Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A; Latar Belakang
Ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan yang normatif. Artinya ekonomi
islam berusaha mengarahkan apa yang seharusnya (das sollen) dilakukan
manusia dalam kegiatan ekonomi.1 Ilmu ekonomi mikro adalah cabang dari
ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta
penentuan harga-harga pasar serta kuantitas fartor input, barang dan jasa yang
diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan
perilaku tersebut mempengaruhi permintaan dan penawaran atas barang, yang
akan menentukan harga dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan
penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya.
Dalam sisi ekonomi konvensional permintaan-penawaran bersifat saling
melengkapi. Permasalahan yang dialami sisi permintaan biasanya
ditanggulangi sisi penawaran begitu sebaliknya. Biasanya pada sisi
permintaan, hubungan antara harga dan jumlah permintaan bersifat negatif.
Jika barang harga naik, jumlah permintaan terhadap barang itu menurun. Jika
haraga turun, permintaan akan naik. Dengan kata lain produktivitas tinggi
akan menghasilkan satu barang mengakibatkan turnnya harga. Sebaliknya
kelangkaan menaikkan harga. Pada sisi penawaran, hubungan harga dan
permintaan bersifat positif. Jika harga naik maka permintaan atas barang itu
akan naik. Sebaliknya turunnya harga menyababkan turunnya permintaan.2
Solusi dari ekonomi konvensional adalah memperbesar sisi penawaran jika
sisi permintaan negatif. Sedangkan ekonomi slam menanggulanginya secara
berbeda. Sisi permintaan yang negatif ditanggulangi dengan zakat, sedekah,
infaq dan dana CSR. Sedangkan penanggulangan sisi penawaran yang negatif
melalui deservikasi produk sesuai dengan utilitas masing-masing kelompok

1 Dalam filsafat ilmu dibedakan antara ilmu positif dengan ilmu normatif. Jika ilmu positif
mempelajari apa dan bagaimana suatu persoalan terjadi serta apa dan bagaimana cara
penyelesaiannya (da sein). Ilmu normatif memberikan pedoman bagi manusia untuk mengambil
satu tindakan atau putusan yang seharusnya dilakukan (das sollen).
2 Tentu saja ada faktor lain yang merekayasa konfigurasi permintaan dan penawaran ini seperti
jika produsen yang tidak mendapatkan pembeli atas produknya maka ia menurunkan harga jual.

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 1


masyarakat. Jadi respon produsen terhadap permintaan masyarakat
menghasilkan effective demand yaitu prioritas produksi berdasarkan utilitas
barang.
Rasionalitas ekonomi, demikian menjelaskan secara ilmian fenomena
ekonomi dan cara menanggulanginya.3
B; Rumusan Makalah
Adapun rumusan dalam makalah ini adalah, sebagai berikut :
1; Apa pengertian Asumsi Rasionalitas?
2; apa jenis-jenis Rasionalitas?
3; Apa Prespektif Islam tentang Asumsi Rasionalitas ?
C; Tujuan Makalah
Tujuan dari makalah ini adalah, sebagai berikut :
1; Untuk mengetahui pengertian Asumsi Rasionalitas
2; untuk mengetahui jenis-jenis Rasionalitas
3; Untuk mengetahui Prespektif Islam tentang Asumsi Rasionalitas.

3 Bambang Wahyu -- FILSAFAT EKONOMI ISLAM: RASIONALITAS DAN RELIGIUSITAS


EKONOMI. Jurnall Ekonomi Islam Al-Infaq, Vol. 1 No. 1, September 2010 pp. 53-60. Program
Studi Ekonomi Islam FAI-UIKA Bogor, hal. 57.

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 2


BAB II
PEMBAHASAN

A; Pengertian Asumsi Rasionalitas


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jilid 3, yang dimaksud
dengan Asumsi adalah dugaan yang diterima sebagai dasar, landasan berfikir
karena dianggap benar, sedangkan pengertian dari kata Rasional berasal dari
kata rasio yaitu pemikiran menurut akal sehat, akal budi dan nalar. Dapat
disimpulkan bahwa Asumsi Rasional adalah manusia cenderung dalam
memilih suatu hal akan menggunakan akal sehatnya, rasio dan nalarnya, jadi
akan membuat keputusan yang dianggapnya benar.
Asumsi Rasionalitas adalah asumsi bahwa manusia berperilaku secara
rasional (masuk akan), dan tidak akan secara segaja membuat keputusan yang
akan menjadikan mereka lebih buruk.4
Sebagai contoh, jika seseorang dihadapkan dalam dua pilihan produk,
produk A menawarkan harga yang tidak terlalu mahal dengan kualitas barang
yang tinggi, sedangkan produk B menawarkan harga barang yang sangat
murah dengan kualitas yang rendah pula. Konsumen dihadapkan dengan dua
pilihan ini cenderung akan memilih produk A dengan harga yang relatif
murah, dengan kualitas tinggi yang tinggi, dibandingkan dengan produk B
dengan kualitas produknya rendah walaupun harga murah.
Perilaku rasional dan mempunyai dua makna, yaitu makna dan hasil.
Makna metode perilaku rasional yaitu tindakan yang dipilih berdasarkan
pikiran yang beralasan bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi.
Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional yaitu tindakan yang benar-
benar menjadi tujuan yang ingin dicapai.5
B; Jenis-jenis Rasionalitas6
Adapun jenis-jenis Rasionalitas ada 2, yaitu sebagai berikut :

4Adiwarman A Karim, Ir. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT. Raja Frafindo Persada. 2007, hal 89
5Suriyanti Nasution, ddk. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam. 2013. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, hal. 6
6 Gusti Pelita Dewi, Asumsi Rasionalitas dam Ekonomi Islam, IAIN Bengkulu, hal. 2

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 3


1; Self Interest Rasionality (Rasionalitas kepentingan Pribadi)
Prinsip pertama dalam ilmu ekonomi menurut Edgeworth, adalah
bahwa setiap pihak hanya digerakkan oleh Self Interest. hal ini
mungkinsaja benar pada masa-masa Edgeworth, tapi salah satu
pencapaian teori utilitas modern adalah pembebasan ilmu ekomoni dari
prinsip pertama yang meragukan tersebut.7
self Interest tidak harus berarti memperbanyak kekayaan seseorang
dalam satuan rupiah tertentu. Kita beramsumsi bahwa individu banyak
mengejar tujuan, bukan hanya memperbanyak kekayaan secara moneter.
Dengan demikian Self Interest sekurang-kurangnya mencakup tujuan-
tujuan yang berhubungan dengan prestase, persahabatan, cinta
kekuasaan, menolong sesama, penciptaan seni dan masih banyak lagi.
Kita dapat juga mempertimbangkan Self Interest tercerahkan, dimana
individu-individu dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang
menjadikan mereka lebih baik, pada saat yang sama membuat orang-
ornag disekelilingnya menjadi lebih baik pula. 8
2; Present-aim Rasionality
Teori utilitas modearn yang aksiomatis tidak beramsumsi bahwa
manusia bersikap mementingkan kepentingan pribadinya (Self Interest).
Teori ini hanya beramsumsi bahwa manusia menyesuaikan preferensinya
dengan sejumlah aksioma : secara kasarnya prefensi-prefensi tersebut
harus konsisten. Individu-individu menyesuaikan dirinya dengan
aksioma-aksioma ini tanpa harus menjadi Self Interested.9
Aksioma-aksioma pilihan Rasional, terdapat 3 sifat dasar, yaitu sebagai
berikut :
1; Kelengkapan (completeness)
Jika individu dihadapkan pada dua situasi, A dan B, maka ia dapat
selalu menentukan secara pasti salah satu dari ketiga kemungkinan
berikut ini :

7 Monzer Khaf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
Penerjemah Machnun Husein (yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995) hal 55
8 Gusti Pelita Dewi, Asumsi Rasionalitas dam Ekonomi Islam, IAIN Bengkulu, hal. 2
9 Joachim Wach, Sociology of Religion (The University of Chicago Press, 1948), hal 96

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 4


A lebih disukai daripada B
B lebih disukai daripada A
A dan B keduanya sama sama suka
2; Transivitas (transitivity)
Jika bagi seseorang A lebih disukai aripada B, dan B lebih disukai
daripada C, maka baginya, A harus lebih disukai daripada C. Asumsi
ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten secara internal.
3; Kontinuitas (continuity)
Jika bagi seseorang A lebih suka daripada B, maka situasi-situasi
yang secara cocok mendekati A harus jauh lebih disukai daripada B.
Adapun asumsi-asumsi lain tentang referensi, adalah sebagai berikut :
1; Kemonoton yang kuat (Strong Monotonocity)
Bahwa lebih banyak berarti lebih baik. Biasanya kita tidak
memerluka asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat digati dengan yang lebih
lemah yaitu Local Nonsatiatio.
2; Local nonsatiation
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat lebih
baik, sekecil apapun, bahkan bila hanya ia menikamati sedikit perubahan
saja dalam keranjang konsumsinya.
3; Konveksitas ketat (Strict Convexity)
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang
rata-rata, daripada yang ekstrim, tapi selain daripada makna ini. Asumsi
ini memiliki muatan ekonomis yang kecil. Strict Convexity merupakan
generalisasi dari asumsi neoklasik tentang diminising marginal rates of
subtitution.10
C; Prespektif Islam tentang Asumsi Rasionalitas11
Adapaun prespektif Islam mengenai Asumsi Rasionalitas, adalah sebagai
berikut :
1; Perluasan konsep Rasionalitas (untuk Transitivitas)
Dalam Self Interest Rasionalty yang diperkenalkan oleh Edgeworth
adalah konsep yang lebih baik, yang artinya kita beramsumsi bahwa
10 Masyhuri, Teori Ekonomi dalam Islam, Yogyakarta, Kreasi Wacana,2005, hal 33
11 Gusti Pelita Dewi, Asumsi Rasionalitas dam Ekonomi Islam, IAIN Bengkulu, hal. 2

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 5


individu banyak mengejar tujuan, bukan hanya bayak mengejar kekayaan
moneter. Sayangnya konsep ini terlalu longgar, sehingga tindakan apapun
dari seseorang dapat dijustifikasi sebagai rasional hanya karena ia
mengklaim bahwa tindakan disorong oleh Self Interest-nya.
Dalam teori modern mengenai keputusan rasional tidak disepakati
secara universal. Versi yang berbeda memiliki aksioma yang berbeda.
Tapi kesemuanya sekurang-kurangnya menyepakati aksioma
transitivitas. Transitivitas adalah syarat adalah syarat minimal
konsistensi, jika konsistensi tidak mensyaratkan transitivitas, maka
sesungguhnya ia tidak mensyaratkan apapun. Sebenarnya tidak semua
teori keputusan rasional merupakan syarat dari konsistensi.
2; Perluasan Spektrum Utilitas (untuk Strong Monotonicity dan Local
Nonsatiation)
Dalam prespektif Islam, lebih banyak tidak selalu berarti lebih
baik. Asumsi lebih banyak lebih baik hanya benar jika jika memilih
antara X halal dan Y halal. Tidak benar jika kita harus memilih X halal
dan Y haram, atau X haram dan Y halal, atau X haram dan Y haram. Nilai
Islam tentang halal dan haram membuat kita harus memperluas Spektrum
Utilitas.
a; Melonggarkan persyaratan kontinuitas (untuk kontinuitas)
Misal kita asumsikan permintaan Y haram dalam keadaan darurat.
Anda membayangkan permintaan daging babi jika tidak ada
makanan lain yang tersedia. Permintaan daging babi ini bukan
permintaan yang kontinu, melainkan permintaan yang diskrit.
Karena itu, permintaannya adalah permintaan titik (point demand).
Berapapun harga daging babi saat itu, permintaan, yaitu sejumlah
tertentu daging babi untuk memenuhi kelangsungan hidup.
b; Perluasan horison waktu
Perspektif Islam tentang waktu tidak dibatasi untuk masa kini.
Islam memandang waktu sebagai horison. Karena itu, analisis statis
sebagaimana dikenal oleh ekonom-ekonom klasik tidak memadai
untuk menerangkan perilaku ekonomi dalam perspektif islam.

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 6


Dalam perspektif islam, nilai waktu sangat penting dan sangat
bernilai. Walaupun dalam sehari waktu itu sama 24 jam, tetapi dalam
hal memanfaatkan waktu antara satu orang dengan yang lain akan
berbeda. Semakin produktif seseorang memanfaatkan waktunya,
maka akan semakin banyak nilai yang didapatkan. Tentu saja kita
dapat mengukur nilai ini secara moneter.
c; Komoditas yang seharusnya tidak didiskonkan
Ekonom secara khas mendiskonkan barang yang dibeli dan dijual
dipasar, itu disebut komoditas. Islam tidak keberatan mengenai hal
itu namun kadangkala ekonom melangkah lebih jauh dalam
mendiskonkan, kadangkala mendiskonkan ketika seharusnya tidak
mendiskonkan.
Keberatan pertama bukan mengenai teori metode harga pasar,
tetapi ditunjukkan pada cara-cara penerapan metode tersebut pada
praktek.
Keberatan kedua adalah banyak pihak tidak dalam sebuah proyek
tidak ikut mewakili dalam pasar. Itu akan berdampak pada pasar
mendatang.

BAB III
PENUTUP

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 7


Asumsi Rasionalitas adalah asumsi bahwa manusia berperilaku secara rasional
(masuk akan), dan tidak akan secara segaja membuat keputusan yang akan
menjadikan mereka lebih buruk.12
Jenis-jenis Asumsi Rasionalitas ada dua yaitu, Self Interest Rasionality
(Rasionalitas kepentingan Pribadi) dan Present-aim Rasionality.
Perspektif Islam dalam Asumsi Rasionalisme, lebih banyak tidak selalu
berarti lebih baik. Asumsi lebih banyak lebih baik hanya benar jika jika memilih
antara X halal dan Y halal. Tidak benar jika kita harus memilih X halal dan Y
haram, atau X haram dan Y halal, atau X haram dan Y haram. Nilai Islam tentang
halal dan haram membuat kita harus memperluas Spektrum Utilitas.

12Adiwarman A Karim, Ir. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT. Raja Frafindo Persada. 2007, hal
89

Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam 8

Anda mungkin juga menyukai