Anda di halaman 1dari 155

Rabu, 15 Oktober 2014

laporan pendahuluan sindrom nefrotik

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dua dari 10.000 orang mengalami sindroma nefrotik. Sindom Nerfrotik sulit ditentukan pada
usia dewasa, karena biasanya kondisinya menyerupai penyakit lain. Pada anak-anak, biasanya
lebih banyak dialami oleh anak laki dibandingkan perempuan, usia antara 2 -3 tahun. Oleh
karena itu SN harus benar-benar diketahui sedini mungkin tentang proses dan perjalanan
penyakitnya supaya nantinya kita tahu, cepat dan dapat menentukan diagnosa keperawatan serta
intervensi yang tepat dalam menangani pasien dengan SN, maka dengan latar belakang tersebut
penulis penyusun laporan ini.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
a. Memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Anak
b. Menerapkan ilmu yang dipelajari di Podi Keperawatan Purwokerto
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami pengertian dan maksud penyakit sindrom nefrotik
b. Mengetahui dan memhami tentang proses penykit sindrom nefrotik
c. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan, factor penyebab, resiko, komplikasi,
manifestasi dari sindrom nefrotik
d. Mengetahui dan memahami tentang pengobatan sindrom nefrotik
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan berbagai sumber termasuk internet dengan
metode Studi Pustaka, dengan metode ini diharapkan penulis dapat melengkapi laporan sesuai
bahan-bahan yang penulis ambil dari buku-buku referensi sebagai bahan pendukung dan
pelengkap materi.
BAB 2
ISI
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada
anak dengan karkteristik, proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, dan
edema.
Status kedaan klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus
terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang masif
Merupakan proses akut masif yang ditandai oleh :
a. Peningkatan protein dalam urin
b. Hypoalbuminemia
c. Edema
d. Serum kolesterol yang tinggi dan Lipoprotein densitas rendah (Hipolipidemia)

Kerusakan membran kapiler glomerulus

Peningkatan permeabilitas glomerulus


Sindrom Nefrotik ditandai oleh Proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia.
Insiden tertinggi pada usia 3-4 tahun, rasio lelaki dan perempuan 2:1 (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000:488)
Sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (> 3,5 g/1,73m2 luas
permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (< 3 d/dl) edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas (www.google.com, blog dokter, Carta A. Gunawan)
Keadaan dimana terjadi ganggun pada system filtrasi ginjal, yaitu terutama pada glomerulusnya.
Dalam keadaan normal glomeruli ginjal berfungsi melakukan filtrasi terhadap protein yang akan
dikeluarkn oleh air seni. (http://id.wikipedia.org/wiki/Nefrotik Syndrom)
Kesimpulan : Sindrom Nefrotik adalah keadaan dimana ginjal terutama bagian glomerulusnya
tidak berfungsi secara normal (peningkatan permeabilitas) biasanya terjadi pada anak (3-4tahun)
yang ditandai dengan : Proteinuria, hypoprteinuria, edema, hypoalbuminemia, hyperlipidemia,
lipiduria.

B. ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya Sindrom Nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Primer / Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 7 tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obtan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi
alergi, bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis
vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan imunitas, respon
alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun (abnormal immunoglobulin)
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes melitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter Resisten gen

c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal


Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya glomeruli ginjal dan sering
mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik sindrome.
a. Amiloidosis
b. Congenital nephrosis
c. Focal segmental glomerular sclerosis (FSGS)
Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran pelindung protein
d. Glomerulonephritis (GN)
e. IgA nephropathy (Berger's disease)
f. Minimal change disease (Nil's disease)
g. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
a. Usia kurang dari 1 tahun
Congenital nephrosis
b. Usia kurang dari 15 tahun
Minimal change disease
FSGS atau yang lainnya
c. Usia 15 sampai 40 tahun
Minimal change disease
FSGS atau yang lainnya.

C. PATOFISIOLOGI
1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular (kebocoran glomerulus) akan
berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi Proteinuria.
2. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam
urin adalah albumin, sehingga menyebabkan hypoalbuminemia
3. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular perpindah kedalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume
cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena
hypovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormone (ADH)
dan sekresi aldesteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan
air, serta menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar dari jaringan akan menyebabkan Edema.
4. Terjadi peningkatan kolesterol dan triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein, karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma,
sehingga menyebabkan hyperlipidemia.
5. Adanya Hyperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam
urin, Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin (Lipiduria). Sumber
lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeable
6 Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinn disebabkan oleh karena
hypoalbuminemia, hyperlipidemia atua defisiensi seng. Hal ini menyebabkan kerentanan
terhadap infeksi
D. PATHWAY KEPERAWATAN
Etiologi

Kerusakan glomerulo ginjal

Proteinuria masif

Hipoalbuminemia/Hipoproteinemia Meningkatkan

sintesa protein dan lemak di hepar

Hipovolemia menurunkan tekanan

onkotik Hiperlipidemia

Menurunkan aliran darah Meningkatkan sekresi peningkatan metabolisme


lipid
ADH&aldesteron
Pelepasan rennin Retensi

Na&air Edema Peningkatan benda keton

Vasokontriksi Meningkatkan

tekanan kegawatan
hidrostatik
H

ospitalisasi

Knowledge def. Cemas


Saluran

pencernaan Pernafasan Kardiovaskuler Integumen


Mual, absorbsi sesak nafas

Perubahan

nutrisi Intoleransi aktivitas Kelebihan dan


Kurang Kekurangan cairan

Risiko kerusakan Risiko


Integritas
kulit infeksi Sumber : Alex Habel, 1990
E. MANIFESTASI KLINIS
Normalnya, protein akan dibuang melalui urine sebanyak 150mg dalam waktu 24 jam.
Sedangkan pada keadaan nefrotik, mengalami proteinuria, yaitu protein yang dikeluarkan
melalui urine jauh melebihi normal yaitu diatas 3,5 gram selama periode waktu 24 jam, atau 25
kali dari batas normal. Ini adalah indikator utama Sindroma Nefrotik.
Terdapat 3 gejala dari sindrom nefrotik yang berhubungan dengan banyaknya
protein yang keluar melalui urine:
1. Hypoalbuminemia (rendahnya kadar albumin dalam darah)
2. Edema
3. Hiperkolesterolemia (tingginya kadar kolesterol dalam darah)
Hipoalbuminemia
Adalah rendahnya kadar albumin (protein) didalam darah akibat dari proteinuria. Rendahnya
albumin didalam darah menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar dari jaringan dan
mengakibatkan edema. Dengan perpindahan volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok,
bila edema berat dapat timbul dispnoe akibat efusi pleura. Episode pertama penyakit sering
mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbotal danoliguria. Dalam beberapa hari
edema semakin jelas dan menjadi anarsaka.
Edema akibat nefrotik membuat jaringan bengkak, dan bila dilakukan penekanan tidak cepat
kembali ke keadaan semula. Edema umumnya terjadi pada kaki dan pergelangan kaki.terlebih
bila berdiri dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan perasaan berat serta dingin pada
extremitas dan mempengaruhi gerakan. Pada stadium lanjut, edema bisa terjadi di perut atau
abdomen yang biasa disebut asites dan dinding perut sangat tegang, serta edema di tangan dan
sekitar lingkar mata pada pagi hari yang disebut edema preorbital. Pada stadium keadaan yang
lebih lanjut lagi terjadi pembengkakan jaringan seluruh tubuh (edema anasarka)serta akan
menimbulkan peningkatan berat badan, anorexia, penurunan nafsu makan, fatigue, nyeri
abdomen,malaise ringan, mual, muntah, sesak nafas .
Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol dalam darah, hal ini disebabkan karena terdapat enzim penting
yang mengatur kadar kolesterol yang dipengaruhi oleh glomeruli ginjal, sehingga akibatnya
terjadi peningkatan kadar kolesterol.
F. KOMPLIKASI
Sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal. Penyakit yang disebabkan karena
nefrotik sindrome dapat menyebabkan glomeruli ginjal rusak dan tentunya dapat mempengaruhi
kemampuan untuk membersihkan darah. Edema yang awalnya terjadi di daerah kaki, tentunya
dapat juga mempengaruhi (terjadi edema) jaringan ginjalnya sendiri dan mempengaruhi
kemampuan ginjal untuk membersihkan darah. Gagal ginjal dapat berupa CRF (cronic renal
failure) atau ARF (Acute renal failure).
Hiperkoagulasi, yaitu keadaan dimana darah cepat menjadi beku. Ini artinya mereka
memiliki risiko tinggi terjadi bekuan darah di vena-vena kaki dan vena ginjal yang mengangkut
darah dari ginjal. Banyak pasien yang mendapatkan obat pengencer darah untuk menghindari
komplikasi. Berikut beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Hypovolemia berat
2. Infeksi skunder ( Pnemococcus, Bronkopnemonia, Peritonitis)
3. Dehidrasi
4. Proteinuria berat
5. Ganggun koagulasi (Venous Trhombosis, Emboli pulmoner, syok)
6. Malnutrisi (Hypoalbunemia berat dan berlangsung lama )
7. Gagal ginjal akut ( penurunan fungsi ginjal yang irreversible )
8. Peningkatan terjadinya aterosklerosis, peningkatan serum kolesterol total yang berlangsung
lama dan tidak terkontrol.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain proteinuria massif, sediment urin bisanya normal. Bila terjadi hematuria mikroskopik
(>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (missal sclerosis glomerulus fokal).
Albumin plasma darah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG turun,.
Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin. Serta adanya tanda klinis pada anak,
riwayat infeksi saluran nafas atas. Analis urin (meningkatnya protein dalam urine ), menurunnya
serum protein serta Biopsi ginjal.

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yaitu dengan cara menghentikan kehilangan protein didalam urine, dan
meningkatkan jumlah urine. Umumnya dokter akan memberikan obat prednison. Banyak anak-
anak yang keadaannya membaik dengan pemberian obat ini. Prednison digunakan untuk
menghentikan kehilangan protein dalam darah yang keluar melalui urine. Setelah 4 minggu
terapi, umumnya anak sudah mulai lancar miksi. Bila urin lancar edemanya pun hilang. Bila
sudah tidak ada protein dalam urine, dokter akan mulai menurunkan dosis prednison untuk
beberapa minggu. Namun tidak pernah menghentikan pemakaian prednison. Jika obat ini
dihentikan atau diberikan terlalu banyak atau terlalu sedikit, anak akan menderita sakit.
Suatu saat anak akan merasa sehat, namun suatu saat akan menderita lagi, setelah beberapa
waktu ia merasa sehat. Sakit akan terjadi lagi saat pasien mengalami nifeksi virus, seperti saat flu
atau demam.
Prednison adalah obat yang baik, tetapi memiliki banyak efek samping. Misalnya:
1. terasa lapar
2. badan menjadi gemuk
3. jerawat
4. perubahan mood (kadang sedih, kadang gembira)
5. overactive
6. mudah mengalami infeksi
7. terjadi pertumbuhan yang lambat
Efek samping akan tampak bila dosis prednison besar dan digunakan terus menerus, bila
penggunaan dihentikan, semua efek samping akan hilang.
Jika prednison tidak dapat bekerja atau jika anak mengalami efek samping yang serius, dokter
dapat mengganti dengan obat lain, yang disebut obat immunosuppresive. Obat ini menurunkan
sistem immune tubuh. Banyak yang efektif dengan obat ini, namun tidak untuk semua anak.
Dokter akan menjelaskan tentang baik buruknya penggunaan obat ini. Karena efek sampingnya
adalah peningkatan kejadian infeksi, rambut rontok dan peningkatan produksi sel darah. Orang
tua harus memperhatikan anak yang menggunakan obat ini karena dapat terjadi infeksi virus
chicken pox. orang tua harus segera melaporkan ke dokter bila terkena infeksi chicken pox saat
menggunakan obat ini.
Pasien juga biasanya diberikan diuretik. Obat ini membantu ginjal dalam mengatur fungsi
pengeluaran garam dan air. Obat yang biasa digunakan adalah furosemid. Bila pasien mulai
mengalami masalah mual atau diare, harus segera dilaporkan karena dikhawatirkan kehilangan
cairan terlalu banyak. Bila protein sudah tidak ada didalam urine, diuretik harus dihentikan.
Pasien juga harus menjalani diit rendah natrium dan tinggi protein, serta menjalani tirah
baring untuk meningkatkan diuresis. Cegah infeksi, antibiotic hanya diberikan bila ada infeksi.
Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital

I. PROGNOSIS
Kadang-kadang, bila nefrotik sindrom tidak memiliki gangguan spesifik, sebagian besar anak
akan sembuh setelah mengalami sakit sekitar 10 tahun atau menjelang dewasa. Beberapa anak
mengalami hanya satu serangan nefrotik sindrom. Bila pasien tidak mengalami serangan lagi
selama tiga tahun, prognosisnya akan baik.
Banyak anak yang mengalami dua atau lebih serangan. Serangan lebih sering tejadi pada satu
atau dua tahun pertama. Setelah 10 tahun, hanya satu dari lima anak yang akan mengalami
serangan. Bila seorang anak mengalami beberapa kali serangan, sebagian besar dari mereka akan
mengalami kerusakan ginjal permanen. Yang menjadi masalah besar adalah mengkontrol
akumulasi cairan dengan menggunakan prednison dan diuretik. Prognosis baik bila penyakit
memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps
DAFTAR PUSTAKA

Habel, Alex. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Anak. Jakarta:Bina Rupa Aksara.

Jhonson, Marion, dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St
Louis, Missouri : Mosby.

Mc Closkey, Joanner. 1996. Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC)
Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis : Mosby.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit 2. Jakarta : EGC.

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA Definisi dan klasifikasi 2005-
2006. Jakarta : Prima Medika.
Short Jhon R, Gray O, Jadodge.1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi Ke Enam. Jakarta: Bina Rupa
Aksara

___.1985. Buku Kulih 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak,Bagin Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Buku Panduan Handout Mata Kuliah Keperawatan Anak P. Wahyudi

www.google.com, blog dokter, Carta A. Gunawan

http://id.wikipedia.org/wiki/Nefrotik Syndrom
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIK

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit yang lalu : Apakah mempunyai riwayat penyakit sistemik, DM,
penyakit ginjal, dll
2. Pemeriksaan Fisik
Riwayat Sekarang
a. Pemeriksaan fisik fokus khususnya pada edema : Periorbital wajah dan anasarka
b. Monitor tanda-tanda vital dan deteksi infeksi dini atau hypovolemi
c. Status hidrasi : Diare, monitor adanya retensi cairan, intake dan output, urinalisis, output
urin menurun.
d. Anoreksia, lemah
e. Peningkatan berat badan dan lingkar abdomen
f. Sesak nafas
g. Suhu meningkat
h. Albumin, monitor hasil laboratorium, dan pantau urin setiap hari, adanya protein
i. Pengkajian pengetahuan kelurga tentang kondisi dan pengobatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DX1 : Kerusakan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi (edema) dan
Menurunnya tingkat aktivitas.
2. DX2 : Risiko infeksi b.d Imunosupresive dan hilangnya gama globulin
3. DX3 : Risiko kekurangan volume cairan (intravaskular) b.d Medikasi diuretik,
proteinuria, edema.
4. DX4 : Kelebihan volume cairan b.d Kelebihan intake sodium dan
retensi air,eningkatan permeabilitas dinding glomerulus dan perubahan mekanisme regulasi
5. DX5 : Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan secara menyeluruh
6. DX6 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d Pembatasan cairan
diit dan hilangnya protein
7. DX7 : Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan
(hospitalisasi)
8. DX8 : Kurang pengetahuan tentang penyakit sindrom nefrotik b.d
Keterbatsan paparan informasi, kognisi dan tidak familiar dengan
sumber informasi

C. INTERVENSI
1. DX1 : Kerusakan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi (edema) dan menurunnya tingkat
aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwtan dihrapkan edem pasien berkurang atau hilang dn
ktivitas pasien membaik dengan Kriteria Hasil sebagai berikut :
NOC : Tissue integrity : Skin and mucous membranes
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,
pigmentasi)
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik, edema berkurang.
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
NIC : Pressure Management
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakain longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Oleskan lotion atau baby oil pada daerah yang tertekan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Monitor status nutrisi pasien
h. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2. DX2 : Risiko infeksi b.d Imunosupresive dan hilangnya gamaglobulin
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan infeksi dapat dicegah dengan Kriteria
Hasil sebagai berikut :
NOC : Risk Control
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Jumlah leukosit dalam batas normal
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi
NIC : Infection Protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Batasi pengunjung
d. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
e. Monitor hitung granulasi WBC
f. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang berisiko
g. Berikan perawatan kulit pada adaerah epidemi
h. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
i. Dorong masukan nutrisi yang cukup
j. Dorong istirahat
k. Instruksikan kepada pasien (keluarga) untuk meminum antibiotik sesuai resep
l. Anjurkan pada keluarga tanda dan gejala infeksi
m. Laporkan kecurigaan infeksi
n. Laporkan kultur positif.
3. DX3 : Risiko kekurangan volume cairan (intravaskular) b.d Medikasi efek diuretik,
proteinuria, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien dapat
terpenuhi dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Fluid Balance
Hydration
Nutritional status : Food and Fliud Intake
a. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan berat badan, BJ urin normal, HT
normal
b. Vital sign dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor baik, membrane mukosa lembab, tidak
ada rasa haus ang berlebihan
NIC : Fluid Management
a. Timbang popok atau pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekut, tekanan darah
ortostatik) jika diperlukan
d. Monitor vital sign
e. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
f. Kolaborasi pemberian cairan IV
g. Monitor status nutrisi
h. Dorong masukan oral
i. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
j. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
k. Kolaborasi medis/dokter jika cairan berlebihan muncul memburuk
l. Atur kemungkinan transfuse
4. DX4 : Kelebihan volume cairan b.d Kelebihan intake sodium dan retensi air, peningkatan
permeabilitas dinding glomerulus dan perubahan mekanisme regulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan edema berkurang atau hilang
dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Keseimbangan Cairan
a. Terbebas dari edema dan efusi anasarka
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnu atau ortopnue
c. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam
batas normal
d. Terbebas dari kecemasan, kelelahan dan kebingungan.
NIC : Fluid Management
a. Timbang popok atau pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Pasang urin kateter jika diperlukan
d. Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, HMT )
e. Monitor status hemodinamika
f. Monitor vital sign
g. Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan (edema, asites, distensi vena leher )
h. Kaji kalori dan luas edema
i. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
j. Monitor status nutrisi
k. Berikan diuretic sesuai instruksi
l. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremia dilusi dengan serum natrium < 130
mEq/l
m. Kolaborasi medis/dokter jika cairan berlebihan muncul memburuk
5. DX5 : Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan secara menyeluruh, fatigue
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan aktifitas
seperti biasa dan pasien dapat pulih dari kelemahan dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Konservasi Energi
a. Istirahat dan aktivitas seimbang
b. Tidur siang
c. Mengetahui keterbatasan energinya
d. Mengubah gaya hidup sesuai dengan tingkat energi
e. Menggunakan teknik konservasi energi
NIC : Terapi aktivitas
a. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas (fisik, psikologis, emosional)
b. Berikan periode aktivitas selama beraktivitas
c. Pantau respon kardiopulmonal setelah melakukan aktivitas dan sebelum melakukan
aktivitas
d. Minimalkan kerja kardiovaskular dengan memberi posisi dari tidur keposisi setengah
duduk
e. Kolaborsikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang
tepat
f. Bantu pasien untuk mengidentifikasikan aktivitas yang mampu dilakukan
g. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis
dan social.
h. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan unutk aktivitas
yang diinginkan
i. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
j. Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
k. Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
l. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
6. DX6 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d Pembatasan cairan diit dan
hilangnya protein
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Nutritional Status : Nutrient Intake
a. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC : Nutritional Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborsi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake protein, Fe dan vitamin C
d. Berikan substansi gula
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
f. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
g. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
h. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
7. DX7 : Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan (hospitalisasi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat tenang tidak
cemas dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Koping
Anxiety Control
a. Vital sign dalam batas normal
b. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya
kecemasan
c. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
NIC : Anxiety Reduction
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Pahami perspektif pasien tehadap situasi stress
c. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
d. Dorong kelurga untuk menemani anak
e. Lakukan back / neck rub
f. Dengarkan dengan penuh perhatian
g. Identifikasi tingkat kecemasan
h. Bantu psien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
i. Dorong psien untuk mengungkapkan kecemasan, perasaan, ketakutan dan persepsi
j. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
k. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
8. DX8 : Kurang pengetahuan tentang penyakit sindrom nefrotik b.d keterbatasan paparan
informasi, kognisi dan tidak familiar dengan sumber informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kelurga tahu tentang
penyakit anaknya dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator
a. Familiar dengan proses penyakit
b. Mendiskripsikan proses penyakit
c. Mendiskripsikan factor penyebab
d. Mendiskripsikan factor resiko
e. Mendiskripsikan efek penyakit
f. Mendiskripsikan tanda dan gejala
g. Mendiskripsikan perjalanan penyakit
h. Mendiskripsikan tindakan pencegahan untuk mencegah komplikasi
NIC : Mengajarkan Proses Penyakit
a. Menentukan tingkat kemampuan keluarga sebelumnya
b. Mengobservasi kesiapan keluarga untuk mendengarkan
c. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala), trnsmisi dan efek
jangka panjang
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi atau mengontrol
proses penyakit
e. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan
f. Jelaskan secara rasional tentang pengelolaan terapi atau perawatan yang dianjurkan
g. Ajarkan pengobatan

D. EVALUASI
Skala
1. DX1 : Kerusakan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi
(edema) dan Menurunnya tingkat aktivitas.
NOC : Tissue integrity : Skin and mucous membranes
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 5
(sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit 5
c. Perfusi jaringan baik, edema berkurang. 5
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses 5
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan 5
kelembaban kulit dan perawatan alami

2. DX2 : Risiko infeksi b.d Imunosupresive dan hilangnya


gama globulin
NOC : Risk Control
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5
b. Jumlah leukosit dalam batas normal 5
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi 5
3. DX3 : Risiko kekurangan volume cairan (intravaskular) b.d
Medikasi efek diuretik, proteinuria, edema.
NOC : Fluid Balance
Hydration
Nutritional status : Food and Fliud Intake
a. Mempertahankan urin output sesuai dengan 5
usia dan berat badan, BJ urin normal, HT normal
b. Vital sign dalam batas normal 5
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas 5
turgor baik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus ang berlebihan

4. DX4 : Kelebihan volume cairan b.d Kelebihan intake sodium


dan retensi air, peningkatan permeabilitas dinding
glomerulus dan perubahan mekanisme regulasi
NOC : Keseimbangan Cairan
a. Terbebas dari edema dan efusi anasarka 5
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnu atau ortopnue 5
c. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, 5
output jantung dan vital sign dalam batas normal
d. Terbebas dari kecemasan, kelelahan dan kebingungan. 5

5. DX5 : Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan secara menyeluruh


NOC : Konservasi Energi
a. Istirahat dan aktivitas seimbang 5
b. Tidur siang 5
c. Mengetahui keterbatasan energinya 5
d. Mengubah gaya hidup sesuai dengan tingkat energi 5
e. Menggunakan teknik konservasi energi 5

6. DX6 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d


Pembatasan cairan diit dan hilangnya protein
NOC : Nutritional Status : Nutrient Intake
a. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 5
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5
c. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 5
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 5

7. DX7 : Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan


dan lingkungan (hospitalisasi)
NOC : Koping
Anxiety Control
a. Vital sign dalam batas normal 5
b. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan 5
tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan
c. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala 5
cemas

8. DX8 : Kurang pengetahuan tentang penyakit sindrom


nefrotik b.d Keterbatasan paparan informasi,
kognisi dan tidak familiardengan sumber informasi
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator
a. Familiar dengan proses penyakit 5
b. Mendiskripsikan proses penyakit 5
c. Mendiskripsikan factor penyebab 5
d. Mendiskripsikan factor resiko 5
e. Mendiskripsikan efek penyakit 5
f. Mendiskripsikan tanda dan gejala 5
g. Mendiskripsikan perjalanan penyakit 5
h. Mendiskripsikan tindakan pencegahan 5
untuk mencegah komplikasi
Keterangan Skala :
DX2, DX5, DX7, DX8
1 : Tidak dilakukan sama sekali
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
DX1, DX3, DX4, DX6
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan

http://arindracase.blogspot.co.id/2014/10/laporan-pendahuluan-sindrom-nefrotik.html

10/24/2014
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak pada Klien dengan Sindrom Nefrotik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut Behrman dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kesehatan Anak (2001) bahwa pada anak
karena mempunyai kelainan pembentukan glomerulus. Menurut tinjauan dari Robson, dari
1400 kasus, beberapa jenis glomerulonefritis merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik
pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak (Price, 1995).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu
melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Menurut Raja Sheh angka kejadian
kasus sindrom nefrotik di asia tercatat sebanyak 2 kasus tiap 10.000 penduduk (Republika,
2005). Sedangkan angka kejadian di Indonesia pada sindrom nefrotik mencapai 6 kasus pertahun
dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Sindrom nefrotik pada kasus
anak-anak tercatat sebanyak 4 kasus yang mendapatkan perawatan di ruang anak C1 lantai 2
RSUP Dr. Kariadi Semarang terhitung mulai tahun 2006 maret 7 anak
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat,
luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan
(Betz & Sowden, 2002).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana konsep dasar reumatoid artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid
artritis ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN NEFROTIK SYNDROM
Sindrome nefrotik (Nephrotic Syndrome) adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala) yang
terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan proteinuria (protein di
dalam air kemih), menurunnya kadar albumin dalam darah, penimbunan garam dan air yang
berlebihan, dan meningkatnya kadar lemak dalam darah.
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(Ngastiyah,1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang
terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan
glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan muatan listrik,
dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria sebagian
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya sebagaian kecil berasal
dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus
menyebabkan peingkatan permeabilitas glomerulus terhadap perotein plasma dan protein utama
yang dieksresikan dalam urin adalah albumin1,2,6
b. Hipoalbuminemia
Adalah rendahnya kadar albumin (protein) didalam darah akibat dari proteinuria. Rendahnya
albumin didalam darah menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar dari jaringan dan
mengakibatkan edema. Dengan perpindahan volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok,
bila edema berat dapat timbul dispnoe akibat efusi pleura. Episode pertama penyakit sering
mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbotal dan oliguria. Dalam beberapa hari
edema semakin jelas dan menjadi anarsaka.
c. Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau
menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di
perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah).Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin
serum dan penurunan tekanan onkotik.
d. Edema
Akibat nefrotik membuat jaringan bengkak, dan bila dilakukan penekanan tidak cepat kembali ke
keadaan semula. Edema umumnya terjadi pada kaki dan pergelangan kaki.terlebih bila berdiri
dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan perasaan berat serta dingin pada extremitas dan
mempengaruhi gerakan. Pada stadium lanjut, edema bisa terjadi di perut atau abdomen yang
biasa disebut asites dan dinding perut sangat tegang, serta edema di tangan dan sekitar lingkar
mata pada pagi hari yang disebut edema preorbital. Pada stadium keadaan yang lebih lanjut lagi
terjadi pembengkakan jaringan seluruh tubuh (edema anasarka) serta akan menimbulkan
peningkatan berat badan, anorexia, penurunan nafsu makan, fatigue, nyeri abdomen,malaise
ringan, mual, muntah, sesak nafas.

Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang
mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom
nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya
menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan
akurat. (Alatas, 2002).
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran
glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif
(Donna L. Wong, 2004).

2.2 ETIOLOGI NEFROTIK SYNDROM


Penyebab sindroma nefrotik ini belum diketahui, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai
penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi. Dimana 80% anak dengan sindroma nefrotik
yang dilakukan biopsi ginjal menunjukkan hanya sedikit keabnormalannya, sementara sisanya 20
% biopsi ginjal menunjukkan keabnormalan seperti glomerulonefritis (Novak & Broom, 1999).
Patogenesis mungkin karena gangguan metabolisme, biokimia dan fisiokimia yang menyebabkan
permeabilitas membran glomerulus meningkat terhadap protein (Whalley and Wong, 1998).
Sedangkan menurut Behrman (2001), kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis
mempunyai beberapa bentuk sindroma nefrotik idiopatik, penyakit lesi minimal ditemukan pada
sekitar 85%. Sindroma nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk
glomerulonefritis.

Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:


1. Primer/ Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 7 tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi
alergi, bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis
vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan imunitas, respon
alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun (abnormal immunoglobulin).
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes mellitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter Resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal.

Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya glomeruli ginjal dan sering
mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik syndrome:
1. Amiloidosis
2. Congenital nephrosis
3. Focal segmentalglomerular sclerosis (FSGS)

Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran pelindung protein
1. Glomerulonephritis (GN)
2. IgA nephropathy (Berger's disease)
3. Minimal change disease (Nil's disease)
4. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
1. Usia kurang dari 1 tahun
2. Usia kurang dari 15 tahun
3. Usia 15 sampai 40 tahun

2.3 KLASIFIKASI NEFROTIK SYNDROM


Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephritic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.

c. Sindrom Nefrotik Kongenital


Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena
sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

2.4 PATOFISIOLOGI NEFROTIK SYNDROM


a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan
volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH)
dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan
air akan menyebabkan edema.
c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria)
e. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan
yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan
hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya
protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi
tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan
air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi
terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum
meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh
dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383

Etiologi :
- autoimun
- pembagian secara umum
PATHWAY

Glomerulus

Permiabilitas glomerulus

Porteinuria massif

Aliran darah ke ginjal

EdemaUsus

Resiko tinggi infeksi

Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Sintesa protein lepas

Hiperlipidemia

Hipovolemia

Volume plasma

Retensi natrium renal

Tekanan onkotik plasma

- Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan


- Kerusakan integritas kulit

Sistem imun menurun

Malnutrisi

Gangguan nutrisi

Sekresi ADH
Reabsorbsi air dan natrium

Pelepasan rennin

Vasokonstriksi

Efusi pleura

Sesak

Penatalaksanaan

Hospitalisasi

Tirah baring

Diet

Kecemasan anak dan orang tua

Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program perawatan


Ketidapatuhan

Resti gangguan pemeliharaan kesehatan

Intoleransi aktivitas

7
8
9

2.5 MANISFESTASI KLINIS NEFROTIK SYNDROM


Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.

Menurut Betz, Cecily L.(2002 : 335)


1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk
ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan
umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan
ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

Menurut Suriadi ( 2001 : 219 ) tanda dan gejala dari syndrome nefrotik adalah Gejala utama
yang ditemukan adalah :
a. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
b. Hipoalbuminemia < 30 g/l.
c. Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema
muka, ascxites dan efusi pleura.
d. Anorexia
e. Fatique
f. Nyeri abdomen
g. Berat badan meningkat
h. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
i. Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

2.6 KOMPLIKASI NEFROTIK SYNDROM


1. Hypovolemi
2. Infeksi pneumococcus
3. Dehidrasi
4. Hilangnya protein dalam urine
5. Venous thrombosis (Suriadi dan Yuliani, 2001)

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG NEFROTIK SYNDROM


Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan antara lain
1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
3. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /kreatini urin pertama
pagi hari
4. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi (HB,Leukosit,hitung jenis,trombosit, hematokrit,LED )
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum,kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten
e. Bila curiga lupus eritematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar
komplemen C4,ANA (anti nuclear antibody),dan anti dsDNA
5. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

2.8 PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN NEFROTIK SYNDROM


Penatalaksanaan Terapeutik
1. Diit tinggi protein
2. Pembatasan sodium jika anak hipertensi
3. Antibiotic untuk mencegah infeksi
4. Terapi deuritik sesuai program
5. Terapi albumin jika intake oral dan output urine kurang
6. Terapi predinson dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai program (suriadi,2001)
Penatalaksanaan medis untuk sindroma nefrotik mencakup komponen perawatan berikut ini :
1. Pemberian kortikosteroid (prednison).
2. Penggantian protein (dari makanan atau 25 % albumin).
3. Pengurangan edema : diuretic dan restriksi natrium (diuretika hendaknya digunakan secara
cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan trombus dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit).
4. Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada
glomerulonefritis membranosa).
5. Klorambusil dan siklofosfamid (untuk sindroma nefrotik tergantung steroid dan pasien
yang sering mengalami kekambuhan).
6. Obat nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapi
infasive.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN NEFROTIK SYNDROM


a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
a) Nama klien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, agama, kultur budaya/ suku
bangsa dan alamat.
b) Tanggal klien masuk, nomor Rekam Medis, dan diagnosa medis.
2) Identitas keluarga
a) Nama ayah, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
b) Nama ibu, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat
3) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan bengkak disebagian atau seluruh tubuh, urine lebih sedikit, urine
berwarana hitam, berat badan meningkat, wajah mengembang sekitar mata, terutama meningkat
di pagi hari, tekanan darah normal, anoreksia, mudah lelah, malnutrisi, asites (perut bengkak),
diare, muntah dan kesukaran bernapas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dikaji lamanya keluhan yang dirasakan dan sudah dibawa berobat kemanna, mendapat
terapi apa dan bagaimana reaksi tubuh/penyakitnya terhadap pengobatan yang telah dilakukan.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah mengalami penyakit/gejala sindrom nefrotik, tetapi penyakit
ini tak ada hubungan dengan penyakit yang pernah diderita dahulu.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit sindrom nefrotik dapat diperparah dengan infeksi bakteri misalnya keluarga ada yang
menderita TBC, keluarga memiliki riwayat hipertensi atau memiliki riwayat penyakit yang sama
dengan pasien karena sindrom nefrotik bisa diturunkan sebagai resesif autosomal.
e) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang kotor (banyak bakteri), perlu dikaji juga daerah tempat tinggal
dekat dengan sumber polusi atau tidak.
b. Pemeriksaan Fisik
Adapun tanda dan gejala yang ditemukan pada penderita sindrom nefrotik (Cecily, 2002) :
1. Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama tekanan darah yaitu di
atas 100/60 mmHg, nadi cepat atau lambat dan pernapasan menjadi cepat antara 30-40 x/menit.
2. Wajah biasanya membengkak (moon face)
3. Mata biasanya mengalami edema pada palpebra, konjungtiva anemis
4. Abdomen, pada saat dilakukan inpeksi terlihat adanya pembesaran abdomen karena
adanya penumpukan cairan. Palpasi akan ditemukan hasil tes ballotemen positif yang
menandakan adanya asites.
5. Srotum akan membesar/edema karena adanya penumpukan cairan.
6. Ekstremitas akan terjadi edema dan kelemahan akibat kondisi penyakit yang dialami
penderita
c. Pola Aktivitas sehari-hari
1. Pola nutrisi akan mengalami gangguan, penderita akan menjadi malas makan dan minum,
mual dan muntah.
2. Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada eliminasi buang air kecil,
penderita akan mengalami kesulitan atau penurunan volume urine. Kadang-kadang bisa terjadi
hematuria.
3. Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat adanya nyeri pada edema,
terutama scrotum.
4. Pola aktivitas menjadi terganggu, pasien menjadi malas beraktivtas
5. Personal hygiene menjadi tidak terurus akibat kelemahan fisik.

d. Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan antara lain


1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
3. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /kreatini urin pertama
pagi hari
4. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi (HB,Leukosit,hitung jenis,trombosit, hematokrit,LED )
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum,kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten
e. Bila curiga lupus eritematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar
komplemen C4,ANA (anti nuclear antibody),dan anti dsDNA
5. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan
karena proses penyakitnya, retensi sodium.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan menurunnya sirkulasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, pertahanan tubuh tidak adekuat
5. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana tindakan keperawatan menurut
Suriadi (2001) adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kelebihan cairan dalam
tubuh pasien dapat dikurangi
Kriteria hasil :
a. Balance cairan negatif
b. Edema berkurang
No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Buat catatan asupan dan keluaran Memberikan informasi tentang
yang akurat. Catat karakteristik status anak.
keluaran urine
2. Kaji adanya edema dengan untuk mengetahui perubahan
mengukur perubahan edema edema
3. Pantau berat jenis urine, albumin Mengetahui perubahan nilai
albumin, berat jenis urine guna
intervensi selanjutnya.
4. Pertahankan pembatasan cairan manajemen cairan, untuk
untuk pasien mengurangi kelebihan cairan
5. Berikan kortikosteroid untuk mengurangi protein dalam urine
menurunkan protein urine
6. Timbang berat badan anak setiap Kenaikan berat badan secara
hari dengan timbangan yang sama tiba-tiba dapat mengindikasikan
pada waktu yang sama setiap hari. kelebihan cairan ekstravaskular
Catat hasilnya dan bandingkan dan dapat menyebabkan
dengan berat badan sebelumnya. penurunan curah jantung.
7. Kolaborasi dengan tim medis meningkatkan volume urine
dalam pemberian terapi diuretik adekuat
sesuai indikasi

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
dapat terpenuhi tanpa terjadi perubahan pola makan pasien.
Kriteria hasil :
a. Pasien makan tepat waktu sesuai dengan kebiasaan makan sehari-hari
b. Porsi makanan yang disediakan habis dimakan
c. Pasien tidak mengalami mual dan muntah
No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Kaji kebiasaan diet, masukan mengetahui atau mengambarkan
makanan saat ini perbedaan atau perubahan
sebelum sakit terhadap kebiasaan
diet.
2. Berikan makan sedikit demi sedikit meningkatkan proese pencernaan
dan makanan kecil tambahan yang dan toleransi terhadap nutrisi
tepat tetapi sering yang diberikan dan mengurangi
terjadinya mual.
3. Buat pilihan menu yang ada dan variasi sediaan makanan akan
ijinkan pasien untuk mengontrol meningkatkan pasien untuk
pilihan sebanyak mungkin mempunyai pilihan terhadap
makanan yang dinikmati.
4. Anjurkan pada pasien untuk mulut yang bersih dapat
melakukan oral hygiene meningkatkan rasa makanan
5. Timbang berat setiap hari dan mengevaluasi keefektifan atau
bandingkan dengan berat badan kebutuhan dalam mengubah
sebelum sakit pemberian nutrisi
6. Catat masukan dan perubahan memberikan rasa kontrol pada
simptom yang berhubugan dengan pasien dan kesempatan untuk
pencernaan : anoreksia, mual, memilih makanan yang
muntah. diinginkan/dinikmati, dapat
meningkatkan masukan
makanan.
7. Konsultasikan dengan ahli gizi merupakan sumber yang efektif
untuk mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi sesuai dengan
usia, berat badan, ukuran tubuh,
keadaan penyakit sekarang

3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan imobilitas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperatwan selama 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan
integritas kulit, menunjukan penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
Terdapat resolusi pada daerah sekitar luka
No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Bantu anak mengubah posisi Pengubahan posisi yang sering
tubuhnya setiap 2 jam dapat mencegah kerusakan kulit,
dengan cara meniadakan tekanan
permukaan tubuh.
2. Lakukan perawatan kulit yang Perawatan kulit yang baik dapat
tepat, termasuk mandi harian menjagakulit bebas dari bahan
dengan menggunakan sabun pengiritasi dan membantu
pelembab, masase, pengubahan mencegah kerusakan kulit.
posisi dan penggantian linen serta
pakaian kotor.
3. Kaji kulit anak untuk melihat bukti Pengkajian yang sering
iritasi dan kerusakan keperti memungkinkan deteksi dini dan
kemerahan, edema, dan abrasi, intervensi yang tepat ketika
setiap 4-8 jam. dibutuhkan.
4. Topang atau tinggikan area-area Meninggikan atau menopang
yang mengalami edema, seperti daerah yang edema dapat
lengan, tungkai, dan skrotum, mengurangi edema. Menggunkan
dengan menggunakan bantal atau bedak dapat mengurangi
linen tempat tidur. Gunakan bedak kelembapan dan gesekan yang di
pada area ini. timbulkan ketika permukaan
tubuh saling bergesek.
5. Tingkatkan jumlah aktivitas anak, Peningkatan aktivitas membantu
seiring edema mereda. mencegah kerusakan kulit akibat
tirah baring yang lama.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, penurunan daya tahan tubuh.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit diharapkan dapat meminimalkan
resiko infeksi
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Gunakan prinsip aseptik setiap mempertahankan prinsip steril
melakukan tindakan. untuk mencegah penyebaran
infeksi
2. Pantau tanda-tanda infeksi pencegahan dini untuk mencegah
infeksi dan menentukan tindakan
selanjutnya
3. Monitor hasil laboratorium nilai leukosit merupakan
(leukosit) indikator adanya infeksi
4. Tingkatkan intake nutrisi nutrisi yang adekuat dapat
membantu meningkatkan daya
tahan tubuh
5. Batasi pengunjung bila perlu, mencegah infeksi nosokomial
lindungi anak dari kontak yang dan mengurangi kontak dengan
terinfeksi mikroba yang ditularkan
pengunjung
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi membantu mengobati infeksi
antibiotik sesuai indikasi dengan membunuh bakteri
patogen

5. Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak Tujuan :
Kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan
keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Validasi perasaan takut atau cemas Perasaan adalah nyata dan
membantu pasien untuk tebuka
sehingga dapat menghadapinya.
2. Pertahankan kontak dengan klien Memantapkan hubungan,
meningkatan ekspresi perasaan
3. Upayakan ada keluarga yang Dukungan yang terus menerus
menunggu mengurangi ketakutan atau
kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk Meminimalkan dampak
membawakan mainan atau foto hospitalisasi terpisah dari
keluarga. anggota keluarga
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Sindrom Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia atau
hipoprotein, hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia, edema, dan lipiduria. Proteinuria massif
yang keluar lebih dari 3,5 gram setiap hari/ 173 m luas permukaan tubuh dan hipoalbuminemia
(kurang 3,5 gr/dl)
Penyebab sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan
kelainan primer dengan sebab tidak diketahui. Sindrom nefrotik sekunder akibat penyakit
infeksi, keganasan, obat-obatan. Penyakit multi system, alergi, penyakit herediter, toksin,
thrombosis vena renalis, obesitas massif. Penyebab umumnya adalah kelainan glomerulus akibat
dari benigna, glomenuonefritis, glomerosklerosis, nefropati IgA, penyakit minimal. Kelainan
sekunder akibat herediter, autoimun, infeksi, obat (anti inflamasi non steroid, heroin, emas).

DAFTAR PUSTAKA
http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-anak-dengan-
sindrom.html
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius
Ngastiyah. 2008. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta :
Sagung Seto.
http://fahrinnizami.blogspot.co.id/2014/10/asuhan-keperawatan-anak-pada-klien.html

Rabu, 24 April 2013


LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP SINDROMA NEFROTIK

KONSEP TEORI
SINDROMA NEFROTIK

2.1 Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (
Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat
(Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria,
hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh:
- Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
- Penurunan albumin dalam darah
- Edema
- Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia) Tanda

Tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus (Sukiane, 2002).

2.2 Anatomi dan fisiologi

Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menurus menghasilkan urine, dan berbagai saluran
dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh.
- Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih reendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah
oleh hati. Kutub atasnya terletak stinggi iga kedua belas. Sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebelas.
- Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10-12 inchi (25 hingga 30 cm),
terbentang dari ginjal sampai vesica urinaria. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan urine ke
vesika urinari.
- Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak di belakang
simpisis pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga muara: dua dari ureter dan satu menuju uretra.
Dua fungsi vesica urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan
tubuh dan berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu uretra)
- Uretra adalah saluran kecil yanng dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria
sampai keluar tubuh, panjang pada perempuan sekitar 1 inci (4cm) dan pada laki-laki sekitar 8
inci (20cm), muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius .
2.2 Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :

1. Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
- Malaria kuartana atau parasit lainnya.
- Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid
- Glumerulonefritis akut atau kronik
- Trombosis vena renalis.
- Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
- Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat.
- Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan
penebalan batang lobular.
- Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel
epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
- Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin
yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah.
Prognosis buruk.
4.Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis
buruk.

2.3 Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar
protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah
berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Menurunnya respon imun karena sel imun
tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi
seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
2.4 Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
- Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
- Hipoalbuminemia < 30 g/l.
- Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema
muka, ascxites dan efusi pleura.
- Anorexia
- Fatique
- Nyeri abdomen
- Berat badan meningkat
- Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
- Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

2.5 Komplikasi
- Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
- Tromboembolisme (terutama vena renal)
- Emboli pulmo
- Peningkatan terjadinya aterosklerosis
- Hypovolemia
- Hilangnya protein dalam urin
- Dehidrasi

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


- Adanya tanda klinis pada anak
- Riwayat infeksi saluran nafas atas
- Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
- Menurunnya serum protein
- Biopsi ginjal
2.7 Penatalaksanaan
- Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
- Pembatasan sodium jika anak hipertensi
- Antibiotik untuk mencegah infeksi
- Terapi diuretik sesuai program
- Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
- Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program

2.8 ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Keadaan umum
2. Riwayat :
- Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
- Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
- Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
- Pola kebiasaan seharihari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur,
aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini:
- Keluhan utama
- Alasan masuk rumah sakit
- Faktor pencetus
- Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
- Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait dgn edema ).
- Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis,
diaphoresis.
- Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping
hidung.
- Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan
dan fungsi pupil.
- Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
- Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
5. Pengkajian keluarga
- Anggota keluarga
- Pola komunikasi
- Pola interaksi
- Pendidikan dan pekerjaan
- Kebudayaan dan keyakinan
- Fungsi keluarga dan hubungan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
2. Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin.
3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik.
4. Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air.
5.Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
a. Tujuan : integritas kulit terjaga.
b. KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
c. Intervensi :
- Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.
R/: untuk mencegah terjadinya penekanan terlalu lama dan terjadi decubitus
- Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
R/: untuk mencegah terjadainya resiko terinfeksi atau terkontaminasi
- Gunakan lotion bila kulit kering.
R/: memberikan kelembapan pada kulit
- Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.
R/: untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda peradangan pada kulit
- Support daerah yang edema dengan bantal.
R/: agar tidak terjadi penekanan
- Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.
R/: mencegah terjadinya cidera
2. Resiko infeksi b/d terapi imunosuppresive dan hilangnya gama globulin.
a. Tujuan : tidak terjadi infeksi
b. Kriteria hasil :
- Hasil laborat ( leukosit ) dbn
- Tanda- tanda vital stabil
- Tidak ada tanda- tanda infeksi
c. Intervensi :
- Mencuci tangan setiap akan kontak dengan anak
R/: mencegah terjadinya terkontaminasi
- Kaji tandatanda infeksi
R/: untuk merencanakan intervensi selanjutnya

- Monitor tandatanda vital


R/: mengetahui perkembangan dan keadaan umum klien.
- Monitor pemeriksaan laboratorium Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik
R/: untuk menngetahui kadar atau nilai yang menandakan terjadinya infeksi, dan untuk
mencegah terjadinya infeksi.
3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik
a. Tujuan : cairan tubuh seimbang
b. Kriteria hasil :
- Mukosa mulut lembab
- Tanda vital stabil
c. Intervensi :
- Monitor intake dan output ( pada anak < 1ml/kg/jam)
R/: untuk mengetahui batasan masukan yang masuk dan pengeluaran dari tubuh klien
- Monitor tanda-tanda vital
R/: untuk menegetahui perkembangan dan keadaan umum klien
- Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
R/: untuk mengetahui status cairan yang dibutuhkan klien.
- Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit
R/: untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya dehidrasi
- Kaji pengisian kembali kapiler (capilarry Refill)
R/: untuk mengetahui apakah ada kelaianan yang lain yang terjadi pada klien.
4. Resiko kelebihan cairan b/d retensio sodium dan air
a. Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang
b. Kriteria hasil :
- BB stabil
- tanda vital dbn dan tidak ada edema
c. Intervensi :
- Monitor intake dan output, dan timbang BB setiap hari
R/: uintuk mengetahui status cairan tubuh klien
- Monitor tekanan darah
R/: sebagai acuan untuk mengetahui apakah ada penekanan atau penambahan kerja jantung klien
- Mengkaji status pernafasan termasuk bunyi nafas
R/: untuk mengetahui peninggkatan RR
- Pemberian deuretik sesuai program
R/: mencegah terjadinya demam
- Ukur dan catat ukuran lilitan abdomen
R/: untuk mengetahui status klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya, dan apakah ada
tanda-tanda terjadinya asites
5. Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak
a. Tujuan : kecemasan hilang
b. Kriterai hasil :
- Orang tua tampak lebih santai
- Orang tua berpartisipasi dalam perawatan dan memahami kondisi anak
c. Intervensi :
- Anjurkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas
R/: membina hubungan saling percaya baik pada pasien maupun keluarga
- Berikan penjelasan tentang penyakit Sindrom Nefrotik, perawatan dan pengobatannya
R/: untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga
- Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya
R/: membuat sautu kepercayaan agar keluarga agar merasa keluarga dianggap ada disamping
klien
- Berikan aktivitas bermain yang sesuai dgn tumbang anak dan kondisinya.
R/: membuat suasana seperti berada dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa: EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius:
Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto:Jakarta
Ngastiyah. (1997), Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica: Jakarta
http://cahaya-salim.blogspot.co.id/2013/04/laporan-pendahuluan-askep-sindroma.html

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan degenerasi
lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai lagi. Tahun
1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien
dengan nefritis parenkimatosa kronik. Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues
dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk
menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Sampai abad ke-20 morbiditas SN pada anak masih tinggi, yaitu melebihi 50%. Pasien-pasien ini
dirawat dalam jangka waktu lama karena edema anasarka disertai dengan ulserasi dan infeksi
kulit. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamide dan penisilin pada tahun 1940 dan
dipakainya hormone adrenokortikotropik (ACTH) dan kortikosteroid pada tahun 1950, mortalitas
penyakit ini diperkirakan mencapai 67% yang sering disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan
sepsis dan pada decade berikutnya mortalitas menurun sampai + 40%. Angka kematian menurun
lagi mencapai 35% setelah obat penisilin mulai digunakan pada tahun 1946-1950.
Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950-an untuk mengatasi edema dan
mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian menurun mencapai 20%. Schwartz dan
kawan-kawan melaporkan angka mortalitas 23% 15 tahun setelah awitan penyakit. Di antara
pasien SN yang selamat dari infeksi sebeelum era sulfonamide umumnya kematian pada periode
ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik (Nefrologi Anak:350).

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan umum : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang
dimaksud dengan sindroma nefrotik dan rencana asuhan keperawatannya.
1.2.2 Tujuan khusus : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
Menjelaskan definisi sindroma nefrotik
Menjelaskan etiologi sindroma nefrotik
Menjelaskan manesfesatasi klinis sindroma nefrotik
Menjelaskan komplikasi sindroma nefrotik
Menjelaskan tentang penatalaksanaan sindroma nefrotik
Menjelaskan patofisiologi dan pnp dari sindrom nefrotik
Melakukan rencana asuhan keperawatan pda anak dengan sindroma nefrotik

1.3 RUMUSAN MASALAH


Apa definisi sindroma nefrotik?
Apa etiologi sindroma nefrotik?
Apa manifestasi klinis sindroma nefrotik?
Bagaimana penataklaksanaan sindroma nefrotik?
Bagaimana patofisiologi dan pnp dari sindroma nefrotik?
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan sindroma nefrotik?

BAB II
KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI
Sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membrane glomerolus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang
massif (Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Ed. 4). Sindroma nefrotik
merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria massif, hipoalbuminemia, hiperlipemia, dan
edema (Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 2). Sindroma nefrotik ditandai oleh
proteinurea massif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Insiden tertinggi pada usia 3-4
tahun, rasio lelaki dan perempuan 2:1 (Kapita Selekta Kedokteran jilid 2.fkui,2000) Sindroma
nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkn oleh adanya injury glomerular yang terjadi
pada anak dengan karakteristik proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia
dan edema (Suriadi & Rita Yulianni,2001)
2.2 ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini di anggap suatu penyakit auto immune. Jadi
merupakan suatu reaksi antigen-anti bodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindroma nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternotetal.
Resisten terhadap semua pengobatan
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus .
Pengcangkokan ginjal dalam masa neonatus telah dicoba tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindroma nefrotik sekunder disebabkan oleh :
a) Malaria kuartana atau parasit lain
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid
c) Glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronis, thrombosis vena renalis
d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamain, garam, emas , sengatan lebah, racun
oak, air raksa.
e) Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferative
hipokomplementemik

3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)


Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, Churg dkk. membagi dalam empat golongan yaitu:
1. Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron
tampak foot processus sel terpadu. Dengan cara imunofluoresensi kternyata tidak terdapat IgG
atau immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak dari pada orang dewasa. Prognosis lebih baik
dibandingkan dengan golongan lain.
2. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang terrsebar tanpa proliferasi sel.
Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik
3. Glomerulonefritis proliferative.
a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma
endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang
timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang
lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).
Terdapat poliferasai sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
Terdapat poliferasi sel mesangial dan poliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan visceral.
Prognosis buruk.
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif.
Proliferasi sel mesengial dan penempatan fibrin yang meneyerupai membrana basalais di
mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah.
e. Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.

4. Glomerulosklerosis fokal segmentalis.


Pada kelainan ini yang menyolok glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus.
Prognosis buruk.

2.3 MANIFESTASI KLINIS


1) Retensi cairan edema, edema biasanya terjadi pada muka (mata), dada , perut, tungkai dan
genetalia. Biasanya lunak dan cekung bila ditekan (piting)
2) Penurunan jumlah urineurine gelap, berbuih atau berbusa
3) Anoreksia (nafsu makan menurun)
4) Berat badan meningkat
5) Gagal tumbuh kembang & pelisutan otot (jangka panjang)
6) Malaise
7) Diare karena edema mukosa
8) Kulit pucat

2.4 KOMPLIKASI
1) Penurunan volume intravakular (syok hipovolemik)
2) Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena)
3) Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
4) Kerusakan kulit
5) Infeksi sekunder, trauma infeksi kulit
6) Peritonitis (berhubungan dengan asites)
7) Efek samping steroid yang tidak diinginkan
2.5 PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan medis untuk sindom nefrotik mencakup komponen perawatan berikut ini:
1) Pemberian kortikosteroid (prednison) dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai program
2) Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin)
3) Pengurangan edema melalaui terapi diuretic dan restriksi narium (diuretic hendaknya
dilakukan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler,
pembentukan thrombus dan ketidakseimbangan elektrolit)
4) Rumatan keseimbangan elektrolit
5) Inhibitor enzim pengkonverensiangiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada
glomerulonefritis membrosa)
6) Agens pengalkilasi (sitotoksik) klorambusil dan siklofostamid (untuk sindroma nefrotik
tergantung steroid dan pasien yang seering mangalami kekambuhan)
7) Obat nyeri (untuk mangatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapi
invasive)
8) Antibiotic untuk mencegah infeksi
9) Terapi albumin jika oral dan output urin kurang
10) Pembatasan sodium jika anak hypertensi

2.6 PATOFISIOLOGI
Meningkatkan permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyababkan
hypoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga
cairan intravascular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan
volume cairan intravascular berkurang sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena
hypovolemi.
Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi rennin angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan
menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan cholesterol dan triglyceride serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan ontotik plasma.
Adanya hyperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang
timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urine (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan di sebabkan oleh karena
hypoalbunemia, hyperlipidemia atau difesiensi seng.

BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Umur : lebih sering pada anakanak usia antara 34 tahun
Jenis kelamin : lebih banyak menyerang pria dengan perbandingan presentase pria : wanita 2 :
1
b. Keluhan utama
Edema atau sembab, biasanya pada daerah mata, dada, perut, tungkai, dan genitalia
Malaise
Sesak nafas
Kaki terasa berat dan dingin karena adanya edema
Sakit kepala
Diare
c. Riwayat penyakit sekarang
cekung dan lunak bila ditekan di daerah sekitar edema Piting edema
Urine sedikit, gelap dan berbusa
Berat badan meningkat
Kulit pucat
Diare
Sesak nafas
Malaise
d. Riwayat penyakit dahulu
Anak pernah menderita penyakit infeksi ginjal (glumerulonefritis) sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini atau diabetes mellitus
f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Terjadi peningkatan berat badan karena adanya edema
Sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajarnya terganggu
g. Riwayat nutrisi
Diet kaya protein terutama protein hewani
h. Dampak hospitalisasi
Perpisahan
Lingkungan baru
i. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : disorentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma
Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum
Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
Perut : adanya edema anasarka (asites)
Ekstrimitas : edema pada tungkai.
Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(kusmaul), dyspnea
j. Pemeriksaan penunjang
1. UJI URINE
meningkat Protein urine
cast hialin dan granular, hematuria Urinalis
positif untuk protein dan darah Dipstick urine
meningkat Berat jenis urine
2. UJI DARAH
menurun Albumin serum
meningkat Kolesterol serum
meningkat (hemokonsentrasi) Hemoglobin dan hematokrit
meningkat Laju endap darah (LED)
bervariasi dengan keadaan penyakit per orang Elektrolit serum
3. UJI DIAGNOSTIK
Biopsy ginjal merupakan uji diagnostic yang tidak dilakukan secara rutin
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan
protein
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan (malaise)
g. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak
h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
i. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan
j. Nyeri, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites

3. INTERVENSI
a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
TUJUAN : pasien mendapatkan volume cairan yang tepat
KRITERIA HASIL : anak mendapatkan cairan tidak lebih dari yang ditentukan

NO. INTERVENSI RASIONAL


1 Catat masukan dan pengeluaran cairan
(intake dan output cairan &elektrolit) Jumlah aliran harus sama atau lebih dari jumlah yang
dimasukkan. keseimbangan positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut
2 Timbang berat badan pasien Berat badan adalah indicator akurat status volume cairan
.kesesimbangan cairan positif dengan peningkatan berat badan menunjukkan retensi cairan.
4 Berikan duretik sesuai instruksi Pemberian diuretic dimaksudkan untuk memberikan
penghilangan sementara dari edema
5 Atur masukan cairan dengan cermat Anak tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang
ditentukan
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravascular) berhubungan dengan kehilangan
protein
TUJUAN : bukti kehilangan cairan intravascular atau syok hipovolemik yang ditunjukkan pasien
minimum atau tidak ada
KRITERIA HASIL : bukti kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang
ditunjukan anak minimum atau tidak ada
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau TTV Pengukuran TTV bertujuan untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
2. Kaji kualitas dan frekuensi nadi Tanda syok hipovolemik adalah frekuensi nadi yang
meningkat
3. Laporkan adanya penyimpangan dari normal Bila ada penyimpangan maka pengobatan dapat
segera dilakukan
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh
TUJUAN : pasien bisa mempertahankan integritas kulit
KRITERIA HASIL : kulit anak tidak menunjukan kemerahan dan iritasi

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Atur atau ubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi Mobilisasi tempat tidur setiap 2 jam atau
sesuai kondisi dimaksudkan untuk mencegah terjadinya dekubitus
2. Pertahanan bebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur Menjaga kebersihan
tubuh anak dan pengalas menegah kemudahan gesekan atau trauma
3. Hindari pakaian yang ketat Pakaian yang terlalu ketat dapat menyebabkan area tertekan dan
bisa menyebabkan dekubitus
4. Gunakan lotion bila kulit kering Lotion dapat menjaga kelembaban kulit
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
TUJUAN : tidak menunjukan bukti infeksi
KRITERIA HASIL : - Anak dan keluarga menerapkan praktik sehat yang baik
- Anak tidak menunjukan bukti bukti infeksi
NO. INTERVENSI RASOINAL
1. Gunakan teknik mencuci tangan yang baik pada pasien dan staf Menurunkan resiko
kontaminasi silang
2. Kaji integritas kulit Ekskoriasis akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
3. Pantau TTV Demam merupakan bukti awal infeksi. Demam disertai peningkaan nadi dan
pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolic dari proses inflamasi
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
TUJUAN : pesien mendapatkan nutrisi optimal
KRITERIA HASIL : anak mengkonsumsi jumlah makanan bernutrisi yang adekuat

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Beri makanan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan
status uremik atau menurunkan peristaltic
2. Berikan makanan special(yang disukai anak) dan dengan cara yang menarik Merangsang
nafsu makan anak sehingga anak mau makan
3. Tawarkan perawatan mulut sering atau olesin dengan gliserin atau berikan permen diantara
makan Membrane mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan,
meminyaki dan membantu menyegarkan rasamulut yang tidak nyaman. Larutan gliserin
diberikan supaya bibir tidak pecah pecah dan kering
4. Puji anak atas apa yang mereka makan Pujian dapat berupa motivasi agar anak mau makan.
5. Libatkan anak dalam pemilihan makanan Anak dapat memilih makanan sesuai dengan yang
diingginkan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan (malaise)
TUJUAN : pasien mendapat istirahat yang adekuat
KRITERIA HASIL : - Anak melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan
- Anak mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah Mencegah kelelahan berlebih dan
menyimpan energy untuk penyembuhan.
2. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi Mengubah energy memungkinkan
berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan /normal ,memberikan keamanan pada pasien
g. Kecemasan pada anak/keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak
TUJUAN : keluarga menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit
KRITERIA HASIL : keluarga mengenal lingkungan rumah sakit
INTERVENSI RASIONAL
1. Kenalkan anak dan keluarga pada anggota staf / perawat Meminimalkan persepi negatif anak
atau keluarga pada perawat
2. Berikan penjelasan tentang syndrome nefrotik, perawatan dan pengobatan Anak atau keluarga
mengerti tentang proses perjalanan penyakit, perawatan dan pengobatan sehingga kecemasan
klien berkurang
3. Berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan kondisi anak Meminimalkan stress pada anak
dan tidak menghambat proses tumbuh kembang anak
4. Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya Meminimalkan rasa
kehilangan

h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan


TUJUAN : pasien mengekspresikan perasaan dan masalah
KRITERIA HASIL : -anak mendiskusikan perasaan dan masalah
-anak mengikuti aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampun

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Gali perasaan dan masalah mengenai penampilan Menggali perasaan membantu pasien mulai
menerima kenyataan dan realitas.
2. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan
jawaban terbuka. Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu
pasien/ orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
3. Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif Membantu pasien tetap berhubungan
dengan linkungan dan realitas.
i. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan.
TUJUAN : pasien menunjukkan fungsi pernafasan normal
KRITERIA HASIL : -anak beristirahat dan tidur dengan tenang
-Pernafasan tidak sulit
-anak pernafasan tetap dalam batas normal

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Posisikan untuk efisiensi ventilasi yang maksimum Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
2. Atur aktifitas untuk memungkinkan penggunaan energy yang minimal, istirahat, dan tidur.
Menurunkan konsumsi/ kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan
beratnya gejala.
3. Hindari pakaian yang ketat. Pakaian yang terlalu ketat dapat menyebabkan kurang efisiennya
ventilasi
4. Berikan oksigen tambahan yang sesuai Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan ventilasi.
j. Nyeri, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites.
TUJUAN : individu menyatakan peredaan setelah suatu tindakan peredaan yang memuaskan
yang dibuktikan oleh hilangnya asites.
KRITERIA HASIL : -meningkatkan kenyamanan pasien
-melaporkan nyeri hilang/ terkontrol
NO. INTERVENSI RASIONAL
1 Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman Menurunkan tegangan abdomen dan
meningkatkan rasa control
2 Berikan tindakan nyaman dan aktifitas senggang Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping
3 Berikan duretik sesuai instruksi Pemberian diuretic dimaksudkan untuk memberikan
penghilangan sementara dari edema sehingga asites berkurang.

4. IMPLEMENTASI
a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
Mencatat masukan dan pengeluaran cairan
Menimbang berat badan pasien
Memberikan diuretik
Mengatur masukan
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravascular) berhubungan dengan
kehilangan protein
Memantau TTV
Mengkaji kualitas dan frekuensi nadi
Melaporkan adanya penyimpangan dari normal
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh
Mengatur mengubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
Mempertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur
Menghindari pakaian yang ketat
Menggunakan lotion bila kulit kering
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
Menggunakan teknik mencuci tangan yang baik pada perawat dan staf
Mengkaji integritas kulit
Memantau TTV
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
Memberikan makan sedikit tapi sering
Memberikan makanan special (yang disukai anak) den dengan cara menarik
Menawarkan perawatan mulut sering atau olesi dengan larutan gliserin atau memberikan
permen diantara makan
Memberi pujian atas apa yang mereka makan
Melibatkan anak dalam memilih makanan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan (malaise)
Menginstruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah
Menberikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi
g. Kecemasan pada anak atau keluarga berubungan dengan hospitalisasi pada anak
Mengenalkan anak dan keluarga pada anggota-anggota staf atau perawat
Memberikan penjelasan tentang syndrome nefrotik, perawatan, dan pengobatan
Memberikan aktifitas bermain yang sesuai dengan kondisi anak
Mengajakan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya
h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
Memberikan penjelasan pada anak dan keluarga tentang perubahan yang dialami.
Memberi dukungan positif dalam menyikapi penyakit yang diderita pada anak.
i. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan
Memberikan oksigenasi.
Meberikan posisi yang adekuat untuk efisieni ventilasi.

j. Nyeri, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites


Memberikan obat analgesic seperlunya.
Menggunakan cara-cara nonfarmakologik yang sesuai untuk mengurangi nyeri.

PERENCANAAN PEMULANGAN (Discharge Planning)


Ajarkan orang tua untuk mengetahui pemeriksaan urine
Ajarkan orang tua untuk mencatat berat badan anak setiap hari
Ajarkan memonitor tekanan darah
Berikan penjelasan terapi yang diberikan (diuretic atau steroid)
Ajarkan pada orang tua dan catat bila ada perkembangan baru misalnya demam dan lakukan
control ulang
Ajarkan untuk mencatat intake dan output cairan

5. EVALUASI
a. Fungsi ginjal anak membaik yang terlihat dari tidak adanya tanda-tanda dan gejala klinis
b. Tingkat aktivitas anak sesuai dengan usia
c. Anak tidak menunjukkan dan tanda dan gejala infeksi

BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Ginjal merupakam salah satu organ penting dalam system urinia. Sedangkan sindroma nefrotik
merupakan salah satu penyakit kelainan pada ginjal. Sindroma nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbunemia, hyperlipedemia dan edema. Penyebab
sindroma nefrotik belum diketahui secara pasti. Namun para ahli telah membagi dalam beberapa
etiologi.
4.2. SARAN
Apabila terdapat gejala-gejala klinis pada anak seperti edema di waktu pagi, anak segera
diperiksakan ke petugas-petugas kesehatan terdekat untuk mengetahui apakah anak menderita
sindrom nefrotik dan dapat mendapat pertolongan secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Betz, Cecily. L dan Linda A. Sowder. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. EGC:
Jakarta.
2. Doengus, Marilyn. E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.EGC: Jakarta.
3. Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. EGC:
Jakarta.
4. Masjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Media Aesculapius FKUI
:Jakarta.
5. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta.
6. Rosa M. Saccharin. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric edisi 2. EGC; Jakarta
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. FKUI: Jakarta.
8. Suriadi & Rita Yulianni. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak.PT. Fajar Interpratama:
Jakarta
9. Wirya, IGN Wila. 1993. Nefrologi Anak. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
10. Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Edisi 4. EGC: Jakarta.
11. http://rianjulianto11.blogspot.co.id/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html
KONSEP DASAR
Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
(Ngastiyah, 1997).
Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli
membagi etiologinya menjadi:
Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema
pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu
cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
Malaria kuartana atau parasit lain.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak,
air raksa.
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan
minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal
segmental.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
Proteinuria dan albuminemia.
Hipoproteinemi dan albuminemia.
Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
Lipid uria.
Mual, anoreksia, diare.
Anemia, pasien mengalami edema paru.
Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.

Sindrom Nefrotik Sekunder


Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena
sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan
yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan
hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya
protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin
yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum
turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan
air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi
terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum
meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh
dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).

Pathways
idiopatik
Reaksi auto imun
Penyakit sekunder

Tekanan hidrostatik
Tekanan
Osmotic plasma
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
edema
Sel terjepit
Gangguan metabolisme sel
Stimulasi jaringan tubuler
kelelahan
Intoleransi
aktivitas
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi duktus kolektifus

Aktivasi mekanisme renin angiotensin


Stimulasi jaringan tubuler
Stimulasi duktus kolektifus
Kontriksi pembuluh darah
Reabsorbsi Na
Reabsorbsi
air
oliguri
hipertesi
Edema anasarka
immobilitas
Penekanan lama pada tubuh
Gg. Integritas kulit
bedrest
Sulit bergerak
Perubahan penampilan
Intoleransi aktivitas
Gg. Body image
Retensi cairan diseluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Paru-paru
Ekspansi dada dan paru
Ventilasi tidak adekuat
Sesak nafas
Perubahan pola nafas
Abdomen
Menekan gaster
Mual, muntah
anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Edema disaluran pencernaan
usus
Absorbsi tidak adekuat
Gg. Pola eliminasi diare
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya
meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida,
fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>
Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
Penatalaksanan
Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan
selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama
diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam
usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang
timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari.
Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan
bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok
kulit.
Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua
kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan
tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit
secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan
dan kegagalan fungsi ginjal.
Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak
pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang
hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah
lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa
darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum
sodium.
Prioritas Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Perencanaan Keperawatan
Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan
output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak
terjadi edema.
Intervensi:
Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
Observasi perubahan edema
Batasi intake garam
Ukur lingkar perut
timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
Intervensi:
auskultasi bidang paru
pantau adanya gangguan bunyi nafas
berikan posisi semi fowler
observasi tanda-tanda vital
kolaborasi pemberian obat diuretik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat
badan
Intervensi:
tanyakan makanan kesukaan pasien
anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
pantau adanya mual dan muntah
bantu pasien untuk makan
berikan makanan sedikit tapi sering
berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).


Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas
normal.
Intervensi:
cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
pantau adanya tanda-tanda infeksi
lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
kolaborasi pemberian antibiotik

Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)


Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)


Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
ubah posisi tidur setiap 4 jam
gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri
negatif
Intervensi:
gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta:
EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta:
EGC.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.
http://keperawatan-gun.blogspot.co.id/2008/06/laporan-pendahuluan-pada-pasien-dengan.html

LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM NEFROTIK

KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah kelainan pada sistem perkemihan/urinary yang ditandai

dengan adanya peningkatan protein dalam urine (proteinuria), penurunan albumin

dalam darah, dan adanya edema.

2. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini

dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-

antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:


a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya

adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap

semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan

ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya

penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:

1) Malaria kuartana atau parasit lain.

2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.

4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan

lebah, racun oak, air raksa.

5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan

mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan

yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan

glomerulosklerosis fokal segmental.

3. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada

hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari

proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan

osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam

interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler

berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan

merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik


hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.

Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan

stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan

onkotik plasma

Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein

dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan

banyak dalam urin (lipiduria)

Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan

oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan

Rita yuliani, 2001 :217)

4. Menifestasi kliniks

Gejala utama yang ditemukan adalah :


- Sembab ringan: kelopak mata bengkak
Sembab berat: anasarka, asites, pembengkakan skrotum/labia,
hidiotoraks, sembab paru
- Kadang-kadang sesak karena hidrotoraks atau diafragma letak tinggi (asites)
- Kadang-kadang hipertensi
- Proteinuria > 3,5 g/hr pada dewasa atau 0,05 g/kgBB/hr pada anak-anak
- Hipoalbuminemia < 30 g/l
- Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
- Hiperkoagulabilitas yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan
arteri

5. Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.

Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila

dilihat dengan mikroskop cahaya.

b. Sindrom Nefrotik Sekunder


Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,

purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan

neoplasma limfoproliferatif.

c. Sindrom Nefrotik Kongenital

Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi

yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah

edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan

kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak

dilakukan dialysis.

6. Komplikasi
Infeksi (akibat defisiensi respon imun)

Tromboembolisme (terutama vena renal)

Emboli pulmo

Peningkatan terjadinya aterosklerosi

Hypovolemia

Hilangnya protein dalam urin

Dehidrasi

7. Penatalaksanaan

a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan

tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk

mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan

yang cepat.

b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/

hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis

dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan

protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen

yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit

harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami

anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.


c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma

terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban

harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan

lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah

popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan

popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.

d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan

untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.

e. Kemoterapi:

1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek

samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar

5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan

obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek

samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus

peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.

2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat

cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik

( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis

dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan

siklofosfamid.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan

a. Aktivitas / istirahat : pasien susah tidur dan mudah lelah bila

beraktivitas

b. Eliminasi : Klien diare BAB >3x sehari, dengan konsitensi encer, wrna

kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
c. Makanan /cairan : anoreksia, mual, muntah

d. Nyeri /kenyamanan : nyeri pada abdomen dan pembengkakan pada

abdomen

e. Pernapasan : kesulitan pernafasan (efusi pleura)

f. Seksualitas : pembengkakan labial (scrotal)

g. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri

B. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1) Urine

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,

sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.

2) Darah

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium

biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan

retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan

(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>

b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

C. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

c. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasive.

d. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.

e. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.

D. intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma


uan :

tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake

dan output.

Kriteria Hasil :

menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan,

tidak terjadi edema.

Intervensi:

1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan


R/: Pemantauan membantu menentukan status cairan pasien.

2) Observasi perubahan edema


R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh.

3) Batasi intake garam


R/:Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari penurunan aluran
darah ginjal,dan/atau kelebihan volume sirkulasi

4) timbang berat badan setiap hari


R/: Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan
berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.

2.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

teria Hasil : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,

mempertahankan berat badan

Intervensi:

1) tanyakan makanan kesukaan pasien

R/: Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi beberapa makanan

kesukanannya

2) Timbang BB tiap hari.

R/: Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.

3) Kaji / catat pemasukan diet.


R/: Membantu dan mengidentifikasi defisiensii dan kebutuhan diet.

4) berikan makanan sedikit tapi sering

R/: meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik

3.Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif.

Tujuan : tidak terjadi infeksi

teria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit

dalam batas normal.

Intervensi:

1) cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

R/: Menurunkan resiko kontaminasi silang.

2) Awasi tanda vital untuk demam, peningkatan frekuensi/kedalaman pernapasan.

R/: Reaksi demam adanya indikator infeksi lebih lanjut

3) lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive

R/: Membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.

4) kolaborasi pemberian antibiotic.


R/: Membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

4.Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.

uan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi

teria Hasil : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan,

mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi:

1) Tingkatkan tirah baring / duduk.

R/: meningkatkan istirahat dan ketenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal

dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

2) rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap

R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.

3) Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien.

R/: memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.


4) berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.

5.Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.

Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria Hasil : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit

Intervensi:

1) inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi

R/: Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan

melakukan intervensi yang tepat

2) ubah posisi tidur setiap 4 jam

R/: Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke jaringan da

meningkatkan proses kesembuhan

3) gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.

R/: Meninggikan atau menopang daerah yang edema dapat mengurangi edema. Menggnakan

bedak dapat mengurangi kelembapan dan gesekan yang ditimbulkan ketika permukaan tubuh

saling bergesek.

http://askepsindrom.blogspot.co.id/

Komplikasi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan efektif dapat menyebabkan berbagai
komplikasi dan beberapa di antaranya bisa berakibat fatal. Sejumlah komplikasi yang
berpotensi muncul meliputi:

Meningkatnya risiko infeksi dan penggumpalan darah.

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah.

Anemia.
Kekurangan gizi, misalnya defisiensi vitamin D.

Hipertensi.
Gagal ginjal akut.

Penyakit ginjal kronis.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak,
kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang
menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak
sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan
terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik
pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap,
2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih
tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000
anak per tahun. (Tika Putri, http://one.indoskripsi.com ) Dengan adanya insiden ini, diharapkan
perawat lebih mengenali tentang penyakit nefrotik dan mengaplikasikan rencana keperawatan
terhadap pasien nefrotik.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian sindrom nefrotik.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan dengan sindrom nefrotik.
c. Membuat intervensi keperawatan.
d. Membuat implementasi keperawatan.
e. Membuat evaluasi keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-
hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia. Manifestasi dari
keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomelurus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman, 2000).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan
panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan
lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh.
Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi
batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna
bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol
ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis
inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat
tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari
glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula
duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih
kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat
yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi
ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus
akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler
dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut
glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan
tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu
60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein,
asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl,
Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang
diekskresi asam dan basa organik.
b) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu
berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
c) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan
H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen
kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
2.1.3 Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti berikut ini.
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakitsistemik lain, seperti berikut ini.
a. Dibetes militus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis
2.1.4 Patofisiologi
Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada nefrotik
sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan permeabilitas karena
inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine.
Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk
terus mempertahankannya. Jika albumin terus menerus hilang maka akan terjadi
hipoalbuminemia.
Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan
reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami peningkatan dan akhirnya menambah
volume intravaskuler.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density Lipoprotein)
dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Adanya
hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ). (Toto
Suharyanto, 2009).
Menurunya respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. Penyebab mencakup
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik, dan
trombosis vena renal
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya adalah:
a) Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b) Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
c) Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
d) Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2. Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
3. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat penumpukan tekanan
permukaan akibat proteinuria.
4. Hematuri
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan volume cairan
vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon
anti diuretik (ADH)
6. Malaise
7. Sakit kepala
8. Mual, anoreksia
9. Irritabilitas
10. Keletihan
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein di dalam urin).
b) Pemeriksaan darah
Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya peningkatan Low Density
Lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui fungsi ginjal
2. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara jelas,
yaitu:
a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
2.1.7 Komplikasi
1. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya
adalah dengan pemberian heparin.
2. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat kehilangan
immunoglobulin.
3. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
4. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
A. Suportif
1. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
2. Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.
a. Memonitor urin output
b. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
c. Pembatasan cairan, sampai 1 liter
3. Memonitor fungsi ginjal
a. Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b. Hitung GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung menggunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2)=
*pada perempuan dikali 0,85
Dasar Derajat Penyakit
LFG
Derajat Penjelasan
(ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-58
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)
c. Mencegah komplikasi
d. Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan Karena efek kehilangan hanya
bersifat sementara.
B. Tindakan khusus
1. Pemberian diuretik (Furosemid IV).
2. Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids, cyclosporin)
3. Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
4. Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan
5. Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.
6. Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
7. Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi sampai anak mendapat
pengurangan dosis steroid secara bertahap
8. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang berat

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian
1. Identitas :
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi
pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik
malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah atau kaki.
3. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut: Kaji berapa
lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki
apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien,
kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah
menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
5. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa
cemas dan koping yang maladaptif pada klien
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya compos
mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
a. Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi
abdomen
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c. Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,
hernia umbilikalis, prolaps anii.
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin
Dalam batas normal
i. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
a. B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau secara frekuensi
mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan
efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban volume.
c. B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami
perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d. B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum
7. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini
juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
8. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah menceah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko
komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal
berikut
a. Tirah baring
b. Diuretik
c. Adenokortikosteroid, golongan prednison
d. Diet rendah natrium tinggi protein
e. Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakt , maka intake dan output diukur secara cermat dan
dicatat. Cairan diberikan untk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


A. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS :
- Klien mengeluh edema.
DO : Kelebihan volume cairan
- Tampak ada penumpukan
cairan di ekstermitas
DS :
- Klien mengeluh kurang nafsu
makan Perubahan nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
- Klien tampak gemuk karena
pumpukan cairan
DS : Resiko kehilangan volume
- Klien mengeluh dehidrasi cairan intravaskuler
DO :
- Klien tampak sianosis
- Klien tampak pucat
DS :
- Klien mengeluh malaise
Ansietas
DO :
- Klien tampak cemas

B. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
(anoreksia).
c. Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan kehilangan protein, cairan
dan edema.
d. Ansietas Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Hari/
Dx Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
Tgl
1 Setelah dilakukan tindakana. Pantau asupan dana. Pemantauan
selama 3x24 jam haluaran cairan membantu
diharapkanKelebihan setiap pergantian menentukan status
volume cairan terkontrol cairan pasien.
dengan Kriteria Hasil: b. Timbang beratb. Penimbangan berat
a. Pasien tidak menunjukan badan tiap hari badan harian adalah
tanda-tanda akumulasi pengawasan status
cairan. cairan terbaik.
b. Pasien mendapatkan volume Peningkatan berat
cairan yang tepat. badan lebih dari 0,5
kg/hari diduga ada
retensi cairan.
c. Suatu diet rendah
natrium dapat
mencegah retensi
cairan

c. Programkan
pasien pada dietd. Edema terjadi
rendah natrium terutama pada jaringan
selama fase edema yang tergantung pada
tubuh.
d. Kaji kulit, wajah,
area tergantung
untuk edema.e. Mengkaji
Evaluasi derajat berlanjutnya dan
edema (pada skala penanganan
+1 sampai +4). disfungsi/gagal ginjal.
e. Awasi Meskipun kedua nilai
pemerikasaan mungkin meningkat,
laboratorium, kreatinin adalah
contoh: BUN, indikator yang lebih
kreatinin, natrium, baik untuk fungsi
kalium, Hb/ht, foto ginjal karena tidak
dada dipengaruhi oleh
hidrasi, diet, dan
katabolisme jaringan.
f. Diberikan dini
pada fase
oliguria untuk mengub
ah ke fase
nonoliguria, untuk
melebarkan lumen
tubular dari
debris, menurunkan
hiperkalimea, dan
meningkatkan volume
urine adekuat
f. Berikan obat
sesuai indikasi
Diuretik, contoh
furosemid (lasix),
mannitol (Os-
mitol;

2 Setelah dilakukan tindakana. Kaji / catata. Membantu dan


selama 3x24 jam pemasukan diet. mengidentifikasi
diharapkankebutuhan nutrisi defisiensii dan
terpenuhi dengan Kriteria kebutuhan diet.
hasil: Klien dapatb. Timbang BB tiap Perubahan kelebihan
b.
Mempertahankan berat hari. 0,5 kg dapat
badan yang diharapkan menunjukkan
perpindahan
keseimbangan cairan.
c. Meningkatkan nafsu
makan
c. Tawarkan d. meminimalkan
perawatan mulut anoreksia dan mual
sebelum dan sehubungan dengan
sesudah makan . status uremik
d. Berikan makanan
sedikit tapi sering. e. Memenuhi kebutuhan
protein, yang hilang
bersama urine.
f. Pasien cenderung
mengonsumsi lebih
e. Berikan diet tinggi banyak porsi makan
protein dan rendah jika ia diberi beberapa
garam. makanan
kesukanannya.
g. Indikator kebutuhan
nutrisi, pembatasan,
f. Berikan makanan
dan efektivitas terapi.
yang disukai dan
menarik

g. Awasi
pemeriksaan
laboratorium,
contoh: BUN,
albumin serum,
transferin, natrium,
dan kalium.
3 Setelah dilakukan tindakana. Awasi TTV a. Hipotensi ortostatik
selama 3x24 jam dan takikardi indikasi
diharapkan Resiko hipovolemia.
kehilangan cairan tidak b. Membantu
terjadi dengan Kriteria memperkirakan
Hasil: Tidak ditemukannyab. Kaji masukan dan kebutuhan
atau tanda- haluaran cairan. penggantian cairan.
tandanya kehilangan cairan Hitung kehilanganc. Membran mukosa
intravaskuler seperti: tak kasat mata. kering, turgor kulit
a. Masukan dan keluaran buruk, dan penurunan
seimbang nadi dalah indikator
c. Kaji membran
b. Tanda vital yang stabil dehidrasi
mukosa mulut dan
c. Elektrolit dalam batas d. penggantian cairan
elastisitas turgor
normal kulit tergantung dari berapa
d. Hidrasi adekuat yang banyaknya cairan
ditunjukkan dengan yang hilang atau
turgor kulit yang normal dikeluarkan.
d. Berikan cairan Pemberian
e. cairan
sesuai indikasi ; parenteral diperlukan,
misalnya albumin dengan tujuan
mempertahankann
hidrasi yang adekuat.
f. Mengkaji untuk
penanganan medis
berikutnya
e. Berikan cairan
parenteral sesuai
dengan petunjuk

f. Awasi
pemerikasaan
laboratorium,
contoh protein
(albumin)
4 Setelah dilakukan tindakana. Berikan motivasia. Deteksi dini terhadap
selama 3x24 jam pada keluarga perkembangan klien.
diharapkan Rasa cemas untuk ikut secara
berkurang setelah mendapat aktif dalam kegiatan
penjelasan dengan kriteria: perawatan klien. b. Peran serta keluarga
Klien mengungkapkan sudahb. Jelaskan pada secara aktif dapat
tidak takut terhadap tindakan klien setiap mengurangi rasa
perawatan, klien tampak tindakan yang akan cemas klien.
tenang, klien kooperatif. dilakukan. c. Penjelasan yang
memadai
c. Observasi tingkat memungkinkan klien
kecemasan klien kooperatif terhadap
dan respon klien tindakan yang akan
terhadap tindakan dilakukan.
yang telah
dilakukan

2.2.4 Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan
sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan teratasi
2. Meningkatnya asupan nutrisi
3. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
4. Penurunan kecemasan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-
hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia. Manifestasi dari
keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomelurus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik
sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan
Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).Tanda paling umum adalah
peningkatan cairan di dalam tubuh. Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah
kelebihan volume cairan berhubungan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko
kehilangan volume cairan intravaskuler, dan kecemasan.
http://rizamunandar.blogspot.co.id/2014/03/asuhan-keperawatan-pada-kasus-sindrom.html

Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran
glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L.
Wong, 2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada
anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50
mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai
dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada
anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif
hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih
kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri
oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas
vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III. Pada fetus dan
infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa
menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar
piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor.
Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks
mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter. Korteks sendiri
terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini
akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle,
tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang
1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus,
dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285
mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap
sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle,
konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer
sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang
tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada
ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi
filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1%
yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
b. Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi
ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat
tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid
osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR).
GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-
90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan
yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin
atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
a) 1-2 hari : 30-60 ml
b) 3-10 hari : 100-300 ml
c) 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d) 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e) 1-3 tahun : 500-600 ml
f) 3-5 tahun : 600-700 ml
g) 5-8 tahun : 650-800 ml
h) 8-14 tahun : 800-1400 ml
Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu 60-80 %
dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan
glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus
organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk
membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O
dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

3. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik,
trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis,
dan lain-lain.
c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
(Arif Mansjoer,2000 :488)

4. Insiden
a. Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
b. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas
kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
c. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d. Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik
pada anak
e. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan
pemberian steroid.
f. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi
ginjal. (Cecily L Betz, 2002)

5. Patofisiologi
a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma
dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke
dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi
renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
d. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
6. Manifestasi klinik
a. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan
disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c. Pucat
d. Hematuri
e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
g. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335 ).
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Uji urine
1) Protein urin meningkat
2) Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
3) Dipstick urin positif untuk protein dan darah
4) Berat jenis urin meningkat
b. Uji darah
1) Albumin serum menurun
2) Kolesterol serum meningkat
3) Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
4) Laju endap darah (LED) meningkat
5) Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).

8. Penatalaksanaan Medik
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara
praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein
2 3 gram/kgBB/hari
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1
mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat
digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC), sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp)
dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3
hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
d. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)

9. Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia
berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen
plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).

10. Konsep Dasar Keperawatan


Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan. Proses Keperawatan merupakan susunan metode
pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa maslah (diagnosa
Keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan serta
memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan (Hidayat,2004)
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus
memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada
kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak
dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut:
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat
badan saat ini, disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab:
Khususnya di sekitar mata
Timbul pada saat bangun pagi
Berkurang di siang hari
Pembengkakan abdomen (asites)
Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
Pembengkakan labial (scrotal)
Edema mukosa usus yang menyebabkan : Diare, Anoreksia, Absorbsi usus buruk
Pucat kulit ekstrim (sering)
Peka rangsang
Mudah lelah
Letargi
Tekanan darah normal atau sedikit menurun
Kerentanan terhadap infeksi
Perubahan urin :
- Penurunan volume
- Gelap
- Berbau buah
- Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder
dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin,
kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.

2. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas


a. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang
ketiga.
1) Tujuan
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang
tepat)
2) Intervensi
Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan.
Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Rasional : mengkaji retensi cairan
Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
Pantau infus intra vena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.
b. Resiko kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan,
edema
1) Tujuan
Klien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang diyunjukkan
pasien minimum atau tidak ada
2) Intervensi
Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan,
kelebihan cairan.
1) Tujuan
Tidak menunjukkan adanya bukti infeksi
2) Intervensi
Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasional : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
1) Tujuan
Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
2) Intervensi
Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
Topang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan
Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus
e. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
1) Tujuan
Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
2) Intervensi
Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Rasional : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan
anak
Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
Beri makanan dengan cara yang menarik
Rasional : untuk menrangsang nafsu makan anak
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
1) Tujuan
Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan
minat dan kemampuan anak.
2) Intervensi
Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Rasional : untuk memudahkan koping
Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinya
Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Rasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
Beri umpan balik posisitf
Rasional : agar anak merasa diterima
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
1) Tujuan
Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang
adekuat
2) Intervensi
Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1) Tujuan
Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
2) Intervensi
Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang dilakukan
Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan,
serta prognosanya
Rasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga tentang penyakit dan
terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnya
Rasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat dengan anak
Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepat
Rasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L Wong,2004 : 550-552).

Daftar Pustaka:
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta

Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta

Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC :
Jakarta
Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama : Jakarta

Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta
http://stikesaisyiyahsurakarta-kepanak.blogspot.co.id/p/sindrom-nefrotik.html

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1. A. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein dalam urin
secara bermakna , penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema, dan serum
kolestrol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut
dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus1. Kadang-kadang terdapat hematuria,
dan penurunan fungsi ginjal. Insiden tertinggi pada anak usia 3-4 tahun, rasio laki-laki
dibanding dengan perempuan adalah 2:12.
1. B. Etiologi
Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab dibagi menjadi
berikut2 :
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif autosom
menyebabkan sindrom nefrotik.
1. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit malaria, penyakit
kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lain-lain. Sebab paling sering sindrom
nefrotik sekunder adalah glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi keganasan
penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti 3 :
1. Glomerulonefritis primer
1) Glomerulonefritis lesi minimal
2) Glomerulosklerosis fokal
3) Glomerulonefritis membranosa
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif
5) Glomerulonefritis proliferatif lain
1. Glomerulonefritis sekunder
1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria, skisotoma, TBC, Lepra
2) Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma
multipel, dan karsinoma ginjal.
3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik, artritis reumathoid,
MCTD
4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas, penisilinamin,
probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesicoureter,
atau sengatan lebah
1. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya.
1. C. Patofisiologi4
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan sekresi aldosteron
yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik
plasma.Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin
atau lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng.
1. D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut5 :
1. Kenaikan berat badan
2. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak pada saat
bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
3. Pembengkakan abdomen (asites)
4. Efusi pleura
5. Pembengkakan labia atau skrotum
6. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan
absorpsi intestinal buruk
7. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
8. Iritabilitas
9. Mudah letih
10. Letargi
11. Tekanan darah normal atau sedikit menurun
12. Rentan terhadap infeksi
13. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih
1. E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi1,2,4 :
1. Hipovolemi
2. Infeksi pneumokokus
3. Emboli pulmoner
4. Peritonitis
5. Gagal ginjal akut
6. Dehidrasi
7. Venous trombosis
8. Aterosklerosis
1. F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi gejala dan akibat yang ditimbulkan pada
anak dengan sindrom nefrotik sebagai berikut2 :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram per hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan
dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari).
Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis
metabolik, atau kehilangan caitan intravaskular berat.
3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of kidney Disease
in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2
mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian
prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang
diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari
(alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering of lagi. Bila
terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi
relaps sering atau resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
1. G. Pengkajian1,2,5,6,7
1. Identitas

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak
terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada
daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
1. Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak napas, muka sembab dan napsu makan menurun
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis kronis,
terpapar bahan kimia.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine
menurun.
1. Riwayat kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa
dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
1. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah endemik malaria sering dilaporkan terjadinya kasus sindrom nefrotik sebagai
komplikasi dari penyakit malaria.
1. Riwayat Nutrisi
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
1. Pengkajian Kebutuhan Dasar
1. Kebutuhan Oksigenasi

Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura. Tekanan darah normal atau sedikit
menurun. Nadi 70 110 X/mnt.
1. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema, nyeri daerah perut,
malnutrisi berat.
1. Kebutuhan Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin seperti penurunan
volume dan urin berbuih.
1. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas (sakrum, tumit, dan tangan).
Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.
1. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
1. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada tahap pemikiran prakonseptual
ditandai dengan anak-anak menilai orang, benda, dan kejadian di luar penampilan luar
mereka.
1. Kebutuhan Kenyamanan
Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen, adanya asites.
1. Kebutuhan Personal Hygiene
Kebutuhan untuk perawatan diri pada anak usia pra sekolah selama di rumah sakit mungkin
dibantu oleh keluarga. Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat
di rumah sakit.
1. Kebutuhan Informasi
Pengetahuan keluarga tentang diet pada anak dengan sindrom nefrotik, pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta proses penyakit dan penatalakasanaan.
1. Kebutuhan Komunikasi
Anak usia pra sekolah dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. Kosakata sudah mulai
meluas, kalimat kompleks sederhana tapi dipahami. Untuk usia 3 tahun, komunikasi lebih
sering berbentuk simbolis.
1. Kebutuhan Seksualitas
Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai jender. Anak mulai menirukan
tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama. Eksplorasi tubuh mencakup mengelus diri
sendiri, manipulasi genital, memeluk boneka.
1. Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai terbentuk dengan anak mengetahui
tentang identitas dirinya.
1. Kebutuhan Rekreasi
Anak yang mengalami hospitalisasid alam waktu lama akan mengalami kejenuhan.
Kebiasaan yang sering dilakukan mungkin berubah pada saat anak hospitalisasi.
1. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.
1. Pengkajian Fisik
1. Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala mesochepal, wajah tampak sembab karena ada edema fascialis.
1. Pemeriksaan Mata
Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi.
1. Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
1. Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering,
pucat.
1. Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan peningkatann kerja
jantung.
1. Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
1. Pemeriksaan Paru
Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena efusi pleura, pengembangan
ekspansi paru sama atau tidak.
1. Pemeriksaan Abdomen
Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali.
1. Pemeriksaan Genitalia
Pembengkakan pada labia atau skrotum.
1. Pemeriksaan Ektstrimitas
Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di area sakrum, tumit, dan
tangan.
1. H. Pemeriksaan Penunjang
Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi hematuria mikroskopik
lebih dari 20 eritrosit/LPB dicurigai adanya lesi glomerular (misal sklerosis glomerulus
fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG
menurun. Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin 2.
Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik
klien perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologit dan biopsi ginjal sering diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder.
Pemeriksaan serologit sering tidak banyak memberikan informasi dan biayanya mahal.
Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologit hanya dilakukan berdasarkan indikasi yang
kuat3.
1. I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan sindrom nefrotik adalah
sebagai berikut8 :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(00026).
2. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi (00146).
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien (00002).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum (00092).
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit : pusing,
malaise (00214).
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan faktor internal : perubahan status
cairan, penurunan sirkulasi (00046).
7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :
imunosuprsi, malnutrisi (00004).
8. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan faktor resiko individual :
penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat (00112).
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi (00198).
10. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional yang dapat
dihadapi orang yang penting bagi klien (00074).
1. J. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut 9,10 :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(00026).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan volume cairan
tercapai dengan kriteria hasil :
1. Tidak ada edema
2. Berat badan stabil
3. Intake sama dengan output
4. Berat jenis urin atau hasil laboratorium mendekati normal
5. TTV dalam batas normal
Intervensi yang dilakukan adalah :
1. Fluid and Electrolyte Management (2080)
1) Monitor tanda vital.
2) Monitor hasil laboratorium terkait keseimbangan cairan dan elektrolit seperti
penurunan hematokrit, peningkatan BUN, kadar natrium serum dan kalium.
3) Pertahankan terapi intravena pada flow rate yang konstan.
4) Kolaborasi dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan cairan tetap atau semakin
memburuk.
5) Monitor intake dan output cairan.
6) Monitor kuantitas dan warna haluaran urin
1. Fluid monitoring (4130)
1) Pantau hasil laboratorium berat jenis urin.
2) Monitor serum albumin dan total protein dalam urin.
3) Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus.
4) Monitor tanda dan gejala asites.
5) Timbang berat badan setiap hari
1. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi (00146).
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam ansietas teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Anak tidak rewel
2. Anak tidak menangis saat dilakukan tindakan
3. Anak kooperatif dalam perawatan
Intervensi keperawatan yang akan dilakukan adalah :
1. Mood Management (5330)
1) Kaji perasaan anak tentang hospitalisai.
2) Kaji persepsi anak tentang hospitalisasi.
3) Tanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ataupun ekspresi klien saat
dirawat di rumah sakit.
1. Therapeutic Play (4430)
1) Kaji kebutuhan anak tentang bermain yang dapat dilakukan di rumah sakit.
2) Lakukan pendekatan terapeutik dengan anak.
3) Rencanakan untuk terapi bermain sesuai dengan kebutuhan anak.
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien (00002).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka nutrisi pada klien
seimbang dnegan kriteria hasil :
1. Anak tidak mengeluh mual
2. Keluarga mengatakan nafsu makan anak meningkat
3. Protein dan albumin dalam batas normal
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
1. Nutritiont Management (1100)
1) Kaji makanan yang disukai oleh klien
2) Anjurkan klien untuk makan sedikit namun sering, misal dengan mengemil tiap jam
3) Anjurkan keluarga untuk menyuapi klien apabila klien kesulitan untuk makan sendiri
1. Nutritiont Therapy (1120)
1) Anjurkan keluarga untuk tidak membolehkan anak makan-makanan yang banyak
mengandung garam.
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi anak dengan sindrom nefrotik.
1. c. Nutritional Monitoring (1160)
1) Pantau perubahan kebiasaan makan pada klien.
2) Pantau adanya mual atau muntah.
3) Pantau kebutuhan kalori pada catatan asupan.
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum (00092).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat beraktivitas dengan
normal dengan kriteria hasil :
1. Energy Conservation
1) Istirahat dan aktivitas seimbang
2) Mengetahui keterbatasan energinya
3) Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energi
4) Memelihara nutrisi yang adekuat
5) Persediaan energi cukup untuk beraktivitas
1. Activity Tolerance
1) Saturasi oksigen dalam batas normal / dalam respon aktivitas
2) Nadi dalam batas normal / dalam respon aktivitas
3) Pernafasan dalam batas normal / dalam respon aktivitas
4) Tekanan darah dalam batas normal/dalam respon aktivitas
5) Kekuatan ADL telah dilakukan
Intervensi keperawatan sebagai berikut :
Activity Therapy (4310)
1. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas.
2. Berikan periode istirahat saat beraktivitas.
3. Pantau respon kardipulmonal sebelum dan setelah aktivitas.
4. Minimalkan kerja kardiopulmonal.
5. Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
6. Ubah posisi pasien secara perlahan dan monitor gejala intoleransi aktivitas.
7. Monitor dan catat kemampuan untuk mentoleransi aktivitas.
8. Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber energy.
9. Ajarkan pasien tehnik mengontrol pernafasan saat aktivitas.
10. Kolaborasikan dengan terapi fisik untuk peningkatan level aktivitas
11. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit : pusing,
malaise (00214).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan rasa nyaman
teratasi dnegan kriteria hasil :
1. Klien tidak mengeluh lemas
2. Klien tidak mengeluh merasa pusing
3. Klien dapat meningkatkan ADL
Intervensi keparawatan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Relaxation Theraphy (6040)
1) Anjurkan klien untuk bernapas dalam ketika merasa tidak nyaman.
2) Anjurkan klien untuk beristirahat.
1. Environtmental Management : Comfort (6482)
1) Kaji ketidaknyamanan yang dirasakan oleh klien.
2) Berikan posisi yang nyaman pada klien.
3) Batasi pengunjung saat klien beristirahat.
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan faktor internal : perubahan status
cairan, penurunan sirkulasi (00046).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan integritas kulit
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Capilarry refill < 3 detik
2. Tidak ada pitting edema
3. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
Pressure Management (3500)
1. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan terjadinya tekanan.
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
3. Hindari adanya lipatan pada tempat tidur.
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
5. Lakukan mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
6. Monitor integritas kulit akan adanya kemerahan.
7. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan .
8. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
9. Monitor status nutrisi pasien.
10. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
11. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :
imunosuprsi, malnutrisi (00004).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, resiko infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
5. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
Intervensi keperawatan sebagai berikut :
Infection Control (6550)
1. Pertahankan teknik aseptic.
2. Batasi pengunjung bila perlu.
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan.
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.
5. Tingkatkan intake nutrisi.
6. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
8. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat.
9. Ajarkan keluarga pasien tanda dan gejala infeksi.
10. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam.
11. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan faktor resiko individual :
penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat (00112).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reiko keterlambatan perkembangan dapat teratasi
dnegan kriteria hasil :
1. Anak mampu melakukan kebiasaan sesuai dengan umur.
2. Kemampuan kognitif anak sesuai dengn usia tumbuh kembang.
3. Kemampuan motorik anak sesuai dengan usia tumbuh kembang.
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Parent Education : Adolescent (5562)
1) Tanyakan pada orang tua tentang karakteristik anak.
2) Diskusikan pola asuh yang biasa dilakukan pada anak.
3) Monitor perasaan orang tua terhadap anak.
4) Ajarkan pada orang tua tentang metode komunikasi yang tepat pada anak sesuai
dengan karakteristik anak.
1. Developmental Enhancement : Adolescent (8272)
1) Informasikan pada orang tua tentang perkembangan anak yang seharusnya telah
dipenuhi.
2) Jelaskan pada orang tua tentang perkembangan yang belum terpenuhi.
3) Rencanakan untuk kegiatan stimulus perkembangan anak.
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi (00198).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan pola tidur teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak.
2. Klien tampak segar dan tidak mengantuk.
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sleep Enhancement (1850)
1. Kaji kebiasaan tidur klien selama di rumah.
2. Kaji penyebab klien susah tidur.
3. Modifikasi lingkungan yang nyaman agar klien bisa tidur nyenyak.
4. Batasi pengunjung saat jam klien istirahat.
5. Anjurkan keluarga untuk mengingatkan klien saat waktu tidur.
6. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional yang dapat
dihadapi orang yang penting bagi klien (00074).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, koping keluarga meningkat
dengan kriteria hasil :
1. Keluarga mengungkapkan kesiapan dalam perawatan anak.
2. Keluarga menemukan solusi untuk pemcahan masalah yang sedang dialami.
3. Keluarga kooperatif dalam perawatan.
Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Counseling (5240)
1) Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.
2) Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
1. Family Therapy (7150)
1) Kaji sumber kekuatan keluarga.
2) Kaji persepsi setiap keluarga tentang kondisi yang dialami oleh klien.
3) Fasilitasi keluarga untuk diskusi.
4) Berikan informasi mengenai kondisi klien dan tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
5) Bantu keluarga untuk mencari solusi.
1. Emotional Support (5270)
1) Berikan dukungan emosional pada keluarga dengan memberikan motivasi untuk
kooperatif dalam tindakan perawatan.
2) Informasikan kepada keluarga tentang perkembangan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC
2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius
3. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
4. Surjadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed. 2. Jakarta :
Sugeng Seto
5. Wong, Donna L. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed. 6. Jakarta : EGC.
6. Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta
7. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
8. NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-
2014. Jakarta : EGC
9. Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing
Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.
10. Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.
Louis ,Missouri ; Mosby.
https://nezfine.wordpress.com/2013/04/24/standar-askep-sindrom-nefrotik-dengan-nanda-nic-
dan-noc/

II. Riwayat kesehatan


a. Riwayat kesehatan sekarang
Sebelum MRS klien sudah merasakan sakit kepala tetapi sakit kepala timbul atau dirasakan klien hanya
sewaktu - waktu dan pada tanggal 14 januari 2009 jam 20.00 klien mulai merasakan sakit kepala yang
hebat mulai dari daerah sekitar alis hingga sampai kepala dan oleh orang tua klien dibawa ke RS
Bethesda GMIM Tomohon untuk mendapatkan perawatan. Saat pengkajian klien mengeluh sakit kepala
yang dirasakan milai dari alis , klien juga mengeluh rasa lemah dan susah tidur.
b. Riwayat kesehatan lalu
Klien sudah pernah dirawat di RS mulai tahun 2006 dengan keluhan yang sama
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien, tidak ada penyakit
menular seperti TBC ataupun penyakit turunan seperti diabetes melitus
IV. Riwayat Psikososial
Klien menerima keadaan sakitnya sambil berharap akan kesembuhan dan hubungan klien, orangtua dan
lingkungan baik
V. Riwayat spiritual
Klien beragama Kristen protestan, sebelum sakit klien aktif dalam organisasi remaja di jemaatnya.
VI. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Tanda-tanda vital : SB : 36,6 C R : 22 x/menit
N : 88 x/menit TD : 160/100 mmHg
c. kesedaran : Compos mentis

d. Pemeriksaan head to toe


a : Bentuk bulat, rambut warna pirang, distribusi merata, tidak ada bejolan, klien mengatakan nyeri kepala
: Pucat, edema, ekspresi wajah tampak meringis
: Konjungtiva pucat,enema palpebra, penglihatan baik, tidak ada secret
g : Tidak ada polip, tidak ada secret, penciuman baik
elinga : Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik

Mulut : Mukosa lembab,bibir merah muda, gigi 6 sudah di cabut


: Tidak ada pembesaran kelenjar Tiroid
: Pergerakan simetris kiri dan kanan, bentuk dada normal, bunyi jantung S1 lub dan S2 dub, tidak ada bunyi
tambahan
men : Lemas, tidak ada nyeri tekan, peristaltik usus baik, frekwensi napas 22 x/menit
emitas atas : ROM baik, tidak ada edema, simetris kiri dan kanan
emitas bawah : ROM baik, tidak ada edema, simetris kiri dan kanan
alia : Distribusi mons pubis merata keadaan bersih
: Tidak ada hemoroid
VII. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi,
umah : Makan 3 x sehari, jenis : Nasi, ikan dan buah makanan rendah garam
RS : Makan 3 x sehari jenis : Nasi, ikan dan buah
Porsi makan tidak dihabiskan.
ran
umah : Minum 5 gelas / hari jenis air putih
RS : Minum 5 gelas / hari jenis air putih

minasi
umah : BAB : 1 x / hari konsistensi lembek
BAK : sedikit-sedikit tapi sering, klien juga mengeluh tidak puas BAK ada sensasi urne yang tertahan
RS : BAB : Saat di kaji klien belum BAB
BAK : Saat di kaji klien baru 2 x BAK
ahat dan tidur
umah : Siang : tidur jam
Malam : tidur hanya 3 jam
RS : Siang : tidur jam
Malam : tidur hanya 3 jam, klien mengatakan susah tidur
e. Aktivitas olah raga di rumah : klien tidak beraktivitas banyak karena sangat merasa kelelahan
RS : Aktivitas klien di Bantu oleh perawat dan keluarga
kok alcohol
n tidak pernah mengkonsumsi rokok/alcohol
sonal hygiene
umah : Mandi 1 x /hari, cuci rambut 1 x perhari gosok gigi 2 x /hari
RS : Klien belum mandi dan cuci rambut hanya menggosok gigi.
VIII. Tes diagnostic
Laboratorium tanggal 14 01 2009
Nilai normal
Urea 171,4 mg/dl 10-50
Creatinim 3,67 mg/dl 0,5 1,1
Urine
- Sedimen - leukosit 0 - 1 0 - 1
- eritrosit 5,8 0/negative
- Epitel +/pos
- Silinder - / negative
- Mikroorganisme + - / negative
- SG 1.020 1.003- 1.030
- pH 8, 5 4.5 - 8
- Protein 3 +
- Blood 2+ negative / -

Pengelompokka data :
Data subjektif
- Klien mengeluh sakit kepala
- Klien mengeluh badan terasa lemah
- Klien megatakan merasa lelah
- Klien mengatakan susuah tidur
Data objektif
- Wajah edema
- Edema palpebra
- keadaan umum tanpa sakit sedang
- TD : 160/100 mmHg
- Urea : 171
- Creatinine 3,67 mg/dl
- Urine : protein 3 +, Blood 2 +
- Klien di bantu oleh perawat dan keluarga
- Ekspresi wajah tampak meringis
Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Hipoalbumia Kelebihan
Do : volume cairan
- Wajah tampak odema
- Odema palpebra Tekanan osmotic plasma
- TD : 160/100 mmHg
- Urea : 171 mg/dl
menurun
- Creatinine : 3,67 mg/dl
- Urine : Protein 3+, Blood
Terjadi perpindahan cairan
2+
intravaskuler ke ruanh intestinal
- SG : 1,020

Volume cairan intravaskuler


berkurang

Pengaktifan system rennin-


angiostesin

Pelepasan aldosteron

Retensi natrium

Edema
2 Ds : Penurunan sirkulasi darah Nyeri
- klien mengeluh sakit
kepala
Do :
Pengaktifan system renin
- Keadaan umum tampak
angiotensin
sakit sedang
- Ekspresi wajah tampak
meringis
Peningkatan tekanan darah

Sakit kepala
3 Ds : Penurunan sirkulasi darah Gangguan pola
- Klien mengeluh sakit tidur
kepala
- Klien mengatakan tidur
Pengaktifan system renin
malam hanya 3 jam
angiotensin
Do :
- Ekspresi wajah tampak
meringis
Peningkatan tekanan darah

Sakit kepala

Mengganggu kenyamanan

Tak bisa tidur

4 Ds : Peningkatan permeabilitas Intoleransi


- Klien mengeluh badan membrane kapiler aktivitas
terasa lemah
- Klien mmengatakan
sering cepat lelah Gangguan reabsorbsi glukosa
Do :
- Aktivitas klien sebagian
di Bantu oleh perawat dan
keluarga Penurunan ATP
Kekurangan energi

Kelemahan umum

Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b/d edema yang ditandai dengan :
Ds : -
Do : - Wajah tampak odema
- Odema palpebra
- TD : 160/100 mmHg
- Urea : 171 mg/dl
- Creatinine : 3,67 mg/dl
- Urine : Protein 3+, Blood 2+
- SG : 1,020
2. Nyeri b/d peningkatan tekanan darah yang ditandai dengan :
Ds : - klien mengeluh sakit kepala
Do : - keadaan umum tampak sakit sedang
- Ekspresi wajah tampak meringis
3. Gangguan pola tidur b/d sakit kepala yang ditandai dengan :
Ds : - Klien mengeluh sakit kepala
- Klien mengatakan tidur malam hanya 3 jam
Do: - spresi wajah tampak meringis
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum yang ditandai dengan :
Ds : - Klien mengeluh badan terasa lemah
- Klien mmengatakan sering cepat lelah
Do: - Aktivitas klien sebagian di Bantu oleh perawat dan keluarga
Diagnosa keperawatan Asuhan keperawatan pada Nn. C. S dengan gamgguan system
Imp
perkemihan sindrom nefrotik di paviliun Elisabeth kepe
Bethesda GMIM Tomohon
No
Perencanaan keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 Kelebihan volume cairan b/d edema Setelah Jam 14
yang ditandai dengan : dilakukan 1. Catat 1. Perlu untuk 1. Menca
Ds : - tindakan pemasukan dan mememtukan pemasu
Do : keperawatan pengeluaran fungsi ginjal, pengel
Wajah tampak odema selama 3 hari cairan kebutuhan - P
Odema palpebra odema penggantian cairan + 500 c
TD : 160/100 mmHg berkurang dan penurunan - P
Urea : 171 mg/dl sampai hilang risiko kelebihan m + 20
Creatinine : 3,67 mg/dl dengan cairan Jam 15
Urine : Protein 3+, Blood 2+ criteria : 2. Menga
- SG : 1,020 - Menunjukan 2. Awasi berat jenis u
haluaran urine jenis urine 2. Mengukur berat je
tepat dengan kemampuan ginjal 1,020 (
berat untuk batas u
jenis/hasil mengkonsentrasika Jam 16
laboratorium n urine 3. Menim
mrndekati 3. Timbang berat badan
normal badan 3. Penimbangan berat BB : 46
badan adalah
pengawasan status Jam 16
cairan terbaik 4. Mengk
4. Kaji kulit, wajah,
wajah, area 4. Untuk mengetahui tergant
tergantung area mana yang edema,
untuk edema yang terjadi edema pada w
daerah
Jam 16
5. Mengk
kesada
menye
peruba
5. Kaji tingkat 5. Dapat adanya
kesadaran, menunjukaan kesada
selidiki perpindahan compo
perubahan cairan, asidosis, tampak
mental, adanya ketidakseimbangan peruba
gelisah elektrolit aatau
terjadinya hipoksia
2 Nyeri b/d peningkatan tekanan darah Setelah Jam 14
yang ditandai dengan : dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Memberikan 1. Mengk
Ds : tindakan nyeri dengan informasi untuk nyeri
Klien mengeluh sakit kepala keoerawatan menggunakan membantu - klien m
Do : Nyeri skala Mc. Gill menentukan nyeri d
Keadaan umum tampak sakit sedang berkurang - 0 : tidak ada pilihan/keefektifan pada ak
Ekspresi wajah tampak meringis sampai hilang nyeri intervensi sedan
TTV dengan 1 : nyeri ringan
SB : criteria : 3 : nyeri sedang
36,6 C - Klien - 4 : nyeri berat
R : 22 x/menit mengeluh tidak5 : nyeri tak Jam 14
R : 22 x/menit nyeri kepala tertahankn 2. Memp
N : 88 x /m - Tekanan darah2. Pertahankan 2. Tirah baring tirah ba
TD : 160/100 dalam batas tirah baring bila mungkin
N : 88 normal 110/70- di indikasikan diperlukan pada
x/menit TD : 120/80 (selama fase fase awal selama
160/100 mmHg - Ekspresi wajah akut) retensi akut,
N : 88 tampak tenang ambulasi diri dapat
x/menit TD : 160/ memperbaiki pada
berkemih normal Jam 14
3. Memb
3. Meningkatkan tindaka
3. Berikan relaksasi, kenyam
tindakan memfokuskan dengan
kenyamanan kembali perhatian menga
dengan dan dapat teknik
mengajarkan meningkatkan yaitu
teknik relaksasi kemampuan menyu
koping menari
panjan
membu
perlaha
lewat m
3 Gangguan pola tidur b/d sakit kepala Setelah Jam 14
yang ditandai dengan : dilakukan 1. Anjurkan klien 1. Menurunkan 1. Menga
Ds : tindakan untuk stimulasi sensori klien u
Klien mengeluh sakit kepala keperawatan mendengarkan dengan mende
Klien mengatakan tidur malam hanya selama 3 hari music yang menghambat musik
3 jam pola tidur lembut pada suaras-suara lain pada sa
Do : adekuat saat tidur dari lingkungan
Spresi wajah tampak meringis dengan sekitar yang
criteria : menghambat tidur
- klien tidak nyenyak
mengeluh sakit
kepala 2. Meningkatkan 2. Memb
- klien tidur 7 2. Berikan tempat kenyamanan tidur tempat
8 jam/hari tidur yang serta dukungan nyama
- ekspresi wajah nyaman dan fisiologis/psikologi sendiri
tenang beberapa milik s bantal
pribadi mis.
Bantal dan 3. Untuk 3. Memb
guling memberikan pengun
kenyamanan dan
3. Batasi memungkinkan
pengunjung klien untu tidur
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/tgl No DX Implementasi Evaluasi


I 14.00 - Mengkaji keadaan : Klien mengatakan masih sakit kepala
umum klien ; Keadaan umum tampak sakit sedang
KU sakit sedang TD 170/90
Kesaadaran Masalah belum teratasi
compos mentis : Pertahankan tirah baring
- Menganjurkan klien
untuk beristirahat
- Kolaborasi dengan
dokter
Advis :
- Furosemide 3 x 2 : -
Tablet
II - Prednison 3 tablet/2 - Wajah tampak edema
hari - Edema palpebra
- omeprazole
0-0-1 - Masalah belum teratasi
- Mengobservasi :
tanda-tanda vital - Catat pemasukan dan pengeluaran cairan
15.30 SB : 36,4 C
N : 76 x/menit :
R : 20 x/menit - Klien mengeluh badan terasa lemah
- Melayani makan
III malam - Aktivitas klien masih di Bantu oleh perawat
- Melayani therapi dan keluarga
18.00 - menganjurkan klien
untuk beristirahat - Masalah belum teratasi
1830 :
- Instrusikan tentang teknik penghematan
20.00 energi

- Klien mengeluh susah tidur


- Klien mengatakan tidur malam hanya 3 jam
IV : Ekspresi wajah meringis saat ada nyeri
:
- Masalah belum tertasi
:
- Lanjutkan tindakan keperawatan
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tgl No DX Implementasi Evaluasi
I 14.00 - Mengkaji keadaan : Klien mengatakan masih sakit kepala
umum klien kadang-kadang
KU sakit sedang ; Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesaadaran compos TD 170/90
mentis Masalah teratasi sebagian
15.30 - Menganjurkan klien : Tetap pertahankan tirah baring
untuk beristirahat
18.00 - Kolaborasi dengan
dokter
Advis :
- Prednison stop ganti
dengan methyl : -
II prednisone 3 x 1
- Mengobservasi tanda- - Wajah tampak edema
tanda vital - Edema palpebra
SB : 36 C
N : 84 x/menit - Masalah belum teratasi
R : 20 x/menit :
- Melayani makan - Catat pemasukan dan pengeluaran
1830 malam cairan
- Melayani therapi
- menganjurkan klien :
III 20.00 untuk beristirahat - Klien mengeluh badan terasa lemah

- Aktivitas klien masih di Bantu oleh


perawat dan keluarga

- Masalah belum teratasi


:
- Instrusikan tentang teknik penghematan
energi

IV - Susah tidur berkurang


- Klien mengatakan tidur malam hanya 6
jam
: Ekspresi wajah tenang
:
- Masalah tertasi sebagian
:
- Lanjutkan tindakan keperawatan
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Umur : lebih sering pada anakanak usia antara 34 tahun
Jenis kelamin : lebih banyak menyerang pria dengan perbandingan presentase pria : wanita 2 :1
b. Keluhan utama
Edema atau sembab, biasanya pada daerah mata, dada, perut, tungkai, dan genitalia
Malaise
Sesak nafas
Kaki terasa berat dan dingin karena adanya edema
Sakit kepala
Diare
c. Riwayat penyakit sekarang
cekung dan lunak bila ditekan di daerah sekitar edema Piting edema
Urine sedikit, gelap dan berbusa
Berat badan meningkat
Kulit pucat
Diare
Sesak nafas
Malaise
d. Riwayat penyakit dahulu
Anak pernah menderita penyakit infeksi ginjal (glumerulonefritis) sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini atau diabetes mellitus
f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Terjadi peningkatan berat badan karena adanya edema
Sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajarnya terganggu
g. Riwayat nutrisi
Diet kaya protein terutama protein hewani
h. Dampak hospitalisasi
Perpisahan
Lingkungan baru
i. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : disorentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma
Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum
Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
Perut : adanya edema anasarka (asites)
Ekstrimitas : edema pada tungkai.
Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(kusmaul), dyspnea
j. Pemeriksaan penunjang
1. UJI URINE
meningkat Protein urine
cast hialin dan granular, hematuria Urinalis
positif untuk protein dan darah Dipstick urine
meningkat Berat jenis urine
2. UJI DARAH
menurun Albumin serum
meningkat Kolesterol serum
meningkat (hemokonsentrasi) Hemoglobin dan hematokrit
meningkat Laju endap darah (LED)
bervariasi dengan keadaan penyakit per orang Elektrolit serum
3. UJI DIAGNOSTIK
Biopsy ginjal merupakan uji diagnostic yang tidak dilakukan secara rutin
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan (malaise)
g. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak
h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
i. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan
j. Nyeri, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites

3. INTERVENSI
a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
TUJUAN : pasien mendapatkan volume cairan yang tepat
KRITERIA HASIL : anak mendapatkan cairan tidak lebih dari yang ditentukan

NO. INTERVENSI RASIONAL


1 Catat masukan dan pengeluaran cairan
(intake dan output cairan &elektrolit) Jumlah aliran harus sama atau lebih dari jumlah yang dimasukkan.
keseimbangan positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut
2 Timbang berat badan pasien Berat badan adalah indicator akurat status volume cairan .kesesimbangan
cairan positif dengan peningkatan berat badan menunjukkan retensi cairan.
4 Berikan duretik sesuai instruksi Pemberian diuretic dimaksudkan untuk memberikan penghilangan
sementara dari edema
5 Atur masukan cairan dengan cermat Anak tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang ditentukan
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravascular) berhubungan dengan kehilangan protein
TUJUAN : bukti kehilangan cairan intravascular atau syok hipovolemik yang ditunjukkan pasien minimum
atau tidak ada
KRITERIA HASIL : bukti kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang ditunjukan anak
minimum atau tidak ada
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau TTV Pengukuran TTV bertujuan untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
2. Kaji kualitas dan frekuensi nadi Tanda syok hipovolemik adalah frekuensi nadi yang meningkat
3. Laporkan adanya penyimpangan dari normal Bila ada penyimpangan maka pengobatan dapat segera
dilakukan
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh
TUJUAN : pasien bisa mempertahankan integritas kulit
KRITERIA HASIL : kulit anak tidak menunjukan kemerahan dan iritasi

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Atur atau ubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi Mobilisasi tempat tidur setiap 2 jam atau sesuai
kondisi dimaksudkan untuk mencegah terjadinya dekubitus
2. Pertahanan bebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur Menjaga kebersihan tubuh
anak dan pengalas menegah kemudahan gesekan atau trauma
3. Hindari pakaian yang ketat Pakaian yang terlalu ketat dapat menyebabkan area tertekan dan bisa
menyebabkan dekubitus
4. Gunakan lotion bila kulit kering Lotion dapat menjaga kelembaban kulit
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
TUJUAN : tidak menunjukan bukti infeksi
KRITERIA HASIL : - Anak dan keluarga menerapkan praktik sehat yang baik
- Anak tidak menunjukan bukti bukti infeksi

NO. INTERVENSI RASOINAL


1. Gunakan teknik mencuci tangan yang baik pada pasien dan staf Menurunkan resiko kontaminasi silang
2. Kaji integritas kulit Ekskoriasis akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
3. Pantau TTV Demam merupakan bukti awal infeksi. Demam disertai peningkaan nadi dan pernafasan
adalah tanda peningkatan laju metabolic dari proses inflamasi
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
TUJUAN : pesien mendapatkan nutrisi optimal
KRITERIA HASIL : anak mengkonsumsi jumlah makanan bernutrisi yang adekuat

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Beri makanan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik
atau menurunkan peristaltic
2. Berikan makanan special(yang disukai anak) dan dengan cara yang menarik Merangsang nafsu
makan anak sehingga anak mau makan
3. Tawarkan perawatan mulut sering atau olesin dengan gliserin atau berikan permen diantara makan
Membrane mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu
menyegarkan rasamulut yang tidak nyaman. Larutan gliserin diberikan supaya bibir tidak pecah pecah
dan kering
4. Puji anak atas apa yang mereka makan Pujian dapat berupa motivasi agar anak mau makan.
5. Libatkan anak dalam pemilihan makanan Anak dapat memilih makanan sesuai dengan yang
diingginkan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan (malaise)
TUJUAN : pasien mendapat istirahat yang adekuat
KRITERIA HASIL : - Anak melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan
- Anak mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah Mencegah kelelahan berlebih dan
menyimpan energy untuk penyembuhan.
2. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi Mengubah energy memungkinkan
berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan /normal ,memberikan keamanan pada pasien
g. Kecemasan pada anak/keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak
TUJUAN : keluarga menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit
KRITERIA HASIL : keluarga mengenal lingkungan rumah sakit
INTERVENSI RASIONAL
1. Kenalkan anak dan keluarga pada anggota staf / perawat Meminimalkan persepi negatif anak atau
keluarga pada perawat
2. Berikan penjelasan tentang syndrome nefrotik, perawatan dan pengobatan Anak atau keluarga
mengerti tentang proses perjalanan penyakit, perawatan dan pengobatan sehingga kecemasan klien
berkurang
3. Berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan kondisi anak Meminimalkan stress pada anak dan tidak
menghambat proses tumbuh kembang anak
4. Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya Meminimalkan rasa kehilangan

h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan


TUJUAN : pasien mengekspresikan perasaan dan masalah
KRITERIA HASIL : -anak mendiskusikan perasaan dan masalah
-anak mengikuti aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampun

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Gali perasaan dan masalah mengenai penampilan Menggali perasaan membantu pasien mulai
menerima kenyataan dan realitas.
2. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban
terbuka. Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien/ orang
terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
3. Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif Membantu pasien tetap berhubungan dengan
linkungan dan realitas.
i. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan.
TUJUAN : pasien menunjukkan fungsi pernafasan normal
KRITERIA HASIL : -anak beristirahat dan tidur dengan tenang
-Pernafasan tidak sulit
-anak pernafasan tetap dalam batas normal

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Posisikan untuk efisiensi ventilasi yang maksimum Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernafasan.
2. Atur aktifitas untuk memungkinkan penggunaan energy yang minimal, istirahat, dan tidur. Menurunkan
konsumsi/ kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
3. Hindari pakaian yang ketat. Pakaian yang terlalu ketat dapat menyebabkan kurang efisiennya ventilasi
4. Berikan oksigen tambahan yang sesuai Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan ventilasi.
j. Nyeri, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites.
TUJUAN : individu menyatakan peredaan setelah suatu tindakan peredaan yang memuaskan yang
dibuktikan oleh hilangnya asites.
KRITERIA HASIL : -meningkatkan kenyamanan pasien
-melaporkan nyeri hilang/ terkontrol
NO. INTERVENSI RASIONAL
1 Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan
rasa control
2 Berikan tindakan nyaman dan aktifitas senggang Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan meningkatkan kemampuan koping
3 Berikan duretik sesuai instruksi Pemberian diuretic dimaksudkan untuk memberikan penghilangan
sementara dari edema sehingga asites berkurang.

4. IMPLEMENTASI
a. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium
Mencatat masukan dan pengeluaran cairan
Menimbang berat badan pasien
Memberikan diuretik
Mengatur masukan
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravascular) berhubungan dengan
kehilangan protein
Memantau TTV
Mengkaji kualitas dan frekuensi nadi
Melaporkan adanya penyimpangan dari normal
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh
Mengatur mengubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
Mempertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur
Menghindari pakaian yang ketat
Menggunakan lotion bila kulit kering
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun
Menggunakan teknik mencuci tangan yang baik pada perawat dan staf
Mengkaji integritas kulit
Memantau TTV
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
Memberikan makan sedikit tapi sering
Memberikan makanan special (yang disukai anak) den dengan cara menarik
Menawarkan perawatan mulut sering atau olesi dengan larutan gliserin atau memberikan permen
diantara makan
Memberi pujian atas apa yang mereka makan
Melibatkan anak dalam memilih makanan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan (malaise)
Menginstruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah
Menberikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi
g. Kecemasan pada anak atau keluarga berubungan dengan hospitalisasi pada anak
Mengenalkan anak dan keluarga pada anggota-anggota staf atau perawat
Memberikan penjelasan tentang syndrome nefrotik, perawatan, dan pengobatan
Memberikan aktifitas bermain yang sesuai dengan kondisi anak
Mengajakan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya
h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
Memberikan penjelasan pada anak dan keluarga tentang perubahan yang dialami.
Memberi dukungan positif dalam menyikapi penyakit yang diderita pada anak.
i. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan
Memberikan oksigenasi.
Meberikan posisi yang adekuat untuk efisieni ventilasi.

j. Nyeri, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites


Memberikan obat analgesic seperlunya.
Menggunakan cara-cara nonfarmakologik yang sesuai untuk mengurangi nyeri.

PERENCANAAN PEMULANGAN (Discharge Planning)


Ajarkan orang tua untuk mengetahui pemeriksaan urine
Ajarkan orang tua untuk mencatat berat badan anak setiap hari
Ajarkan memonitor tekanan darah
Berikan penjelasan terapi yang diberikan (diuretic atau steroid)
Ajarkan pada orang tua dan catat bila ada perkembangan baru misalnya demam dan lakukan control
ulang
Ajarkan untuk mencatat intake dan output cairan

5. EVALUASI
a. Fungsi ginjal anak membaik yang terlihat dari tidak adanya tanda-tanda dan gejala klinis
b. Tingkat aktivitas anak sesuai dengan usia
c. Anak tidak menunjukkan dan tanda dan gejala infeksi

BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Ginjal merupakam salah satu organ penting dalam system urinia. Sedangkan sindroma nefrotik
merupakan salah satu penyakit kelainan pada ginjal. Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hypoproteinuria, hypoalbunemia, hyperlipedemia dan edema. Penyebab sindroma nefrotik belum
diketahui secara pasti. Namun para ahli telah membagi dalam beberapa etiologi.
4.2. SARAN
Apabila terdapat gejala-gejala klinis pada anak seperti edema di waktu pagi, anak segera diperiksakan ke
petugas-petugas kesehatan terdekat untuk mengetahui apakah anak menderita sindrom nefrotik dan
dapat mendapat pertolongan secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Betz, Cecily. L dan Linda A. Sowder. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. EGC: Jakarta.
2. Doengus, Marilyn. E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.EGC: Jakarta.
3. Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta.
4. Masjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Media Aesculapius FKUI :Jakarta.
5. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta.
6. Rosa M. Saccharin. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric edisi 2. EGC; Jakarta
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. FKUI: Jakarta.
8. Suriadi & Rita Yulianni. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak.PT. Fajar Interpratama: Jakarta
9. Wirya, IGN Wila. 1993. Nefrologi Anak. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
10. Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Edisi 4. EGC: Jakarta.
11. Wong, Donna L dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Vol 2. EGC: Jakarta

http://rianjulianto11.blogspot.co.id/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

1. PENGKAJIAN
1.1 Anainnesa
1.1.1 Biodata/identitas/demografi
Presentasi tersering terjadi pada anak-anak pra sekolah dari 74% menyerang anak usia
2 7 tahun. Jarang dijumpai pada bayi kurang 6 bulan. Perbandingan laki-laki dan
wanita 2 : 1 (Drummound, 1986 dikutip Wong, 1993).
1.1.1 Keluhan Utama
Pembengkakan (oedema) seluruh tubuh
1.1.2 Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahap awal oedema diawali dari kelompok mata, secara jelas terlihat pada pagi
hari. Pembengkakan berikutnya berturut-turut pada perut, scrotum/labia dan kedua
tungkai serta seluruh tubuh (anasarka). Bila oedema terjadi pada mukosa intestinal
akan didapatkan keluhan diare, kehilangan nafsu makan, produksi urine menurun
kadang-kadang Hematuria. Jika terjadi hydrothorax terdapat keluhan sesak nafas.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
- Adanya riwayat sindroma nefrotik bawahan, sebagai reaksi matermovetal.
Gejala yang nyata adalah riwayat oedema pada neonalus atau adanya riwayat
pencangkokan ginjal tetapi tidak berhasil.
- Adanya riwayat satu/lebih dari penyebab glomerulus sekunder antara lain :
Penyakit infeksi : Siphilis, tuberkulosis, endokarditis bakterialisis,
osteomiolitis, lepra.
Penyakit metabolik : Diabetes melitus, amiloidosis, hodkin.
Penyakit imunologik : Sistemik lupus eritematosis (SLE), poliarthritis,
demartitis.
Penyakit genetik : Nefrosis konginetal
Hypersensitivitas : Gigitan ular, seranggan dan obat-obatan.
Obat-obatan : Obatan-obatan yang mengandung logam berat misalnya
preparat yang mengandung emas.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
1.1.3 Data Psikososial
1) Adanya oedema pada muka/moon face, asites dapat menimbulkan rasa malu/rendah
diri sehingga dapat menarik diri dari teman-temannya (Ngastiyah, 1995).
2) Pada anak yang mendapat terapi kortikosesteroid lama, akan muncul efek samping
bulu-bulu rambut yang hebat dan perubahan kelamin sehingga selain bisa,
menimbulkan rasa malu memungkinkan anak takut dengan perubahan tersebut.
3) Isolasi sosial merupakan masalah yang menyertai anak oleh karena dirawat di rumah
sakit selama relaps (Wong, 1993).
1.1.4 Proses Keluarga
Dukungan orang tua sangat diperlukan dalam perawatan, sehingga keluarga harus
menunggu selama relaps di rumah sakit. Bila kondisi anak stabil bisa dirawat di
rumah yang akan berpengaruh dalam proses peran masing-masing anggota keluarga.
1.2 Pemeriksaan Fisik
Bermacam-macam pula pendekatan yang digunakan untuk pemeriksaan anak dengan
sindroma nefrotik salah satu pendekatan yang digunakan adalah Head to toe antara
lain :
1.2.1 Kepala
Oedema pada periorbital, moon face, kulit tegang dan mengkilat, pucat, konjungtiva
anemis
1.2.2 Thorax/dada
Bentuk : hampir bulat dalam diameter transversa
Paru : bila hydrothorax, frekuensi pernafasan meningkat, kadang sesak nafas, suara nafas
normal (vasikuler)/melemah, perkusi redup/pekak.
Jantung : S1S2lundup
1.2.3 Abdomen
- Perut membesar/cembung simetris dan mengkilat oleh karena acites. Pada parasat
baliotement dengan cara melaksanakan penakanan mendadak kedinding perut maka
pada bagian yang berlawanan akan teraba pantulan cairan.

- Bunyi pekak di perut bagian bawah dengan batas cekung ke atas, bunyi timpani di
atas, bila anak dalam posisi tegak.
- Shiftung dulnes, anak berbaring terlentang, percusi di atas dinding perut mungkin
timpani dan di samping pekak. Jika anak miring akan terdapat cairan bebas ke bagian
bawah dan terjadi suara pekak redup yang berpindah.
1.2.4 Extrimitas dan Punggung
1.2.5 Oedema pada labia mayora pada anak wanita pada scrotum untuk anak laki-laki.
Pada anak yang mendapat kardioteroid dalam jangka lama terdapat pembesaran penis.
1.2.6 Rectum : bila terdapat diare berkepanjangan timbul iritasi daerah perianal.
1.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Suhu : Relatif normal (355 - 375) kecuali ada infeksi penyerta terjadi kenaikan.
Nadi : Dalam batas normal, bayi = 120 140x/m, anak = 100 120x/m
TD : Kadang-kadang meningkat
RR : Dalam batas normal (dbn), bayi = 36 60x/m, anak = 15-30x/m
Bila terdapat hidrothorax : meningkat/tachipnea
1.4 Pemeriksaan Penunjang
BB : terjadi peningkatan oleh karena oedema
1.5 Pemeriksaan Labolatorium
1.5.1 Darah
Hb menurun (N.Lk. 14-16 gr%, Pr : 12-14gr%)
LED me (N.Lk. : 0-12 mm/jam, Pr : 0-20 mm/jam)
Faal ginjal
BUN me (N 10-20 mg/100 dl)
Creatinin me (N 1,5 mg)
Cholesterol me (N 160-250 mg)
Albumin serum me (N 3,6-5 mg)
Protein me (N 6,2-8 mg)
1.5.2 Urine
proteinuria me (N 150 mg/24jam)
leukosit me (N 4-5/LP)
BJ urine me (1,015-1,025)

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TERJADI


2.1 Ketidakseimbangan volume cairan : kekurangan intravaskuler/kelebihan (excess)
extravaskuler s/d pengeluaran protein melalui urine sekunder dari peningkatan
permeabilitas glomerulus, peningkatan reabsorbi air dan sodium oleh tubulus renal
sekunder dari peningkatan sexresi aidosteron (axton saron).
Ditandai dengan : oedem anasarka, asites, mungkin diare sekunder oedema mukosa
usus, peningkatan BB, hyproteinemia, produksi urine menurun, perubahan warna
urine, HT.
2.2 Perubahan nutrisi : kurang dari yang dibutuhkan s/d malnurtisi sekunder dari
pengeluaran protein dan nafsu makan menurun, absorbi susu menurun sekunder
oedema pada mukosa intestinal ditandai dengan anorexia, letargi, hyproteinemia, diare
(Axton S, 1993).
2.3 Resiko terjadi infeksi s/d pemakaian steroid : penurunan daya tahan tubuh, bedrest.
2.4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit s/d istirahat yang lama. Penipisan kulit
sekunder oedema, penurunan daya tubuh/penurunan sirkulasi.
2.5 Keterbatasan mobilitas fisik s/d kelelahan, oedema bedrest.
2.6 Coping individu/keluarga tidak efektif s/d diagnosis, perubahan gambar tubuh,
hospitalisation, tindakan-tindakan, perubahan fungsi peran.

3. PERENCANAAN
3.1 Dx. 1
3.1.1 Tujuan : volume cairan dalam tubuh seimbang antara lain intravaskuler dan
exstravaskuler.
3.1.2 Kriteria Hasil :
- Intake dan output seimbang
- Penurunan BB
- Bj urine antara 1,015 1,0,25
- Protein dalam urine menurun
- Lingkat abdomen pada asites berkurang
- Hilangnya oedema seluruh tubuh
- Nadi normal : bayi 120-140x/m, anak 100-120x/m
3.1.3 Tindakan
- Catat intake dan output, perhatikan karakteristik urine
R/ : Deteksi perubahan fungsi ginjal sewaktu-waktu. Menentukan kebutuhan cairan dan
menurunkan terjadinya overload.
- Observasi TTV tiap 4 jam (TD, N, suara nafas abdomen, gejala dan tanda
ketidakseimbangan cairan)
R/ : Tachicardi dan HT perubahan TD dapat disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam
mengeluarkan urine, retriksi cairan, perubahan renin angiotensin, peningkatan lingkat
abdomen merupakan indikator water excess yang memburuk dan berakibat dehidrasi
intara vaskuler.
- Timbang BB tiap hari
R/ : Monitor status cairan dalam tubuh, deteksi efektifitas dalam mengeluarkan retensi
cairan yang merupakan indikator dari glomerulus.
- Perhatikan adanya oedema pada scrotum/labia, berikan bantalan dibawahnya
R/ : Oedema scrotum membahayakan kondisi testis sehingga perlu bantalan/penahan
untuk mencegah terjadinya penambahan cairan dan melancarkan sirkulasi darah ke
scrotum/testis.
- Berikan steroid (prednison) sesuai jadwal, perhatikan side efeknya, antara lain retensi
sodium dan pengeluaran potasium
R/ : Pemberian kartikosteroid merangsang cortex adrenal dalam pengaliran kesimbangan
air dan elektrolit
- Jika ada indikasi, berikan diuretika (untuk mengurangi oedema) dan antacid untuk
mencegah komplikasi pendarahan pada GI dampak kartikosteroid sesuai jadwal, kaji
dan laporkan bila terdapat side efeknya hipokalemi dan dehidrasi. Berikan albumin IV
sesuai order, catat repon yang terjadi
R/ : Diuretik berfungsi menghindarkan dari retensi natrium, sedangkan antacid berfungsi
melapisi mukosa usus untuk mencegah iritasi gastrointestinal, pemberian yang
berlebihan akan berakibat pendarahan yang hebat.
- Kaji dan laporkan pengetahuan anak/keluarga tenang partisipasi terhadap perawatan
Monitoring intake dan output
Test proteinuria
Pengkajian obat
Tanda dan gejala adanya infeksi side efek dari steroid
Indentifikasi beberapa tanda/gejala dari ketidakseimbangan cairan
R/ : Meningkatkan partisipasi dalam perawatan
- Batasi pemberian garam dan cairan sesuai order
R/ : Selama tekanan onkotik masih rendah, ADH dan aldosteron akan meningkatkan yang
berakibat natrium dan air diabsorbsi dijaringan (oedema) pembatasan garam dan
cairan akan mengurangi oedema.

3.2 Dx. II
3.2.1 Tujuan :
Kebutuhan nurtisi terpenuhi
3.2.2 Kriteria Hasil :
- Anak mengkonsumsi diit TP (2-3 gr/kg/hr) RG (2 gram/hr) dan TK sesuai usia,
nafsu makan meningkat.
- Pertumbuhan normal sesuai usai, kadar protein dalam darah normal
- BAB tidak bercampur darah
3.2.3 Tindakan
- Observasi dan catat intake dan output
R/ : Menentukan tindakan selanjutnya
- Catat dan kaji gejala adanya perubahan nutrisi tiap 4 jam (anorexia, letargi,
hipoproteinemia)
R/ : Tanda-tanda perubahan nutrisi yang kurang menunjukkan intake yang tidak adekuat
- Konsultasi ahli gizi untuk menentukan diit tinggi protein, tinggi kalori dan rendah
garam (protein 2-3 gram/kg/hari, gram 1-2 gr/hr)
R/ : Adanya albuminuria dan hipoalbuminemia merupakan indikator untuk mengganti
albumin dalam darah anak sehingga daya tahan tubuh anak menurun.
- Tawarkan makanan yang sesuai dengan diit jika mungkin sesuaikan dengan kesukaan
anak, beri extra vitamin D dan zat besi.
R/ : Dengan menyesuaikan diri sesuai kesukaan anak dan membantu lebih mudah dalam
mengkonsumsi extra vitamin D dan zat besi sebagai balance dari adanya kulit yang
makin menipis sehingga tidak mudah pecah.
- Batasi aktifitas/istrahatkan anak di tempat tidur
R/ : Selama fase aktif (albuminuria/hypoalbuminemia) kebutuhan kalori dan protein
cukup tinggi oleh karen itu penggunaan kalori lewat aktifitas harus diminimalkan.
- Kaji dan catat pengetahuan dan partisipasi anak/keluarga dalam perawatan
Diit tinggi kalori tinggi protein rendah garam
Meminimalkan aktifitas sesuai order untuk menghemat energi
Identifikasi gejala/tanda perubahan nutrisi
R/ : Pengetahuan anak/keluarga yang adekuat, akan kooperatif
- Berikan antacid selama anak mendapat terapi steorid
R/ : Steroid mempunyai efek samping pendarahan GI, Antacid bekerja untuk
mencegah/meminalkan efek tersebut
- Lakukan obervasi saat BAB dan muntah mengandung darah setiap saat
R/ : Lingkungan yang bersih akan menjadi support sistem bagi anak dalam merangsang
selera makan.
- Berikan makanan dalam porsi kecil frekuensi sering
R/ : Porsi kecil akan lebih efektif karena adanya asites akan mempengaruhi kapasitas
lambung sehingga penyerapan lebih adekuat.
3.3 Dx. III
3.1.1 Tujuan :
Anak akan bebas dari infeksi
3.1.2 Kriteria Hasil
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C)
- RR dalam batas normal (bayi 30-60x/menit, anak 15-30x/menit)
- Nadi dalam batas normal (bayi 1120-140x/menit, anak 100-120x/menit)
- Tidak terdapat tanda-tanda peritonitas (peningkatan distensi abdomen, nyeri, muntah,
diare, kekakuan, panas).
3.1.3 Tindakan
- Lakukan observasi TTV tiap 4 jam
R/ : Adanya perubahan dari tanda vital merupakan indikator terjadinya infeksi
- Berikan antibiotik sesuai order, monitor side efek
R/ : Preventif terhadap infeksi oleh karena resiko terjadinya infeksi sangat tinggi.
- Observasi tanda perioritas antara lain peningkatan distensi abdomen, nyeri, muntah,
diare dan kekakuan)
R/ : Adanya tanda-tanda infeksi memerlukan tindakan yang cepat untuk menghindari
komplikasi lebih hebat.
- Lakukan cuci tangan yang benar akan memutuskan rantai penularan dari klien
lain/lingkungan ke anak
R/ : Dengan cuci tangan yang benar akan memutuskan rantai penularan dari klien
lain/lingkungan ke anak.

DAFTAR PUSTAKA

FKUI. (2000). Kapita Selecta Kedokteron Edisi III Jilid 2. Media Auscataplus : Jakarta.
Marlyn D. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Intervensi :
Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi
Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan,
ukuran kulit trisep
Rasional : Mungkin sulit menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status
nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam
mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan
Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet. Beri makan pasien
bila pasien mudah lelah atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan
pemilihan makanan yang disukai.
Rasional : Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih
baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.
Dorong pasien untuk makan semua makanan / makanan tambahan
Rasional : Pasien mungkin hanya mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan
karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum,
malaise.
Berikan makan sedikit tapi sering
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra-abdomen / asites
Berikan tambahan garam bila diijinkan; hindari yang mengandung amonium
Rasional : Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu
meningkatkan selera makan; amonia potensial resiko ensefalopati.
Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu
pedas atau terlalu dingin
Rasional : Membantu dalam menurunkan iritasi gaster/diare dan ketidaknyamanan
abdomen yang dapat mengganggu pemasukan oral/pencernaan.
Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
Rasional : Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada serosis berat
Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Rasional : Pasien cenderung mengalami luka dan/atau perdarahan gusi dan rasa tidak
enak pada mulut dimana menambah anoreksia
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan
Rasional : Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan
meningkatkan regenerasi seluler
Anjurkan berhenti merokok jika klien merokok
Rasional : Menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/perdarahan
Awasi pemeriksaan laboratorium (contoh: glukosa serum, albumin, total protein,
amonia)
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan
glikogen atau masukan tak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme,
penurunan sistesis hepatik, atau kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan
kadar amonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
Pertahankan status puasa bila diindikasikan
Rasional : Pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
pada hati dan produksi amonia/urea GI
Konsul dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat
sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang; batasi natrium dan cairan bila
perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi.
Rasional : Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberikan energi siap pakai. Lemak diserap
dengan buruk karena disfungsi hati dan mungkin memperberat ketidaknyamanan
abdomen. Protein diperlukan pada perbaikan kadar protein serum untuk menurunkan
edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati.
Catatan: Protein dan makanan tinggi amonia (contoh: gelatin) dibatasi bila kadar
amonia meninggi atai pasien mempunyai tanda klinis ensefalopati hepatik. Selain itu
individu ini dapat mentolelir protein nabati lebih baik dari protein hewani.
Berikan makanan dengan selang, hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi
Rasional : Mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrien bila
pasien terlalu mual atau anoreksia untuk makan, atau varises esofagus mempengaruhi
masukan oral.
Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
Tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat
Rasional : Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya.
Juga hati yang rusak tak dapat menyimpan vitamin A, B komplek, D, K. Juga dapat
terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia
Sink
Rasional : Meningkatkan rasa kecap/bau, yang dapat merangsang nafsu makan
Enzim pencernakan, contoh pankreatin (Viokase)
Rasional : Meningkatkan pencernakan lemak dan dapat menurunkan steatorea / diare
Antiemetik, contoh trimetobenzamid (Tigan)
Rasional : Digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan mual/muntah dan
meningkatkan masukan oral

Anda mungkin juga menyukai