Anda di halaman 1dari 8

UAS

Di ajukan Kepada Dosen pengampu Mata Kuliah Perpajakan

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

OLEH

MOHAMMAD BAYU AJI YUDHISTIRA

140211100040

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2017
Soal

1. Peraturan terkait UU Pajak Penghasilan.

JAWABAN

1. Peraturan Pajak Penghasilan

A. Terkait Pajak Penghasilan.


PPH Pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 Undang Undang pajak Penghasilan adalah
pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun
pajak. Oleh karena itu Pajak Penghasilan melekat pada subyeknya. Pajak Penghasilan
termasuk salah satu jenis pajak subjektif. Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia
menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subyek
pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Demikian
pula atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan, terutang Pajak Penghasilan dan dalam hal ini yang bersifat
final.
B. Filosofi PPh.
Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah objek pajak. Atas dasar
penyederhanaan, keadilan dan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka atas
beberapa hal diberlakukan pajak final, diantaranya ialah pajak penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan. PPh atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
bersifat final dimaksudkan agar: Proses administrasi menjadi lebih sederhana, artinya bagi
Wajib Pajak mudah untuk menghitung, bagi administrasi pajak mudah menguji penghitungan
pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak; juga bagi Wajib Pajak badan tidak ada lagi tarif yang
berbeda-beda, sehingga lebih mendukung lagi kesederhanaan dan kemudahan seperti
disebutkan di atas, Untuk keadilan dan pemerataan beban, berlakunya tarif yang sama saja
bagi tingkat penghasilan yang sama dari manapun diterima atau diperoleh, Meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak, oleh karena PPh ini memiliki tarif tunggal yaitu sebesar 5% (lima
persen), maka kerelaan Wajib Pajak untuk membayar akan meningkat. Dengan semakin
meningkatnya kerelaan membayar dan bertambah mudahnya bagi administrasi pajak untuk
melakukan pengujian data, maka diharapkan akan lebih meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak.

C. Dasar Hukum.
Dasar hukum pemberlakuan PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan ialah pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan
keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Peraturan terkait lainnya
antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71
tahun 2008, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan hak atas tanah dan/atau
Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008, Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER 28/PJ/2009, 20
April 2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun
2008 tentang Perubahan ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 Tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau
Bangunan.
D. Objek Pajak.
Objek pajak Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan. Pengalihan hak yang dimaksud adalah semua pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan yang dapat dilakukan dengan cara : Penjualan, tukar-menukar
termasuk ruislag, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,
atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bukan pemerintah, Penjualan,
tukar-menukar termasuk ruislag, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang
disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus misalnya penjualan atau
pelepasan hak tanah kepada pemerintah untuk proyek Rumah Sakit Umum dan untuk proyek
kampus universitas, Penjualan, tukar-menukar termasuk ruislag, pelepasan hak, penyerahan
hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus, yaitu pembebasan tanah oleh pemerintah untuk
proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan
pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas keselamatan umum
seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
E. Subjek Pajak.
Subjek pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah orang pribadi atau badan yang mengalihkan tanah dan atau bangunan.
F. Dasar Pengenaan Pajak.
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan bersifat final
dengan DPP adalah jumlah bruto nilai pengalihan. Adapun batas pengalihan yang dikenakan
PPh adalah sebesar Rp. 60.000.000,-. Nilai pengalihan adalah nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan NJOP, kecuali : Pengalihan hak kepada
pemerintah, maka nilai yang digunakan adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang
bersangkutan, Pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, maka nilai yang digunakan
adalah nilai menurut risalah lelang. NJOP yang dimaksud adalah NJOP menurut SPPT PBB
tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT tersebut belum terbit maka WP dapat
mengajukan permohonan ke KPP Pratama untuk memperoleh Surat Keterangan NJOP.
Misalnya WP akan melakukan transaksi pada tanggal 5 Januari, sedangkan pada bulan-bulan
tersebut pada umumnya SPPT masih dalam proses pengadministrasian. Sehingga belum dapat
diketahui berapa benchmark NJOP untuk tahun berjalan bila diperkirakan nilai pengalihan
akan lebih rendah dari NJOP tahun sebelumnya. Untuk itu WP dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan NJOP yang pada dasarnya isinya sama
dengan SPPT PBB. Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan
yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau
bangunan yang bersangkutan berada atau bisa juga WP bersangkutan memohon untuk terlebih
dahulu diterbitkan SPPT PBB atas objek yang akan ditransaksikan.

G. Tarif.
Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah
bruto nilai pengalihan.
H. Pengertian RS/RSS menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2008.
Rumah Sederhana adalah bangunan yang terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah
Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Rumah Susun Sederhana adalah
bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai
tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian
maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang
mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dcngan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
I. Ketentuan Pembayaran.
Pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
bersifat final bagi Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi sejenis yang
melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai kegiatan usaha
pokoknya. Pembayaran penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final yang dibayar paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya. Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan jumlah setiap
pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan
lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan tersebut. Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran, wajib dibayar oleh
orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
diterimanya pembayaran. Yang Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan
kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah, Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, Orang pribadi
yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan, Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau
bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah
tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan, Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan,
Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.
J. PPh Atas Persewaan Tanah dan Atau Bangunan.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan
tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium,
gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
K. Dasar Hukum
Seperti halnya pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan, prinsip dasar yang mendasari pemberlakukan PPh final ialah kesederhanaan,
keadilan, dan peningkatan kepatuhan. Dasar hukum dari pemberlakuan PPh final atas
penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan atau bangunan ialah pasal 4 ayat 2
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan. Peraturan terkait lainnya antara lain: Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2002 merupakan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau
Bangunan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 120/KMK.03/2002 tanggal 2 April 2002
merupakan perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 394/KMK.04/1996 tanggal 5
Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-227/PJ/2002 tanggal 23 April 2002 merupakan pengganti Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor: SE-22/PJ.41/1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Persewaan Tanah dan atau Bangunan.
L. Tarif
Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar
10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan
jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh
penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau
bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan,
biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan.
M. Pemotong PPh.
Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan atau bangunan
adalah: Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar
negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak
Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan
bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan, Apabila penyewa
adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di
atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang
menyewakan.Saat Terutang PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
N. Penyetoran dan Pelaporan.
Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke
bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk
pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke KPP Pratamaselambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2). Apabila PPh terutang harus disetor sendiri oleh
yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank
persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk
pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal
20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).

2. Kesimpulan.
Objek pajak dari jenis pajak ini adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, Subjek pajak
penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, DPP PPh atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah jumlah bruto nilai
pengalihan. Adapun batas pengalihan yang dikenakan PPh adalah sebesar Rp. 60.000.000,-,
Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas RS dan RSS yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai
Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan. Atas
penghasilan yang diterima dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah,
rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah
toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final, Atas penghasilan
dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% dari jumlah bruto
nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

Anda mungkin juga menyukai