapat dibedakan menjadi :
Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir
Akuifer ini terdapat pada batuan endapan aluvial, aluvial vulkanik
dan endapan undak. Akuifer ini memiliki permeabilitas sedang tinggi
tergantung jenis litologinya. Di daerah yang didominansi lempung
permeabilitasnya akan rendah, sebaliknya permeabilitas akan tinggi pada
litologi yang didominasi pasir.
Akuifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir
Sifat fisik akuifer ini mempunyai permeabilitas yang baik dan
ditemukan pada Endapan Vulkanik Muda. Akifer yang berongga
dijumpai pada lava vesikuler yang produktivitasnya cukup tinggi,
terbukti dengan banyak munculnya mata air dari batuan ini di sekitar
daerah kaki lereng Merbabu.
Akuifer bercelah
Secara umum akuifer ini mempunyai tingkat kelulusan rendah -
sedang, dan air tanah dijumpai pada daerah lembah dan zona pelapukan.
Akuifer ini dijumpai pada Endapan Miosen. Pada material batupasir dan
konglomerat mempunyai tingkat kelulusan lebih besar dibanding pada
batuan lempung.

8
Sedangkan berdasarkan keterdapatannya dapat dikelompokan menjadi
empat zona yaitu:
Daerah dengan kondisi akuifer setempat produktif tinggi dan mempunyai
penyebaran sempit yaitu daerah dataran di sekitar daerah selatan Ampel
sampai Kota Boyolali
Daerah dengan kondisi akuifer produktivitas sedang yang terletak di
bagian utara dengan litologi endapan pasir lereng Timur Laut Gunung
Merbabu, sekitar Tengaran dan Ampel.
Daerah dengan kondisi akuifer produktivitas kecil, terletak pada
perbukitan rendah sampai dataran sekitar Simo.
Daerah langka air tanah merupakan daerah perbukitan terjal, daerah
Kemusu dan lereng atas Gunung Merbabu.
Kabupaten Boyolali mempunyai curah hujan yang tinggi dan memiliki
sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakatnya, termasuk
iklim tropis dengan rata-rata curah hujan sekitar 2.000 milimeter/tahun.
Wilayah kabupaten Boyolali yang berupa dataran rendah dan dataran tinggi
ini memiliki keadaan pengairan cukup baik karena terdapat sumber mataair
dan sungai- sungai yang mengalir di wilayah ini. Selain itu, di Kabupaten
Boyolali juga terdapat beberapa waduk yang dapat dimanfaatkan masyarakat
selain dari mataair dan sungai. Waduk ini berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat jika musim kemarau tiba.
Potensi Hidrologi yang dimiliki Kabupaten Boyolali dan dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi maupun kepentingan
lainnya, baik alami maupun buatan. Kondisi hidrologi di Kabupaten Boyolali
sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain. Beberapa faktor
penyebabnya antara lain adalah perubahan iklim, topografi, dan struktur
geologi. Keadaan hidrologi tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Sumber Air Dangkal (Air Permukaan)
Air permukaan adalah air yang terdapat di permukaan tanah yang berupa
air sungai, danau, telaga, waduk, dan rawa. Sumber air dangkal yang
terdapat di Kabupaten Boyolali antara lain:
Waduk
Air permukaan yang terdapat di Kabupaten Boyolali yang berasal dari
waduk yaitu:
- Kedung Ombo (3.536 Ha) dan memiliki tampungan efektif 636,69
juta m3, airnya dimanfaatkan sebagai bahan baku PDAM dan
hanya dapat dinikmati oleh penduduk di desa Genengsari dan
sekitarnya. Waduk ini berada di wilayah Kecamatan Kemusu.
- Kedungdowo (48 Ha) di wilayah Kecamatan Andong.
- Cengklik (240Ha) di wilayah Kecamatan Ngemplak yang saat ini
mengalami banyak pendangkalan.
- Bade (80 Ha) di wilayah Kecamatan Klego.

Tabel 2.1 Rata-Rata Debit Pada Waduk Di Kabupaten Boyolali

No Nama/Loka Lua Volum


si s e
I. Waduk Cengklik (Ha) (m3)
a. Ds. Senting
Kec. Sambi 336 8.525.200/381.354
Kab. Boyolali
b. Ds. Ngargorejo
Ds. Sobokerto
Kec. Ngemplak
Kab. Boyolali
II. Waduk Klego
a. Ds. Bade
Ds. Klego
Ds. Blumbang 56,34 1.900.000/600.000
Kec. Klego
Kab. Boyolali

Sungai

Sungai yang terdapat di Kabupaten Boyolali mempunyai pola radial


dan mempunyai bentuk lembah v yang menandakan erosi vertikal
lebih intensif dibandingkan erosi horisontal. Sungai-sungai tersebut
adalah :
- Sungai Serang melintasi wilayah Kecamatan Karanggede, Kemusu
dan Wonosegoro.
- Sungai Cemoro melintasi wilayah Kecamatan Simo dan Nogosari.
- Sungai Pepe melintasi wilayah Kecamatan Boyolali, Mojosongo,
Teras, Banyudono, Sambi, Ngemplak.
- Sungai Gandul yang melintasi wilayah Kecamatan Selo, Cepogo,
Musuk, Mojosongo, Teras dan Sawit.
- Sungai Bedoyo yang merupakan sungai yang cukup besar. Berikut
merupakan daftar sungai dan anak sungai Kabupaten Boyolali
:
Tabel 2.2 Daftar Sungai/ Das Dan Danau/ Waduk Beserta Panjang
dan Debitnya di Kabupaten Boyolali
Sungai/ DAS
Nama Panja Debit Upaya
No. Air Permas Konserv
(Sungai dan ng (m3/dt al ahan asi
(Km) k)
DAS)
1 2 3 Max
4 / 5 6
1 Serang / 15 6.844/ - Pena - Sosialis
DAS Serang 0.441 m a si
banga masyar
2 Pepe / DAS 11.5 24.346/ n a kat
Bengawan 11.179 sekitar
Solo liar sungai
3 Iramg grenjeng / 4.8 0.830
(pasir (dalam
DAS Serang rangka
dan
4 Kapuk / DAS 3.7 0.660 batu) pengam
5 Serang
Wates / DAS 5.1 0.760 - Pemet a nan
sungai)
Bengawan a an
Solo tepi- - Penga
6 Gondang / / 5.4 0.340
tepi m
DAS anan
sungai
7 Rejoso / DAS 5.1 0.286 bersed tebing
Bengawan i men (cek
kemud dam)
8 Bogo / DAS 4 1.800
Bengawan i an - Penghija
dimanf u an
9 Nongko / DAS 7.4 0.530 aatkan
Bengawan - Larang
untuk an
10 Solo
Pule / DAS 8 3.698 lahan tangka
Bengawan pertan p ikan
i an denga
11 Solo
Sombo / DAS 7.6 1.639
- Erosi n
Bengawan
pada strom,
12 Solo
Luwuk / DAS 6.5 0.320 racun
tikung
Bengawan an alur
1 2 3 4 5 6
13 Gandul / DAS 28.5 7.128/
Bengawan 6.960
Solo
14 Palang / DAS 4.2 0.150
15 Klumpit / DAS 7.9 -
16 Mati / DAS Serang 7.3 -
17 Tambakan / 7.2 -
DAS Serang
18 Mojolegi / DAS 2.6 -
19 Kedungmangir 6.3 -
/ DAS Serang
20 Selo / DAS Serang 5.3 -
21 Makasih / DAS 8.7 0.050
22 Bodeh / DAS 1.9 0.050
23 Serang
Klampok / DAS 3.9 0.050
24 Grenjengan / DAS 1.9 0.050
Serang
25 Jengglong / 6.2 0.180
DAS
26 Bendungan / DAS 9.7 0.130
Tuntang
27 Timo / DAS 4 1.100
28 Serang
Bagor / DAS 7 1.100
29 Serang
Bedoyo / DAS 17.3 1.100
Bengawan
30 Solo
Dungguyangan / 6.6 1.100
DAS Serang
31 Dungori / DAS 1 1.100
32 Lunyu / DAS 6 1.100
33 Serang
Kedungrong / 12.2 0.075
DAS Serang
34 Sranten / DAS 3.1 0.075
35 Bengle / DAS 11.6 0.180
36 Pringapus / DAS 7.7 0.070
37 Kedungbendo / 4.4 1.012
DAS Bengawan
Solo
38 Gebang / 4.3 11.651
DAS
39 Nanas / DAS 4.3 -
Bengawan
40 Jowo / DAS 9.3 -
Bengawan
41 Solo
Cemoro / 16.3 4.485/
DAS 0.154
Bengawan
42 Butak / DAS
Bengawan
43 Solo
Andong / DAS
44 Tempel / DAS
Bengawan
45 Solo
Gede / DAS
Bengawan
46 Solo
Larangan /
DAS
Danau/Waduk/Situ/Embung
Nama Panja Debit Upaya
No. Air Permasa Konserv
(Sungai dan ng (m3/dt la han asi
(Km) k)
DAS)
1 Max
Data /
Waduk Kedung 657 - Relokasi
Ombo 6 tidak warga
tersedi Pemanfaata
Desa Bawu, n sabuk sekitar
a waduk ke
Kemusu, hijau
Genengsari, lokasi
(greeenbe yang
Kedungrejo, lt) sebagai
Wonoharjo, sesuai
tempat dengan
Kedungmulyo, permukim
Sarimulyo, Klewor, peruntuka
an dan n nya
Watugede,
2 Waduk Cengklik 240 9.299.240 - Mengatas
/ 276.180
Desa Senting Pendangkal i erosi
Kecamatan daerah
an hulu
Sambi, Desa
waduk
Ngargorejo, Pengawas
Sobokerto, -Banyaknya a n dan
Kecamatan karamba pengendali
Ngemplak di waduk a n usaha
3 Waduk Bade 80 2.844.400 Pendang Mengatas
/ 969.400 kalan i erosi
Desa Bade, waduk
Blumbang, Klego, daerah
Kecamatan Klego hulu

Airtanah

Airtanah yang ada di Kabupaten Boyolali muncul dalam bentuk mata


air. Pada bagian selatan Kabupaten Boyolali lebih banyak ditemukan
mataair daripada bagian utara sehingga rentan timbul kekeringan. Di
Boyolali bagian selatan mata air ditemukan di Kecamatan Ampel,
Boyolali, Banyudono, Teras dan Sawit. Sedangkan di bagian utara
ditemukan di Kecamatan Juwangi, Wonosegoro, dan Kemusu mataair
ini dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, PDAM dan air minum
masyarakat. Untuk lebih jelasnya data mata air yang terdapat di
Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Daftar Mata Air Kabupaten Boyolali

No Nama Loka Luas Area Debit


Sumber Desa si Kecamat Oncoran Sumbe
Mata an (Ha) r
1. Air
Bantengan Bentengan Karangged 11.30 (Lt/dt)
15
2. Pinggir Pinggir e
Karangged 11.00 15
3. Klego Klego e
Klego 12.00 15

13
No Nama Loka Luas Area Debit
Sumbe Desa si Kecamat Oncoran Sumbe
4. Tanjung r Tanjung an
Klego 11.00 r
15
5. Sangge Sangge Klego 15.00 5
6. Kedung Kd. Lengkong Simo 11.00 15
7. Sirah Gunung Simo 11.00 8
8. Tlatar Kebonbimo Boyolali 14.30 29
9. Ketingan Mudal Boyolali 10.00 4
10 Sililin/Tlogo Kiringan Boyolali 7.00 21
.
11 Blimbing Manggis Mojosongo 379.9 10
.
12 Karangandon Metuk Mojosongo 0
32.30 28
.
13 g
Pulerejo Jurug Mojosongo 4.50 2
.
14 Gendol Tambak Mojosongo 14.00 13
.
15 Tawangsari Dlingo Mojosongo 5.30 6
.
16 Kenteng Cepoko Sawit Sawit 25.30 15
.
17 Cepoko Sawit Cepoko Sawit Sawit 24.60 25
.
18 Gomban Tan Cepoko Sawit Sawit 4.60 10
.
19 Nledok Cepoko Sawit Sawit 37.65 20
.
20 Kebatan Jenengan Sawit 15.20 68
.
21 Soka Jenengan Sawit 81.10 10
.
22 Gombang Gombang Sawit 23.00 60
.
23 Mungup Kemasan Sawit 23.81 15
.
24 Lajan Kemasan Sawit 118.6 10
.
25 Langse Nepen Teras 0
293.2 15
.
26 Manggis Nepen Teras 0
429.9 2
26
.
27 Rembang Nepen Teras 8
57.60 7
49
.
28 Bon Siji Dukuh Banyudon 55.80 3
15
.
29 Dahar Dukuh o
Banyudon 40.00 0
45
.
30 Temanten Dukuh o
Banyudon 12.20 52
.
31 Tirtomoyo Dukuh o
Banyudon 72.10 23
.
32 Sidomulyo Cangkringan o
Banyudon 117.1 13
.
33 Sungsang Bendan o
Banyudon 0
14.00 6
33
.
34 Ngrancah Urut Sewu o
Ampel 15.00 4
10
.
35 Ngreco Selodoko Ampel 7.00 8
.
36 Jambe Gondang Ampel 15.00 4
.
37 Mliwis Slamet
Mliwis Cepogo 12
.
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Boyolali, 2008

14
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


1. Alat

BCL Kamera
Kompas Kantong Sampel Batuan
Palu Botol Sampel
Meteran GPS
Alat Tulis Timun
Stopwatch
Alat Geolistrik (Naniura, Aki, Payung, Palu, Patok, Conductivity meter)
2. Bahan
Tabel geolistrik Diagram piper
Tabel kurlov Diagram
piper Peta topografi daerah penelitian
3.2 Diagram Alir
1. Debit Sungai

Mulai

Cari lokasi pengukuran debit air, misal sungai

Bagi area sungai menjadi 3 segmen agar mempermudah perhitungan debit (secara kasar sungai be

Hitung volume air masing masing segmen menggunakan prinsip dasar matematika (1 se
segmen bangun prisma segitiga)

Tentukan panjang sungai yang akan diukur


sebagai sampel wilayah pengukuran debit

Jatuhkan timun titik awal lintasan pengukuran dan catat waktu yang dibutuhkan ketika timun samp

Setelah didapat data volume dan waktu pad


volume total diba

Seles
2. Geolistrik

Mulai

Cari lokasi pengukuran geolistrik (daerah kering dan memiliki panjang kurang lebih 200
meter serta tidak pada daerah yang terpengaruh dengah getaran disekitar lokasi)

Pasang alat geolistrik ditengah tengah lokasi dengan ketentuan telah


dihubungkan kesumber tenaga (aki) dan menggunakan kawat tembaga

Bentangkan meteran sepanjang 100 meter ke sisi kiri alat dan 100 meter
ke sisi kanan alat, kemudian tancapkan patok menggunakan palu

Input data MN/2 dan AB/2 adalah sebagai berikut:

Apabila nilai MN/2 adalah 0.5 meter maka dilakukanApabila


8 kali pengukuran
nilai MN/2 adalah
dengan5 meter
masingmaka
masingdilakukan
nilai AB/2
7 kali
sebagai
pengukura
berikut : 1.5, 2.5, 4, 6, 8, 10, 12, 15 (dalam meter) berikut : 15, 20, 25, 30, 40, 50, 60 (d

Apabila nilai MN/2 adalah 10 meter maka dilakukan 3 kali pengukuran


Apabila dengan
nilai MN/2 masing
adalah masing
25 meter nilai
maka AB/2 sebagai
dilakukan 1 kali pengu
berikut : 60, 75, 100 (dalam meter) sebagai berikut : 100 (dalam

Pada saat patok MN/2 berada di 0,5 meter dan AB/2 di 1,5 meter atur arus agar berada di angka 0 (nol) dengan meny

Setelah itu pencet tombol start pada alat, jika angka pada arus dan volt sudah stabil pendet tombol hold tanpa melepa

Pengolahan data menggunakan Software (Rockwork,


Progress) dan pengolahan secara manual

Selesai
3. Pengukuran Muka Airtanah Sumur Galian
Mulai

Cari lokasi pengukuran berupa sumur galian pada


daerah penelitian

Catat lokasi sumur yang diketahui berdasarkan


koordinatnya pada GPS

Hitung kedalaman sumur dari permukaan tanah menggunakan


meteran yang telah diikatkan pemberat pada ujungnya

Lakukan pengukuran pada setiap sumur


galian yang ada diwilayan penelitian

Pengolahan data menggunakan Software (Rockwork,


Progress) dan pengolahan secara manual

Selesai

3.3 Rumus-Rumus Perhitungan


1. Volume Airtanah Yang Tersimpan

2. Volume Air Teresapkan

3. Debit Aliran Airtanah


4. Debit Maksimal Yang Mampu Diambil

5. Jumlah Sumur Maksimal Yang Dapat Dibuat

6. Radius of Influence

7. Perhitungan Debit Sungai

Segmen I Segmen II Segmen III


v = L alas x t
v = v =
Q= Q= Q=

= =

Sungai =

+

+

*NB : tiap segmen dilakukan pengukuran sebanyak 5 kali

8.

9.
BAB IV
PERHITUNGAN

4.1 Tabel Sumur Dangkal


4.2 Tabel Sumur Dalam

4.3 Tabel Perhitungan Geolistrik


Kelompok 6: Metuk, Brajan, Dlingo
Kurva Bantu Kurva Koreksi TP X Y N K Dn Hn n
Q 1 1.3 3400 0.2 1.3 1.3 3400
H Q 2 1.6 2000 0.3 0.4 1.69 0.39 680
A H 3 3.5 300 10 3.5 5.19 800
K A 4 4.3 850 0.05 5 3.675 0.175 3000
Q K 5 7.8 2000 0.15 0.4 4.32 0.645 4250
H Q 6 10.5 1400 0.4 0.5 7.44 3.12 800
A H 7 13.5 700 3.5 13.5 20.94 700
K A 8 17.5 1400 0.17 1.5 15.795 2.295 2450
Q K 9 23.5 1900 0.3 0.5 21.045 5.25 2100
H Q 10 25 1500 0.1 0.8 23.395 2.35 950
A H 11 42 1100 7 42 65.395 1200
A 7700
Depth ResistiviLitologi Hidrogeolo
0 6009.16tySoil gi
Zona
0.81 250.71 Breksi Vados
Akuifer
1.26 15.58 Batulempun Akuiklud
1.29 2903.33 g
Batupasir Akuifer
1.53 6163.2 Breksi Akuifer
2.78 1973.7 Batupasir Akuifer
5.65 933.22 Batupasir Akuifer
10.72 3388.03 Batupasir Akuifer
13.67 3674.72 Batupasir Akuifer
22.07 947.6 Batupasir Akuifer
24.72 214.85 Breksi Akuifer
96.46 5783.18 Breksi Akuifer
Kelompok 7: Kragilan, Mojosongo
Kurva Bantu Kurva Koreksi TP X Y N K Dn Hn n
A 1 3.6 100000 0.65 3.6 3.6 100000
K A 2 6.5 85000 0.6 0.8 5.76 2.16 65000
Q K 3 10 80000 0.5 0.05 9.01 3.25 68000
H Q 4 13.5 70000 0.4 0.025 13.01 4 4000
A H 5 27 32000 0.2 40.01 27 1750
A 6400

Depth ResistivyLitologi Hidrogeolo


0 97634.8it Soil gi
Zona Vados
2.92 90916.8 Batupasir Akuifer
7 Batupasir
5.52 89643.0 Akuifer
2 Breksi
9.13 6491.21 Akuifer
11.47 25701.6 Lava Akuifug
5 Breksi
25.86 6616.99 Akuifer
Kelompok 8: Kemiri, Karangnongko
Kurva Bantu Kurva Koreksi TP X Y N K Dn Hn n
A 1 34 18000 2 34 34 18000
K A 2 36 19000 0.1 1.5 37.4 3.4 36000
Q K 3 44 20000 0.15 0.4 42.8 5.4 28500
H Q 4 50 16000 0.2 1 51.6 8.8 8000
A H 5 95 16500 40 95 43.4 16000
A 660000

Depth ResistivyLitologi Hidrogeolo


0 28894.4it Soil gi
Zona Vados
3 Breksi
7.15 7209.68 Akuifer
7.38 23337.8 Lava Akuifug
2 Breksi
13.28 9104.23 Akuifer
15.39 16135.6 Lava Akuifug
1 Breksi
23 9616.97 Akuifer
25.04 38340.8 Lava Akuifug
1 Breksi
53.93 8125.24 Akuifer
Kelompok 10: Manggis, Jurug, Butuh
Kurva Bantu Kurva Koreksi TP X Y N K Dn Hn n
A 1 1.4 7500 40 - 1.4 1.4 7500
A A 2 2.3 12000 5 0.08 1.512 0.112 300000
K A 3 5.5 27000 7 0.7 3.122 1.61 60000
Q K 4 8.5 40000 0.05 0.1 3.672 0.55 189000
H Q 5 10 9000 0.5 0.3 6.222 2.55 2000
A H 6 36 5000 2.5 - 36 29.778 4500
K A 7 43 6000 1.5 0.15 41.4 5.4 12500
Q K 8 50 6500 0.5 0.15 47.85 6.45 9000
Q 3250
Depth ResistivyLitologi Hidrogeolo
0 135.66 it Soil gi
Zona Vados
0.02 253347 Batupasir Akuifer
0.12 20277.3 Lava Akuifug
2.04 673768. 2 Batupasir Akuifer
4.07 2895.87 9 Batupasir Akuifer
5.96 20842.5 Lava Akuifug
45.17 14218.0 9 Lava Akuifug
51.08 9908.71 7 Breksi Akuifer
57.95 4041.77 Batupasir Akuifer
4.4 Peta Persebaran Sumur

27
4.5 Perhitungan Debit Air Permukaan

4.6 Perhitungan Potensi Akuifer Airtanah Dangkal

Volume airtanah yang tersimpan


Vh = Ad.b.s
-6
=(43,2)(95,17)(3.10 .95,17)
3
=1,173 m
Volume air teresapkan
Vr=Curah hujan pertahun.%resapan
=2.368 mm/tahun.20%
3
=0,4736 m
Debit aliran airtanah
Q0 = T.i.L
Q0 = k.b.dh/dl.L
= (12)(95,17)(540/265)(200)
= 465.435,16 m/s
=465.435,16/31.536.000 m/tahun
=0,014 m/tahun

28
Debit maksimal yang mampu diambil
Qmax = Sq (0,5H)
Qmax = Q0/drawdown (0,5.b)
= (465.435,16)/(1.5)(0,5.95,17)
= 14.765.154,73 m/s
=14.765.154,73/31.536.000 m/tahun
=0,468 m/tahun
Jumlah sumur maksimal yang dapat
dibuat Xmax = Vh/Qmax per
tahun
= 1,173/0,468
= 2,506 = 2 sumur
Radius of influence
Rd = 2.Qmax/T.i
= (2)( 14.765.154,73)/(12.95,17) (540/265)
=477237659,7 m
=477237,65 km
4.7 Permodelan Arah Aliran Muka Airtanah

30
4.8 Tabel Kurlov, Diagram Stiff, Diagram Paper
Kelompok 6: Metuk, Brajan, Dlingo
Conc Conc. (%
Ion Val. F.W. TDS KESADAH SO4 Cl WQI KUALITA
. (meq/l meq/l
AN S
(mg/l ) )
Ca +2 12 2 40.0 0.59880 17% 256.37 51.65005
2 8 2 4 2 4 3
Mg + 5.2 25.3 0.41643 12% wi
+ 7 1 1 6
Na 56. 22.9 2.44454 71% 13 jumlah wi
2 9 1 0.30769 0.1538461 0.30769 0.23076 Wi
Total kation meq/l 3.45978 100 25.6372 10.33001
54 2
1.16 9 qi (WHO)
6.4 IRIGASI Kualitas
-
1 61.0 %
HCO 3 164 2.68764 84% 51.274 10.33001 1.16 6.4 qi 3.4310597 Sangat
-2 2 3 (MENKES) 75 Baik
SO4 2.9 2 96.0 0.06037 2% 7.88830 1.5892323 0.35692 1.47692 SI (WHO) 11.311 Sangat
- 6 9 8 1.5892323
08 0.356923 1.47692 3 SI 39 Baik
Cl 16 1 35.4 0.45134 14% 15.7766 19.199 Sangat
Total anion meq/l 5 3.19936 100 2 08 3 3 (MENKES) 69 Baik
2 %

Kelompok 7: Kragilan, Mojosongo

31
Kelompok 8: Kemiri, Karangnongko
Kelompok 9: Madu, Tambak, Singosari
Kelompok 10: Manggis, Jurug, Butuh
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Sumur
Dangkal

Keterdapatan Airtanah sangat erat kaitannya dengan sifat atau


karakteristik batuan terhadap air yang melewatinya. Berdasarkan kemampuan
batuan/tanah pelapukan untuk menyimpan dan mengalirkan air terdapat
empat jenis batuan, yaitu:
a. Aquifer adalah lapisan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam
jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir, kerikil, batupasir, batugamping
rekahan.
b. Akiklud adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak dapat
mengalirkan dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, serpih, tuf
halus, lanau.
c. Akuifug (Aquifug) adalah lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat
menyimpan dan mengalirkan air. Contoh : batuan kristalin, metamorf
kompak.
d. Aquitard adalah lapisan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan dalam
jumlah yang terbatas. Contoh : lempung pasiran (sandy clay).
Jika dihubungkan dengan sifat kelistrikannya, batuan yang di
interpretasikan sebagai aquifer adalah batuan yang memiliki tingkat
resistivitas rendah. Karena pada lapisan batuan ini mengandung air yang
bersifat konduktif sehingga sifat hambatannya rendah. Umumnya ditemukan
pada batuan yang berpori.
Dari hasil akuisisi geolistrik yang dihubungkan dengan hasil pemetaan
geologi dan sifat batuan terhadap airtanah pada kecamatan mojosongo
didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Vadose zone
Vadose zone merupakan zona tidak jenuh air, ditemukan di permukaan
umumnya berupa soil. Batas zona ini adalah permukaan sampai
dengan muka airtanah. Lapisan ini disimbolkan dengan warna cokelat
gelap pada korelasi hidrostratigrafi. Lapisan ini termasuk dalam zona
vadose atau zona tidak jenuh air. Pada lapisan ini biasanya berlangsung
terjadi penyerapan air secara maksimal atau terjadinya infiltrasi air yag
berasal dari permukaan menuju bawah permukaan. Merupakan zona
recharge jika memiliki lapisan permeable dibawahnya.
b. Akuifer
Batuan yang di interpretasikan sebagai akuifer merupakan batuan yang
memiliki porositas dan permeabilitas tinggi. Berdasarkan hasil
pemetaan geologi yang dikorelasikan dengan geolistrik didapatkan
bahwa batuan yang berpotensi sebagai akuifer adalah batupasir dan
breksi.
c. Akuifug
Lapisan yang di interpretasikan sebagia lapisan akuifug merupakan
lapisan batuan yang memiliki resistivitas tinggi.memiliki sifat lapisan
yang kompak atau pejal, tidak ada nya ukuran butir namun adanya
mineral yang saling interlocking. Oleh karena itu batuan tersebut
memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat buruk atau tidak
dapat menerima atau meloloskan air ataupun fluida lainnya. Lapisan
ini disimbolkan dengan warna biru muda pada korelasi hidrostratigrafi.
Merupakan lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan airtanah seperti batuan beku dan batuan metamorf dan
kalaupun ada air pada lapisan batuan tersebut hanya terdapat pada
kekar atau rekahan batuan saja. Termasuk diantara lava yang
merupakan batuan beku dengan porositas dan permeabilitas yang
buruk. Hasil dari pemetaan geologi, batuan yanbg memiliki
karakteristik seperti ini adalah lava.
d. Akuiklud
Lapisan yang di interpretasikan sebagai lapisan akuiklud berdasarkan
data pemetaan dan geolistrik adalah batulempung. Batuan ini memiliki
porositas yang tinggi namun memiliki tinkat permeabilitas yang rendah
sehingga tidah dapat mengalirkan air dalam jumlah yang signifikan.
Untuk mengetahui keterdapatan airtanah pada akuifer dangkal yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumur dangkal perlu dibuat korelasi antar titik-titik
geolistrik dengan menggunakan software rockwork. Software ini
menggunakan data interpretasi litologi yang berada di bawah permukaan dan
mengkorelasikannya berdasarkan elevasi meskipun hasil korelasinya tidak
sepenuhnya sesuai dengan kaidah geologi. Seperti dijumpainya vadoese zone
pada bagian tengah korelasi.

Vadose zone
Aquifer

Gambar. 5.1 Korelasi antar titik geolistrik

Gambar. 5.2. Korelasi titik geolistrik kelurahan Brajan dan Mojosongo


Gambar. 5.3Korelasi titik geolistrik kelurahan Brajan dan Kermiri

Gambar. 5.4. Korelasi titik geolistrik kelurahan Brajan dan Manggis

Gambar. 5.5 Korelasi titik geolistrik kelurahan Mojosongo dan Kemiri

Gambar. 5.6 Korelasi titik geolistrik kelurahan Mojosongo dan Manggis


Gambar. 5.7 Korelasi titik geolistrik kelurahan Kemiri dan Manggis

Berdasarkan hasil korelasi tiap titik akuisisi geolistrik, daerah yang


memiliki potensi terbaik untuk dibuat sumur dangkal adalah daerah
Kelurahan Brajan dan Manggis. Karena pada lokasi tersebut memiliki akuifer
yang dangkal dan geometri aquifer dangkalnya lebih besar daripada lokasi
lain. Sehingga pada lokasi tersebut aquifer dangkalnya mudah dimanfaatkan
dengan cara membuat sumur dangkal. Sedangkan daerah yang kurang
potensial untuk dimanfaatkan aquiferdangkalnya adalah daerah Kelurahan
Mojosongo dan Kemiri. Karena pada daerah tersebut hanya memiliki aquifer
dangkal yang tipis sehingga tidak mampu menyimpan air dalam jumlah
banyak. Data ini sesuai dengan MAT di tiap kelurahan, pada Kelurahan
Manggis memiliki kedalama MAT sekitar 4,45 meter, Kelurahan brajan
memiliki ketinggian MAT 7,6 meter. Sedangkan Kelurahan Kemiri dan
Mojosongo tidak dijumpai sumur dangkal, melainkan di dominasi oleh sumur
bor dikarenakan MAT nya cukup dalam.

5.2 Geolistrik
Pemetaan Hidrogeologi acara Analisis Geometri Akuifer yang
dilaksanakan di Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali ini bertujuan
untuk mengetahui kedalaman masing masing litologi yang ada pada bawah
permukaan serta mengkorelasikannya guna kepentingan hidrogeologi. Hal
tersebut dapat dilihat dari parameter fisik yang diukur pada metode geolistrik
yaitu nilai resistivitas batuan. Praktikan membuat kolom stratigrafi,
permodelan 3D, serta mengkorelasikan sumur dari 4 titik yang diketahui.
Keempat titik geolistrik masuk dalam Formasi batuan Gunung api Merapi
(Qpm).
5.2.1 Hasil Tiap Log
a. Titik Manggis

a b
Gambar 5.8 (a). Kolom Hidro 2D Gambar (b). Kolom stratigrafi 2D
Titik Manggis

Titik ini berlokasi di Manggis. Terdapat 4 litologi pada log titik ini,
yaitu soil, lava, breksi, dan batupasir.Soil atau tanah adalah selubung
terluar dari permukaan bumi yang terdiri dari partikel-partikel batuan
yang lepas, butir-butir mineral, yang umumnya terletak di atas batuan
induk. Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme.
Pada kolom stratigrafi, tanah yang disimbolkan dengan warna coklat ini
melampar di bagian paling atas permukaan hingga kedalaman 0.02
meter. Porositas tanah dapat diinterpretasikan dari dua aspek, yaitu
ukuran butir dan keseragaman material. Tanah yang memiliki ukuran
butir halus memiliki porositas yang lebih besar dibandingkan dengan
tanah yang memiliki ukuran butir kasar. Kemudian, tanah yang memiliki
material seragam akan memiliki porositas yang lebih besar
dibandingkan material yang beragam (well graded material). Hal ini
dikarenakan pada ukuran butir yang kasar dan material yang beragam,
biasanya menyebabkan rongga pada material tidak beraturan sehingga
rongga yang digunakan untuk menyimpan air menjadi lebih sedikit.
Namun, apabila kembali dilihat dari karakteristik tanah yang terdiri dari
partikel lepas, maka dapat diinterpretasikan bahwa tanah ini tidak
memiliki kemampuan untuk menyimpan air yang terlalu baik namun
kemungkinan mampu meloloskan air dengan baik. Hal ini dikarenakan
material material tanah tersebut tidak terikat satu sama lain sehingga
airtanah diinterpretasikan akan langsung terloloskan ke lapisan dibawah
tanah. Dan pada Gambar 4.1 yakni Model hidrostratigrafi yakni masuk
kedalam xzona vados.
Batupasir adalah batuan padat atau kompak yang terdiri dari
fragmen-fragmen yang menyatu dan mengeras dengan diameter berkisar
antara 1/16 mm sampai 2 mm. Pada kolom stratigrafi, batupasir yang
disimbolkan dengan warna kuning ini berada pada kedalaman 0.02
0.12 meter, 2.04 4.07 meter dan 57.95 meter. Porositas dan
permeabilitas pada batupasir dipengaruhi oleh proses-proses geologi
yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Dari tekstur batupasir
dapat diturunkan menjadi beberapa parameter empiris yaitu sortasi,
ukuran butir, derajat kebundaran, dan sementasi. Pertama, sortasi adalah
cara penyebaran berbagai macam besar butir. Jika sortasi pada batupasir
sangat buruk, maka batuan akan terdiri dari berbagai ukuran. Dengan
demikian rongga yang terdapat diantara butiran besar akan diisi oleh
butiran yang kecil sehingga porositas dan permeabilitasnya berkurang.
Begitu juga sebaliknya, apabila sortasi pada batupasir baik, maka akan
terbentuk rongga yang cukup baik untuk air tersimpan sehingga
porositas dan permeabilitas bertambah. Kedua, batupasir memiliki
ukuran butir yang beragam dari pasir sangat halus hingga pasir kasar.
Namun porositas batupasir akan terbilang baik apabila ukuran butirnya
yang sama sehingga kemungkinan akan menghasilkan sortasi yang baik.
Ketiga, jika derajat kebundaran pada batupasir mendekati bola, maka
permeabilitas dan porositasnya akan lebih meningkat dikarenakan
rongga yang terbentuk akan cenderung membentuk pola rhombohedral
atau kubus dimana bentuk ini dapat menyimpan air lebih baik dengan
persentase sekitar 26% dan 47.6% menurut Garton dan Fraser (1935
dalam Beard & Weyl, 1973). Bentuk butir yang menyudut biasanya
memperkecil rongga karena masing masing sudutnya akan mengisi
rongga yang ada sehingga kemas lebih tertutup. Terakhir, pada batupasir
yang tidak tersemen cenderung memiliki permeabilitas yang tinggi. Dan
pada Gambar 4.1 diatas, batupasir termasuk dalam kategori Akuifer.
Lava adalah salah satu batuan beku yang terbentuk dari magma
intermediet. Pada kolom stratigrafi, litologi lava yang disimbolkan
dengan warna merah ini berada pada kedalaman 0.12 2.04 meter, 5.96
45.17 meter dan 45.17 51.8. Batuan beku tersusun atas kumpulan
macam macam mineral. Hal ini menyebabkan batuan beku ini sangat
padat dan tidak memiliki rongga untuk menyimpan dan mengalirkan air.
Oleh karena itu diinterpretasikan porositas dan permeabilitas dari batuan
beku sangat buruk. Porositas dan permeabilitas batuan beku ini dapat
meningkat apabila terbentuk rekahan pada batuan sehingga air dapat
tersimpan dan teralirkan.
Pada Gambar 4.1, litologi lava termasuk dalam kategori Akuifug
Breksi adalah batuan yang terdiri dari fragmen - fragmen mineral
rusak atau batuan yang disemen secara bersama-sama oleh matriks
berbutir halus yang dapat mirip dengan atau berbeda dari komposisi
fragmen. Breksi memiliki bentuk menyudut. Pada kolom stratigrafi,
breksi yang disimbolkan dengan warna jinga ini berada pada kedalaman
51.8 57.95 meter . Porositas dan permeabilitas dari breksi ini
dipengaruhi oleh sortasi, ukuran butir, dan bentuk butir. Sortasi pada
breksi sangat buruk, sehingga batuan akan terdiri dari berbagai ukuran.
Dengan demikian rongga yang terdapat diantara butiran besar akan diisi
oleh butiran yang kecil sehingga porositas dan permeabilitasnya
berkurang. Breksi memiliki ukuran butir yang beragam pada tiap
batuannya sehingga akan terbilang memiliki porositas yang buruk. Lalu
derajat kebundaran pada breksi sangat tidak mendekati bola, sehingga
permeabilitas dan porositasnya akan lebih kecil. Namun dengan sifat
batuan tersebut, breksi masih dapat menyimpan dan mengalirkan air
dalam jumlah yang terbatas Dan pada Gambar 4.1 diatas, batupasir
termasuk dalam kategori Akuifer.
Berdasakan dari litologi yang di termukan , maka dapat diketahui
pula sifat batuan terhadap airtanah. Terdapat lapisan paling atas yang
paling dekat dengan permukaan yang disebut sebagai zona vadose.
Selain itu berdasakan hasil korelasi hidrostratigrafi ada titik yang telah
dilakukan maka ditemukan beberapa sifat batuan terhadap airtanah,
antara lain ditemukan akuifer, dan akuivug. Akuifer adalah lapisan
batuan yang pada umumnya yang memiliki sifat yang memiliki porositas
dan permeabilitas yang tinggi sehingga dalam hal ini batuan tersebut
dapat meloloskan dan mengalirkan air ke suatu tempat. Dalam hal ini
batuan yang dapat digolongkan mejadi akuifer antara lain ialah
batupasir.
Akuifug merupakan suatu batuan yang memiliki sifat berupa
porositas dan permeabilitas yang buruk sehingga dalam ini batuan
tersebut tidak dapat menyimpan ataupun meloloskan airtanah dalam ini
yang dapat dikategorikan kebagian akuivug ialah lava.
b. Titik Kragilan

Gambar 5.8 (a). Kolom 2D hidrologi (b). Kolom stratigrafi 2D Titik Kragilan

Titik ini berlokasi di Manggis. Terdapat 4 litologi pada log titik ini,
yaitu soil, lava, breksi, dan batupasir. Soil atau tanah adalah selubung
terluar dari permukaan bumi yang terdiri dari partikel-partikel batuan
yang lepas, butir-butir mineral, yang umumnya terletak di atas batuan
induk. Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme.
Pada kolom stratigrafi, tanah yang disimbolkan dengan warna coklat ini
melampar di bagian paling atas permukaan hingga kedalaman 2.92
meter. Porositas tanah dapat diinterpretasikan dari dua aspek, yaitu
ukuran butir dan keseragaman material. Tanah yang memiliki ukuran
butir halus memiliki porositas yang lebih besar dibandingkan dengan
tanah yang memiliki ukuran butir kasar. Kemudian, tanah yang memiliki
material seragam akan memiliki porositas yang lebih besar
dibandingkan material yang beragam (well graded material). Hal ini
dikarenakan pada ukuran butir yang kasar dan material yang beragam,
biasanya menyebabkan rongga pada material tidak beraturan sehingga
rongga yang digunakan untuk menyimpan air menjadi lebih sedikit.
Namun, apabila kembali dilihat dari karakteristik tanah yang terdiri dari
partikel lepas, maka dapat diinterpretasikan bahwa tanah ini tidak
memiliki kemampuan untuk menyimpan air yang terlalu baik namun
kemungkinan mampu meloloskan air dengan baik. Hal ini dikarenakan
material material tanah tersebut tidak terikat satu sama lain sehingga
airtanah diinterpretasikan akan langsung terloloskan ke lapisan dibawah
tanah. Dan pada Gambar 4.2 yakni Model hidrostratigrafi yakni masuk
kedalam zona vados.
Batupasir adalah batuan padat atau kompak yang terdiri dari
fragmen-fragmen yang menyatu dan mengeras dengan diameter berkisar
antara 1/16 mm sampai 2 mm. Pada kolom stratigrafi, batupasir yang
disimbolkan dengan warna kuning ini berada pada kedalaman 2.92
5.52 meter, 5.52 9.13 meter. Porositas dan permeabilitas pada
batupasir dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang berpengaruh
terhadap proses sedimentasi. Dari tekstur batupasir dapat diturunkan
menjadi beberapa parameter empiris yaitu sortasi, ukuran butir, derajat
kebundaran, dan sementasi. Pertama, sortasi adalah cara penyebaran
berbagai macam besar butir. Jika sortasi pada batupasir sangat buruk,
maka batuan akan terdiri dari berbagai ukuran. Dengan demikian rongga
yang terdapat diantara butiran besar akan diisi oleh butiran yang kecil
sehingga porositas dan permeabilitasnya berkurang. Begitu juga
sebaliknya, apabila sortasi pada batupasir baik, maka akan terbentuk
rongga yang cukup baik untuk air tersimpan sehingga porositas dan
permeabilitas bertambah. Kedua, batupasir memiliki ukuran butir yang
beragam dari pasir sangat halus hingga pasir kasar. Namun porositas
batupasir akan terbilang baik apabila ukuran butirnya yang sama
sehingga kemungkinan akan menghasilkan sortasi yang baik. Ketiga,
jika derajat kebundaran pada batupasir mendekati bola, maka
permeabilitas dan porositasnya akan lebih meningkat dikarenakan
rongga yang terbentuk akan cenderung membentuk pola rhombohedral
atau kubus dimana bentuk ini dapat menyimpan air lebih baik dengan
persentase sekitar 26% dan 47.6% menurut Garton dan Fraser (1935
dalam Beard & Weyl, 1973). Bentuk butir yang menyudut biasanya
memperkecil rongga karena masing masing sudutnya akan mengisi
rongga yang ada sehingga kemas lebih tertutup. Terakhir, pada batupasir
yang tidak tersemen cenderung memiliki permeabilitas yang tinggi. Dan
pada Gambar 4.2 diatas, batupasir termasuk dalam kategori Akuifer.
Lava adalah salah satu batuan beku yang terbentuk dari magma
intermediet. Pada kolom stratigrafi, litologi lava yang disimbolkan
dengan warna merah ini berada pada kedalaman 11.47 25.86 meter.
Batuan beku tersusun atas kumpulan macam macam mineral. Hal ini
menyebabkan batuan beku ini sangat padat dan tidak memiliki rongga
untuk menyimpan dan mengalirkan air. Oleh karena itu diinterpretasikan
porositas dan permeabilitas dari batuan beku sangat buruk. Porositas dan
permeabilitas batuan beku ini dapat meningkat apabila terbentuk rekahan
pada batuan sehingga air dapat tersimpan dan teralirkan.
Pada Gambar 4.2, litologi lava termasuk dalam kategori Akuifug
Breksi adalah batuan yang terdiri dari fragmen - fragmen mineral
rusak atau batuan yang disemen secara bersama-sama oleh matriks
berbutir halus yang dapat mirip dengan atau berbeda dari komposisi
fragmen. Breksi memiliki bentuk menyudut. Pada kolom stratigrafi,
breksi yang disimbolkan dengan warna jinga ini berada pada kedalaman
9.13 11.47 meter . Porositas dan permeabilitas dari breksi ini
dipengaruhi oleh sortasi, ukuran butir, dan bentuk butir. Sortasi pada
breksi sangat buruk, sehingga batuan akan terdiri dari berbagai ukuran.
Dengan demikian rongga yang terdapat diantara butiran besar akan diisi
oleh butiran yang kecil sehingga porositas dan permeabilitasnya
berkurang. Breksi memiliki ukuran butir yang beragam pada tiap
batuannya sehingga akan terbilang memiliki porositas yang buruk. Lalu
derajat kebundaran pada breksi sangat tidak mendekati bola, sehingga
permeabilitas dan porositasnya akan lebih kecil. Namun dengan sifat
batuan tersebut, breksi masih dapat menyimpan dan mengalirkan air
dalam jumlah yang terbatas Dan pada Gambar 4.2 diatas, batupasir
termasuk dalam kategori Akuifer.
Berdasakan dari litologi yang di termukan , maka dapat diketahui
pula sifat batuan terhadap airtanah. Terdapat lapisan paling atas yang
paling dekat dengan permukaan yang disebut sebagai zona vadose.
Selain itu berdasakan hasil korelasi hidrostratigrafi ada titik yang telah
dilakukan maka ditemukan beberapa sifat batuan terhadap airtanah,
antara lain ditemukan akuifer, dan akuivug. Akuifer adalah lapisan
batuan yang pada umumnya yang memiliki sifat yang memiliki porositas
dan permeabilitas yang tinggi sehingga dalam hal ini batuan tersebut
dapat meloloskan dan mengalirkan air ke suatu tempat. Dalam hal ini
batuan yang dapat digolongkan mejadi akuifer antara lain ialah
batupasir.
Akuifug merupakan suatu batuan yang memiliki sifat berupa
porositas dan permeabilitas yang buruk sehingga dalam ini batuan
tersebut tidak dapat menyimpan ataupun meloloskan airtanah dalam ini
yang dapat dikategorikan kebagian akuivug ialah lava.
c. Titik Brajan

Gambar 5.9 Kolom Hidro 2D (b). Kolom stratigrafi 2D Titik Brajan

Titik ini berlokasi di Brajan, Kecamatan Mojosongo. Terdapat 4


litologi pada log titik ini, yaitu Batupasir, Batulempung, Batupasir dan
Breksi. Selain itu ditemukan pula Soil atau tanah yaitu selubung terluar
dari permukaan bumi yang terdiri dari partikel-partikel batuan yang lepas,
butir-butir mineral, yang umumnya terletak di atas batuan induk. Tanah
berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme. Pada kolom
stratigrafi, tanah yang disimbolkan dengan warna coklat ini melampar di
bagian paling atas permukaan hingga kedalaman 0.80 meter. Porositas
tanah dapat diinterpretasikan dari dua aspek, yaitu ukuran butir dan
keseragaman material. Tanah yang memiliki ukuran butir halus memiliki
porositas yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang memiliki
ukuran butir kasar. Kemudian, tanah yang memiliki material seragam
akan memiliki porositas yang lebih besar dibandingkan material yang
beragam (well graded material). Hal ini dikarenakan pada ukuran butir
yang kasar dan material yang beragam, biasanya menyebabkan rongga
pada material tidak beraturan sehingga rongga yang digunakan untuk
menyimpan air menjadi lebih sedikit. Namun, apabila kembali dilihat dari
karakteristik tanah yang terdiri dari partikel lepas, maka dapat
diinterpretasikan bahwa tanah ini tidak memiliki kemampuan untuk
menyimpan air yang terlalu baik namun kemungkinan mampu meloloskan
air dengan baik. Hal ini dikarenakan material material tanah tersebut
tidak terikat satu sama lain sehingga airtanah diinterpretasikan akan
langsung terloloskan ke lapisan dibawah tanah.
Batulempung adalah batuan padat atau kompak yang terdiri dari
fragmen-fragmen yang menyatu dan mengeras dengan diameter kurang
dari 1/256 mm. Pada kolom stratigrafi, batulempung yang disimbolkan
dengan warna hijau ini berada pada kedalaman 1.26-1.29 meter.
Porositas dan permeabilitas pada batulempung juga dipengaruhi oleh
proses-proses geologi yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi.
Dari tekstur batulempung dapat diturunkan menjadi beberapa parameter
empiris yaitu sortasi, ukuran butir, derajat kebundaran, dan sementasi.
Pertama, sortasi dari batulempung dapat dikatakan baik dikarenkan
ukurannya yang seragam dan sangat halus sehingga menyebabkan
porositas pada batulempung baik. Namun, dikarenakan ukuran butir
yang sangat halus, maka rongga yang dibentuk antar butir sangat kecil.
Semakin kecil rongga, maka semakin lambat alirannya dan
mengakibatkan air akan tetap tinggal pada batuan. Oleh karena itu
permeabilitas pada batulempung rendah. Kedua, derajat kebundaran
pada batulempung diinterpretasikan lebih mendekati bentuk bola
dibanding menyudut dikarenakan material yang menyusun batulempung
ini sudah tertransport jauh. Selama masa transportasi diinterpretasikan
material ini telah mengalami berbagai proses seperti interaksi dengan
dasar sungai sehingga ukurannya menjadi lebih halus dan bentuk
butirnya membola. Hal ini menyebabkan porositas pada batulempung
tinggi. Terakhir, material penyusun batulempung terikat dengan semen
sehingga permeabilitasnya cenderung rendah.
Breksi adalah batuan yang terdiri dari fragmen - fragmen mineral
rusak atau batuan yang disemen secara bersama-sama oleh matriks
berbutir halus yang dapat mirip dengan atau berbeda dari komposisi
fragmen. Breksi memiliki bentuk menyudut. Pada kolom stratigrafi,
breksi yang disimbolkan dengan warna jinga ini berada pada kedalaman
1.53-2.78 meter dan > 96.46 meter.Porositas dan permeabilitas dari
breksi ini dipengaruhi oleh sortasi, ukuran butir, dan bentuk butir.
Sortasi pada breksi sangat buruk, sehingga batuan akan terdiri dari
berbagai ukuran. Dengan demikian rongga yang terdapat diantara butiran
besar akan diisi oleh butiran yang kecil sehingga porositas dan
permeabilitasnya berkurang. Breksi memiliki ukuran butir yang beragam
pada tiap batuannya sehingga akan terbilang memiliki porositas yang
buruk. Lalu derajat kebundaran pada breksi sangat tidak mendekati bola,
sehingga permeabilitas dan porositasnya akan lebih kecil. Namun
dengan sifat batuan tersebut, breksi masih dapat menyimpan dan
mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas.
Batupasir adalah batuan padat atau kompak yang terdiri dari
fragmen-fragmen yang menyatu dan mengeras dengan diameter berkisar
antara 1/16 mm sampai 2 mm. Pada kolom stratigrafi, batupasir yang
disimbolkan dengan warna kuning ini berada pada kedalaman 0.81-1.26
meter, 1.291.53 meter dan 2.78 24.72 meter. Porositas dan
permeabilitas pada batupasir dipengaruhi oleh proses-proses geologi
yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Dari tekstur batupasir
dapat diturunkan menjadi beberapa parameter empiris yaitu sortasi,
ukuran butir, derajat kebundaran, dan sementasi. Pertama, sortasi adalah
cara penyebaran berbagai macam besar butir. Jika sortasi pada batupasir
sangat buruk, maka batuan akan terdiri dari berbagai ukuran. Dengan
demikian rongga yang terdapat diantara butiran besar akan diisi oleh
butiran yang kecil sehingga porositas dan permeabilitasnya berkurang.
Begitu juga sebaliknya, apabila sortasi pada batupasir baik, maka akan
terbentuk rongga yang cukup baik untuk air tersimpan sehingga
porositas dan permeabilitas bertambah. Kedua, batupasir memiliki
ukuran butir yang beragam dari pasir sangat halus hingga pasir kasar.
Namun porositas batupasir akan terbilang baik apabila ukuran butirnya
yang sama sehingga kemungkinan akan menghasilkan sortasi yang baik.
Ketiga, jika derajat kebundaran pada batupasir mendekati bola, maka
permeabilitas dan porositasnya akan lebih meningkat dikarenakan
rongga yang terbentuk akan cenderung membentuk pola rhombohedral
atau kubus dimana bentuk ini dapat menyimpan air lebih baik dengan
persentase sekitar 26% dan 47.6% menurut Garton dan Fraser (1935
dalam Beard & Weyl, 1973). Bentuk butir yang menyudut biasanya
memperkecil rongga karena masing masing sudutnya akan mengisi
rongga yang ada sehingga kemas lebih tertutup. Terakhir, pada batupasir
yang tidak tersemen cenderung memiliki permeabilitas yang tinggi.
Berdasakan dari litologi yang ditemukan, maka dapat diketahui
pula sifat batuan terhadap airtanah. Terdapat lapisan paling atas yang
paling dekat dengan permukaan yang disebut sebagai zona vadose. Selain
itu berdasakan hasil korelasi hidrostratigrafi sumur yang telah dilakukan
maka ditemukan beberapa sifat batuan terhadap airtanah yaitu aquifer
dan akuiklud. Akuifer adalah lapisan batuan yang pada umumnya yang
memiliki sifat yang memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi
sehingga dalam hal ini batuan tersebut dapat meloloskan dan
mengalirkan air ke suatu tempat. Dalam hal ini batuan yang dapat
digolongkan mejadi akuifer antara lain ialah batupasir..
Sedangkan akuiklud merupakan suatu lapisan batuan yang pada
umunya memiliki porositas yang baik namun kecil dan permeabilitas
yang buruk sehingga dalam hal ini batuan ini dapat menyimpan air
namun tidak dapat mengalirkan air dan dalam hal ini lapisan batuan yang
dapat di golongkan kebagian akuiklud ialah batulempung yang berwarna
hijau
d. Titik Kemiri

Gambar 5.10 Kolom Hidro 2D (b). Kolom stratigrafi 2D Titik Kemiri


Titik ini berlokasi di daerah kemiri, kecamatan Mojosongo.
Terdapat 4 litologi pada log titik ini, yaitu soil, breksi dan lava. Soil atau
tanah yaitu selubung terluar dari permukaan bumi yang terdiri dari
partikel-partikel batuan yang lepas, butir-butir mineral, yang umumnya
terletak di atas batuan induk. Tanah berasal dari pelapukan batuan
dengan bantuan organisme. Pada kolom stratigrafi, tanah yang
disimbolkan dengan warna coklat, soil pada titik ini berada pada
kedalaman 0 7.15 meter. Porositas tanah dapat diinterpretasikan dari
dua aspek, yaitu ukuran butir dan keseragaman material. Tanah yang
memiliki ukuran butir halus memiliki porositas yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang memiliki ukuran butir kasar.
Kemudian, tanah yang memiliki material seragam akan memiliki
porositas yang lebih besar dibandingkan material yang beragam (well
graded material). Hal ini dikarenakan pada ukuran butir yang kasar dan
material yang beragam, biasanya menyebabkan rongga pada material
tidak beraturan sehingga rongga yang digunakan untuk menyimpan air
menjadi lebih sedikit. Namun, apabila kembali dilihat dari karakteristik
tanah yang terdiri dari partikel lepas, maka dapat diinterpretasikan
bahwa tanah ini tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan air yang
terlalu baik namun kemungkinan mampu meloloskan air dengan baik.
Hal ini dikarenakan material material tanah tersebut tidak terikat satu
sama lain sehingga airtanah diinterpretasikan akan langsung terloloskan
ke lapisan dibawah tanah.
Breksi adalah batuan yang terdiri dari fragmen - fragmen mineral
rusak atau batuan yang disemen secara bersama-sama oleh matriks
berbutir halus yang dapat mirip dengan atau berbeda dari komposisi
fragmen. Breksi memiliki bentuk menyudut. Pada kolom stratigrafi,
breksi yang disimbolkan dengan warna jinga ini berada pada kedalaman
7.15-7.38 meter, 13.28-15.39 meter, dan 23-25.04 meter. Porositas dan
permeabilitas dari breksi ini dipengaruhi oleh sortasi, ukuran butir, dan
bentuk butir. Sortasi pada breksi sangat buruk, sehingga batuan akan
terdiri dari berbagai ukuran. Dengan demikian rongga yang terdapat
diantara butiran besar akan diisi oleh butiran yang kecil sehingga
porositas dan permeabilitasnya berkurang. Breksi memiliki ukuran butir
yang beragam pada tiap batuannya sehingga akan terbilang memiliki
porositas yang buruk. Lalu derajat kebundaran pada breksi sangat tidak
mendekati bola, sehingga permeabilitas dan porositasnya akan lebih
kecil. Namun dengan sifat batuan tersebut, breksi masih dapat
menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas. Litologi
terakhir yang diidentifikasi adalah lava dengan kedalaman 7.38 13.28
meter, 15.39-23 meter dan 25.04 53.93 meter yaitu larutan magma
pijar yang mengalir keluar dalam perut bumi melalui kawah gunung api
kemudian membeku menjadi batuan beku.
Berdasakan dari litologi yang ditemukan, maka dapat diketahui
pula sifat batuan terhadap airtanah. Terdapat lapisan paling atas yang
paling dekat dengan permukaan yang disebut sebagai zona vadose. Selain
itu berdasakan hasil korelasi hidrostratigrafi sumur yang telah dilakukan
maka ditemukan beberapa sifat batuan terhadap airtanah yaitu aquifer
dan akuiklud. Akuifer adalah lapisan batuan yang pada umumnya yang
memiliki sifat yang memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi
sehingga dalam hal ini batuan tersebut dapat meloloskan dan
mengalirkan air ke suatu tempat. Dalam hal ini batuan yang dapat
digolongkan mejadi akuifer antara lain ialah batu breksi. Dan akuifug
merupakan suatu batuan yang memiliki sifat berupa porositas dan
permeabilitas yang buruk sehingga dalam ini batuan tersebut tidak dapat
menyimpan ataupun meloloskan airtanah dalam ini yang dapat
dikategorikan kebagian akuivug ialah lava.
5.2.2 Hasil Penampang Hidrostratigrafi
a. Titik 6 titik 7

Gambar 5.11 Korelasi Hidrostratigrafi Titik 6 Titik 7

Hidrostratigrafi adalah suatu model untuk menggambarkan stratum


geologis penyusun akuifer, yang di dalamnya berisi informasi tentang
karakteristik airtanah. Hidrokimia merupakan model untuk menelusur
asal-usul pembentukan airtanah, yang didasarkan pada analisis komposisi
ion-ion penyusunnya.
Pada korelasi Hidrstratigrafi dan permodelan 2D titik 6 titik 7
dapat dilihat bahwa pada bagian permukaan terdapat lapisan Zona Vadus.
Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima komponen yang
ada. Komponen tersebut adalah Zona vados, Akuifer dan Akuifug,
akuiklud, akuitard.

b. Titik 6 Titik 8

Gambar 5.12 Korelasi Hidrostratigrafi Titik 6 Titik 8

Hidrostratigrafi adalah suatu model untuk menggambarkan stratum


geologis penyusun akuifer, yang di dalamnya berisi informasi tentang
karakteristik airtanah. Hidrokimia merupakan model untuk menelusur
asal-usul pembentukan airtanah, yang didasarkan pada analisis komposisi
ion-ion penyusunnya.
Pada korelasi Hidrstratigrafi dan permodelan 2D titik 6 titik 8
dapat dilihat bahwa pada bagian permukaan terdapat lapisan Zona
Vadus. Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima
komponen yang ada. Komponen tersebut adalah Zona vados, Akuifer
dan Akuifug, Akuiklud, dan juga Akuitard.
c. Titik 6 Titik 10

Gambar 5.13 Korelasi Hidrostratigrafi Titik 6 Titik 10


Pada korelasi Hidrstratigrafi dan permodelan 2D titik 6 titik 10
dapat dilihat bahwa pada bagian permukaan terdapat lapisan Zona
Vadus. Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima
komponen yang ada. Komponen tersebut adalah Zona vados, Akuifer
dan Akuifug, Akuiklud, dan juga Akuitard.
d. Titik 7 Titik 8

Gambar 5.14 Korelasi Hidrostratigrafi Titik 7 Titik 8

Hidrostratigrafi adalah suatu model untuk menggambarkan stratum


geologis penyusun akuifer, yang di dalamnya berisi informasi tentang
karakteristik airtanah. Hidrokimia merupakan model untuk menelusur
asal-usul pembentukan airtanah, yang didasarkan pada analisis komposisi
ion-ion penyusunnya.
Pada korelasi Hidrstratigrafi dan permodelan 2D titik 7 titik 8
dapat dilihat bahwa pada bagian permukaan terdapat lapisan Zona
Vadus. Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima
komponen yang ada. Komponen tersebut adalah Zona vados, Akuifer
dan Akuifug, Akuiklud, dan juga Akuitard.
e. Titik 7 Titik 10

Gambar 5.15 Korelasi Hidrostratigrafi Titik 7 Titik 10

Hidrostratigrafi adalah suatu model untuk menggambarkan stratum


geologis penyusun akuifer, yang di dalamnya berisi informasi tentang
karakteristik airtanah. Hidrokimia merupakan model untuk menelusur
asal-usul pembentukan airtanah, yang didasarkan pada analisis komposisi
ion-ion penyusunnya.
Pada korelasi Hidrstratigrafi dan permodelan 2D titik 7 titik 10
dapat dilihat bahwa pada bagian permukaan terdapat lapisan Zona
Vadus. Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima
komponen yang ada. Komponen tersebut adalah Zona vados, Akuifer
dan Akuifug, Akuiklud, dan juga Akuitard.
f. Titik 8 Titik 10

Gambar 5.16 Korelasi Hidrostratigrafi Titik 8 Titik 10

Hidrostratigrafi adalah suatu model untuk menggambarkan stratum


geologis penyusun akuifer, yang di dalamnya berisi informasi tentang
karakteristik airtanah. Hidrokimia merupakan model untuk menelusur
asal-usul pembentukan airtanah, yang didasarkan pada analisis komposisi
ion-ion penyusunnya.
Pada korelasi Hidrostratigrafi dan permodelan 2D titik 8 titik 10
dapat dilihat bahwa pada bagian permukaan terdapat lapisan Zona
Vadus. Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima
komponen yang ada. Komponen tersebut adalah Zona vados, Akuifer
dan Akuifug, Akuiklud, dan juga Akuitard.

Gambar 5.16 Korelasi Hidrostratigrafi Model 3D Kecamatan Mojosongo, Kabupaten


Boyolali
Gambar 5.17 Diagram Pagar Hidrostratigrafi Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

5.2.3 Hasil Penampang Litostratigrafi


a. Titik 6 titik 7

Gambar 5.18 Korelasi Litostratigrafi Titik 6 Titik 7

Litostratigrafi adalah cabang ilmu stratigrafi berdasarkan


karakteristik litologi dan hubungan stratigrafinya. Litostratigrafi ini
berguna untuk menentukan korelasi atau hubungan stratigrafi antara
satuan diatas dengan satuan dibawahnya dan dengan satuan litologi
lainnya. Setelah dikorelasi, didapatkan hubungan antara kelima
komponen yang ada. Komponen tersebut adalah soil atau tanah serta
empat litologi berupa batupasir, batulempung, breksi, dan andesit.
Pada korelasi litostratigrafi dan permodelan 2D titik 6 titik 7
dapat dilihat bahwa litologi yang paling tua adalah batulempung. Lalu
terdapat batuan beku tebal dan juga batu pasir tebal. Kemudian pada
bagian permukaan terdapat lapisan soil.
b. Titik 6 titik 8

Gambar 5.18 Korelasi Litostratigrafi Titik 6 Titik 8


Pada korelasi litostratigrafi dan permodelan 2D titik 6 titik 8
dapat dilihat bahwa litologi yang paling tua adalah batulempung. Lalu
terdapat batuan beku tebal dan juga batu pasir tebal. Kemudian pada
bagian permukaan terdapat lapisan soil.
c. Titik 6 titik 10

Gambar 5.20 Korelasi Litostratigrafi Titik 6 Titik 10

Pada korelasi litostratigrafi dan permodelan 2D titik 6 titik 7


dapat dilihat bahwa litologi yang paling tua adalah batulempung. Lalu
terdapat batuan beku tebal dan juga batu pasir tebal. Kemudian pada
bagian permukaan terdapat lapisan soil.
d. Titik 7 titik 8
Gambar 5.20 Korelasi Litostratigrafi Titik 7 Titik 8
Pada korelasi litostratigrafi dan permodelan 2D titik 7 titik 8
dapat dilihat bahwa litologi yang paling tua adalah batulempung. Lalu
terdapat batuan beku tebal dan juga batu pasir tebal. Kemudian pada
bagian permukaan terdapat lapisan soil.
e. Titik 7 titik 10

Gambar 5.22 Korelasi Litostratigrafi Titik 7 Titik 10

Pada korelasi litostratigrafi dan permodelan 2D titik 7 titik 10


dapat dilihat bahwa litologi yang paling tua adalah batulempung. Lalu
terdapat batuan beku tebal dan juga batu pasir tebal. Kemudian pada
bagian permukaan terdapat lapisan soil.
f. Titik 8 titik 10
Gambar 5.23 Korelasi Litostratigrafi Titik 8 Titik 10

Pada korelasi litostratigrafi dan permodelan 2D titik 8 titik 10


dapat dilihat bahwa litologi yang paling tua adalah batulempung. Lalu
terdapat batuan beku tebal dan juga batu pasir tebal. Kemudian pada
bagian permukaan terdapat lapisan soil.

Gambar 5.24 Korelasi Litostratigrafi Model 3D Kecamatan Mojosongo,


Kabupaten Boyolali
Gambar 5.25 Diagram Pagar Litostratigrafi Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali.

5.3 Perhitungan Debit

Pengukuran debit pada aliran sungai di lakukan di kecamatan Mojosongo


pada 10 titik lokasi yang berbeda. Pada pengukuran debit di sungai memiliki
geometri masing-masing sehingga akan menghasilkan perhitungan debit yang
berbeda-beda. Untuk pengukuran debit dilakukan pada 3 segmen yang berbeda
pada setiap aliran sungai nya. Segmen pertama dan ketiga merupakan bagian tepi
sungai dan segmen kedua merupakan bagian tengah sungai dengan panjang
lintasan menyesuaikan kondisi di lapangan. Adapun rumus perhitungan debit tiap
segmennya
Tabel 5.1 Rumus Perhitungan Debit

Segmen I Segmen II Segmen III

v = L alas x t
v = v =

Q= Q= Q=

=

= =
Gambar 5.26 Geometri Pengukuran debit
Pengukuran debit dilakukan dengan menggunakan metode apung (floating
method). Dengan alat apungnya yaitu berupa timun. Timun digunakan karena
memiliki masa jenis yang hampir sama dengan masa jenis air sehingga hasil
pengukuran kecepatan aliran yang didapat akan semakin akurat. Cara kerjanya
yaitu membagi sungai menjadi 3 segmen untuk dilakukan pengukuran. Lalu di
tiap segmen jatuhkan timun ke aliran air. Hitung waktu perpindahan timun dari
titik awal pengukuran hingga mencapai titik akhir pada jarak yang telah
ditentukan. Dari data waktu yang dibutuhkan timun melintasi lintasan akan
diperhitungkan dengan geometri sungai yang kemudian akan didapatkan data
debit tiap masing-masing segmen yang kemudian dirata-rata akan menghasilkan
nilai debit sungai.
Titik pertama yang diambil pengukuran debit pada pemetaan Hidrogeologi
ini dilakukan di sungai besar di desa Dlingo Kecamatan Mojosongo dengan
koordinat 460056 dan 9170891. Sungai ini memiliki lebar 12 meter dan
kedalaman sekitar 30 cm. Dalam pengukuran debit menggunakan metode apung
3
ini didapatkan hasil yaitu 2,16 m /s. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut maka
debit air di sungai daerah Dlingo ini termasuk besar. Hal ini dapat terjadi karena
pengukuran dilakukan di sungai besar atau sungai utama yang digunakan warga
untuk irigasi. Selain karena sungai ini merupakan sungai besar terdapat beberapa
faktor lain yang mempengaruhi antara lain saat melakukan pengukuran debit
kondisi air dalam keadaan cukup banyak, dengan sungai yang lebar dan dangkal
menyebabkan aliran air menjadi cepat, kondisi sungai yang bersih sehingga timun
dapat bergerak dengan lancar. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi hasil
pengukuran adalah lokasi pengukuran berada tidak jauh setelah bendungan.
Dimana tepat pada bendungan ini menyebabkan aliran air menjadi deras seperti
air terjun. Berbeda halnya jika pengukuran dilakukan dalam kondisi sungai yang
tenang, sedikitnya aliran sungai akan menyebabkan arus yang lambat sehingga
timun bergerak lambat dan hasil pengukuran debit airnya menjadi rendah.

Gambar 45.27 Lokasi pengukuran debit Lokasi 1


Titik kedua yang dilakukan pengukuran debit memiliki panjang
lintasan 10 meter dengan kedalaman sungai rata-rata 0,6 meter. Berdasarkan hasil
data lapangan dan dilakukannya perhitungan nilai debit, debit air sungai tersebut
3
memiliki debit yaitu 0,00722 m yang jika dihimpun ke dalam satuan liter yaitu
7,22 liter. Hasil tersebut termasuk ke dalam debit yang baik dikarenakan debit
tersebut menghasilkan 7,22 liter air dengan keadaan sungai tersebut yang luas dan
dangkal. Arus sungai pada tempat pengambilan debit termasuk sedang dengan
kedalaman sungai tersebut hanya maksimal 10 cm.
Gambar 5.28 Tempat Pengukuran Debit titik 2
Pada titik ketiga dilakukan dengan panjang lintasan 15 meter
dengan kedalaman rata-rata 0,5 meter. Dalam metode apung kali ini hasil
3
debit air yang didapatkan sebesar 0.395566 m /s. dalam hal ini dapat di
kategorikan bahwa debit air yang terdapat pada daerah pengambilan
penggukuran debit relatif kecil. Dimana hal ini di pengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain pada daerah tersebut merupakan sungai yang berada
pada daerah hilir yang memiliki kecepatan air yang relatif rendah dan di
dukung oleh pengaruh cuaca yang relatif kering sehingga membuat
kondisi aliran air akan relatif lebih rendah dari seharusnya dan pengaruh
sedimentasi sampah yang memnghambat laju dari benda apung sehingga
nilai debit air relatif sangat rendah.
Pada titik keempat dilakukan dengan panjang lintasan 7 meter
dengan kedalaman rata-rata 0,1 meter. Pada titik ini pengukuran debit di
lakukan di desa Tambak, Mojosongo dengan titik koordinat 455938 dan
9163352. Dalam metode apung kali ini hasil debit air yang didapatkan
3
sebesar 0,01872 m /s.berdasarkan hasil pengukuran tersebut maka debit air
di daerah Tambak termasuk kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
hal antara lain karena keadaan sungai pada saat pengukuran debit air ini
dalam kondisi air yang relatif sedikit, bisa juga karena adanya batuan
ataupun sampah yang terdapat ditengah sungai yang membuat timus
tersangkut sehingga waktu berjalan semakin lama, dan berbeda dengan
pengukuran yang lain yang tidak mengalami hal yang serupa, sedikitnya
aliran sungai di titik pengukuran menyebabakan arus aliranya relatif kecil
sehingga dalam melakukan pengukuran debit air dengan metode apung ini
relatif terganggu dan mendapatkan nilai debit air yang rendah.

Gambar 5.29 Lokasi pengukuran debit titik 4


Pada titik kelima dilakukan dengan panjang lintasan sungai 7 meter
dengan kedalaman rata-rata 0,17 meter. Dari hasil pengukuran debit ini
3
didapatkan sebesar 0,354 m /s atau 354 liter.Keadaan ini menunjukkan
bahwa debit air yang terdapat pada daerah pengambilan penggukuran debit
relatif kecil. Dimana hal ini di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pada daerah tersebut merupakan sungai yang berada pada daerah hilir yang
memiliki kecepatan air yang relatif rendah dan di dukung oleh pengaruh
cuaca yang relatif kering, selain itu pada aliran sungai yang dilakukan
pengukuran termasuk sungai yang relatif kecil.
Gambar 5.30. Lokasi pengukuran debit titik 5
Dari kelima data pengukuran debit di 5 titik lokasi yang berbeda
dengan geometri yang berbeda dapat disimpulkan bahwa pada daerah
Mojosongo memiliki debit air yang relatif kecil sampai tinggi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa fakor diantaranya masing-masing sungai yang
dilakukan pengukuran memiliki geometri yang berbeda-beda dan memiliki
kondisi sungai yang berbeda seperti aliran air yang cukup lambat,
beberapa daerah pengukuran merupakan daerah hilir sehingga debit yang
dihasilkan tidak sebaik di hulu dan juga pengaruh cuaca.
5.2 Potensi Aquifer Airtanah Dangkal
Pada daerah penelitian pemetaan Hidrogeologi tepatnya pada kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali didapatkan perhitungan potensi akuifer
airtanah dangkal sebagai berikut.
Daerah Mojongo diketahui memiliki volume airtanah yang tersimpan
3
sebesar 1,173m . Hasil ini didapatkan dari data luas wilayah kecamatan
43,2meter dikalikan dengan tebal akuifer yang didapatkan dari hasil
geolistrik 95,17meter,dikalikan dengan koefisien daya tampung dari referensi
-6
dimana ketebalan akuifer dikalikan 3.10 . Hasil perhitungannya dapat dilihat
dibawah ini.
Volume airtanah yang tersimpan
Vh = Ad.b.s
-6
=(43,2)(95,17)(3.10 .95,17)
3
=1,173 m
Nilai volume air yang teresapkan pada daerah ini adalah sebesar 0,4736
3
m , didapatkan dari nilai curah hujan pertahun sebesar 2.368 mm/tahun
dikalikan dengan persen resapan sebesar 20% berdasarkan referensi.
Volume air teresapkan
Vr=Curah hujan pertahun.%resapan
=2,368 mm/tahun.20%
3
=0,4736 m

Nilai debit aliran airtanah daerah ini adalah sebesar 0,014 m/tahun,
didapatkan dari nilai konduktifitas hidrolik batupasir sedang 12 m/hari
dikalikan dengan ketebalan 95,17 meter, dikalikan gradien hidrolika dari
perbandingan titik elevasi tertinggi dan terendah 2,03, dan dikalikan
dengan panjang akuifer hasil akuifer sebesar 200 meter.
Debit aliran airtanah
Q0 = T.i.L
Q0 = k.b.dh/dl.L
= (12)(95,17)(540/265)(200)
= 465.435,16 m/s
=465.435,16/31.536.000 m/tahun
=0,014 m/tahun
Nilai debit maksimal yang mampu diambil pada daerah Mojosongo
adalah sebesar 0,468 meter/tahun. Data tersebut diperoleh berdasarkan
perhitungan antara debit aliran airtanah 465.435,16 m/s dibagi nilai dari
drawdown yang diasumsikan sebesar 1,5 meter, kemudian dikalikan tebal
akuifer dikali 0,5.
Debit maksimal yang mampu diambil
Qmax = Sq (0,5H)
Qmax = Q0/drawdown (0,5.b)
= (465.435,16)/(1.5)(0,5.95,17)
= 14.765.154,73 m/s
=14.765.154,73/31.536.000 m/tahun
=0,468 m/tahun
Berdasarkan beberapa data diatas, maka dapat disimpulkan jumlah
sumur maksimal yang dapat dibuat sebesar 2,506 atau jika dibulatkan
berjumlah 2 sumur. Hasil tersebut berdasarkan perhitungan antara volume
3
airtanah yang tersimpan 1,173m dibagi debit maksimal yang mampu
diambil pertahun 0,468 m/tahun.
Jumlah sumur maksimal yang dapat dibuat
Xmax = Vh/Qmax per tahun
= 1,173/0,468
= 2,506 = 2 sumur
Nilai radius of influence atau jarak suatu sumur dapat
terkontaminasi sebesar 477.237,65 km, hasil ini didapatkan dari
perhitungan 2 dikalikan dengan debit maksimal yang mampu diambil
dibagi dengan nilai transmissivitas dikalikan gradien hidrolik.
Radius of influence
Rd = 2.Qmax/T.i
= (2)( 14.765.154,73)/(12.95,17) (540/265)
=477.237.659,7 m
=477.237,65 km
5.4 Permodelan Aliran Muka Airtanah
Dari peta arah aliran air permukaan, dapat diketahui keadaan
geomorlogi Kecamatan Mojosongo, yaitu memiliki topografi menyerupai
sebuah cekungan, dimana bagian timur dari desa ini memiliki ketinggian
yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian lainnya. Sehingga aliran
air mengalir dari barat ke timur kecamatan. Kemudian dari konturnya juga
dapat dilihat pola aliran air permukaan dari desa tersebut. Dengan
berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola
pengaliran tertentu di antara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan
pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor
geologinya. Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap
topografi dan struktur geologi bawah permukaannya. Saluran-saluran
sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan
batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi. Sistem fluviatil dapat
menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai.
Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-
cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi.
Adanya perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan wilayah
lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur
dan litologi batuan dasarnya.
Dari hasil permodelan peta arah aliran air permukaan Kecamatan
Mojosongo, dapat diketahui sistem aliran airtanah yang berada pada
Kecamatan ini. Dapat dilihat dari konturnya yang mengarah ke timur
kecamatan, begitu juga dengan aliran air permukaannya memiliki hal yang
sama yaitu mengalir menuju timur kecamatan. Lalu dapat diinterpretasikan
pula bahwa airtanah ini bergerak mengisi air permukaan berupa sungai.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pada Kecamatan Mojosongo
memiliki sistem Effluent Stream (Perennial Stream)
Gambar 5.31. Peta Aliran Airtanah
5.5 Interpretasi Geologi Berdasarkan Analisis KAT

Pemanfaatan sumber daya airtanah pada saat ini untuk menunjang kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan kemajuan pembangunan. Sumber daya airtanah telah menjadi
komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting dalam menunjang
masyarakat dalam segala aktivitas yang dilakukanya terutama sebagai
pasokan sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari penduduk, proses
industri, irigasi dan di berbagai daerah perananya bahkan dapat digolongkan
strategis. Dampaknya semakin pentingnya peranan airtanah sebagai sumber
pasokan untuk berbagai keperluan tersebut, diperlukan tindakan nyata dalam
pengelolaan sumber daya airtanah yang berwawasan lingkungan, yakni
segala upaya yang mencakup inventarisasi, pengaturan pemanfaatan,
perizinan, pembinaan, pembinaan, dan pengendalian serta pengawasan dalam
konservasinya.
Pengelolaan airtanah tersebut perlu dilakukan secara bijaksana dengan
bertumpu pada asas fungsi sosial dan nilai ekonomi, kemanfaatan umum,
keseimbangan, dan kelestarian. Kecamatan Mojosongo merupakan salah
satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, yang dengan meningkatnya
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan berbagai sektor pembangunan di
daerah tersebut berimplikasi terhadap bertambahnya kebutuhan akan air
bersih sebagai salah satu faktor penunjangnya. Kabupaten Boyolali
merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah,
terletak antara : 11022' - 11050' Bujur Timur dan 77' - 736' Lintang
Selatan, dengan ketinggian antara 75 - 1500 meter di atas permukaan laut
dimana lokasi penelitian berada pada kecamatan Mojosongo. Pemanfaatan
airtanah secara tidak tepat, dapat mengakibatkan degradasii kualitas dan
kuantitas terhadap airtanah itu sendiri, juga akan berdampak terhadap
integritas ekologi di sepanjang daerah aliran dan luahan. Oleh karena itu
sangat penting untuk memahami keberadaan airtanah (lokasi, kedalaman, dan
arah aliran) serta potensi airtanah (kualitas dan kuantitas).
Sebagaimana umumnya daerah lain di Indonesia, wilayah Kabupaten
Boyolali, khususnya Kecamatan Mojosongo mempunyai dua musim, yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan
November hingga Maret, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April
hingga Oktober. Curah hujan rata-rata pertahun di daerah kecamatan
Mojosongo berkisar antara 674 mm (milimeter) dan hari hujan berkisar
antara 27 HH (hari hujan). Topografi wilayah Kabupaten Boyolali tepatnya
pada kecamatan Mojosongo berada pada ketinggian 75- 400 Mdpl
Secara umum wilayah kecamatan mojosongo termasuk di bagian selatan
juga termasuk Formasi Endapan Gunungapi Merapi Muda yang berumur
Kuarter dan terdiri dari material lepas sebagai hasil kegiatan letusan
Gunungapi Merapi. Endapan Gunungapi Merapi Muda batuannya berupa tuf,
abu, breksi, aglomerat, dan lelehan lava tak terpilahkan. Hasil pelapukan
pada lereng kaki bagian bawah membentuk dataran yang meluas di sebelah
selatan, terutama terdiri dari rombakan vulkanik yang terangkut kembali oleh
alur-alur yang berasal dari lereng atas. Namun secara keseluruhan litologi
yang ditemukan pada kecamatan mojosongo ini adalah breksi.
Dari tiap lokasi diambil sampel air sumur kemudian di komposit menjadi
satu, jumlah total sampel pada kavling yaitu 6 sampel yang akan dianalisis
semuanya. Sampel air sumur diambil dengan menggunakan timba dan
sebelum timba dinaikkan dilakukan pengadukan terlebih dahulu agar terjadi
pencampuran secara merata. Sampel air yang diperoleh dimasukan ke dalam
botol aqua (untuk analisis kimia). Kemudian dilakukan pengujian sampel
untuk mengetahui suhu, TDS dan DHL. Dan dilakukan uji secara kimia
dengan beberapa parameter yaitu TDS, SO4, Cl dan kesadahan.
Menurut Langenegger , 1994, suhu air dipengaruhi oleh kedalaman
perairan, komposisi substrat dasar, luas permukaan yang langsung
mendapatkan sinar matahari dan tingkat penutupan daerah pemukiman
perairan. Suhu air pada sumur-sumur gali yang diamati pada umumnya tidak
o
jauh berbeda, berkisar antara 25 29 C. Suhu yang tidak sesuai dapat
o
merusak keseimbangan suhu tubuh dan jika suhu lebih dari 35 C, air dapat
menimbulkan rasa (dalam Wijaya, 1991).
Kandungan TDS ini berbanding lurus dengan tingkat kekeruhan di air,
yaitu semakin tinggi TDS maka semakin tinggi tingkat kekeruhannya. Dari
hasil pengujian, beberapa sampel memiliki kandungan TDS yang tinggi
namun tidak diikuti oleh tingkat kekeruhan dalam air, hal ini dapat diartikan
bahwa tingkat intensitas cahaya pada air masih stabil oleh kandungan TDS
yang tinggi.
Derajat keasaman pada sumur yang diteliti berkisar antara 6 7.
Berdasarkan baku mutu Air Kelas I PPRI No.82 Tahun 2001 pH berkisar
antara 6 9. Sampel air sumur memenuhi standar kualitas air bersih ini. Nilai
derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam
dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Nilai pH
suatu perairan memiliki ciri yang khusus, adanya keseimbangan antara asam
dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Dengan
adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH,
sementara adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan
kebasaan air. Ada 2 fungsi dari pH yaitu sebagai faktor pembatas, setiap
organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap pH maksimal,
minimal serta optimal dan sebagai indeks keadaan lingkungan.
Sumber klorida dalam air berasal dari mineral yang ada dalam tanah, baik
itu tanah penutup (top soil) atau mineral dalam batuan di dalam tanah. Selain
itu sumber klorida lainnya dapat berasal dari air limbah domestik atau air
urine manusia dan juga dapat berasal dari air laut yang terbawa oleh air
hujan..Data nilai kadar klorida pada masing-masing lokasi menghasilkan
pengukuran kadar klorida pada airtanah di lokasi pengambilan sampel berada
dibawah ambang batas Standar Baku Mutu Departemen Kesehatan, yaitu
250mg/L.
Sedangkan hubungan Komposisi Kimia Airtanah dengan Petrologi Akifer
yang mengandung airtanah di Wilayah Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali merupakan Akuifer yang dominan disusun oleh batuan breksi
vulkanik. Dengan karakter yang ditemukan pada litologi akifer daerah
kecamatan Mojosongo maka ditemukan sifat-sifat sebagai berikut :
Permeabilitas dihasilkan dari rekahan dan sebagian mempunyai
porositas besar dan baik sebagai akifer.
Mengandung sedikit zat padat yang terlarut karena banyak
mengandung senyawa silikat yang resisten, terkecuali pada daerah
kering dimana banyak zat yang terlarut melalui proses evaporasi
Unsur besi dibebaskan dari mineral piroksen, mika, dan ampibol yang
terlarutkan.
Unsur atau ion sulfat dihasilkan dari oksida sulfat seperti pirit, Cl
relatif sedikit baik dari batuan maupun dari atmosfer
Jika dilihat dari Hasil pengeplotan terhadap diagram stiff, didapat 2
fasies dari 5 daerah yang diambil sampel airnya, yakni fasies F dan fasies G.
Fasies F menunjukan air dengan Predominantly Hydrogen Carbonat,
sedangkan pada fasies G menunjukan air dengan Predominantly Shulphate
Chloride. Air dengan faises F Predominantly Hydrogen Carbonat berada
pada wilayah Metuk, Brajan, Dlingo, Kragilan, Mojosongo, Kemiri,
Karanongko, Butuh, Jurug dan Manggis. Sedang pada Fasies G
Predominantly Shulphate Chloride terdapat pada wilayah Desa Madu,
Tambak dan Singosari.
Jika ditinjau dari segi kualitas airtanah, dilihat dari analisis air tidak
didapatkan faktor penghambat, dengan kata lain semua unsur yang ada tidak
melebihi ambang batas yang telah ditentukan sementara kesadahan berasal
dari kontak air dengan tanah dan Batuan. Sedangkan jika dilihat dari kadar
kloridanya, semua airtanah di semua lokasi pengambilan sampel layak untuk
dikonsumsi.
Hasil pengujian laboratorium terhadap semua sampel sumur di
wilayah penelitian memiliki nilai kandungan Sulfat (SO4) berada di bawah
ambang batas maksimum yang diperbolehkan baik itu peruntukannya untuk
air minum ( 250 mg/l) maupun untuk air bersih ( 400 mg/l) bisa dilihat
dari SAR yang menunjukan jika seluruh sampel air termasuk kedalam air
yang sangat baik.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil korelasi hidrostratigrafi, pada Kecamatan Mojosongo


diperoleh sifat batuan terhadap airtanah yaitu zona vados( soil/alluvium),
akuifer (batupasir dab breksi), akuifug, (lava) dan akuiklud (batulempung).
Sedangkan hasil korelasi litostratigrafi, diperoleh bahwa litologi yang
paling tua ke yang paling muda yaitu batulempung, batuan beku yang
tebal, batupasir yang tebal, dan terakhir soil.
Dari kelima data pengukuran debit di 5 titik lokasi yang berbeda dengan
geometri yang berbeda dapat disimpulkan bahwa pada daerah Mojosongo
memiliki debit air yang relatif kecil sampai tinggi. Hal ini disebabkan
oleh beberapa fakor diantaranya masing-masing sungai yang dilakukan
pengukuran memiliki geometri yang berbeda-beda dan memiliki kondisi
sungai yang berbeda seperti aliran air yang cukup lambat, beberapa daerah
pengukuran merupakan daerah hilir sehingga debit yang dihasilkan tidak
sebaik di hulu dan juga pengaruh cuaca.
Litologi yang ditemukan saat melakukan geolistrik pada beberapa daerah
adalah berupa Breksi, Lava dan Batupasir. Berdasakan dari litologi yang di
termukan. maka dapat diketahui pula sifat batuan terhadap airtanah.
Terdapat lapisan paling atas yang paling dekat dengan permukaan yang
disebut sebagai zona vados yakni berupa Soil. Selain itu berdasakan hasil
korelasi hidrostratigrafi ada titik yang telah dilakukan maka ditemukan
beberapa sifat batuan terhadap airtanah, antara lain ditemukan akuifer, dan
akuifug. Yang mana batupasir dan breksi menjadi akuifer, sedangkan lava
menjadi akuifug.
Hasil pengujian laboratorium terhadap semua sampel sumur di wilayah
penelitian didapat jika pada 5 daerah penelitian memiliki fasies F dan G
yang mana Fasies F menunjukan Predominantly Hydrogen Carbonat,
sedangkan pada fasies G menunjukan Predominantly Shulphate Chloride
(Diagram Stiff). Dan pada daerah penelitian juga menunjukan memiliki
nilai kandungan Sulfat (SO4) berada di bawah ambang batas maksimum
yang diperbolehkan baik itu peruntukannya untuk air minum ( 250 mg/l)
maupun untuk air bersih ( 400 mg/l) bisa dilihat dari SAR yang
menunjukan jika seluruh sampel air termasuk kedalam air yang sangat
baik.
6.2 Rekomendasi Daerah Penelitian
Daerah Brajan dan Manggis memiliki potensi yang sama yakni sebagai
sumber air dangkal dan keterdapat air yang mencukupi, hal tersebut
dibuktikan dengan hasil korelasi tiap titik akuisisi geolistrik, yang mana hasil
tersebut menunjukkan daerah tersebut memiliki akuifer yang dangkal dengan
geometri yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.
Daerah madu memiliki MAT yang cukup dalam sehingga kurang cocok
untuk dijadikan untuk sumur dangkal, sehingga pada daerah ini masyarakat di
rekomendasikan untuk menggunakan sumur bor.
Disamping itu, airtanah masing-masing daerah memiliki potensi yang
bagus untuk dijadikan sebagai sumber air minum, karena memiliki hasil
analisis KAT yang bagus, dimana memiliki nilai SAR yang sangat baik (<50).

Anda mungkin juga menyukai