doi:
10.1161/STROKEAHA.110.594945.
Abstrak
Kata kunci:
Aterosklerosis; inflamasi; infeksi; beban infeksi; statin; stroke, trombosis serebral;
faktor risiko
Introduksi
Protein fase akut telah dipelajari secara luas sebagai penanda penyakit arteri
koroner (CAD/Coronary Artery Disease) dan stroke (lebih kurang dipelajari).
hsCRP memiliki banyak kelebihan sehingga direkomendasikan sebagai penanda
molekuler risiko stroke yang berhubungan dengan inflamasi. Kerugian pada
pengujian adalah sangat non-spesifik dan peningkatan akut kadar hsCRP dapat
terjadi pada infeksi akut atau penyakit lain.1
Hubungan hsCRP dengan risiko insidensi stroke mungkin bergantung pada desain
studi populasi yang diteliti. Pada Cardiovascular Health Study, di antara pasien
lanjut usia, hsCRP dapat memprediksi insidensi stroke iskemik, 8 meskipun
efeknya rendah. Pada studi di antara pasien lanjut usia Eropa, hsCRP berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke yang fatal, dan juga risiko kematian dari semua
penyebab9 Meta-analisis individual yang besar dari 54 studi kohort prospektif
(n=160,309) telah dilakukan baru-baru ini.10 Rasio risiko (risk ratio) stroke
iskemik per satu standar deviasi (SD) meningkat pada log eCRP yaitu 1.44 (95%
CI 1.32-1.57) ketika ditambahkan dengan umur dan jenis kelamin, tetapi
diturunkan menjadi 1.27 (95% CI 1.15-1.40) ketika ditambahkan lebih jauh lagi
dengan faktor risiko lainnya. Meskipun demikian, mortalitas non-vaskular,
termasuk kanker, juga meningkat secara signifikan (RR tambahan 1.54, 95% CI
1.40-1.68). Hasil ini menyatakan bahwa peningkatan CRP dapat menjadi penanda
penyakit secara umum daripada penanda spesifik risiko penyakit vaskular.
Studi lain tidak mengkonfirmasi hubungan independen yang konsisten dari hsCRP
terhadap risiko stroke. Pada studi Framingham, selama >10 tahun follow-up, pria
pada kuartil tertinggi CRP memiliki risiko stroke dua kali lebih besar daripada
mereka yang berada pada kuartil terendah dan wanita memiliki risiko tiga kali
lebih besar.11 Pada pria Amerika-Jepang yang sehat di Honolulu Heart Program,
penyelidik menemukan peningkatan risiko stroke hampir 4 kali lipat di antara
mereka dengan nilai kuartil hsCRP tertinggi dibandingkan dengan quartil
12
terendah. Hubungan paling kuat ada pada mereka yang berusia >55 tahun, dan
mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi atau diabetes.
Analisis terbaru kami dari data Northern Manhattan Study (NOMAS) tidak
mengkonfirmasi kemampuan hsCRP dalam memprediksi stroke pertama (Gambar
1).13 NOMAS menggambarkan studi-kohort berbasis-komunitas, multi etnik,
bebas-stroke, dengan usia partisipan 40 tahun. Pengukuran hsCRP dilakukan
pada 2240 partisipan (usia rata-rata 68.910.1 tahun; 64.2% wanita; 18.8% putih;
23.5% hitam; dan 55.1% Hispanic). Setelah follow-up selama 7.9 tahun,
dibandingkan dengan mereka dengan hsCRP <1 mg/L, mereka dengan hsCRP >3
mg/L memiliki peningkatan risiko stroke iskemik (HR 1.60, 95% CI 1.06-2.41),
tetapi efeknya melemah setelah ditambahkan dengan faktor risiko lain (adjusted
HR 1.20, 95% CI 0.78-1.86; Gambar 1A). hsCRP >3 mg/L berhubungan dengan
risiko MI (adjusted HR 1.70, 95% CI 1.04-2.77; Gambar 1B) dan kematian
(adjusted HR 1.55, 95% CI 1.23-1.96) pada kohort. Studi lain sama-sama gagal
mengkonfirmasi hubungan kadar hsCRP dengan risiko stroke pada lanjut usia.14
Asosiasi hsCRP dan stroke iskemik mungkin melemah pada populasi lansia
tertentu dan pada mereka dengan faktor risiko yang lebih banyak. 15 Penemuan
asosiasi antara hsCRP dan risiko stroke bergantung pada derajat dimana faktor
risiko lain dimasukkan dalam analisis, usia, dan risiko absolut stroke di populasi.
Studi-studi tersebut dimana asosiasi prediktif ditemukan, cenderung pada kohort
yang mencakup individu yang sehat dan relatif muda.
Peran Statin dalam Mencegah Stroke Pertama pada Pasien dengan Bukti
Adanya Inflamasi
Hipotesis bahwa terapi statin pada wanita dan pria sehat dengan peningkatan
hsCRP berhubungan dengan pengurangan risiko kejadian vaskular telah dilakukan
tes baru-baru ini pada sebuah trial klinis acak yang besar (JUPITER). Pasien
diikutsertakan bila mereka tidak memiliki bukti menderita penyakit
kardiovaskular, diabetes, atau hiperlipidemia, tetapi memiliki hsCRP 2.0 mg/L.
Mereka dibagi secara acak menerima rosuvastatin atau plasebo. Studi tersebut
dihentikan lebih awal karena bukti kelebihan terapi rosuvastatin, dengan
pengurangan insidensi kejadian kardiovaskular utama secara signifikan, termasuk
stroke.17 Terdapat 48% pengurangan relatif risiko stroke (hazard ratio 0.52, 95%
CI 0.34-0.79) pada mereka yang menerima rosuvastatin.
Akan tetapi, terdapat beberapa keterbatasan pada desain studi, yang mengurangi
entusiasme penggunaan statin sebagai terapi anti-inflamasi untuk mencegah
penyakit vaskular. Pertama, keuntungannya rendah dalam syarat yang tidak
mutlak. Kedua, studi tersebut tidak terikat terhadap kadar dasar hsCRP, meskipun
ada beberapa bukti bahwa keuntungan terbesar terlihat pada mereka dengan
hsCRP menurun di bawah 2.0 mg/L. Ketiga, masih belum jelas apakah
mekanisme statin bekerja berhubungan dengan inflamasi atau dengan efek yang
lain. JUPITER hanya memberikan bukti tidak langsung bahwa statin
menguntungkan di antara mereka dengan peningkatan hsCRP, dan hasilnya dapat
merefleksikan keuntungan terapi statin di antara semua pasien, dengan
keuntungan terbesar ada pada mereka dengan risiko yang lebih tinggi.
Waktu pengukuran hsCRP dan Lp-PLA2 memiliki dampak penting terhadap hasil
studi-studi ini. Kadar hsCRP meningkat secara akut setelah stroke dan tetap
meningkat selama 28 hari atau lebih, sementara kadar Lp-PLA2 menurun.20,21
Perubahan ini menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan segera setelah
stroke dan MI tidak reflektif terhadap kadar pre-stroke dan kurang dapat dipercaya
untuk stratifikasi risiko jangka panjang.
Keputusan untuk mengukur hsCRP atau penanda lain pada pasien stroke
didasarkan pada CDC/AHA guidelines 1 sampai data lebih lanjut tersedia. Tidak
ada data yang memberikan validitas pada pendekatan seperti itu, dan tidak ada
guidelines terbaru merekomendasikan pengukuran penanda inflamasi pada pasien
dengan stroke atau bahkan menyediakan kadar yang cocok untuk menentukan
risiko absolut. Karena keterbatasan data yang tersedia, anggota CRP Pooling
Project menyimpulkan bahwa tidak ada data yang cukup untuk
merekomendasikan tes hsCRP secara rutin dalam menentukan prognosis pasien
stroke.22 Studi yang sedang berjalan didesain untuk menentukan penggunaan
prognostik dari pengukuran inflamasi setelah stroke (misal the Levels of
Inflammatory Markers in the Treatment of Stroke study, atau LIMITS).23
Dengan adanya infeksi sebagai faktor risiko kronik, organisme individual telah
dihubungkan dengan aterosklerosis dan risiko stroke. Mikroskopi elektron,
imunositokimiawi, dan reaksi rantai polimerase telah menunjukkan Chlamydia
pneumoniae dalam pembuluh darah individu yang sakit, termasuk arteri serebral
25,26
dan karotis. Organisme tersebut telah dikultur dari plak karotis.27,28 C.
pneumoniae lebih sering ditemukan pada jaringan dengan aterosklerosis (52%)
dibandingkan dengan jaringan non-aterosklerosis (5%).29 Data dari studi
seroepidemiologi memberikan bukti yang bertentangan tentang asosiasi C.
pneumoniae dengan CAD.30 Lebih baru lagi, studi prospektif35 dan case-
control31,32,33,34 telah menemukan bukti asosiasi antara bukti serologis C.
pneumoniae dengan risiko stroke, meskipun studi-studi lain tidak mengkonfirmasi
penemuan ini.36,37,38
Hasil yang bervariasi dari studi-studi ini mengindikasikan bahwa tidak ada sebuah
stroke germ akan ditemukan. Konsep IB telah digunakan untuk menjelaskan
bahwa infeksi berperan dalam aterosklerosis. Berdasarkan hipotesis ini, infeksi
berkontribusi pada kondisi inflamasi plak aterosklerotik, bersama dengan faktor
risiko lain, dan individu dengan paparan terbanyak terhadap berbagai infeksi
selama hidup lebih mudah terkena aterosklerosis dan stroke (Gambar 2). Individu
dengan respons inflamasi yang lebih kuat, mungkin karena polimorfisme pada gen
respons-infeksi, lebih sering mengalami perubahan vaskular yang berhubungan
dengan infeksi.
Keterbatasan studi ini meliputi determinasi post-hoc dari batas yang cocok untuk
IB, dan penggunaan sistem skoring yang sederhana untuk masing-masing infeksi.
Untuk mencatat kemungkinan bahwa infeksi yang berbeda berhubungan dengan
besarnya risiko yang berbeda, kami membuat pada NOMAS sebuah indeks
kuantitatif dari IB berdasarkan asosiasi individual dari setiap 5 patogen dengan
risiko stroke.53 Serologis melawan C. pneumoniae, H. pylori, CMV, HSV1, dan
HSV2 telah diukur pada 1625 partisipan yang di-follow up selama 8 tahun.
Masing-masing infeksi individual berhubungan dengan risiko stroke namun tidak
signifikan, setelah ditambahkan dengan faktor risiko lain (Tabel). Rata-rata index
IB lebih tinggi pada individu berkulit hitam non-Hispanic dan Hispanic
dibandingkan dengan individu berkulit putih non-Hispanic (p<0.0001 untuk kedua
perbandingan). Indeks IB ini berhubungan dengan peningkatan risiko pada semua
stroke (adjusted HR per SD 1.39, 95% CI 1.02-1.90) setelah ditambahkan dengan
faktor risiko lain (Tabel). Hasilnya serupa setelah penambahan dari penanda
inflamasi. Kombinasi endpoint dari semua stroke, MI, dan kematian (adjusted HR
per SD 1.15, 95% CI 1.03-1.29) juga berhubungan dengan indeks IB. Indeks IB
ini juga berhubungan dengan ketebalan plak karotis pada NOMAS, dengan
peningkatan 0.09 mm (95% CI 0.03-0.15 mm) per SD peningkatan indeks IB,
setelah penambahan faktor risiko.54
Analisis ini memberikan bukti bahwa pengukuran IB yang lebih mutakhir
memiliki peran dalam menilai risiko penyakit vaskular. Mereka mendukung
bahwa paparan pada waktu lampau terhadap infeksi berkontribusi pada
aterosklerosis, mungkin dengan mengeksaserbasi inflamasi. Studi lebih lanjut
diperlukan untuk memvalidasi pendekatan terbaru untuk mengukur IB ini,
menetapkan pengukuran IB yang optimal sebagai faktor risiko vaskular, dan
menjelaskan faktor host, termasuk gemetik, yang memodifikasi risiko terkait-
infeksi pada penyakit vaskular.
Serupa dengan studi tersebut, pada analisis prospektif 50.000 pasien di United
Kingdom General Practice Research Database, baik infeksi pernapasan atas
maupun infeksi traktus urinarius, berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. 61
Risiko stroke dalam 3 hari setelah infeksi sebesar tiga kali lebih tinggi, serupa
dengan pada periode bebas-infeksi, dan perlahan hilang dalam 3 bulan berikutnya.
Terdapat pula bukti dari studi observasional bahwa vaksinasi melawan infeksi,
khususnya influenza, dapat mencegah stroke. Vaksinasi influenza selama musim
sebelumnya berhubungan dengan penurunan 50% risiko stroke. 62 Akan tetapi, efek
protektif ini tidak ada pada vaksinasi melawan organisme lain. Mekanisme
keuntungan vaksinasi influenza ini belum jelas namun dapat menggambarkan
penurunan aktivasi imun dari plak aterosklerotik atau koagulasi.63,64 Vaksinasi juga
dapat menurunkan dehidrasi akibat penyakit dan gangguan respirasi. Pada anak-
anak, infeksi varisela tampaknya menggambarkan suatu periode peningkatan
risiko stroke.65 Studi lebih lanjut, termasuk pasien stroke, diperlukan.