Anda di halaman 1dari 16

1.

Anatomi
a. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior
kolum vertebra.1
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi
vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring, dan ke bawah berhubungan
dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih
14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring
dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot
dan sebagian fasia bukofaringeal.2
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).1 Unsur-
unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot.2

Gambar 1. Anatomi Faring3


Faring terdiri atas :
1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring
dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang
dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus, n.asesorius spinal saraf cranial, v.jugularis interna,
bagian petrosus os temporalis, foramen laserum, dan muara tuba Eustachius.1-2
2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding
posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil, serta arkus faring anterior dan posterior,
uvula, tonsil lingual, dan foramen sekum.2
3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Struktur
pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets)
sebab pada beberapa orang, kadang kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis
ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esofagus.2
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis mempunyai arti
penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
1. Ruang retrofaring (retropharyngeal space)
Dinding anterior ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang
faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot otot faring.
Ruang ini berisi jaringan ikat loggar dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar
tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat serat
jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini
berbatasan dengan fosa faringomaksila.2
2. Ruang parafaring (pharyngomaxillary fossa)
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak
dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di
bagian dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden
mandibula yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar
parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid
dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih
luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang,
beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian yang lebih
sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna, v. jugularis interna,
n. vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid
sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang
tipis.2

Gambar 2 Anatomi Faring Bagian Posterior3


b. Anatomi Esofagus
Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan gaster.
Esofagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh mukosa. Esofagus berjalan
di belakang trakea dan jantung, serta di depan tulang belakang. Tepat sebelum memasuki
gaster, esofagus melewati diafragma.4

Gambar 3. Anatomi Esofagus4

Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di bagian atas
esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter), digunakan ketika
bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. Sfingter esofagus bagian bawah (Lower
esofageal sphincter/LES) adalah sekumpulan otot pada akhir bawah dari esofagus, yang
mana berbatasan langsung dengan gaster. Ketika LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi
gaster naik kembali ke esofagus. Otot-otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter. 4
Pada perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga
kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars
servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada
(pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di
belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan
bawah di samping kanan depan aorta torakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis),
masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia
lambung, panjang berkisar 2-4 cm.5
Pada orang dewasa, panjang esofagus jika diukur dari incivus superior ke otot
krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke vena pulmonalis inferior
30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45cm. Panjang esofagus anak
saat lahir bervariasi antara 8 dan 10 cm dan ukuran sekitar 19 cm pada usia 15 tahun.5
Bagian servikal5:
1. Panjang 5-6 cm, setinggi vertebra cervicalis VI sampai vertebratorakalis I
2. Anterior melekat dengan trakea
3. Anterolateral tertutup oleh kelenjar tiroid
4. Sisi dekstra/sinistra dipersarafi oleh nervus recurren laryngeus
5. Posterior berbatasan dengan hipofaring
6. Pada bagian lateral ada carotid sheath beserta isinya
Bagian torakal5:
1. Panjang 16-18 cm, setinggi vertebra torakalis II-IX
2. Berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebralis
3. Dalam rongga toraks disilang oleh arcus aorta setinggi vertebratorakalis IV dan bronkus
utama sinistra setinggi vertebra torakalis V
4. Arteri pulmonalis dekstra menyilang di bawah bifurcatio trachealis
5. Pada bagian distal antara dinding posterior esofagus dan ventral korpus vertebralis
terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena intercostalis.
Bagian abdominal5:
1. Terdapat pars diafragmatika sepanjang 1 - 1,5 cm, setinggi vertebra torakalis X sampai
vertebra lumbalis III
2. Terdapat pars abdominalis sepanjang 2 - 3 cm, bergabung dengan kardia gaster disebut
gastroesophageal junction

Gambar 4. Anatomi Esofagus6


c. Vaskularisasi Faring dan Esofagus
1. Faring
Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksterna.
Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis
eksterna yang tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati
posterior selubung karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil.7
Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus konstriktor
faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatina asenden dan arteri
tonsilaris, yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor faring superior dan
palatum. Arteri maksilaris bercabang menjadi arteri palatina mayor, cabang pterigoideus,
dan arteri lingualis dorsalis yang berasal dari arteri lingual memberi sedikit kontribusi.7

Gambar 5. Vaskularisasi faring6

Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus faring
eksterna yang terkandung dalam fasia bukofaringeal terluar. Pleksus mengalir ke vena
jugularis interna dan sesekali ke vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara
vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring. 7

2. Esofagus
Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang-cabang dari
arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esofagus atas dan esofagus
servikal. Kedua arteri aorta esofagus atau cabang-cabang terminal dari arteri bronkial
memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan cabang dari arteri frenikus
sinistra memperdarahi sfingter esofagus bagian bawah dan segmen yang paling distal dari
esofagus. Arteri yang memperdarahi akhir esofagus dalam jaringan sangat luas dan padat di
submukosa tersebut. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi
membentuk anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus.8

Gambar 6. Vaskularisasi esofagus. Aliran darah arteri (kiri) dan aliran darah vena (kanan).8

Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena submukosa
yang padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esofagus proksimal dan distal
mengalir ke dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster sinistra, cabang dari vena
portal, menerima drainase vena dari mid-esofagus. Hubungan submukosa antara sistem
portal dan sistem vena sistemik di distal esofagus membentuk varises esofagus pada
hipertensi portal. Varises submukosa ini yang merupakan sumber perdarahan GI utama
dalam kondisi seperti sirosis.8

2. Fisiologi
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esofagal.9
Gambar 11. Proses menelan3

a. Fase oral

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui
dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.9

Kontraksi m. Levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants
ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. Levator
veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. Palatoglosus yang menyebabkan ismus
fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m. Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak
akan berbalik ke rongga mulut.9

b. Fase faringeal

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak keatas oleh kontraksi m.
Stilofaring, m. Salfingofaring, m. Tirohioid dan m. Palatofaring. Aditus laring tertutup
oleh epiglotis, sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis, dan plika vokalis tertutup oleh kontraksi m. Ariepiglotika dan m. Aritenoid
obligus.9

Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentin udara ke laring karena refleks yang
menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran
nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan
sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.9
Dua keadaan yang penting dalam menjaga keamanan fase faring adalah9:

1. Proteksi saluran napas yang adekuat selama proses menelan sehingga makanan tidak
masuk ke jalan napas.

2. Penyelesaian satu seri proses menelan berlangsung cepat sehingga pernapasan dapat
segera dimulai.

Fase faringeal dapat dibagi dalam 3 tahap.9

I. Tahap pertama dimulai segera setela timbul refleks menelan berupa:

1. Kontraksi pilar

2. Elevasi palatum mole

3. Kontraksi otot konstriktor faring superior yang menimbulkan penonjolan pada


dinding faring atas.

Fungsi dari tahap pertama adalah untuk membantu bolus ke nasofaring atau kembali
ke mulut.

II. Fase kedua, terjadi proses fisilogis berupa:

1. Kontraksi otot faring dengan peregangan ke atas

2. Penarikan pangkal lidah ke arah depan untuk mempermudah pasase bolus

3. Elevasi laring karena kontraksi otot hioid tepat di bawah penonjolan pangkal
lidah

4. Adduksi pita suara asli dan palsu

5. Penutupan epiglotis ke arah pita suara

Fungsi dari tahap kedua adalah menarik bolus ke arah faring sehingga dapat
menyebar masuk ke valekula yang terletak di atas epiglotis sebelum didorong oleh
gerakan peristaltik. Proteksi jalan napas terutama terjadi pada 3 tempat yang
berbeda:

1. Pintu masuk laring (aryepiglottic folds)


2. Pita suara palsu dan pita suara asli

3. Penutupan epiglotis

Bolus akan melewati dan mengelilingi epiglotis turun dan masuk ke sfingter
krikofaring dilanjutkan dengan pergerakan os hioid dan elevasi laring ke arah atas
dari lekukan tiroid.

III. Tahap tiga, bolus akan terdorong melewati sfingter krikofaring dalam keadaan relaksasi dan
masuk ke esofagus.

Proses fisiologis yang terjadi berupa:

1. Peristaltik

2. Relaksasi sfingter krikofaring

Peristaltik faring terjadi oleh karena relaksasi otot dinding faring yang
terletak di depan bolus, dilanjutkan dengan kontraksi otot di belakang bolus,
yang akan mendorong bolus dengan gerakan seperti gelombang. Sfingter
krikofaring selalu dalam keadaan kontraksi untuk mencegah masuknya udara ke
dalam lambung.

Bila makanan telah melewati sfingter krikofaring, fase esofagal dimulai dan
otot faring, velum, laring dan hioid akan relaksasi, saluran napas terbuka dan
dilanjutkan dengan proses pernapasan.

c. Fase esofagal

Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m. Krikofaring, sehingga
introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus
makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus
esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dengan
demikian refluks dapat dihindari.9
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
m. Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus.9

Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan
terjadi regurgitasi isi lambung.9

Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya
peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya
setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.9

Gambar 12. Fisiologi menelan9


3. Etiologi
Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini adalah
gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler), miastenia gravis,
distrofi otot, dan poliomielitis bulbaris. Keadaan ini memicu peningkatan resiko tersedak
minuman atau makanan yang tersangkut dalam trakea atau bronkus.10
Disfagia esofageal mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh motorik.
Penyebab obstruksi adalah striktura esofagus dan tumor-tumor ekstrinsik atau instrinsik
esofagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab disfagia dapat disebabkan
oleh berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau disfungsi sfingter
bagian atas atau bawah. Gangguan yang sering menimbulkan disfagia adalah akalasia,
skleroderma, dan spasme esofagus difus.10
Harrison (2014) membagi disfagia menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Disfagia Mekanis
1. Luminal
Penyebab disfagia mekanis pada bagian luminal adalah bolus yang besar atau
benda asing.
2. Penyempitan intrinsik
Penyempitan instrinsik dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Keadaan inflamasi yang menyebabkan pembengkakan seperti stomatitis,
faringitis,epiglotitis, esofagitis.
- Selaput dan cincin dapat dijumpai pada faring (sindroma pulmer, vinson),
esofagus (congenital, inflamasi), cincin mukosa esofagus distal.
- Striktur benigna seperti ditimbulkan oleh bahan kaustik dan pil, inflamasi,
iskemia, pasca operasi, congenital
- Tumor-tumor malignan, karsinoma primer, karsinoma metastasik, tumor-
tumor benigna, leiomioma, limpoma, angioma, polip fibroid inflamatorik,
papiloma epitel.
3. Kompresi ekstrinsik
Kompresi ekstrinsik dapat disebabkan oleh spondilitis servikalis, osteofit
veterbra, abses dan massa retrofaring, tumor pankreas, hematoma dan fibrosis
b. Disfagia Motorik
Disfagia motorik terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Kesulitan dalam memulai reflek menelan
Kesulitan dalam memulai reflek menelan disebabkan oleh lesi oral dan
paralisis lidah, anestesia orofaring, penurunan produksi saliva, dan lesi pada
pusat menelan.
2. Kelainan pada otot lurik
Kelainan pada otot lurik disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Kelemahan otot (paralisis bulbar, neuromuskuler, kelainan otot)
- Kontraksi dengan awitan stimultan atau gangguan inhibisi deglutisi (faring
dan esofagus, sfingter esofagus bagian atas).
3. Kelainan pada otot polos esofagus
Kelainan pada otot polos esofagus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Paralisis otot esofagus yang menyebabkan kontraksi yang lemah
- Kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutis
- Kelainan sfingter esofagus bagian bawah.

4. Patofisiologi
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu: 9
a. Ukuran bolus makanan
b. Diameter lumen esofagus yang dilalui bolus
c. Kontraksi peristaltik esofagus
d. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
e. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskular mulai
dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula,
persarafan ekstrinsik esofagus, serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan
baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat
menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter
esofagus bagian atas. Oleh karna otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga
mendapat persarafan dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih
tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat
perenggangan langsung dinding esofagus.9

5. Klasifikasi Disfagia
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
a. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Penyebab utama
disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing.
Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen esofagus, serta
akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.
Letak arteri subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang
disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen
esofagus. Pada keadaan normal lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai
4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.9
b. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan
dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n.
VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah, serta gangguan peristaltik
esofagus dapat menyebabkan disfagia.9
Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen parasimpatik nervus
vagus dan neuron nonkolinergik pasca ganglion (post ganglionic noncholinergic) di
dalam ganglion mienterik akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan
relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia.
Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus,
kelumpuhan otot faring, dan skleroderma esofagus.9
c. Disfagia oleh gangguan emosi
Selain disfagia mekanik dan motorik, keluhan disfagia juga dapat timbul bila
terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai
globus histerikus.9

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:


a. Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam
esofagus, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari bagian proksimal saluran cerna ke
esofagus. Disfagia ini dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan
neurologis, oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia,
masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi,
meningkatnya tonus sfingter esofagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan
(sedatif, antikejang, antihistamin).12
Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, ketidakmampuan untuk mengenali
makanan, kesukaran meletakkan makanan di dalam mulut, ketidakmampuan untuk
mengontrol makanan dan air liur di dalam mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk
dan tersedak saat menelan, penurunan berat badan akibat perubahan kebiasaan makan,
pneumonia berulang, perubahan suara (suara basah), regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea
diikuti oleh batuk.12
b. Disfagia esofageal
Disfagia esofageal adalah kesulitan transportasi makanan menuju ke esofagus. Hal
ini diakibatkan baik oleh gangguan motilitas ataupun obstruksi mekanis. Disfagia
esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus bagian bawah, atau
kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus, keganasan esofagus,
esophageal rings and webs, akalasia, skleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk
spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus non spesifik.12
Makanan biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan dan akan berada setinggi
suprasternal notch atau di belakang sternum sebagai lokasi obstruksi. Bila terdapat
disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan besar merupakan suatu masalah motilitas.
Bila pada awalnya pasien mengalami disfagia makanan padat, tetapi selanjutnya disertai
disfagia makanan cair, maka kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik.12
Setelah dapat dibedakan antara masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting
untuk memperhatikan apakah disfagia tersebut sementara atau progresif. Disfagia
motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus atau kelainan motilitas
esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat disebabkan skleroderma atau
akalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati yang kronis, regurgitasi, masalah respirasi,
atau penurunan berat badan. Disfagia mekanik sementara dapat disebabkan esophageal
ring dan disfagia mekanik progresif dapat disebabkan oleh striktur esofagus atau
keganasan esofagus.12
DAFTAR PUSTAKA

1. Joshi AS. Pharynx Anatomy. [internet] 2011. [cited 2017 Jan 3] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall
2. Rusmarjono, Hermani B. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny
B, dan Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi ke-6. Jakarta; 2007. H. 212-5; 217-8.
4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Edisi ke-4. USA: Saunders Elsevier; 2006.
5. Digestive Disorders Health Center: Human Anatomy. [internet] 2011. [cited 2017 Jan 4]
Available from: http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the-esofagus.
6. Chandramata. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2000. H. 361.
7. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Edisi ke-5. USA: Saunders Elsevier; 2011.
8. Tjoa T. Throat anatomy. [internet] 2013. [cited 2017 Jan 4] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1899345-overview#showall.
9. Esophagus - anatomy and development. [internet] 2006. [cited 2017 Jan 5] Available
from: http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo6.html.
10. Soepardi EA. Disfagia. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke 6.
Jakarta: FKUI; 2007. H. 276-302.
11. Price S. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC;
2006.
12. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 17th Edition. Mcgraw-hill; 2008.
13. Lynch KL. Dysphagia. [internet] 2016. [cited 2017 Jan 5] Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/sec02/ch012/ch012b.html#v891324.

Anda mungkin juga menyukai