Anda di halaman 1dari 7

GAYA BERAT DAN MAGNET (TG3260)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

LAPORAN PRESENTASI

APLIKASI METODE GEOMAGNETIK

Disusun oleh :

Haritsari Dewi 12314030

Faris Fawaaz 12314032

Aldo Kho 12314034

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2017
Pendahuluan

Metode geomagnetik adalah metode geofisika yang paling tua. Metode ini didasarkan pada
sifat kemagnetan (kerentanan magnet) batuan, yaitu kandungan magnetiknya sehingga
efektifitas metode ini bergantung kepada kontras magnetik di bawah permukaan. Batuan
yang memiliki sifat magnet sudah lama digunakan oleh orang Cina sebagai petunjuk dalam
pelayaran namun gagasan bahwa bumi ini bersifat magnet timbul beberapa tahun kemudian.
William Gilbert (15401603), seorang doktor Ratu Elizabeth I telah menuliskan sebuah buku
yang berjudul De Magnete pada tahun 1600. Pada masa inilah timbul pemikiran bahwa
semua titik di atas permukaan bumi memiliki nilai dan arah medan magnet yang berbeda-
beda. Pada tahun 1830 sampai 1842, Karl Frederick Gauss melakukan pengamatan secara
detail terhadap medan magnet bumi. Dia menyimpulkan bahawa sumber medan magnet
bumi berasal dari dalam bumi. Dia juga menyatakan bahwa medan magnet bumi memiliki
hubungan erat dengan perputaran bumi karena kutub magnet bumi dekat dengan sumbu
putaran bumi (Telford, 1990).

Metode magnetik ini mengasumsikan bahwa setiap batuan yang ada di bawah permukaan
bumi memiliki sifat magnetik yang berbeda-beda. Jadi ketika medan magnet bumi
menginduksi batuan yang ada di bawah permukaan bumi maka akan timbul medan magnet
sekunder akibat induksi tadi. Nilai intensitas medan magnet sekunder ini akan berbeda-beda
pada setiap batuan dan sangat bergantung pada sifat kemagnetan batuan (diamagnetik,
paramagnetik, dan feromagnetik) serta remanen magnet yang sudah ada sejak zaman dulu.

Di daerah panas bumi, larutan hidrotermal dapat menimbulkan perubahan sifat kemagnetan
batuan, dengan kata lain kemagnetan batuan akan menjadi turun atau hilang akibat panas
yang ditimbulkan. Karena panas terlibat dalam alterasi hidrotermal, maka tujuan dari survei
magnetik pada daerah panas bumi adalah untuk melokalisir daerah anomali magnetik rendah
yang diduga berkaitan erat dengan manifestasi panas bumi.

Prinsip-Prinsip Penarapan Metode Magnetik

Paleomagnetisme adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat kemagnetan bumi yang merekam
dalam batuan pada waktu pembentukanya. Untuk batuan beku, kemagnetan mulai terekam
pada saat proses pendingin magma melewati titik beku dimana mineral-mineral bersifat
magnet terinduksi oleh medan magnet bumi. Dalam suatu studi paleomagnet untuk
mengetahui arah medan magnet bumi pada saat batuan beku terbentuk, syaratnya adalah
mengetahui terlebih dahulu kemiringan tubuh tersebut yang terjadi setelah pembekuan.
Umumnya tubuh batuan beku mengalami perubahan kemiringan saat terjadi gaya
kompresi, seperti perlipatan. Seringkali kemiringanya ditentukan dari lapisan batuan sedimen
yang diterobosnya.

Struktur aliran lava atau lubang gas (amygdaloidal) dipakai untuk menentukan kemiringan
awal lava dimana dianggap subhorisontal. Hal ini tidak berlaku mutlak karena lava
mengalir melalui morfologi yang bervariasi. Batuan sedimen paling ideal untuk studi
paleomagnet, tidak saja karena perlapisanya dapat diamati, tapi juga karena proses
pembentukanya relatif lama. Arah kemagnetan yang diperoleh dari batuan sedimen terjadi
karena butiran mineral bersifat magnet hasil rombakan batuan mengalami penjajaran
mineral saat diendapkan (Santoso, 1998).

Pada prinsipnya, dalam penyelidikan magnet selalu dianggap bahwa kemagnetan batuan
yang memberikan respon terhadap pengukuran magnet hanya disebabkan oleh pengaruh
kemagnetan induksi. Dengan demikian, sifat kemagnetan ini dipergunakan sebagai dasar
dalam penyelidikan-penyelidikan magnet. Sedangkan kemagnetan sisa pada umumnya
seringkali diabaikan dalam penyelidikan magnet karena disamping pengaruhnya sangat
kecil, juga untuk memperoleh besaran dan arah kemagnetannya harus dilakukan
pengukuran di laboratorium paleomagnetik dengan menggunakan alat khusus.

Perubahan yang terjadi pada kuat medan magnet bumi adalah sangat kecil dan memerlukan
waktu yang sangat lama mencapai ratusan sampai ribuan tahun. Oleh karena itu, dalam
waktu penyelidikan magnet, kuat medan magnet tersebut selalu dianggap konstan. Dengan
menganggap kuat medan magnet bumi ( H ) adalah konstan, maka besarnya intensitas
magnet bumi ( I )

semata-mata hanya tergantung pada variasi kerentanan magnet batuan yang merefleksikan
harga pengukuran magnet. Prinsip inilah yang digunakan sebagai dasar dalam penyelidikan
magnet (Telford, 1990).
Monitoring Gunungapi

Sebelum melakukan proses monitoring, umumnya juga dilakukan pengamatan persebaran


nilai anomali medan magnet secara berkala atau pemetaan. Pemetaan ini bertujuan untuk
mengetahui posisi dapur magma beserta dengan kecenderungan pergerakannya. Dalam
monitoring gunung api, desain survey yang digunakan biasannya radial, menyesuaikan
dengan kontur dan semakin rapat saat mendekati kawah gunung. Adapun langkah kerja
dalam pengukuran Vulkanomagnetik dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Urutan pengukuran dalam survei geomagnet.

Dalam melakukan monitoring magnetik untuk gunung api, kita harus membutuhkan
minimal dua alat magnetometer untuk melakukan pengukuran. Salah satu alat diletekkan
ditempat yang relatif jauh dari aktivitas gunung api (sebagai base) dan alat yang lainnya
diletakan disekitar gunung api untuk memonitoring aktivitas gunung api tersebut. Dengan
demikian kita akan memiliki minimal satu data hasil pengukuran magnetik digunung api
dan satu data yang yang tanpa pengaruh aktivitas gunung api, sehingga dari kedua data
tersebut kita dapat membandingkan antara keduanya.

Pengamatan magnetik juga dilakukan untuk mengamati nilai intensitas magnet di atas
gunung api, apabila magma mulai naik ke atas permukaan maka nilai intensitas magnet di
atas gunung api akan rendah karena pengaruh panas magma. Magma yang naik ke atas
permukaan akan memiliki nilai susceptibilitas yang rendah dibandingkan dengan batuan
vulkanik pembentuk gunung api.
Meningkatnya aktivitas gunung api dicirikan dengan naiknya temperatur yang berasal dari
magma menuju permukaan. Batuan bawah permukaan gunung api akan mengalami perubahan
magnetisasinya ketika melewati temperature curie, yaitu batas temperature dimana batuan
kehilangan sifat magnetiknya. Bahan magnetik akan berkurang magnetisasinya jika temperatur
naik, dengan demikian perubahan sifat magnetik batuan di daerah gunung api aktif akan
memberikan informasi tentang aktivitas gunung api tersebut. Semakin meningkatnya aktivitas
maka temperaturnya akan semakin tinggi dan hal ini menyebabkan sifat magnetik batuannya
akan cenderung kearah diamagnetik (Yamazaki et al, 1990, Koike et al.,2003).

Beberapa penelitian juga menggunakan metode ini untuk memodelkan volume magma yang
ada di dalam tubuh gunung api, sehingga bisa diperkirakan besar-kecilnya erupsi gunungapi
tersebut di masa yang akan datang. Dengan mengetahui besar-kecilnya potensi erupsi maka
kita dan pemerintah bisa lebih siaga dan tahu kesiapsiagaan apa yang harus dilakukan ke
depannya.

Mendeteksi Pipa di Bawah Permukaan

Selain untuk keperluan mitigasi erupsi gunungapi, metode geomagnetik juga dapat digunakan
untuk investigasi lingkungan seperti mencari pipa besi, drum, tangki limbah yang sudah
tertimbun dan sudah lama ditinggalkan. Untuk pipa, drum dan tangki limbah yang terimbun
kurang dari 2 meter mungkin kita dapat mendeteksiya dengan menggunakan metal detector
namun untuk objek yang sudah tertimbun sedalam lebih dari 5 meter, kita harus menggunakan
peralatan magnetometer untuk mendeteksinya.

Gambar 2. Pipa di Bawah Permukaan


Gambar 3. Rekaman Anomali Magnetik pada Pipa Bawah Permukaan

survey gradient magnetik dengan resolusi tinggi dapat mengidentifikasi tidak hanya pipa logam
yang berada dibawah permukaan, namun juga posisi dari tiap individu bagian pipa. Jika kondisi
demikian dapat dikontrol, maka jumlah penggalian untuk memeriksa dan memperbaiki pipa
yang rusak akan dapat diminimalisir, menghemat waktu dan juga biaya. (Telford, 1990).

Anomali magnetik sepanjang pipa terdiri dari serangkaian anomali-anomali yang lebih kecil,
dimana masing-masing segmen berperilaku seperti dipole magnetic. Untuk pipa yang terletak
dekat dengan pemukaan dan jauh dari sumber magnetik asing, maka perulangan anomali dapat
diidentifikasi. (lihat gambar 3).

Investigasi Landfill

Landfill atau TPA mengandung banyak sekali deposit debris ferrometalik pada posisi yang tidak
beraturan. Akibatnya, peta anomali magnetik yang dihasilkan pada daerah sekitar menunjukkan
frekuensi noise besar (dekat dengan objek ferrometalik). Sehingga, peta anomali tersebut
cenderung rusak dan kurang berguna. Untuk mengatasinya, sensor harus dinaikkan diatas
permukkan. Anomali terkait dengan target yang lebih dalam akan memberikan hasil yang lebih
jelas dengan noise yang lebih sedikit.

Aspek lain yang menjadi perhatian adalah pada landfill lama yang sudah ditutup, Kita masih
dapat mengetahui sekuen limbah seperti periode dan karakter magnetik dari limbah yang
berbeda. Sehingga metode magnetik cocok digunakan untuk survey cepat pada daerah TPA tua
yang telah ditutup guna mengetahui sejarah dan zonasi jenis limbah dalam suatu area.

TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang sudah lama ditimbun dan sudah tidak ketahui lagi
seberapa jauh batas areanya juga bisa dipetakan kembali menggunakan peralatan magnetometer.
Pemetaan kembali ini tentu berguna untuk kebijakan lingkungan dan mengetahui potensi
bencana lingkungan yang kemungkinan bisa terjadi di masa yang akan datang dan berpengaruh
pada kebijakan yang dibuat.

Anda mungkin juga menyukai