Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada saat seorang bayi atau
anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan
segera normal kembali. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak
umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada
tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan
angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan
tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi
selama lebih dari 15 menit.Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu kerusakan otak, dan
retardasi mental, penatalaksanaannya yaitu dengan segera diberikan diezepam intravena,
membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya, menurunkan panas bila demam atau
hipereaksi dengan kompres seluruh tubuh, memberikan cairan yang cukup bila kejang
berlangsung cukup lama (> 10 menit).
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang
demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya
kepada anak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Penyakit Kejang Demam ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kejang Demam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :

1
Memberikan informasi tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Kejang Demam.
2. Tujuan Khusus :
Diharapkan mahasiswa/i dapat mengerti dan menambah pengetahuan tentang Kejang
Demam dari pengertian, etiologi, patofisiologi, hingga dapat membuat Asuhan
Keperawatan yang sesuai.

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000)
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC,
merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang
masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz,
2002).Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada
jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan
perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan
kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes,
2000).

B. ETIOLOGI
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang
demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain lain.

C. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi

3
difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan
listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan
bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai
dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada
seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi

4
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
PATHWAY

D. MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara

5
(Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30
menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat
kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam
kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung
lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-
tiba)
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-
anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
e. Lidah atau pipinya tergigit
f. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g. Inkontinensia (mengompol)
h. Gangguan pernafasan
i. Apneu (henti nafas)
j. Kulitnya kebiruan
k. Setelah mengalami kejang, biasanya:
l. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
m. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
n. Mengantuk
o. Linglung (sementara dan sifatnya ringan
E. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850).Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit
yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran
secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

6
F. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan Umum Saat Kejang
a. Jangan panik berlebihan.
b. Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.
c. Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih belum
sadar.
d. Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan
diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.
e. Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil
membawa anak ke rumah sakit.
f. Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak anda
dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu berikan
penurun demam bila ia sudah sadar.
g. Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang,
berusahalah untuk tetap tenang.
h. Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda kejang.
i. Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi pegangan anda
untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan mengalami kejang.
j. Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10 menit.
k. Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab dan
mengobati demam.

2. Penanganan Kejang Demam Saat Di Rumah Sakit


a. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
b. Pemberian oksigen melalui face mask
c. Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
d. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
e. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

7
Terapi awal dengan diazepam
Dosis IV (infus) Dosis per rektal
Usia
(0.2mg/kg) (0.5mg/kg)
< 1 tahun 12 mg 2.55 mg
15 tahun 3 mg 7.5 mg
510 tahun 5 mg 10 mg
> 10 years 510 mg 10-15 mg

1. Jika kejang masih berlanjut :


a. Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
b. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
2. Jika kejang masih berlanjut :
a. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau
fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.
b. Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam
jantung).
3. Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
4. Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang
demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah
pemeriksaan teliti oleh spesialis
5. Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah
sebagai berikut :
a. Antipiretik Antipiretik tidak mencegah kejang demam . Penelitian
menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang
demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian
asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.
b. Diazepam . Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten
(berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan
risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat . Edukasi orang tua
merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang
dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama
sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu
efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam
sempat diberikan . Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga
dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi
sistem saraf pusat.

8
c. Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan. Efektivitas profilaksis
dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya
(hiperaktivitas, hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin
diperoleh . Profilaksis dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti
efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat
mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa
hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama pada anak berusia
d. Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat
dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah
pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan
dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang
dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang .

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEJANG DEMAM

A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 :
122 128)
1. Riwayat Keperawatan
Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
Adanya kelemahan dan keletihan
Adanya kejang

9
Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
Tingkat perkembangan anak terganggu
Adanya kekerasan penggunaan obat obatan seperti obat penurun panas
Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu
sakit
Pengetahuan keluarga
Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 630) dan carpenito (2000
: 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan
kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

C. Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan
diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil
NOC : Pengendalian Resiko
Pengetahuan tentang resiko
Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
Monitor kemasan personal
Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko

10
Indikator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh
Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn
potensial jatuh dalam setiap keadaan
Identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial
jatuh
Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
Instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

2. Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC : Themoregulation
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
Indicator skala
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC : Temperatur regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
Monitor tanda tanda hipertensi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor nadi dan RR

11
3. Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran
darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal
NOC : status sirkulasi
TD sistolik dalam batas normal
TD diastole dalam batas normal
Kekuatan nadi dalam batas normal
Tekanan vena sentral dalam batas normal
Rata- rata TD dbn
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:
Monitor Td, Nadi, Suhu, Respirasi Rate
Catat Adanya Fluktuasi Td
Monitor Jumlah Dan Irama Jantung
Monitor Bunyi Jantung
Monitor Td Pada Saat Klien Berbarning, Duduk, Berdiri
NIC II : status neurologia
Monitor Tingkat Kesadran
Monitor Tingkat Orientasi
Monitor Status Ttv
Monitor Gcs

4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan


kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi

12
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi
pasien
NOC : knowledge ; diease proses
Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan
program pengobatan
Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainya
Indicator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Teaching : diease process
Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi

E. Evaluasi
1. Resiko jatuh dan cidera berkurang
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Tanda Tanda Vital dalam batas normal
4. Bertambahnya pengetahuan klien akan penyakit yang dialaminya

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada makalah ini, kami menyimpulkan bahwa
kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu
38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. . Kejang demam di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu Kejang demam sederhana dan Kejang kompleks.
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu kerusakan otak dan retardasi mental. Diagnosa yang
dapat muncul pada kejang demam yaitu : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas
kejang , Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, Perfusi
jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak,Kurang pengetahuan orang

14
tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya
informasi.

B. Saran
Dengan telah membacanya makalah ini, mahasiswa/I diharapkan dapat mengerti,
mengetahui tentang ASKEP (Asuhan Keperawatan) Anak dengan Kejang Demam, serta
tindakan-tindakan yang akan diambil dalam membuat ASKEP yang bermutu dan
bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan kasus
yang terjadi di lapangan / lahan praktek yang terkadang ketidaksinkronan dan
kesinkronan yang wajar. Semoga bermanfaat bagi semua mahasiswa dan membantu
dalam pembuatan ASKEP kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM, 1989, PenatalaksanaanMutakhirKejangPadaAnak, Gaya Baru, Jakarta.


Lynda juall C, 1999, RencanaAsuhandanDokumentasiKeperawatan, Penerjemah Monika
Ester,EGC, Jakarta.
Marilyn E. Doengos 1999, RencanaAsuhanKeperawatan, PenerjemahKariasa I Made, EGC,
Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, DiagnosisFisisPadaAnak, Edisi 2, PT. SagungSeto : Jakarta.
Ngastiyah,1997,PerawatanAnakSakit, EGC, Jakarta.
Rendle John, 1994, IkhtisarPenyakitAnak, Edisi 6, BinapuraAksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-DasarKeperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, TumbuhKembangAnak, EGC, Jakarta.

15
SuharsoDarto, 1994, Pedoman Diagnosis danTerapi, F.K. UniversitasAirlangga, Surabaya

16

Anda mungkin juga menyukai