Anda di halaman 1dari 10

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH

TOPIK :
KRISTALISASI NILAI MANDIRI (KEBHAYANGKARAAN) TERHADAP
BUDAYA KORUPSI AUTOGENIK
JUDUL :
OPTIMALISASI PEMBINAAN PROFESIONALISME PENYIDIK
POLRES BANDUNG
GUNA MENCEGAH PERILAKU KORUPSI AUTOGENIK
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA KEPERCAYAAN MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

A; Latar Belakang
Satjipto Rahardjo menuturkan bahwa terwujudnya kepercayaan masyarakat
terhadap Polri ditentukan oleh kemampuan Polri dalam melaksanakan tugasnya,
karena struktur sosial, kultural dan ideologis dalam masyarakat telah menentukan
pemberian tempat kepada polisi, bagaimana polisi diterima masyarakat dan
bagaimana polisi harus bekerja. Refleksi harapan masyarakat terhadap Polri pada
dasarnya telah tergambar pada perubahan mind set dan culture set Polri dalam
program reformasi birokrasi. Namun demikian, meskipun sedang melakukan
reformasi birokrasi, masih banyak masyarakat yang merasa kecewa terhadap
pelayanan kepolisian, bahkan kerap ternoda oleh sikap dan perilaku oleh oknum
personel Polri yang tidak bertanggungjawab, seperti korupsi, pungli, kesewenang-
wenangan, kasar, dan sifat tidak terpuji lainnya.
Salah satu faktor penyebab kepercayaan masyarakat terhadap Polri saat ini
menurun adalah dengan terungkapnya berbagai penyimpangan yang dilakukan
oleh oknum anggota Polri salah satunya korupsi, utamanya korupsi dalam proses
penyidikan, yang mana ini masuk ke dalam kategori korupsi Autogenik. Korupsi
yang terjadi adalah anggota menerima pemberian dengan cara tercela atau
melawan hukum berupa uang, barang, jasa, dan koneksi tertentu untuk
memuluskan jalannya penyidikan dan penyelidikan. Maurice Punch (1985) dalam
bukunya, Police Organization, menjelaskan, korupsi bisa terjadi karena polisi
menerima atau dijanjikan keuntungan yang signifikan untuk melakukan sesuatu
yang ada dalam kewenangannya, melakukan sesuatu di luar kewenangannya,
2

melakukan diskresi dengan alasan tak patut, dan menggunakan cara di luar
hukum untuk mencapai tujuan. Keuntungan tersebut untuk kepentingan pribadi
polisi dan bisa juga dengan alasan untuk kepentingan operasional. Hal ini
menyebabkan proses penyidikan yang dilakukan menjadi tidak professional.
Berdasarkan hal tersebut di atas, proses penyidikan yang dilakukan oleh
penyidik Polres Bandung tidak professional karena kerap terjadi tindakan korupsi
oleh penyidik. Oleh karena itu, Kapolres Bandung telah melakukan upaya untuk
meningkatkan profesionalisme penyidik salah satunya pembinaan
profesionalisme. Pembinaan yang dilakukan ini dapat berjalan secara optimal
apabila menerapkan pola pembinaan yang sesuai dengan prosedur dan adanya
peran pimpinan yang optimal.

B; Pokok Permasalahan
Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada adalah
Bagaimana mengoptimalkan pembinaan profesionalisme penyidik Polres
Bandung agar dapat mencegah terjadinya perilaku Korupsi Autogenik
sehingga kepercayaan masyarakat terwujud ?.

C; Pokok-pokok persoalan
Melandasi permasalahan yang ada, persoalan-persoalan yang timbul
diantaranya :
1; Bagaimana pola pembinaan penyidik Polres Bandung ?
2; Bagaimana peran pimpinan dalam meningkatkan profesionalisme
penyidik Polres Bandung ?

BAB II
PEMBAHASAN

A; Analisis Judul
1; Variabel judul :
3

a; Variabel 1 : Optimalisasi Pembinaan Profesionalisme


Penyidik di Polres Bandung.
b; Variabel 2 : Mencegah perilaku korupsi Transaktif.
c; Variabel 3 : dalam rangka terwujudnya kepercayaan
masyarakat.
2; Kata kunci variabel :
a; Kata kunci variable 1 : Pembinaan.
b; Kata kunci variable 2 : mencegah.
c; Kata kunci variable 3 : Kepercayaan
3; Kriteria kata Kunci :
a; Kata kunci pembinaan :
Definisi pembinaan adalah proses, cara, perbuatan
membina1, pembinaan merupakan bagian dari proses
pengembangan organisasi sebagai proses untuk
meningkatkan efektifitas organisasi dengan memadukan
keinginan individu untuk tumbuh dan berkembang dengan
tujuan organisasi,
b; Kata kunci mencegah : diartikan sebagai menahan agar
sesuatu tidak terjadi; menegahkan; tidak menurutkan.
c; Kata kunci kepercayaan : Kepercayaan terjadi ketika
seseorang yakin dengan reliabilitas dan integritas dari orang
yang dipercaya (Morgan & Hunt, 1994).

B; Kondisi Pokok Bahasan


1; Kondisi faktual
a; Kondisi pola pembinaan terhadap penyidik Polres Bandung
Kurangnya profesionalisme penyidik disebabkan tidak
didukungnya penyidik dengan berbagai kemampuan sehingga
cenderung melakukan penyimpangan yang digambarkan
sebagai berikut :
1; Pembinaan yang dilakukan belum tepat sasaran
khususnya personel yang diduga melakukan
penyimpangan.
2; Intensitas pembinaan yang dilakukan masih bersifat
rutinitas semata, tidak ada target yang ditetapkan.
3; Belum terukurnya output dari pembinaan seperti
hilangnya perilaku koruptif.

1 http://kbbi.web.id/bina
4

b; Kondisi peran pimpinan dalam meningkatkan profesionalisme


penyidik Polres Bandung
1; Pejabat penyidik kurang memberikan arahan yang jelas
sehingga kurang dipahami oleh anggota;
2; Pimpinan kurang memahami dan memberikan solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi anggota;
3; Pimpinan kurang memberikan penekanan terhadap
perilaku anggota agar tidak melakukan tindakan
korupsi.
c; Kondisi di atas berimplikasi pada berkembangnya perilaku
korupsi autogenik oleh penyidik yang menyebabkan
rendahnya kepercayaan masyarakat.
2; Kondisi ideal
a; Kondisi pola pembinaan terhadap penyidik Polres Bandung
Pembinaan yang diharapkan mampu melahirkan
penyidik yang profesional dengan meminimalisir perilaku
koruptif, pembinaan yang diharapkan diantaranya :
1; Pembinaan yang dilakukan tepat sasaran sehingga
personel yang diduga melakukan penyimpangan dapat
terbina.
2; Meningkatkan intensitas pembinaan dan adanya target
yang ditetapkan dalam meminimalisir penyimpangan.
3; Terukurnya output dari pembinaan seperti hilangnya
perilaku koruptif.
b; Kondisi peran pimpinan dalam meningkatkan profesionalisme
penyidik Polres Bandung.
Pimpinan memiliki peran yang amat penting untuk
mendukung terwujudnya profesionalisme penyidik, peran
pimpinan yang diharapkan diantaranya :
1; Pejabat penyidik memberikan arahan yang jelas
sehingga mampu dipahami oleh anggota;
2; Pimpinan memahami dan memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi anggota;
3; Pimpinan memberikan penekanan terhadap perilaku
anggota agar tidak melaksanakan tindakan korupsi.
c; Kondisi di atas akan memberi kontribusi pada tercegahnya
perilaku menyimpang sehingga mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat.
5

C; Faktor-faktor yang mempengaruhi


1; Faktor Internal
a; Kekuatan
1; Kebijakan pimpinan dalam meningkatkan
profesionalisme penyidik;
2; Pedoman penyidikan yang diatur dalam Perkap Nomor
14 Tahun 2014 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
3; Siklus manajemen sumber daya manusia Polri untuk
memperoleh penyidik yang sesuai.
4; Adanya satuang fungsi khusus yang dapat memberikan
pembinaan sumber daya manusia ditingkat Polres.
5; Adanya program sinergitas Polri dengan
lembaga/instansi luar yang menjadi landasan
kerjasama.
b; Kelemahan
1; Masih lemahnya pemahaman penyidik terhadap
Manajemen Penyidikan Tindak pidana.
2; Penempatan penyidik yang kurang sesuai dengan
bidang dan keahlianya.
3; Banyaknya tunggakan kasus yang berdampak pada
tingginya komplain masyarakat
4; Masih adanya penyidik yang berperilaku koruptif.
5; Pengawasan internal belum dilaksanakan secara
komprehensif
2; Faktor Eksternal
a; Peluang
1; Adanya pengawas eksternal seperti Kompolnas dan
Ombudsman maupun masyarakat.
2; Adanya dukungan dari unsur criminaly justice system
(CJS)
3; Tingginya harapan dan tuntutan masyarakat agar
Polres Bandung dapat menyelesaikan perkara / kasus
yang terjadi.
4; Perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan
dalam proses penyidikan agar efektif.
6

5; Terjalinnya kerjasama dengan berbagai pihak dalam


mendukung pembinaan perilaku penyidik.
b; Ancaman
1; Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah.
2; Perkembangan sosiologis masyarakat berdampak pada
masih berkembangnya tindak pidana.
3; Berkembangnya budaya koruptif di masyarakat
sehingga berdampak terbukanya ruang untuk berlaku
korupsi.
4; Partisipasi masyarakat yang masih rendah dalam
mencegah terjadinya perilaku menyimpang penyidik.
5; Perkembangan IT yang dimanfaatkan untuk melakukan
tindakan menyimpang seperti korupsi.

D; Upaya pemecahan masalah


Sebagai upaya pemecahan masalah terhadap optimalisasi pembinaan
profesionalisme Penyidik Polres Bandung guna mencegah perilaku menyimpang
dalam rangka terwujudnya kepercayaan masyarakat dengan menentukan visi,
misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan action plan sebagai berikut :
1; Visi
Terwujudnya pembinaan profesionalisme penyidik Polres bandung agar
mampu mencegah perilaku Korupsi Autogenik sehingga kepercayaan
masyarakat terwujud
2; Misi
a; Mewujudkan pola pembinanan yang efektif.
b; Meningkatkan peran pimpinan.
3; Tujuan
a; Terlaksananaya pola pembinaan yang efektif.
b; Terciptanya peran pimpinan secara optimal.
4; Sasaran
a; Meningkatkan kompetensi penyidik baik pengetahuan, keterampilan
maupun perilaku.
b; Meningkatkan kesadaran penyidik agar menghindari perilaku
menyimpang.
c; Menyelesaikan perkara secara maksimal dan meningkatkan
kepuasan masyarakat.
5; Kebijakan
7

Memberikan pemahaman tentang Manajemen Penyidikan Tindak


Pidana dan meningkatkan sosialisasi Pendidikan Budaya Anti Korupsi
kepada para penyidik.
6; Strategi
STRENGHT WEAKNESS
1; Kebijakan pimpinan 1; Lemahnya penyidik pedomani
INTERNAL 2; Perkap Nomor 14 Tahun 2012 Manajemen penyidikan TP
tentang Manajemen Penyidikan2; Penempatan penyidik yang
Tindak Pidana kurang sesuai
3; Siklus MSDM Polri 3; Banyaknya tunggakan kasus
EKSTERNAL 4; Adanya Bagsumda di tingkat Polres 4; Perilaku penyidik yang masih
5; Adanya program sinergitas Polri koruptif
dengan lembaga/instansi luar 5; Pengawasan internal belum
komprehensif
OPPORTUNITY S-O W-O
1; Adanya pengawasan eksternal 1; Meningkatkan dukungan pimpinan 1; Meningkatkan kemampuan
2; Adanya CJS terhadap upaya pembinaan penyidik
3; Harapan yg tinggi dari masy kepada penyidik 2; Menyelesaikan kasus2 secara
Polri 2; Meningkatkan sinergitas dengan tuntas
4; Perkembangan teknologi yg dapat CJS
dimanfaatkan
5; Adanya program sinergitas Polri
dengan lembaga/instansi luar
THREATS S-T W-T
1; Tingkat kepercayaan masy masih1; Mengoptimalkan peran pimpinan
rendah dlm mencegah perilaku koruptif
2; Perkembangan sosiologis masy anggota
berdampak pada berkembangnya TP 2; Mensosialisasikan Manajemen
3; Berkembangnya budaya koruptif penyidikan TP
membuka ruang untuk berlaku3; Meningkatkan tindak pencegahan
korupsi terhadap budaya koruptif
4; Partisipasi masy yg rendah dalam4; Menjalin kerjasama dengan instansi
mencegah perilaku menyimpang. terkait
5; Perkembangan IT yang dimanfaatkan5; Meningkatkan partisipasi
untuk melakukan tindakan masyarakat sebagai pengawas
menyimpang eksternal

7; Impelementasi Strategi / Action plan


a; Strategi Jangka Pendek ( 3 Bulan)
1; Mengoptimalkan peran pimpinan dalam mencegah
penyimpangan anggota, melalui upaya :
a; Kasatreskrim meningkatkan intensitas jam arahan
pimpinan.
b; Kasatreskrim memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi anggota;
8

c; Kasatreskrim memberikan penekanan terhadap


perilaku anggota agar tidak melaksanakan tindakan
korupsi.
2; Mensosialisasikan Manajemen penyidikan Tindak Pidana,
melalui upaya :
a; Kasatreskrim secara rutin memberikan arahan kepada
para penyidik tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
b; Kasatreskrim beserta anggota mensosialasikan tahap-
tahap penyidikan kepada masyarakat.

b; Strategi Jangka menengah ( 6 Bulan)


1; Meningkatkan tindak pencegahan terhadap budaya koruptif,
melalui upaya :
a; Kasatreskrim bersama Kabag Sumda
menyelenggarakan pembinaan Pendidikan Budaya
Anti Korupsi dan menandatangi pakta integritas.
b; Kasatreskrim bersama Kasie Propam dan Kasie Was
meningkatkan pengawasan.
2; Menjalin kerjasama dengan instansi terkait, melalu upaya :
a; Kasatreskrim bersama Kabagsumda mengadakan
pelatihan bersama dengan instansi terkait dengan
peningkatan integritas anti korupsi.
b; Kasatreskrim membuat nota kesepahaman dengan
instansi pemerintah dalam meningkatkan
profesionalisme dengan saling memberikan dukungan
dalam proses terwujudnya budaya anti korupsi.
c; Strategi jangka panjang (1 Tahun)
Meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai pengawas
eksternal, melalui upaya :
1; Kasatreskrim bersama anggota membuat wadah atau forum
di masyarakat sebagai sarana evaluasi kinerja penyidik.
2; Kasatreskrim bersama anggota membuka jaringan informasi
terkait pelaksanaan tugas penyidik melalui media sosial
seperti website, facebook, twiter maupun layanan call center.
9

BAB III
PENUTUP

A; Kesimpulan
Setelah menguraikan permasalahan dan persoalan yang ada maka penulis
menarik kesimpulan bahwa :
1; Pola pembinaan penyidik Polres Bandung saat ini kurang optimal
sehingga berdampak pada masih adanya perilaku koruptif yang
dilakukan oleh oknum penyidik, hal ini disebabkan pembinaan yang
kurang tepat sasaran, intensitas pembinaan yang minim serta tidak
terukurnya output pembinaan yang dilakukan. Karena itu untuk
meningkatkan strategi yang digunakan diantaranya dengan
mensosialisasikan Manajemen penyidikan Tindak Pidana dan
meningkatkan tindak pencegahan terhadap budaya koruptif.
2; Peran pimpinan dalam meningkatkan profesionalisme penyidik
Polres Bandung belum maksimal karena kurangnya arahan yang
jelas, pimpinan kurang memahami dan memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi anggota serta kurang memberikan
penekanan terhadap perilaku anggota agar tidak melaksanakan
tindakan korupsi. Untuk itu dilakukan upaya mengoptimalkan peran
pimpinan dalam mencegah penyimpangan anggota.

B; Rekomendasi
1; Mengusulkan kepada Kapolda cq. Karo SDM untuk membuat pakta
integritas bagi para penyidik selain untuk bersikap profesional juga
menghindari budaya korupsi yang merugikan institusi.
2; Mengusulkan kepada Kapolda cq. Karo SDM untuk menjalin
kerjasama dengan Lembaga keagamaan dalam rangka Binrohtal
untuk membentengi penyidik dari perilaku menyimpang.
10

Anda mungkin juga menyukai