Anda di halaman 1dari 4

Propinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebuah propinsi yang terletak di wilayah dan

menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Letak propinsi ini
adalah di bagian barat dari Kepulauan Nusa Tenggara. Terdapat 2 (dua) pulau besar
di Propinsi ini yaitu Pulau Lombok di wilayah bagian barat dan Pulau Sumbawa di
wilayah bagian timur. Ibukota Propinsi Nusa Tenggara Barat terletak di Kota
Mataram.
Secara geografis kewilayahan, Propinsi Nusa Tenggara Barat berbatasan dengan
wilayah disekitarnya. Adapun batas-batas wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat
meliputi :

Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores

Di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

Di sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Bali

Di sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Timur

Secara adminsitratif, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat membawahi 9


(sembilan) Kabupaten dan 2 (dua) Kota. Adapun kabupaten/kota yang terdapat di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat meliputi :

Kota Mataram

Kota Bima

Kabupaten Bima

Kabupaten Dompu

Kabupaten Lombok Barat

Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Lombok Timur

Kabupaten Lombok Utara

Kabupaten Sumbawa

Kabupaten Sumbawa Barat


Sejarah dan Perkembangan
Dalam mengenal rekam jejak historis Propinsi Nusa Tenggara Barat beserta
wilayahnya dapat di pisahkan menjadi beberapa periode masa. Dimana periode
historis Propinsi Nusa Tenggara Barat antara lain :
1. Periode Majapahit
Awal mula periode ini tidak dapat dipisahkan dari ekspedisi Kerajaan Majapahit
sekitar tahun 1343 untuk dapat mempersatukan wilayah nusantara dan sekitarnya.
Dimana ekspedisi di wilayah Nusa Tenggara Barat dibawah pimpinan dari Mpu Nala.
Hasil ekspedisi ini akhirnya membawa gajah Mada sebagai Maha Patih Majapahit
untuk datang ke wilayah ini sekitar tahun 1352. Keberhasilan ekspedisi ini
menciptakan wilayah-wilayah penaklukan di Nusa Tenggara khususnya di Pulau
Lombok dengan membawahi 4 (empat) Kerajaan di pulau ini seperti Kerajaan Bayan,
Kerajaan Selaparang, Kerajaan langko dan Kerajaan Pejanggik serta beberapa
kerajaan kecil seperti Pujut, Lombok, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan
Kentawang.
Pada saat keruntuhan Kerajaan Majapahit, smua wilayah kerajaan ini pada akhirnya
menjadi wilayah yang merdeka.
Setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit, kerajaan yang pada akhirnya menonjol
adalah Kerajaan Lombok yang pusat kerajaannya berada di labuhan Lombok.
Berdasarkan catatan sejarah dikatakan bahwa Kerajaan Lombok terletak di Teluk
Lombok dan memiliki sumber air tawar yang sangat banyak sehingga menjadi tujuan
dari pedagang-pedagang nusantara.

2. Periode Islam
Masuknya ajaran agama Islam terjadi setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit serta
berkembangnya Kesultanan Demak di Pulau Jawa sebagai salah satu kekuatan baru
di wilayah Nusantara. Di wilayah Lombok, penyebaran dilakukan ketika Kerajaan
Selaparang dipimpin oleh Prabu Rengkesari. Dimana dalam Babad Lombok disebutkan
bahwa pengislaman wilayah ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu
Giri yang berasal dari Gresik yang memerintahkan raja-raja di Jawa Timur dan
Palembang untuk menyebarkan Ajaran Islam ke berbagai daerah di Nusantara.
Kerajaan Selaparang merupakan kerajaan yang berkembang dengan pesat dan
memiliki kemajuan yang pesat di segala bidang baik Budaya, Politik Sosial
Kenegaraan dan hal lain. Semua ini tidak terlepas dari penguasaan bahasa Kawi oleh
Kerajaan Selaparang dengan baik yang pada akhirnya banyak melahirkan ahli-ahli
kebahasaan. Salah satunya di dalam bidang sosial politik dimana menurut lontar
Kontamgama yang diketemukan terdapat tulisan mengenai sifat dan sikap seorang
pemimpin (raja) yang terdiri atas :
Danta yang berarti Gading Gajah yang memiliki artian bahwa segala keputusan yang
telah dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan kembali.
Kusuma yang berarti Bunga yang mengandung artian tidak akan terjadi bunga yang
mekar sebanyak 2 (dua) kali banyaknya
Warsa yang berarti Hujan, yang mengandung artian apabila telah jatuh ke bumi
tidak akan mungkin naik kembali menjadi awan dimana mengajarkan seorang
pemimpin harus menjaga kepercayaan yang diberikan rakyatnya agar tidak
mengalami kejatuhan oleh rakyat.

3. Periode Kolonial Belanda


VOC Belanda sebagai Kongsi Dagang Belanda yang sebelumnya telah menguasai Pulau
Jawa bermaksud menguasai jalur perdagangan wilayah timur Indonesia. Dimana kala
itu Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan merupakan kerajaan terkuat di wilayah ini.
Sebagai antisipasi maka Kerajaan Gowa menutup jalur perdagangan dengan cara
menguasai Pulau Sumbawa dan Kerajaan Selaparang.
Kerajaan Gelgel yang merupakan pesain utama Kerajaan Selaparang merasa
terancam dengan pergerakan Kerajaan Gowa yang pada akhirnya melalui Perjanjian
Saganing pada tahun 1624 disepakati bahwa kedua kerajaan ini tidak akan saling
menyerang.
Namun sekitar tahun 1640, perjanjian ini mengalami kegagalan hal ini ketika
Kerajaan Gowa yang memulai persekutuan dengan Kerajaan Mataram di Jawa untuk
membendung ekspansi Belanda, namun di lain pihak Kerajaan Gelgel berhasil menjalin
sekutu dengan Belanda yang pada akhirnya membuat Kerajaan Gowa memperkuat
posisi di Pulau Lombok dengan mengangkat Pangeran Kerajaan Selaparang dari Trah
Pejanggik yang bernama Mas Pemayan dengan Gelar Pemban Mas Aji Komala menjadi
setingkat gubernur wilayah Kerajaan Gowa yang berkedudukan di wilayah barat
Pulau Sumbawa.
Kerajaan Gowa dan Belanda akhirnya melakukan pertempuran yang pecah sekitar
tahun 1650 dimana intensitas konflik semakin terasa setelah Kerajaan Gowa
dipimpin oleh Sultan Hasanudin yang dijuluki Ayam Jantan Dari Timur. Dimana pada
akhirnya Kerajaan Gowa mengalami kekalahan dan dipaksa tunduk melalui Perjanjian
Bungaya pada tahun 1667.
Bungaya sendiri merupakan sebuah daerah yang terletajk di sekitar Kerajaan Gelgel
di Klungkung, Bali. Dimana pada masa itu Gelgel-Belanda telah menjadi persekutuan.
Kondisi ini dimanfaatkan Kerajaan gelgel untuk menyerang Kerajaan Selaparang
dengan ekspedisi pada tahun 1668-1669 namun akhirnya gagal karena keunggulan
Kerajaan Selaparang.
Meskipun Kerajaan Selaparang unggul dari Kerajaan Gelgel namun pada sekitar masa
itu muncul Kerajaan Pagutan dan Kerajaan Pagesangan (Nusa Tenggara) sebagai
kekuatan baru dimana mayoritas masyarakatnya merupakan imigran dari Karangasem
(Bali). Kala itu, mayoritas petinggi Kerajaan Selaparang berfokus kepada ancaman
potensi serangan Belanda-Gelgel setelah kekalahan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Hal
itu menjadi kesalahan dengan mengabaikan kedua kerajaan ini. Kesalahan ini
diperparah dengan memburuknya hubungan Raja Selaparang dengan patih Raden
Arya Banjar Getas yang pada akhirnya berpindah haluan ke Kerajaan Pejanggik.
Keberadaan ini semakin memperlemah Kerajaan Selaparang khsusunya di wilayah
barat, yang pada akhirnya Kerajaan Pejanggik bergabung dengan Ekspedisi Kerajaan
Karang Asem yang pada akhirnya mengahncurkan Kerajaan Selaparang yang telah
lemah posisinya. Dimana pada pertempuran di Pusat Kerajaan, Raja Selaparang dan
seluruh bangsawan terbunuh dan kerajaan dibumihanguskan pada 1672.

Sisa-sisa Kerajaan Selaparang pada akhirnya dapat dihancurkan tiga tahun


kemudian oleh Kekuatan Belanda dan pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik
dihancurkan oleh Kerajaan Mataram Karangasem yang pada akhirnya menjadi
penguasa tunggal di Pulau Lombok serta menghancurkan kerajaan kecil di pulau ini.

http://anjungantmii.com/nusatenggarabarat/index.php?
option=com_content&view=article&id=13&Itemid=13

Anda mungkin juga menyukai