Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeklampsia, mempersulit lebih


dari 10% kehamilan di seluruh dunia, merupakan salah satu dari penyebab
kematian ibu dan bayi terbanyak di seluruh dunia. 1 Kematian ibu dan perinatal
merupakan tolok ukur kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara. Diantara
negara ASEAN, Indonesia yang tergolong negara sedang berkembang,
mempunyai kontribusi angka kematian maternal sebesar 390/100.000 dan angka
kematian perinatal 400/100.000 persalinan hidup. Di Indonesia, preeklampsia dan
eklampsia merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya kematian
maternal dan perinatal selain perdarahan dan infeksi. Kasus preeklampsia terjadi
sekitar 30 40% menyebabkan kematian ibu dan menyebabkan 30-50% kematian
perinatal.2
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih
cukup tinggi, sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam
kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medis baik di pusat
maupun di daerah.3,4
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tren AKI di
Indonesia menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada tahun
2007 masih cukup tinggi, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup,
Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup,
serta Malaysia dan Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran
hidup. Meskipun, Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan
AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, namun pada
tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi
359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Peningkatan jumlah penduduk dan
jumlah kehamilan berisiko turut mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini.
Berdasarkan prediksi Biro Sensus Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia

1
akan mencapai 255 juta pada tahun 2015 dengan jumlah kehamilan berisiko
sebesar 15 -20 % dari seluruh kehamilan.5

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi


dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.5,6

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi dalam Kehamilan


2.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik
yang mencapai 90 mmHg atau lebih dalam dua kali pengukuran dengan jarak 4
jam atau tekanan darah diastolik yang mencapai 110 mmHg dalam satu kali
pengukuran.1
2.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan digolongkan sebagai berikut:
1. Preeklampsia-Eklamsia
Diagnosis preeklampsia ditegakkan dengan timbulnya hipertensi diatas
usia kehamilan 20 minggu dengan proteinuria atau salah satu tanda-
tanda perburukan. Diagnosis eklampsia ditegakkan dengan timbulnya
kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak
disebabkan oleh hal lain.1,8
2. Hipertensi Kronis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya hipertensi sebelum masa
kehamilan, atau hipertensi yang didiagnosis sebelum gestasi 20
minggu, atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi
20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.1,8
3. Hipertensi Kronis dengan Superimposed Preeklampsia
Hipertensi kronis yang dihubungkan dengan preeklampsia.1
4. Hipertensi Gestasional
Diagnosis ditegakkan dengan timbulnya hipertensi diatas usia
kehamilan 20 minggu dan kembali normal di bawah 12 minggu
postpartum tanpa adanya proteinuria atau tanda-tanda perburukan.1,8

2.1.3. Faktor Resiko Hipertensi dalam Kehamilan


Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
maka dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.
Primigravida, primipaternitas.

3
2.
Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
3.
Umur yang ekstrim, < 20 tahun atau > 35 tahun.
4.
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia/eklampsia.
5.
Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6.
Obesitas.8

2.2. Preeklamsia

Preeklampsia sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi


dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan. Meskipun kedua kriteria ini
masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan
adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya
kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.9
Preeklampsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel. Preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia
kehamilan 20 minggu disertai adanyagangguan organ. Jika hanya didapatkan
hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklampsia,
harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun
jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu: 1,2,3,9
1.
Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2.
Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3.
Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4.
Edema Paru
5.
Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

4
6.
Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).9
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1.
Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
2.
Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3.
Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
4.
Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5.
Edema Paru
6.
Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7.
Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV) 9

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan. 9
2.2.1. Patofisiologi Pre-Eklamsia

5
Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan
perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu
pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling
dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta,
diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan
terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga
fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok
respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.10
Banyak teori yang yang telah dikemukan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak
benar. Teori-teori sekarang banyak dianut adalah :

Teori kelaianan Vaskuler plasenta

Teori iskemia, plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan anak

Teori defisiensi besi

Teori Inflamasi 11

2.2.3. Diagnosis Pre-Eklamsia


Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut.5,6,10

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Preeklampsia

6
Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
Protein urin Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstik > positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
Trombositopeni Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
Sirkulasi
Uteroplasenta adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV)
Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika
didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini :
Hipertensi Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
Trombositopeni Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis Stroke, nyeri kepala, gangguan visus 7

Gangguan Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)


Sirkulasi
2.2.4. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit


preeklampsia:
1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janin.
2. Lahirnya bayi yang kemungkinan dapat berkembang.
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Tatalaksana Umum terhadap preeklampsia adalah: 1,3,8,11


Dirujuk ke Rumah Sakit
Penderita preeklampsia dan eklampsia wajib dirujuk ke rumah sakit.
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena). Pemberian obat antikejang, yaitu
magnesium sulfat (MgSO4.7H2O). Tujuan utama pemberian
magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk mencegah dan
mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas
dan mortalitas maternal serta perinatal. Cara kerja magnesium sulfat
belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya
adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos,
termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai
antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi
dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi
akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam
neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.
Penggunaan magnesium sulfat berhubungan dengan efek samping
minor yang lebih tinggi seperti rasa hangat, flushing, nausea atau
muntah, kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari lokasi injeksi.
Guideline RCOG merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat
4 g selama 5 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2
g/jam selama 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali
terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan pemberian magnesium

8
sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan
saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat.
Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang
berulang. Pemberian antikonvulsan lainnya seperti diazepam, fenitoin,
atau lytic cocktail sebagai alternatif magnesium sulfat pada wanita
dengan preeklampsia tidak direkomendasikan.
Terapi Antihipertensi
Cut off tekanan darah yang dipakai untuk pengobatan hipertensi pada
kehamilan adalah 150/100 mmHg, dengan mempertahankan tekanan
darah paling rendah 140/90 mmHg.
Jenis obat antihipertensi yang dipakai di Indonesia:

Nama Obat Dosis Keterangan

Nifedipin 4 x 10-30 mg per oral (short Dapat menyebabkan


acting) hipoperfusi pada ibu
1 x 20-30 mg per oral (short
dan janin bila
acting/ Adalat OROS)
diberikan sublingual

Nicardipin 5mg/jam dapat dititrasi


2,5mg/jam tiap 5menit hingga
maksimum 10mg/jam

Metildopa 2 x 250-500 mg per oral (dosis


maks 2000mg/hari)

Pemberian antihipertensi:
o Antihipertensi lini pertama
Nifedipin:dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
o Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 g i.v./kg/menit; ditingkatkan 0,25 g
i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg i.v./5 menit; atau i.v. 10 mg/menit/titrasi.
Jenis obat hipertensi yang dipakai di Amerika adalah hidralazine
(apresoline) injeksi, suatu vasodilator langsung pada arteriol yang
menimbulkan refleks takikardi, peningkatan cardiac output, sehingga

9
memperbaiki perfusi utero-plasenta. Obat hipertensi lain yang dapat
dipakai adalah labetalol. Terapi labetalol tidak boleh digunakan pada
wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif. Penggunaan ACE-
Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil.
Ibu yang mendapat antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga postpartum.

Kortikosteroid
Betamethasone dan dexamethasone adalah kortikosteroid yang paling banyak
dipelajari, dan umumnya lebih dipilih untuk mengobatan antenatal untuk
mempercepat pematangan organ janin. Institut konsensus Nasional Anak dan
Perkembangan Manusia 2000 telah meninjau semua laporan tentang keamanan
dan keberkesanan betamethasone dan dexamethasone. Tidak ditemukan bukti
ilmiah yang signifikan untuk mendukung rekomendasi bahwa betamethasone
lebih baik berbanding dexamethasone.13,15
Pengobatan kortikosteroid harus terdiri dari 2 dosis 12mg bethametasone
yang diberikan secara IM dalam 24 jam atau 4 dosis 6mg dexamethasone
diberikan secara IM setiap 12 jam. Namun, tidak ada manfaat tambahan yang
telah ditunjukkan untuk dosis awal kortikosteroid dengan interval dosis lebih
pendek dari yang dijelaskan sebelumnya, sering disebut sebagai dosis yang
dipercepat, bahkan saat persalinan akan segera dilakukan.13,15,16

Diperkirakan bahwa efek positif optimal jika kelahiran terjadi antara 24


jam dan 7 hari setelah pemberian kostikosteroid. Jika waktu interval melebihi 7
hari, dimungkinkan untuk mengulang pemberian kortikosteroid, namun tidak
diketahui bayi akan mendapat keuntungan dari dosis yang berulang tersebut.
Meskipun pemberian berulang kortikosteroid dapat mengurangkan risiko kelainan
paru bayi dan penyebab morbiditas lainnya, ia juga memiliki efek berbahaya
seperti menghambat pertumbuhan bayi. 14 Studi menunjukkan penurunan
perdarahan intraventrikular, sindrom gangguan pernapasan dan kematian bahkan
ketika pengobatan berlangsung kurang dari 24 jam, meskipun manfaat optimal
dimulai 24 jam setelah terapi dan berlangsung selama tujuh hari.17

10
Sebuah studi telah dilakukan pada 109 ibu hamil dengan usia kehamilan
28-34 minggu gestasi dan diberikan terapi kostikosteroid antenal single course
yang bertujuan untuk pematangan paru janin. Sebanyak 104 orang ibu hamil yang
diberikan terapi kostikosteroid, 29 orang melahirkan < 2 hari setelah pemberian,
41 melahirkan setelah 2-7 hari pemberian, dan 34 orang yang melahirkan setelah
>7 hari pemberian terapi. Neonatus yang lahir antara 2-7 hari setelah pemberian
kortikosteroid didapatkan kadar yang rendah untuk diresusitasi. Neonatus yang
lahir <2 hari setelah pemberian lebih banyak yang harus diresusitasi setelah lahir.
Dan neonatus yang lahir >7 hari pemberian didapatkan paling sedikit yang harus
diresusitasi.14

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.


Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Dosis yang diberikan :
Terminasi dalam 7 hari : betamethasone 12 mg atau dexamethasone 6
mg diberikan secara i.m. setiap 24 jam pada usia kehamilan 24 hingga
34 minggu.
Pertimbangkan pemberian double dosebethamethasone atau
dexamethasone pada usia kehamilan 35 hingga 36 minggu.

Penanganan Preeklampsi terhadap kehamilan ibu dibedakan menjadi


penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Tujuan utama dari manajemen
ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi
morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan
ibu. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal
seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio plasenta.
Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas
perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan
perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata rata
lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin
terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian
sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian
neonatal. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia

11
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat. Perawatan poliklinis secara ketat dapat
dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat. Evaluasi ketat yang
dilakukan adalah evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh
pasien, evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis, evaluasi
jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu, evaluasi USG dan kesejahteraan
janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam seminggu). Jika didapatkan tanda
pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry
terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.9
Pada Preeklampsia berat, manajemen ekspektatif direkomendasikan pada
kasus dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin stabil. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat
dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang
melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat, pemberian kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin. Pasien dengan
preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama
melakukan perawatan ekspektatif.9

12
Bagan 1. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia

13
Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat
2.2.5. Indikasi Rujuk

14
Preeklampsia termasuk ke dalam tingkat kemampuan 3B, dimana lulusan
dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, dan juga mampu menindak
lanjut sesudah kembali dari rujukan.
Indikasi rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
1.
Semua penderita preeklampsia-eklampsia. Kriteria preeklampsia adalah
apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu atau lebih
gejala/tanda di bawah ini:
a. Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi
(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam
keadaan his.
b. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan
kreatinin plasma.
c. Gangguan visus dan serebral.
d. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
e. Edema paru dan sianosis.
2.
Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyakit dasar
kardiovaskular, renovaskular, atau metabolic.
3.
Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyulit obstetrik.
4.
Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.11

2.2.6. Prognosis Preeklampsia


Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri, dimana perubahan
patofisiologi akan segera mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik karena merupakan
gejala awal penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam
kemudian.8
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin
dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita
eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada
fase neonatal karena kondisi bayi sudah sangat inferior.12

2.2.7. Pencegahan Preeklampsia

15
Pencegahan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada
perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia
adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan
dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal.8
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat.
Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia, tirah
baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
preeklampsia. Sebaiknya diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan
yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh (misalnya omega-3 PUFA), antioksidan
(vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-asetilsistein, dan asam lipoik), serta
elemen logam berat (zinc, magnesium, dan kalsium).8
Pencegahan medikal dengan pemberian diuretik tidak terbukti mencegah
terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak
terbukti mencegah terjadinya preeklampsia. Pemberian kalsium 1.500-2.000
mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya
preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365
mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia adalah
aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga
diberikan obat-obatan antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, -karoten,
CoQ10, N-asetilsistein, dan asam lipoik.8

BAB 3

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS PRIBADI

16
Nama Rini Handayani
Umur 32 tahun
Perkerjaan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam
Suku Jawa
Alamat Jl Mangaan VII LK Desa Mabar, Medan Deli, Medan
Tanggal Masuk 17/04/2017
Jam masuk 12:02
No. RM 01.02.81.05
Paritas G1P0A0

ANAMNESIS PENYAKIT

Ny.R, 35 tahun, G1P0A0, Islam Jawa, SMA, IRT,i/d Tn S, 34tahun, Islam, Jawa,
SD, Wiraswasta

Keluahan utama : Nyeri kepala hebat

Telaah :Hal ini dialami pasien sejak 3 hari ini dan semakin
memberat hari ini. Nyeri kepala memberat terutama saat beraktivitas. Nyeri
kepala dirasakan hampir di seluruh kepala. Nyeri kepala bersifat hilang timbul dan
hilang dengan obat anti nyeri. Riwayat nyeri kepala (+). Pasien mengalami
tekanan darah tinggi sejak kehamilan 6 bulan, dengan tekanan darah tertinggi
220/120 mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (+). Riwayat kepala
pusing (+). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat kejang (-). Mual (-). Muntah
(-). Riwayat keluar lendir berdarah (-). Riwayat keluar air - air dari kemaluan (-).
Riwayat mules-mules (-). BAK (+)Normal. BAB(+)Normal.

RPT : Tekanan darah tidak terkontrol

RPO :Tidak jelas

17
RIWAYAT HAID

HPHT : ? / 08/ 2016

TTP : ?/ 05/2017

ANC : Bidan 4x, Sp.OG 4x

RIWAYAT PERSALINAN

1.Hamil Ini

PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS PRESENT

Sensorium Compos Mentis


Tekanan Darah 220/120 mmHg
Pernafasan 22 x/ menit
Nadi 106 x/ menit
Suhu 36,7
Anemia Tidak Ada
Ikterus Tidak Ada
Sianosis Tidak Ada
Dispnoe Tidak Ada
Edema (+) Pretibial
Tanda Dehidrasi Tidak Ada
Kelainan Fisik Tidak Ada

B. STATUS OBSTETRIKUS

Inspeksi Abdomen Membesar, Asimetris


Palpasi 4 jari dibawah processus xiphoideus
-Tinggi Fundus Uteri

18
--Detak Jantung Janin 156x/menit
-Gerak Janin (+)
-His (-)

C. STATUS GINEKOLOGIS

USG Trans Abdominal


-Janin Tunggal. Intrauteri. Presentasi Kepala. Anak Hidup
-Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate (+)
-Biparietal Diameter : 84.6mm
-Abdomen Circumference : 32,2cm
-Fetal Length : 69,3mm
- Air ketuban :cukup
-Estimated Fetal Weight : 2595

Kesan : Intrauterine Pregnancy (35-36)mgg+


Presentasi Kepala +Anak Hidup

D. Pemeriksaan Labotarium
(17/04/2017 , 12.13 WIB)
TES RESULT UNIT REFERENCE
Hemoglobin 13,20 g% 12 - 14
Erythrocyte 4,94 103/mm3 4,50 - 5,50
Leucocyte 9,98 /ul 4 - 10
Platelet 305 103/mm3 150 - 400
Hematocrite 39,4 % 36 - 42
Eosinophil 1,2 % 0 - 0,5
Basophil 0,7 % 0 - 0,1
Neutrophil 69,5 % 50 - 70
Lymphocyte 21,5 % 20 - 40
Monocyte 7,1 % 2-8
Neutrophil 6,93 103/L 5-7
Absolute
Lymphocyte 2,15 103/L 1-4
Absolute
Eosinophil 0,12 103/L 0 - 0,5
Absolute
Basophil 0,07 103/L 0 - 0,1

19
Absolute
MCV 79,8 F1 80 - 97
MCH 26,7 Pg 27 - 33,7
MCHC 33,5 g% 31,5 - 35
SGOT 29 U/L 0 - 40
SGPT 15 U/L 0 - 40
PT 13,7 Detik 14,4
APTT 36,4 Detik 30,2
INR 1,12 1 - 1,3
Fibrinogen 597 mg/dl 240 - 340
Ureum 24 mg/dl 10,00 - 50,00
Kreatinin 8,0 mg/dl 0,60 - 1,20
Natrium 137 mmol/dL 136 - 155
Kalium 3,9 mmol/dL 3,5 - 5,5
Klorida 117 mmol/dL 95 - 103

DIAGNOSA SEMENTARA

Preeklampsia with severe feature + Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (35-


36) minggu + Presentasi Kepala +Anak Hidup + Belum Inpartu

TERAPI

-MgSo4 Loading dose MgSo4 40% 10cc + 10cc aquadest Bolus lambat

-Mgso4 Maintainance Dose IVFD RL 500cc + MgSo4 40% 30cc


14gtt/menit

-Inj Dexamethasone 15mg/Single dose

-Nifedipin 1 x 10mg tab

RENCANA PERSALINAN

- Terminasi Kehamilan (SC)


- Konsul anastesi, konsul anak

20
LAPORAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA

Pada tanggal 17 April 2017, jam 14.45 dengan SC a/i preeclampsia dengan
gejala berat, lahir bayi Laki-laki dengan BB: 3000 gram; PB: 50 cm; Apgar
score: 7/8; anus (+)

Ibu dibaringkan di atas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.

Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada lapangan operasi dan ditutup
dengan doek steril kecuali pada lapangan operasi

Di bawah anestesi spinal dilakukan insisi pfannestiel mulai kutis dan subkutis
( 10 cm). Dengan bantuan pinset dan gunting, fascia digunting ke kanan dan
ke kiri otot secara manual tumpul.

Peritoneum diklem kemudian digunting ke atas dan ke bawah. Tampak uterus


gravidarum. Dilakukan insisi low cervical sehingga menembus endometrium
lalu selaput ketuban dipecahkan lalu dilebarkan searah sayatan dengan
menarik.

Dengan meluksir kepala, lahir bayi Laki-laki dengan BB: 3000 gram; PB:
50cm; Apgar score: 7/8; anus (+).

Tali pusat diklem dikedua sisi kemudian digunting diantaranya. Dengan


melakukan peregangan tali pusat terkendali, plasenta dilahirkan, kesan
lengkap.

Kavum uterus dibersihkan. Kedua ujung luka diklem dan uterus dijahit secara
continuous interlocking.

21
Evaluasi: tidak ada perdarahan. Kavum abdomen dibersihkan. Dinding
abdomen ditutup lapis demi lapis. Luka operasi diperban.

Keadaan umum ibu post operasi stabil.

TERAPI :

-IVFD RL + MgSo4 40% 30cc14gtt/i

-IVFD RL + oxytocin 10-10-5-5 20gtt/i

-Inj Ceftriaxone 1gr/12jam

-Inj Ketorolac 30mg/8jam

-Inj Ranitidin 50mg/12jam

-Inj Gentamicin 80mg/8jam

Rencana :

-Cek darah rutin 2 jam post sc

-monitor vital sign, kontraksi, perdarahan pervaginam

NEONATUS

1. Jenis kelahiran : Tunggal


2. Lahir tanggal, pukul : 17 April 2017
3. Keadaan lahir : Hidup
4. Nilai APGAR : 7/8
5. Bantuan pernafasan : Tidak ada
6. Jenis kelamin : Laki-laki
7. Berat badan (g) : 3000gram
8. Panjang badan (cm) : 50cm

22
9. Kelainan bawaan : Tidak ada
10. Trauma : Tidak ada

PEMANTAUAN POST SC (KALA IV)

Jam (WIB) 16.15 16.45 17.15 17.45 18.15


TD (mmHg) 160/100 160/90 170/100 170/80 160/90
HR (x/menit) 116 112 102 104 104
RR (x/menit) 20 20 22 20 20
Kontraksi Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat
Uterus
TFU (cm) setentang setentang 1 jari 2 jari 2 jari
pusat pusat bawah bawah bawah
pusat pusat pusat
Perdarahan(cc) 5 5 5 5 5

Pemeriksaan Laboratorium Post 2jam SC

TES RESULT UNIT REFERENCE


Hemoglobin 14,30 g% 12 - 16
Erythrocyte 5,31 103/mm3 4,00 - 5,40
Leucocyte 19,35+ /ul 4 - 11
Platelet 313 103/mm3 150 - 400
Hematocrite 41,8 % 36 - 48
Eosinophil 0,1 % 0 - 0,5
Basophil 0,2 % 0 - 0,1
Neutrophil 92,3 % 50 - 70
Lymphocyte 5,3 % 20 - 40
Monocyte 2,1 % 2-8
Neutrophil 17,87 103/L 5-7
Absolute
Lymphocyte 1,02 103/L 1-4
Absolute

23
Eosinophil 0,02 103/L 0 - 0,5
Absolute
Basophil 0,03 103/L 0 - 0,1
Absolute
MCV 78,7 F1 80 - 97
MCH 26,9 Pg 27 - 33,7
MCHC 34,2 g% 31,5 35

FOLLOW UP

18 April 2017 (06.00 WIB)


S Nyeri Luka Operasi

24
Sens: Compos Mentis Anemis :-
O
TD : 160/100mmHg Sianosis: -

HR :106x/menit Ikterik : -

RR : 26x/menit Dypsnoe: -

Temp: 36,6 C Oedema: -

Abdomen: soepel, peristaltik (+) Normal

Tinggi Fundus Uteri: 2 jari bawah pusat, kontraksi kuat

L/O : tertutup verban, kesan kering

P/V: - Lochia: + Rubra

BAK (+) via kateter, oup 70cc/jam, warna kuning

BAB (-), Flatus (+)

Post SC a/i Preeklampsia dengan gejala pemberat + Nifas


A
Hari 1
P -IVFD RL + MgSo4 40% 30cc14gtt/i

-IVFD RL + oxytocin 10-10-5-5 20gtt/i

-Inj Ceftriaxone 1gr/12jam

-Inj Ketorolac 30mg/8jam

-Inj Ranitidin 50mg/12jam

-Inj Gentamicin 80mg/8jam

-Amlodipin 1x 10mg

-Captopril 2 x 25mg
Rencana - Acc pindah ruangan

25
19 April 2017 (06.00 WIB)
S Nyeri Luka Operasi
Sens: Compos Mentis Anemis :-

O TD : 170/100mmHg Sianosis: -

HR :104x/menit Ikterik : -

RR : 24x/menit Dypsnoe: -

Temp: 36,7 C Oedema: -

Abdomen: soepel, peristaltik (+) Normal

Tinggi Fundus Uteri: 2 jari bawah pusat, kontraksi kuat

L/O : tertutup verban, kesan kering

P/V: (-) Lochia rubra

BAK (+) via kateter, oup 50cc/jam, warna kuning

BAB (-), Flatus (+)


Post SC a/i Preeklampsia dengan gejala pemberat + Nifas
Hari 2
A
P -IVFD RL 40gtt/i

-Inj Ketorolac 30mg/8jam

-Inj Ranitidin 50mg/12jam

-Inj Gentamicin 80mg/8jam

-Amlodipin 1x 10mg

-Captopril 2 x 25mg

-Asam mefenamat 3 x 500 mg

-Cefadroxil 2 x 50mg
Rencana - Aff kateter,

26
- aff infus
- Terapi Oral

20 April 2017 (06.00 WIB)


S Nyeri Luka Operasi
Sens: Compos Mentis Anemis :-

O TD : 150/90mmHg Sianosis: -

HR :94x/menit Ikterik : -

RR : 22x/menit Dypsnoe: -

Temp: 36,2 C Oedema: -

Abdomen: soepel, peristaltik (+) Normal

Tinggi Fundus Uteri: 2 jari bawah pusat, kontraksi kuat

L/O : tertutup verban, kesan kering

P/V: (-) Lochia rubra

BAK (+) via kateter, oup 50cc/jam, warna kuning

BAB (-), Flatus (+)


A Post SC a/i Preeklampsia dengan gejala pemberat + Nifas
Hari 3
P -Amlodipin 1x 10mg

-Captopril 2 x 25mg

-Asam mefenamat 3 x 500 mg

-Cefadroxil 2 x 500mg

- Nifedipin 10mg (k/p)

- Vitamin B kompleks 2x1

27
PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI
(11.00 WIB)

--Amlodipin 1x 10mg

-Captopril 2 x 25mg

-Asam mefenamat 3 x 500 mg

-Cefadroxil 2 x 500mg

- Vitamin B kompleks 2x1

BAB 4

ANALISIS KASUS

Preeklampsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang mengenai


usia kehamilan > 20 minggu disertai adanya gangguan organ, dengan tanda utama
hipertensi (> 140/90 mmHg) dan proteinuria.
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama

28
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru

6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus


7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Pada kasus ini dijumpai pasien wanita 35 tahun, G1P0A0 dengan usia kehamilan
35-36 minggu datang dengan keluhan nyeri kepala hebat, dengan TD 200/110
mmHg , protein urin ++ . Pada pasien ditemukan gangguan pada ginjal dengan
Creatinin yang meningkat yaitu 8,0 mg/dl, maka pasien ini dikategorikan sebagai
preeklamsia dengan gejala berat.

Penatalaksanaan preeklampsi dengan gejala berat (PEB), terdiri dari penanganan


aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan
persalinan tanpa ada penundaan. Tatalaksana umum preeklampsia :

a. dirujuk ke RS

b. Pencegahan dan tatalaksana kejang :

Perhatikan jalan nafas, pernafasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan IV)

MgSO4.7H2O 4 g selama 5 10 menit, dilanjutkan dengan dosis


pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau setelah kejang
terakhir.

Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan saturasi


oksigen.

29
Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang.

Antihipertensi. Nifedipin:dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30


menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Kortisteroid. Terminasi dalam 7 hari : betamethasone 12 mg atau dexamethasone


6 mg diberikan secara i.m. setiap 24 jam pada usia kehamilan 24 hingga 34
minggu.

Pada kasus ini terapi yang diberikan adalah:

MgSO4 40 % (10 cc) bolus IV loading dose

IVFD RL + MgSO4 40 % (30 cc) 12 gtt/i maintenance dose.

Nifedipine 10 mg / 30 menit jika TD 160/100 mmHg / max 128mg / 24


jam

Inj Dexamethasone 15mg/Single dose

Dilakukan terminasi kehamilan dengan SC atas indikasi preeklampsia


dengan gejala berat.

Pre-eklampsia berat memerlukan pengobatan dengan dua tujuan, yaitu mencegah


efek berbahaya dari peningkatan tekanan darah tinggi ibu dan mencegah
eklampsia. Bagaimanapun keparahan dari preeklampsia, tidak ada keuntungan
dalam melanjutkan kehamilan saat preeklampsia ditemukan setelah 36-37
minggu. Juga tidak diharapkan manajemen ekspektatif dibenarkan untuk pre-
eklampsia berat sebelum 24 minggu, dalam hal mempertimbangkan tingginya
risiko komplikasi pada ibu dan prognosis neonatal yang buruk.
Sebuah studi telah dilakukan pada 109 ibu hamil dengan usia kehamilan
28-34 minggu gestasi dan diberikan terapi kostikosteroid antenal single course
yang bertujuan untuk pematangan paru janin. Sebanyak 104 orang ibu hamil yang
diberikan terapi kostikosteroid, 29 orang melahirkan < 2 hari setelah pemberian,
41 melahirkan setelah 2-7 hari pemberian, dan 34 orang yang melahirkan setelah

30
>7 hari pemberian terapi. Neonatus yang lahir antara 2-7 hari setelah pemberian
kortikosteroid didapatkan kadar yang rendah untuk diresusitasi. Neonatus yang
lahir <2 hari setelah pemberian lebih banyak yang harus diresusitasi setelah lahir.
Dan neonatus yang lahir >7 hari pemberian didapatkan paling sedikit yang harus
diresusitasi.14
Persalinan setelah terapi kortikosteroid untuk pematangan
paru penting jika ada kriteria berikut ini: nyeri epigastrik
persisten, tanda-tanda eklampsia yang progresif (sakit kepala
atau gangguan visual persistent), de novo creatinine, 120 mol/L
(1,35 mg/dL), oliguria dibawah 20 mL/jam, sindrom HELLP
progresif, deselerasi variabel yang berkepanjangan atau yang
parah dengan variabilitas jangka pendek kurang dari 3
milisecond. Apabila persalinan emergensi tidak diperlukan,
persalinan bisa diinduksi oleh pematangan serviks. 18 Pada kasus
ini, kriteria untuk diterminasi kehamilan adalah de novo
creatinine, 120 mol/L (1,35 mg/dL), dimana pada kasus
didapatkan hasil creatinine 8,0 mg/dL.

PERMASALAHAN

1. Apakah pemilihan jenis penanganan pasien ini sudah tepat?


2. Sebagai dokter umum, sejauh mana penanganan yang harus dilakukan
pada kasus ini?

CLINICAL SUMMARY
Ny.R, 35 tahun, G1P0A0, Islam Jawa, SMA, IRT,i/d Tn S, 34tahun, Islam, Jawa,
SD, Wiraswasta dating ke RSUPM tanggal 17 April 2017 pukul 16.29 WIB
dengan keluhan utama nyeri kepala hebat. Hal ini dialami pasien sejak 3 hari ini
dan semakin memberat hari ini. Nyeri kepala memberat terutama saat beraktivitas.
Nyeri kepala dirasakan hampir di seluruh kepala. Nyeri kepala bersifat hilang

31
timbul dan hilang dengan obat anti nyeri. Riwayat nyeri kepala (+). Pasien
mengalami tekanan darah tinggi sejak kehamilan 7 bulan, dengan tekanan darah
tertinggi 230/140 mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (+).
Riwayat kepala pusing (+). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat kejang (-).
Mual (-). Muntah (-). Riwayat keluar lendir berdarah (-). Riwayat keluar air - air
dari kemaluan (-). Riwayat mules-mules (-). BAK (+)Normal. BAB(+)Normal.
Riwayat haid HPHT : ? / 08/ 2016, TTP: ?/ 05/2017,ANC: Bidan 4x, Sp.OG 4x.
Status present , kesadaran kompos mentis, tekanan darah: 200/110mmHg, nadi :
98xmenit, pernapasan 20x/menit, temperature 36,7.Status obstetric Abdomen
Membesar, Simetris, TFU 4jari dibawah pusat, DJJ: 154x/menit. USG-TAS kesan:
IUP (35-36)mgg + PK +AH. Diagnosa Preeklamsia with severe feature + P6 +
KDR (35-36)mgg + PK +AH + B. Inpartu dan telah dilakukan Sectio Cesarean
tanggal 17/04/2017, lahir bayi lakii-laki, BB : 3000gr, PB:50cm, AS: 7/8, anus
(+). KU ibu post SC stabil dengan diagnosa Post CS a/I Preeklamsia with severe
feature +NH2.

KESIMPULAN
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan
setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Preeklampsia dengan

32
gejala pemberat bila terdapat tekanan darah minimal 160/110 mmHg dan terdapat
gangguan organ lain seperti ginjal, hati, tromsitopenia, paru, gangguan neurologis,
dan gangguan pertumbuhan janin. Penanganan preeklampsia adalah penanganan
ekspektatif dan penanganan aktif. Pengobatan yang diberikan pencegahan dan
tatalaksana kejang (MGSO4), antihipertensi, kortikosteroid. Preeklampsia dan
eklampsia memberikan pengaruh buruk terhadap janin yaitu IUGR dan
oligohidramnion, dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak
langsung akibat IUGR, prematuritas, dan oligohidramnion.

DAFTAR PUSTAKA

1. Phylis A August, MDH, MD. Hypertension in Pregnancy 2013. American


congress of Obstetrion and Gynecologist [diakses tanggal 23 April 2017].
Tersedia di http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Task-Force-and-
Work-Group-Reports/Hypertension-in-Pregnancy

33
2. Brooks MD. 2011. Pregnancy, Preeclampsia, Available at:
http://www.emedicine.com, Department of Emergency Medicine, St
MaryCorwin Medical Center.
3. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. 2000. Am J Obstet
Gynecol183(1):S1-S22.
4. Cunningham et al. 2014. Williams Obstetrics 24th ed.McGraw Hill, Medical
Pubishing Division.pg:1000-1010.
5. Wibowo N, Irwinda R, dkk; Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklamsia.
Dalam: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016: 1-46
6. Mochtar R, Sofian A; Toksemia Gravidarum. Dalam: Sinopsis Obstetri Bab
33, Edisi 3; Jilid 1. EGC. Jakarta; 2011: 143-9
7. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan ed 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010: 732-735.
8. Angsar, Muh. Dikman., 2014. Hipertensi dalam Kehamilan. In: Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014: 531-50
9. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana
Preeklamsi.2016. POGI. Jakarta. POGI
10. Cunningham F Gary, Gant Norman F, dkk; Hipertensive Disorder. In :
Williams Obstetri Section 11, Chapter 40, Edition 24.Mc Graw Hill
Education. USA. 2014: 728-79
11. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan 1st ed. 2013. WHO. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
12. Cunningham, F.G., dkk. Diseases and Injuries of The Fetus and Newborn.
Dalam: Williams Obstetrics. USA: The Mc Graw-Hill Companies. 2010.
13. The American College of Obstetricians and Gynecologists, 2016. Antenatal
Corticosteroid Therapy for Fetal Maturation.[diakses pada 29 April 2017]
Tersedia di http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-
Opinions/Committee-on-Obstetric-Practice/Antenatal-Corticosteroid-Therapy-
for-Fetal-Maturation

34
14. Vis JY, dkk. 2017. Time to delivery after the fi rst course of antenatal
corticosteroids: a cohort study. [diakses pada 29 April 2017]. Tersedia di
https://pure.uva.nl/ws/files/2023982/140101_10.pdf
15. Sekhavat, L., dkk. 2011. Comparison of interval duration between single
course antenatal corticosteroid administration and delivery on neonatal
outcomes.Department of Obstetrics and Gynecology, Shahid Sadughi
University of Medicl Science, Iran.
16. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2004. Antenatal
Corticosteroids To Prevent Respiratory Distress Syndrome. [diakses pada 29
April 2017]. Tersedia di http://www.bapm.org/publications/documents
/guidelines/RDS_Antenatal.pdf
17. American Family Physician, 2017. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment.
[diakses pada 29 April 2017]. Tersedia di http://www.aafp.
org/afp/1998/0515/p2457.html
18. Uzan J, Carbonnel M. [Internet]. 2017 [diakses 30 April 2017];. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3148420/#__ffn_sectitle

35

Anda mungkin juga menyukai