Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraud auditing adalah audit yang dilaksanakan terhadap kecurangan (fraud). Fraud
auditing merupakan disiplin ilmu yang relatif baru, mulai dikenal pada abad ke-20, ia
berkembang seiring dengan meningkatnya transaksi ekonomi dan maraknya kejahatan dalam
dunia bisnis, sehingga dibutuhkan suatu metode untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi,
mengurangi pemborosan, serta mengungkapkan penyimpanganpenyimpangan oleh
perusahaan publik dan institusi pemerintahan. Akhir-akhir ini, fraud auditing juga dikaitkan
dengan penyelenggaraan pelayanan umum. Sektor dunia usaha (bisnis) sendiri memerlukan
keahlian audit fraud guna mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan tindak kecurangan
seperti penggelapan, salah saji laporan keuangan, kejahatan sektor asuransi, pasar uang, pasar
modal, pembangkrutan usaha dengan sengaja, kecurangan dalam investasi, kecurangan
perbankan, komisi yang terselubung, mark-up biaya proyek, penyuapan dalam bisnis,
kecurangan dengan menggunakan teknologi informasi, dan lain sebagainya. Namun
demikian, pelaksanaan fraud auditing tidak sekedar reaktif (melakukan audit setelah peristiwa
kecurangan terjadi), tetapi juga preventif.
Akuntan sektor publik adalah akuntan yang bekerja pada sektor pemerintahan, baik
yang bertugas di departemen-departemen, atau yang berada di lembaga-lembaga
nondepartemen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan badan Pemeriksa Keuangan
dan Pembangunan (BPKP). Tugas akuntan pemerintah yang berada di departemen lebih
bersifat kepada pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan masing-masing
departemen, sedangkan akuntan di BPKP dan BPK lebih cenderung ke bidang auditing.
Akuntan di BPK memeriksa kelayakan laporan yang dibuat oleh departemen atau instansi
pemerintah, sedangkan akuntan di BPKP selain memeriksa kelayakan laporan yang dibuat
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) merupakan dua badan yang serupa tapi tak sama. Maksudnya, dua
lembaga negara ini sama-sama mempunyai fungsi pengawasan, tetapi BPK melakukan
pengawasan Ekstern sedangkan BPKP melakukan pengawasan Intern. Jika secara semantik
sudah jelas tampak perbedaan antara pemeriksaan dan pengawasan, tidak demikian halnya
dalam praktik. Meski dalam UU hanya ada satu badan yang diberi wewenang melaksanakan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, pada kenyataannya ada lagi

1
beberapa badan lain yang melaksanakan pemeriksaan meski wewenangnya adalah
pengawasan. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), sesuai dengan namanya, adalah satu-
satunya badan yang diberi wewenang melaksanakan pemeriksaan . Namun demikian, BPKP
(Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), misalnya, meski sesuai namanya
wewenangnya jelas pengawasan, sepak-terjangnya nyaris sama dengan BPK.
Untuk itu, kami akan menelaah lebih lanjut perbedaan-perbedaan BPK dan BPKP. Hal
ini dianggap perlu karena BPK dan BPKP mempunyai tugas pokok dan fungsi serta
kewenangan yang hampir sama tetapi beda dari segi pengawasan. Sehingga kedua lembaga
tersebut harus dibedakan agar BPK dan BPKP dapat berjalan dengan benar dan sesuai dengan
yang diharapkan.

2.1 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud akuntan pemerintah?
2. Apa tugas pokok Akuntan Pemerintah
3. Apa kode etik Akuntan pemerintah daerah?
4. Bagaimana Kasus Fraud di akuntan pemerintah?
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui akuntan pemerintah
2. Untuk mengetahui kode etik aakuntan pemerintah
3. Untuk mengetahui bentuk kasus- kasus fraud di akuntan pemerintah daerah

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akuntan pemerintah
Akuntan sektor publik adalah akuntan yang bekerja pada sektor pemerintahan, baik
yang bertugas di departemen-departemen, atau yang berada di lembaga-lembaga
nondepartemen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan badan Pemeriksa Keuangan
dan Pembangunan (BPKP). Tugas akuntan pemerintah yang berada di departemen lebih
bersifat kepada pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan masing-masing
departemen, sedangkan akuntan di BPKP dan BPK lebih cenderung ke bidang auditing.
Akuntan di BPK memeriksa kelayakan laporan yang dibuat oleh departemen atau instansi
pemerintah, sedangkan akuntan di BPKP selain memeriksa kelayakan laporan yang dibuat
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

2.1.1 Entitas Akuntan Di Pemerintahan


Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola anggran,
kekaayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan
keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya. Entitas pelaporan merupakan unit
pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan
peraturan perundag-undangan wajib menyajikan laporan pertanggung jawaban, berupa
laporan keuangan yang bertujuan umum.

2.1.2 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) adalah lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan
lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh
Presiden. Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
1. Tugas Pokok
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

3
2. Wewenang BPK
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan,
menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan
pemeriksaan;
2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
3. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di
tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta
pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening
koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara;
4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
5. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara;
7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk
dan atas nama BPK;
8. membina jabatan fungsional Pemeriksa;
9. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
10. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh

2.1.3 BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan)


Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, atau yang disingkat BPKP, adalah
Lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa Audit, Konsultasi, Asistensi,
Evaluasi, Pemberantasan KKN serta Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

4
Hasil pengawasan keuangan dan pembangunan dilaporkan kepada Presiden selaku
kepala pemerintahan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan
dalam menjalankan pemerintahan dan memenuhi kewajiban akuntabilitasnya. Hasil
pengawasan BPKP juga diperlukan oleh para penyelenggara pemerintahan lainnya termasuk
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pencapaian dan peningkatan kinerja instansi
yang dipimpinnya
1. Tugas dan Fungsi serta Kegiatan yang dilakukan

BPKP melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan


pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :

1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan


pembangunan;
2. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan;
3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;
4. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan
keuangan dan pembangunan;
5. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,
hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga

2. Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BPKP mempunyai kewenangan :

1. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;


2. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;
3. penetapan sistem informasi di bidangnya;
4. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi
pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya;
5. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya;
6. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku seperti memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat

5
penimbunan, dan sebagainya; meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku
perhitungan, surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei
laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang diperlukan dalam
pengawasan; pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan lain-lain;
meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik hasil pengawasan
BPKP sendiri maupun hasil pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga
pengawasan lainnya.

3. Kegiatan yang dilakukan oleh BPKP antara lain :

1. Pembinaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah pada instansi pemerintah baik


Kementerian/LPNK maupun Pemerintah Daerah serta lembaga lainnya
2. Audit atas berbagai kegiatan unit kerja di lingkungan Departemen/LPND maupun
Pemerintah Daerah
3. Policy Evaluation
4. Fraud Control Plan
5. Optimalisasi penerimaan negara
6. Asistensi penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah
7. Asistensi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
8. Asistensi penerapan Good Corporate Governance
9. Risk Management Based Audit
10. Audit Investigatif atas kasus berindikasi korupsi
11. Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor dari Inspektorat Daerah maupun Inspektorat
Jenderal

2.2 Kode Etik


2.2.1 Kode Etik BPK
Kode Etik BPK yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus
dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama
menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK,
Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas,
independen, dan profesional demi kepentingan negara.

6
Peraturan badan pemeriksa keuangan republik indonesia nomor 2 tahun 2011 tentang
kode etik badan pemeriksa keuangan. Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan
perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur
Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari,
baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara. Kode Etik
bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan
Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan
profesional demi kepentingan negara. Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas,
Independensi, dan Profesionalisme.
Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh,
dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai.
Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk
tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.
Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan
tugas.
Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang
harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama
menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

2.2.1 Kode Etik BPKP


Hasil kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diharapkan bermanfaat bagi
pimpinan dan unit-unit kerja serta pengguna lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan. Hasil kerja ini akan dapat digunakan dengan penuh keyakinan jika
pemakai jasa mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme auditor yang bersangkutan.
Untuk itu disyaratkan diberlakukan dan dipatuhinya aturan perilaku yang menuntut disiplin
dari auditor APIP yang melebihi tuntutan peraturan perundang-undangan berupa Kode Etik
yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman perilaku, yang dalam pelaksanaannya
memerlukan pertimbangan yang seksama dari masing-masing auditor. Pelanggaran terhadap
Kode Etik dapat mengakibatkan auditor diberi peringatan, diberhentikan dari tugas audit dan
atau organisasi.
1. Kode Etik APIP
Maksud ditetapkannya Kode Etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi
auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi
perilaku auditor APIP.

7
2. Tujuan Kode Etik adalah:
Mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP;
memastikan bahwa seorang profesional akan bertingkah laku pada tingkat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan PNS lainnya;
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip
kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud
auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit.
3. Kode Etik APIP ini diberlakukan bagi:
Auditor;
PNS/petugas yang diberi tugas oleh APIP untuk melaksanakan pengawasan dan
pemantauan tindak lanjutnya.
4. Komponen
Kode Etik APIP ini terdiri dari 2 (dua) komponen:
1. Prinsip-prinsip perilaku auditor.
2. Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor.
5. Prinsip-prinsip perilaku pada kode etik
Auditor wajib mematuhi prinsip-prinsip perilaku berikut ini:
Integritas, Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur,
berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.
Obyektivitas, Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP
membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi
oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.
Kerahasiaan, Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang
diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang
memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.
Kompetensi, Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.
6. Aturan perilaku pada kode etik
Auditor wajib mematuhi aturan perilaku berikut ini:
Integritas :
a. melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan
bersungguh-sungguh;
b. menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan
organisasi dalam melaksanakan tugas;

8
c. mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan
segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi
yang berlaku;
d. menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
e. tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
f. menggalang kerja sama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan
audit;
g. saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor.
Obyektivitas
a. mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak
diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang
diaudit;
b. tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin
mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau
yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;
c. menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun
pertimbangan profesionalnya.
Kerahasiaan
a. secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh
dalam audit;
b. tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Kompetensi
a. melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit;
b. terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil
pekerjaan;
c. menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan,
keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.
7. Pelanggaran
Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun
dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan
oleh pejabat yang lebih tinggi. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa
karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. Pimpinan APIP harus
melaporkan pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan
Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil

9
dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan
diberhentikan oleh pimpinan APIP.
8. Pengecualian
Dalam hal-hal tertentu yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor
dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu. Permohonan pengecualian
atas penerapan Kode Etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat
dalam kegiatan atau tindakan yang dimaksud. Persetujuan untuk tidak menerapkan Kode Etik
hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP.
10. Sanksi atas pelanggaran
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik akan dikenakan sanksi oleh
pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang
direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa :
a. teguran tertulis;
b. usulan pemberhentian dari tim audit;
c. tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
Dalam beberapa hal, pelanggaran terhadap Kode Etik dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2.2.3 Kode Etik Entitas Akuntan di Pemerintahan
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia
usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-
jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi,
dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas, masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
Profesionalisme, diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
Kualitas Jasa, terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
Kepercayaan, Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:

10
1. Prinsip Etika,
2. Aturan Etika, dan
3. Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan aturan etika disahkan oleh Rapat Anggota
Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan
Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup
dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai
interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
menggantikannya.
1. Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam
masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela
anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh
sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme
pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota
yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan
laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Prinsip Etika Profesi
Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela, Dengan menjadi
anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan
melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya
kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika
dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,
bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Prinsip-prinsip berikut adalah:
Tanggung Jawab Profesi

11
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua
kegiatan yang harus dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran
penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus
selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif
semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
atas profesionalisme.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa professional
yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling
mutakhir.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau menggungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum
untuk mengungkapkan.
Perilaku Profesional

12
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa professional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan hati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas
dan objektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

2.3 Kasus Fraud di Akuntan Pemerintah


2.3.1 Pengertian Fraud
FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau
sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok
mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain. Kecurangan dibagi ke
dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement FRAUD).
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang
merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau
kecurangan non financial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam Kecurangan Kas dan
Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya
secara curang (FRAUDulent disbursement).

c. Fraud (Corruption).
Fraud dalam konteks pembahasan ini adalah fraud menurut ACFE, bukannya
pengertian fraud menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE,

13
fraud terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery),
pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
Konsep fraud triangle saat ini digunakan secara luas dalam praktik akuntan publik.
Teori Fraud Triangle yang dijabarkan Cressey (1953) dalam Tuannakotta (2007 : 207)
mengatakan bahwa korupsi juga disebabkan karena adanya 3 faktor, yaitu tekanan (Pressure),
peluang (Opportunity), dan rasionalisasi (Rationalization). Teori inilah yang digunakan dalam
penentuan variabel pada penelitian ini. Variabel yang digunakan merupakan proksi dari
unsur-unsur Fraud Triangle, yang terdiri dari tekanan (Pressure), peluang (Opportunity), dan
rasionalisasi (Rationalization).

2.3.2 Kasus Fraud


1. KASUS SUAP AUDITOR BPK OLEH PEMKOT BEKASI
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis dua auditor BPK
Jabar Enang Hernawan dan Suharto dengan hukuman empat tahun penjara. Demikian
putusan hakim yang dibacakan di persidangan, Senin (8/11). Selain hukuman penjara,
urai Ketua Majelis Hakim Jupriadi, kedua terdakwa juga wajib membayar denda
Rp200 juta. Bila tidak membayar, maka hukuman diganti dengan tiga bulan kurungan.
Hukuman dijatuhkan karena kedua terdakwa dinilai terbukti menerima suap dari
Pemerintah Kota Bekasi. Hakim anggota Tjokorda Rae Suamba mengatakan, dari
fakta persidangan yang terungkap, kedua terdakwa terbukti menerima uang sebesar
Rp400 juta dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi dengan maksud memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) Bekasi tahun 2009. Jumlah tersebut diberikan dua kali yang besarannya
masing-masing Rp200 juta. Kedua terdakwa, urai Tjokorda, terbukti menerima suap
dan telah membantu untuk memberikan arahan pembukuan LKPD Bekasi agar
menjadi WTP. Padahal, sebelumnya opini laporan keuangan Kota Bekasi Wajar
Dengan Pengecualian (WDP). Hakim Dudu Duswara menuturkan, pemberian uang
Rp400 juta dilakuan dua kali. Pertama, sebesar Rp200 juta di lapangan parkir sebuah
rumah makan bernama Sindang Reret Bandung yang dilakukan Herry Suparjan
kepada Suharto. Dari jumlah tersebut, kemudian terdakwa Suharto membagi-
bagikannya. Terdakwa Suharto sendiri mendapat Rp150 juta, sedangkan terdakwa
Enang mendapat jatah Rp50 juta. "Karena KPK telah menyita uang dari perkara ini,
kedua terdakwa tak wajib mengganti kerugian negara," katanya.
Tahap kedua, lanjut Hakim Hugo, diberikan oleh Kepala Inspektorat Kota
Bekasi Herry Lukmantohari dan Herry Suparjan sebagai Kabid Aset dan Akuntansi

14
Dinas PPKAD (Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kota Bekasi di
rumah dinas terdakwa Suharto sebesar Rp200 juta. Akibat perbuatannya, majelis
menilai keduanya terbukti melanggar dakwaan primair Pasal 12 huruf a UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. "Pada saat Herry Lukmantohari dan
Herry Suparjan hendak meninggalkan rumah Suharto, petugas KPK melakukan
penangkapan terhadap keduanya serta Suharto berikut barang bukti uang sebesar
Rp200 juta dalam tas warna hitam," kata Hugo. Mendengar putusan yang dibacakan,
kedua terdakwa belum mengambil sikap apakah banding atau setuju terhadap putusan.
Penasehat hukum terdakwa pun mengatakan hal yang sama. "Atas putusan yang
dibacakan saya pikir-pikir," lirih kedua terdakwa bergantian. Setelah itu Wali Kota
Bekasi Mochtar Muhammad mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Saat ini, KPK sedang mengusut kasus dugaan suap pejabat Kotamadya Bekasi
kepada pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat. Pantauan VIVAnews,
Mochtar Muhammad yang mengenakan batik cokelat tiba di Gedung KPK, Jalan HR
Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu 7 Juli 2010, sekitar pukl 09.30 WIB. Tidak ada
pernyataan yang disampaikan orang nomor satu di Kota Bekasi itu. Dia langsung
masuk ke gedung lembaga antikorupsi itu. Mochtar Muhammad datang dengan
menggunakan mobil pribadi. Dalam kasus dugaan penyuapan ini, KPK sudah
menahan dua pejabat Pemerintah Kota Bekasi dan pejabat BPK Jawa Barat III.
Tiga tersangka yang sudah dibui itu yakni HS, pejabat Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bekasi, HL pejabat Inspektorat Wilayah
Kota Bekasi, dan S, pejabat BPK Jabar III. Dua dari tiga pejabat itu ditangkap
penyidik KPK di Bandung, Jawa Barat, pada Senin malam. S dan HS ditangkap pukul
19.45 WIB di rumah S di kawasan Lapangan Tembak, Cikutra, Bandung. Sedangkan
HL ditangkap di Bekasi. Saat tertangkap tangan, penyidik memiliki barang bukti uang
Rp 272 juta. Sementara, uang Rp 100 juta masih ditelusuri apakah terkait dengan
proses suap atau tidak. Uang itu diduga terkait dengan upaya agar mendapatkan
penilaian wajar tanpa pengecualian dari BPK. Ratusan massa dari Aliansi Gerakan
Seret Koruptor (Gesek) Bekasi, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka mendesak segera ditangkapnya aktor
intelektual dibelakang kasus suap oknum PNS Pemkot Bekasi kepada auditor BPK
Jabar, beberapa waktu lalu yang kini sedang ditelusuri oleh KPK. Dalam aksinya,
Gasak sempat melakukan aksi teatrikal, yaitu berupa kronologis pembekukan dua
oknum PNS Pemkot Bekasi dan satu auditor Bank Jabar yang dilakukan oleh KPK,

15
satu bulan yang lalu. Tak hanya itu, Gesek juga memberikan penghargaan kepada
KPK berupa Piala penghargaan dari Rakyat Kota Bekasi kepada KPK. Selain itu,
perwakilan Gesek diterima oleh perwakilan dari KPK untuk audensi bersama pihak
KPK guna mengetahui sampai mana penelusuran KPK terhadap kasus suap yang
sedang ditanganinya ini. "Kami meminta KPK untuk mengusut tuntas dan menangkap
dalang kasus suap ini, jangan sampai lolos dalangnya," ujar Kordinator Lapangan
(Korlap) Gesek, Intan Sari Geny kepada wartawan, Senin (26/7/2010). Dalam aksi itu,
Gesek juga meminta pihak KPK agar menelusuri hasil Audit APBD 2009 dan
sebelumnya, mengingat banyak sekali kasus korupsi di Bekasi yang tidak tersentuh
oleh jalur hukum. "Kami juga mendesak KPK untuk mengaudit ulang APBD
sebelumnya, karena Gesak yakin banyak kejanggalan dalam hasil Audit APBD
sebelumnya," katanya.
Analisis Masalah
1. Bagaimana kasus penyuapan terhadap auditor BPK bisa terjadi?
2. Bagaimana pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh auditor BPK?
3. Bagaimana tindak lanjut dalam penyelesaian kasus penyuapan ini?
Pembahasan
1. Dalam kasus ini ditemukan bukti uang sebesar Rp 372.000.000 yang akan
digunakan oleh pemerintah kota Bekasi untuk menyuap auditor BPK Jawa Barat
agar hasil laporan keuangan penggunaan dana di aerah tersebut wajar tanpa
pengecualian. Yang menjadi Lukmanto Hari sebagai kepala Inspektorat Kota
Bekasi, Heri Suparjan selaku Kabid aset dan kekayaan DPPKAD Kota Bekasi,
Enang Hermawan dan Suharto keduanya Auditor BPK.
2. Pada kasus ini jelas terlihat bahwa auditor BPK telah melanggar kode etik yg
mungkin akan mendapat hukuman berupa diberhentikan dari jabatan atau malah
mungkin diberhentikan sementara sambil menunggu ketetapan hukum tetap, selain
itu dengan terbongkarnya kasus ini jelaas telah merusak merusak kredibilitas dari
lembaga BPK itu sendiri. Selain itu ini juga menggambarkan bahwa etika profesi
harus selalu dijunjung, memegang teguh amanah, serta menjalankan semuanya
dengan tanggung jawab, karena jika tidak hal ini akan selalu terjadi, patut
disayangkan karena BPK merupakan salah satu lembaga tinggi yang mendapat
remunerasi, yang seharusnya hidup berkecukupan, tapi tetap saja masih melakukan
tindakan yang imoral, ini juga menunjukan bahwa remunerasi yang diinginkan
pemerintah dari remunerasi dengan terciptanya pegawai yang disiplin, kompeten,
kredibel serta taat asas, belum terpenuhi. Seorang auditor harus tetap menjaga sikap

16
independensi dan netral dan tidak mempunyai hubungan dengan kliennya. Baik itu
auditor pemerintah dalam hal ini BPK maupun di auditor-auditor KAP. Karena
kualitas audit yang dilakukan oleh auditor yang mampu menjaga sikap skeptis dan
independesinya tentu saja bagus dan berkualitas dan beebeda hasilnya dengan hasil
audit yang dilakukan oleh auditor yang tidak independen. Sangat disayangkan bila
suatu instansi pemerintah karena ingin menutupi kekurangan kinerjanya dengan
menyuap auditor BPK untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Bisa dikatakan bahwa kinerja Pemkot Bekasi tidak bagus, karena apabila kinerja
mereka sudah bagus tentu saja para pejabat pemkot tersebut tidak perlu menyuap
auditor BPK segala. Dengan pemaksaan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) kepada LKPD Kota Bekasi tentu saja akan memberikan efek negatif kepada
beberapa pihak. Pihak investor yang akan menanamkan investasinya di daerah
Bekasi tentu saja menggunakan LKPD Kota Bekasi sebagai bahan acuan dan
pertimbangan apakah mereka akan tetap investasi di Bekasi apa tidak. Maka dengan
LKPD yang telah diberikan opini palsu oleh auditor BPK tersebut bisa saja
kedepannya akan menimbulkan suatu masalah dan akan merugikan beberapa pihak
yang berkepentingan di lingkungan Pemkot Bekasi juga. Masyarakat Bekasi
sebagai pihak yang berkepentingan juga akan dirugikan, mereka bisa mengevaluasi
apakah kinerja pemerintah Bekasi sekarang sudah baik apa belum dan apabila
kinerja jelek mereka tentu saja memiliki hak untuk menuntut Pemkot Bekasi. Akan
tetapi dengan pemberian opini palsu pada LKPD Kota Bekasi maka masyarakat
akan berpikir jika segala kegiatan di lingkungan Bekasi baik-baik saja dan tidak ada
penyimpangan-penyimpangan. Karena pembangunan di Kota Bekasi juga berasal
dari uang mereka melalui beberapa iuran wajib seperti pajak daerah, retribusi dan
lain-lain, oleh karena itulah wajib bagi pemerintah suatu daerah untuk mengelola
dana rakyatnya sebaik-baiknya untuk operasional daerah dan pembangunan daerah
menjadi baik. Bukan justru diselewengkan oleh pejabatnya sendiri untuk
kepentingan pribadinya. Kemudian bagi auditor BPK dengan menerima suap dari
Pemkot Bekasi maka dapat dikatakan jika auditor tersebut tidak menjalankan etika
profesinya dengan baik. Seorang akuntan itu wajib menerapkan sikap skeptis dan
independesinya ketika bekerja, karena ditangan merekalah (auditor) segala pihak
yang berkepentingan terutama dengan laporan keuangan suatu entitas
mengandalkan hasil kerja seorang auditor untuk menentukan beberapa strategi
kedepannya. Beberapa tersangka baik dari lingkungan Pemkot Bekasi sendiri dan 2

17
auditor BPK wajib diberi sanksi pidana atau perlu di pecat dari posisinya, karena
perbuatan mereka secara tak langsung akan memberikan efek buruk bagi
profesinya.
Kesimpulan
Sebagai sebuah profesi, etika profesi akuntan publik di Indonesia sudah
diatur dalam kode etik akuntan Indonesia. Di dalamnya termuat etika yang harus
dipatuhi oleh akuntan publik. Kode etik itu dilengkapi dengan Interpretasi yang
memberikan penjelasan untuk lebih memahami isi dari kode etik tersebut. Selain itu
juga sudah diterapkan sanksi yang jelas terhadap pelanggaran terhadap aturan etika
profesi akuntan publik.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh
akuntan public. Independen berarti akuntan public tidak mudah dipengaruhi, tidak
memihak kepentingan siapapun serta jujur kepada semua pihak yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.
Jika akuntan atau kantor akuntan melanggar ketentuan itu, ada tiga sanksi
yang siap mengganjar mereka: administratif berupa denda, peringatan, dan
pencabutan izin. Namun pada prakteknya masih terdapat pelanggaranpelanggaran
etika yang dilakukan oleh akuntan publik seperti yang sudah dicontohkan diatas.
Karena meskipun sudah ada sanksi yang jelas tapi sejauh ini pelanggaran terhadap
etika hanya dijatuhi sanksi yang ringan dan tidak sampai ke pengadilan.
Saran
Dalam setiap penugasan ada baiknya melihat track record dari auditor yang
ditugasi, memberikan training dan menekankan pentingnya menjaga independensi dan
kode etik akuntan professional, dan melakukan audit planning yang baik, rapi, dan
sangat terencana agar auditor tidak merasa berat menjalankannya.
Pemkot Bekasi senantiasa selalu memantau segala hal operasional daerahnya
terutama dalam pos-pos yang mempunyai potensi penyelewengan, memberikan
himbauan kepada para pegawai di Pemkot Bekasi untuk selalu menerapkan kejujuran
dan profesionalitas pekerjaan sebagai abdi Negara
BPK sebagai lembaga indenpeden negara yang bertugas memeriksa setiap
laporan keuangan instansi daerah harus selalu menekankan integritas, objektivitas,
dan perilaku professional. Setiap pegawai di BPK harus selalu tertanam sikap seperti
itu. Karena sikap dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan professional adalah
sikap-sikap tersebut. Apabila seorang auditor sudah melanggar kode etik profesi

18
akuntan tersebut maka sebaiknya mendapatkan sanksi yang sesuai dengan
kelalaiannya.
Rekomendasi Penyelesaian Masalah
Pemberhentian tugas terhadap 2 auditor BPK yang telah melanggar profesionalitas
seorang akuntan.
Pemberian sanksi yang tegas terhadap pejabat-pejabat Pemkot Bekasi yang telah
melanggar kedudukannya sebagai abdi Negara
BPK harus menunjuk ulang mengenai penugasan pegawainya untuk mengaudit
LKPD Pemerintah Kota Bekasi, dan tentu saja BPK harus cermat dalam pemilihan
pegawainya agar hasil yang diharapkan bisa tercapai.
Pencabutan atas opini yang diberikan terhadap LKPD Pemkot Bekasi dan
melakukan audit kembali agar keandalan atas hasil audit LKPD lebih tepat dan
berkualitas.

2. Kasus Pelanggaran Kode Etik Oleh Auditor BPKP

Ringkasan Kasus
Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi
Triono mengaku menerima duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan
pemeriksaan di Kemendikbud. Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke KPK.
Tomi saat bersaksi untuk terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad Sofyan
mengaku bersalah dengan penerimaan duit dalam kegiatan wasrik sertifikasi guru
(sergu) di Inspektorat IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan Rp 48 juta.
Menurutnya ada 10 auditor BPKP yang ikut dalam joint audit. Mereka bertugas untuk
6 program, di antaranya penyusunan SOP wasrik dan penyusunan monitoring dan
evaluasi sertifikasi guru. Adanya aliran duit ke auditor BPKP juga terungkap dalam
persidangan dengan saksi Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I
Kemendikbud, Tini Suhartini pada 11 Juli 2013. Sofyan didakwa memperkaya diri
sendiri dan orang lain dengan memerintahkan pencairan anggaran dan menerima
biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan
sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang diterima para peserta pada program
kegiatan joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas tahun
anggaran 2009. Dari perbuatannya. Total kerugian keuangan negara dalam kasus ini
mencapai Rp 36,484 miliar.

19
Pihak-pihak Yang Terlibat
Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut diatas
dengan perannya masing-masing:
1) Tomi Triono dan 10 Auditor lainnya selaku Auditor Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP)
2) Mohammad Sofyan selaku Irjen Kemendikbud
3) Tini Suhartini selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I
Kemendikbud
Pelanggaran Yang Dilakukan
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan
pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan
rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya
dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini
meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan
keuntungan pribadi. Kasus suap yang menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan
adanya pelanggaran terhadap prinsip etika profesi. Pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh Auditor bersangkutan berdasarkan Prinsip Etika Ikatan Akuntan
Indonesia, sebagai berikut:
Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral
dan profesional dalam semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam kasus suap
auditor BPKP, jelas beberapa auditor tidak mempertimbangkan aspek moral dan
professional dengan menerima sesuatu yang bukan haknya serta lebih
mengedepankan kepentingan pribadi diatas kepentingan public.
Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP
seharusnya berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
dan profesionalisme. Selain itu, alam kasus ini yang dirugikan adalah Masyarakat
karena uang negara adalah uang rakyat, dan auditor BPKP adalah pegawai negeri
yang secara tidak langsung mengemban amanah dari rakyat. dengan kata lain,
auditor BPKP dalam kasus ini juga telah mengabaikan prinsip kepentingan
publik.

20
Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
auditor BPKP harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan auditor yang
berintegritas.
Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka. Seharusnya auditor
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas dalam melaksanakan
tugasnya sebagai seorang profesional. tidak diperkenankan auditor menerima
sejumlah uang untuk menutup-nutupi suatu kecurangan apalagi ikut 'merancang'
agar kecurangan tersebut tidak terbaca oleh mata hukum.
Kompetensi dan Kehati hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati hatian, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai
aturan yang telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang
dapat mendiskreditkan profesi.
Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Solusi
Adapun solusi yang dapat kami tawarkan dalam kasus tersebut, meliputi:
Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik
pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri
sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai
saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh
godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap
jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka

21
kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya
kepada masyarakat dan negara.
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol,
koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan sense of
belongingness dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa
perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu
berusaha berbuat yang terbaik.
Perlu penayangan wajah para Auditor maupun para Koruptor yang bermasalah di
televisi dan media elektronik serta cetak lainnya agar bisa dijadikan sebagai
bahan pelajaran untuk professional lainnya
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat terkhususnya para
auditor di pemerintahan.

3. Kasus Suap BPK terhadap dana APBD Minsel


Perang terhadap korupsi di Sulawesi Utara (Sulut) terus membuahkan hasil.
Kali ini kasus korupsi yang dituntaskan adalah perkara korupsi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (ABPD) Minahasa Selatan (Minsel) Tahun 2006-2007. Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Manado menjatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan penjara kepada
terdakwa Drs MB MM Alias Bahar, eks Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selain vonis 5,6 tahun penjara, dalam sidang yang digelar Kamis (15/9) kemarin,
Majelis Hakim yang diketuai Halijah Fauli, juga mengharuskan Bahar membayar
denda Rp100 juta, Subsidair 6 bulan kurungan penjara. Hakim pun mewajibkan
terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1.600.000.000. "Jika terdakwa
tak bisa membayar, maka harta kekayaaan terdakwa dapat disita. Dan jika tidak dapat
lagi membayarnya, maka terdakwa wajib menggantinya dengam hukuman penjara
dua tahun enam bulan," tegas Fauli di hadapan terdakwa. Berdasarkan informasi yang
berhasil dihimpun, Bahar telah diperiksa bersama mantan Sekretaris Daerah (Sekda)
Minsel Drs Budi Tujuwale dan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Minsel, Drs Boy Pandeiroth. Bahar, dijerat
dalam kasus korupsi, karena sewaktu menjabat sebagai auditor BPK, pernah
memuluskan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) beberapa pemerintah kabupaten

22
(pemkab) dan pemerintah kita (pemkot) se-Sulut. Syaratnya, pemkab atau pemkot
yang bersangkutan harus menyetor uang sebesar Rp1,6 miliar kepadanya. Konon,
jumlah uang tersebut merupakan patokan pembayaran di seluruh kabupaten/kota se-
Sulut. Alhasil, atas jasanya selama dua tahun berturut-turut melakukan pemeriksaan
di Pemkab Minsel, Bahar dibayar Rp3,2 miliar. Nama Bahar sudah tidak asing lagi.
Nama ini bukan dikenal karena perbuatan baik, namun karena beberapa kali terjerat
kasus suap. Pria yang telah dipecat dari PNS BPK RI ini, sebelumnya terbukti
menerima suap saat menjadi Ketua Tim Pemeriksa Pengelolaan APBD Pemkot
Tomohon tahun 2007.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sebagai sebuah profesi, etika profesi akuntan publik di Indonesia
sudah diatur dalam kode etik akuntan Indonesia. Di dalamnya termuat etika yang
harus dipatuhi oleh akuntan publik. Kode etik itu dilengkapi dengan Interpretasi
yang memberikan penjelasan untuk lebih memahami isi dari kode etik tersebut.
Selain itu juga sudah diterapkan sanksi yang jelas terhadap pelanggaran terhadap
aturan etika profesi akuntan publik.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh
akuntan public. Independen berarti akuntan public tidak mudah dipengaruhi, tidak
memihak kepentingan siapapun serta jujur kepada semua pihak yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.
Jika akuntan atau kantor akuntan melanggar ketentuan itu, ada tiga sanksi
yang siap mengganjar mereka: administratif berupa denda, peringatan, dan
pencabutan izin. Namun pada prakteknya masih terdapat pelanggaranpelanggaran
etika yang dilakukan oleh akuntan publik seperti yang sudah dicontohkan diatas.
Karena meskipun sudah ada sanksi yang jelas tapi sejauh ini pelanggaran terhadap
etika hanya dijatuhi sanksi yang ringan dan tidak sampai ke pengadilan.
Saran
Dalam setiap penugasan ada baiknya melihat track record dari auditor yang
ditugasi, memberikan training dan menekankan pentingnya menjaga independensi dan
kode etik akuntan professional, dan melakukan audit planning yang baik, rapi, dan
sangat terencana agar auditor tidak merasa berat menjalankannya.
Pemkot Bekasi senantiasa selalu memantau segala hal operasional daerahnya
terutama dalam pos-pos yang mempunyai potensi penyelewengan, memberikan
himbauan kepada para pegawai di Pemkot Bekasi untuk selalu menerapkan kejujuran
dan profesionalitas pekerjaan sebagai abdi Negara
BPK sebagai lembaga indenpeden negara yang bertugas memeriksa setiap
laporan keuangan instansi daerah harus selalu menekankan integritas, objektivitas,
dan perilaku professional. Setiap pegawai di BPK harus selalu tertanam sikap seperti
itu. Karena sikap dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan professional adalah
sikap-sikap tersebut. Apabila seorang auditor sudah melanggar kode etik profesi
akuntan tersebut maka sebaiknya mendapatkan sanksi yang sesuai dengan
kelalaiannya.

24
25
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Pusdiklatwas Bpkp - 2008
Warta Bpk Juni 2012
Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/04/M.Pan/03/2008 Tentang
Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Cacingkurcaci.Blogspot.Com Kasus Pelanggaran Kode Etik Oleh Auditor Bpkp.Htm
Bidang Profesi Akuntan _ Ekonomi Sajalah.Htm
Kpk Periksa Auditor Bpkp Dalam Kasus Korupsi E-Ktp - News Liputan6.Com.Htm
Perbedaan Bpk Dan Bpkp _ Narto's Note.Htm
Sigit Restuhadi 'Kode Etik Dan Standar Audit'.Htm
International Journal Of Economics, Commerce And Management United Kingdom Vol. Ii,
Issue 10, Oct 2014 Licensed Under Creative Common Influence Of Internal Auditor
Competence And Independence On The Quality Of Inancial Reporting By
Municipal/Provincial Government Novyarni, Nelli Indonesia College Of Economics
(Stie Indonesia), East Jakarta, Indonesia
Http://Www.Detiknews.Com/Read/2010/08/04/142018/1413485/10/Kpk-Gelar-
Rekonstruksi-Kasus-Suap-Bpk-Jabar-Dan-Pemkot-Bekasi?Nd992203605
Http://Romanisti89.Blogspot.Com/2010/11/Kasus-Suap-Terhadap-Auditor-Bpk-Jawa.Html
Http://Www.Hukumonline.Com/Berita/Baca/Lt4cd784ca11ac3/Dua-Auditor-Bpk-Jabar-
Divonis-Empat-Tahun-Penjara
Http://Cicakbekasi.Wordpress.Com/
Http://Politik.News.Viva.Co.Id/News/Read/161408-Kpk-Tetapkan-Lagi-Auditor-Bpk-Jadi-
Tersangka
Http://Www.Antikorupsi.Org/Id/Content/Dugaan-Suap-Pejabat-Bpk-Jabar-Ditangkap

26

Anda mungkin juga menyukai