Anda di halaman 1dari 10

Stroke. 2010 Oktober ; 41(10 Suppl): S3-S8.

doi:
10.1161/STROKEAHA.110.594945.

Princeton Proceedings: Mekanisme Inflamasi Stroke

Mitchell S.V. Elkind, MD, MS


Departemen Neurologi dan Epidemiologi, Universitas Kolumbia dan RS. New
York-Presbyterian, New York, New York, USA

Abstrak

Penelitian dasar dan klinis memberikan bukti bahwa mekanisme inflamasi


memainkan peranan sentral dalam patogenesis dan progresi aterosklerosis, ruptur
plak, trombosis, dan stroke. Penanda (biomarker) inflamasi seperti high-sensitivity
C-reactive protein (hsCRP) telah diidentifikasi sebagai prediktor stroke pertama
dan sebagai prediktor prognosis setelah stroke. Nilai hsCRP dan penanda lain
dapat bergantung pada karakteristik populasi penelitian, manfaatnya makin
berkurang pada populasi dengan risiko vaskular tinggi. Sebuah trial klinis acak
terbaru menyatakan bahwa penggunaan terapi rosuvastatin pada pasien yang
normal dengan hsCRP >2 mg/dl dapat menurunkan risiko stroke pertama
sebanyak 50%. Meskipun demikian, peran prognostik hsCRP pada pasien setelah
stroke kurang jelas, dan penanda lain, termasuk lipoprotein-associated
phospholipase A2, memberikan informasi tambahan tentang risiko rekurensi
stroke. Lebih jauh lagi, infeksi berperan pada inflamasi dan risiko stroke.
Sementara tidak ada organisme infeksius tunggal yang telah teridentifikasi sebagai
penyebab langsung aterosklerosis, ringkasan mengukur paparan infeksi kronik
multipel, atau beban infeksi, telah dihubungkan dengan risiko stroke dan
aterosklerosis yang mempengaruhi arteri karotis. Infeksi akut juga telah terbukti
berperan sebagai pemicu stroke pada studi epidemiologi. Rekomendasi untuk
memvaksin pasien dengan penyakit kardiovaskular melawan influenza
menggambarkan strategi anti-infektif spesifik pertama untuk dilakukan pada
profilaksis vaskular. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan peran terapi
inflamasi dan infeksi pada pencegahan stroke.

Kata kunci:
Aterosklerosis; inflamasi; infeksi; beban infeksi; statin; stroke, trombosis serebral;
faktor risiko

Introduksi

Penelitian dasar dan klinis memberikan bukti bahwa mekanisme inflamasi


memainkan peranan sentral dalam patogenesis dan progresi aterosklerosis, ruptur
plak, trombosis, dan stroke. Penanda (biomarker) inflamasi seperti high-sensitivity
C-reactive protein (hsCRP) telah diidentifikasi sebagai prediktor stroke pertama
dan sebagai prediktor prognosis setelah stroke. Lebih jauh lagi, infeksi berperan
pada inflamasi dan risiko stroke. Sementara tidak ada organisme infeksius tunggal
yang telah teridentifikasi sebagai penyebab langsung aterosklerosis, ringkasan
mengukur paparan infeksi kronik multipel, atau beban infeksi, telah
dihubungkan dengan risiko stroke dan aterosklerosis yang mempengaruhi arteri
karotis. Infeksi akut juga telah terbukti berperan sebagai pemicu stroke. Artikel
ini, berdasarkan pada presentasi yang disajikan di konferensi Princeton tahun
2010, fokus pada epidemiologi terkini dan studi klinis yang mengevaluasi
hipotesis bahwa penanda inflamasi dan infeksi berhubungan dengan risiko stroke,
dengan penekanan pada investigasi penulis sendiri.

Penanda Inflamasi pada Pencegahan Primer


Studi Epidemiologi hsCRP dan Risiko Stroke

Protein fase akut telah dipelajari secara luas sebagai penanda penyakit arteri
koroner (CAD/Coronary Artery Disease) dan stroke (lebih kurang dipelajari).
hsCRP memiliki banyak kelebihan sehingga direkomendasikan sebagai penanda
molekuler risiko stroke yang berhubungan dengan inflamasi. Kerugian pada
pengujian adalah sangat non-spesifik dan peningkatan akut kadar hsCRP dapat
terjadi pada infeksi akut atau penyakit lain.1

hsCRP memprediksi insiden kejadian kardiovaskular di beberapa populasi


2,3,4
individu sehat secara umum. Pada model multivariat, hsCRP dapat
meningkatkan kemampuan prediktif model melampaui nilai-nilai mengandung
lipid dan faktor risiko lain (p<0.001).5,6,7

Hubungan hsCRP dengan risiko insidensi stroke mungkin bergantung pada desain
studi populasi yang diteliti. Pada Cardiovascular Health Study, di antara pasien
lanjut usia, hsCRP dapat memprediksi insidensi stroke iskemik, 8 meskipun
efeknya rendah. Pada studi di antara pasien lanjut usia Eropa, hsCRP berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke yang fatal, dan juga risiko kematian dari semua
penyebab9 Meta-analisis individual yang besar dari 54 studi kohort prospektif
(n=160,309) telah dilakukan baru-baru ini.10 Rasio risiko (risk ratio) stroke
iskemik per satu standar deviasi (SD) meningkat pada log eCRP yaitu 1.44 (95%
CI 1.32-1.57) ketika ditambahkan dengan umur dan jenis kelamin, tetapi
diturunkan menjadi 1.27 (95% CI 1.15-1.40) ketika ditambahkan lebih jauh lagi
dengan faktor risiko lainnya. Meskipun demikian, mortalitas non-vaskular,
termasuk kanker, juga meningkat secara signifikan (RR tambahan 1.54, 95% CI
1.40-1.68). Hasil ini menyatakan bahwa peningkatan CRP dapat menjadi penanda
penyakit secara umum daripada penanda spesifik risiko penyakit vaskular.

Studi lain tidak mengkonfirmasi hubungan independen yang konsisten dari hsCRP
terhadap risiko stroke. Pada studi Framingham, selama >10 tahun follow-up, pria
pada kuartil tertinggi CRP memiliki risiko stroke dua kali lebih besar daripada
mereka yang berada pada kuartil terendah dan wanita memiliki risiko tiga kali
lebih besar.11 Pada pria Amerika-Jepang yang sehat di Honolulu Heart Program,
penyelidik menemukan peningkatan risiko stroke hampir 4 kali lipat di antara
mereka dengan nilai kuartil hsCRP tertinggi dibandingkan dengan quartil
12
terendah. Hubungan paling kuat ada pada mereka yang berusia >55 tahun, dan
mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi atau diabetes.
Analisis terbaru kami dari data Northern Manhattan Study (NOMAS) tidak
mengkonfirmasi kemampuan hsCRP dalam memprediksi stroke pertama (Gambar
1).13 NOMAS menggambarkan studi-kohort berbasis-komunitas, multi etnik,
bebas-stroke, dengan usia partisipan 40 tahun. Pengukuran hsCRP dilakukan
pada 2240 partisipan (usia rata-rata 68.910.1 tahun; 64.2% wanita; 18.8% putih;
23.5% hitam; dan 55.1% Hispanic). Setelah follow-up selama 7.9 tahun,
dibandingkan dengan mereka dengan hsCRP <1 mg/L, mereka dengan hsCRP >3
mg/L memiliki peningkatan risiko stroke iskemik (HR 1.60, 95% CI 1.06-2.41),
tetapi efeknya melemah setelah ditambahkan dengan faktor risiko lain (adjusted
HR 1.20, 95% CI 0.78-1.86; Gambar 1A). hsCRP >3 mg/L berhubungan dengan
risiko MI (adjusted HR 1.70, 95% CI 1.04-2.77; Gambar 1B) dan kematian
(adjusted HR 1.55, 95% CI 1.23-1.96) pada kohort. Studi lain sama-sama gagal
mengkonfirmasi hubungan kadar hsCRP dengan risiko stroke pada lanjut usia.14

Asosiasi hsCRP dan stroke iskemik mungkin melemah pada populasi lansia
tertentu dan pada mereka dengan faktor risiko yang lebih banyak. 15 Penemuan
asosiasi antara hsCRP dan risiko stroke bergantung pada derajat dimana faktor
risiko lain dimasukkan dalam analisis, usia, dan risiko absolut stroke di populasi.
Studi-studi tersebut dimana asosiasi prediktif ditemukan, cenderung pada kohort
yang mencakup individu yang sehat dan relatif muda.

Hubungan antara hsCRP dan mengukur penyakit serebrovaskular subklinis, yang


dinilai dengan MRI otak, juga masih tidak jelas. Di NOMAS, asosiasi antara
hsCRP dan volume hiperintensitas substansi putih otak tidak ditemukan, meskipun
penanda inflamasi lain berhubungan dengan penyakit pada substansi putih.16

Peran Statin dalam Mencegah Stroke Pertama pada Pasien dengan Bukti
Adanya Inflamasi

Hipotesis bahwa terapi statin pada wanita dan pria sehat dengan peningkatan
hsCRP berhubungan dengan pengurangan risiko kejadian vaskular telah dilakukan
tes baru-baru ini pada sebuah trial klinis acak yang besar (JUPITER). Pasien
diikutsertakan bila mereka tidak memiliki bukti menderita penyakit
kardiovaskular, diabetes, atau hiperlipidemia, tetapi memiliki hsCRP 2.0 mg/L.
Mereka dibagi secara acak menerima rosuvastatin atau plasebo. Studi tersebut
dihentikan lebih awal karena bukti kelebihan terapi rosuvastatin, dengan
pengurangan insidensi kejadian kardiovaskular utama secara signifikan, termasuk
stroke.17 Terdapat 48% pengurangan relatif risiko stroke (hazard ratio 0.52, 95%
CI 0.34-0.79) pada mereka yang menerima rosuvastatin.

Akan tetapi, terdapat beberapa keterbatasan pada desain studi, yang mengurangi
entusiasme penggunaan statin sebagai terapi anti-inflamasi untuk mencegah
penyakit vaskular. Pertama, keuntungannya rendah dalam syarat yang tidak
mutlak. Kedua, studi tersebut tidak terikat terhadap kadar dasar hsCRP, meskipun
ada beberapa bukti bahwa keuntungan terbesar terlihat pada mereka dengan
hsCRP menurun di bawah 2.0 mg/L. Ketiga, masih belum jelas apakah
mekanisme statin bekerja berhubungan dengan inflamasi atau dengan efek yang
lain. JUPITER hanya memberikan bukti tidak langsung bahwa statin
menguntungkan di antara mereka dengan peningkatan hsCRP, dan hasilnya dapat
merefleksikan keuntungan terapi statin di antara semua pasien, dengan
keuntungan terbesar ada pada mereka dengan risiko yang lebih tinggi.

Penanda Inflamasi pada Pencegahan Stroke Kedua

Penggunaan pengukuran hsCRP setelah stroke sebagai prediktor risiko rekurensi


stroke jangka-panjang masih tidak tetap. Pada analisis kasus-kontrol sekunder dari
sebuah trial pencegahan stroke sekunder multisenter, mereka pada tertil tertinggi
hsCRP memiliki peningkatan risiko rekurensi stroke iskemik yang rendah (OR
1.39, 95% CI 1.05-1.85).18 Akan tetapi, hasilnya tidak sepenuhnya ditambahkan
untuk semua faktor risiko. Data dari NOMAS, peningkatan kadar hsCRP (kuartil
atas) berhubungan dengan peningkatan risiko kematian 2 kali lipat setelah
beberapa tahun setelah stroke iskemik pertama, namun tidak berhubungan dengan
peningkatan risiko rekurensi stroke.19 Lipoprotein-associated phospholipase A2
(LpPLA2) berhubungan dengan risiko rekurensi stroke dan kejadian vaskular lain.
Karena hsCRP berhubungan dengan derajat keparahan stroke, sedangkan Lp-
PLA2 tidak, sepertinya hsCRP berperan sebagai pengukur penyakit secara umum
dan keparahan stroke, sementara Lp-PLA2 lebih spesifik terhadap inflamasi
vaskular. Kedua penanda tersebut dapat memberikan informasi tambahan.

Waktu pengukuran hsCRP dan Lp-PLA2 memiliki dampak penting terhadap hasil
studi-studi ini. Kadar hsCRP meningkat secara akut setelah stroke dan tetap
meningkat selama 28 hari atau lebih, sementara kadar Lp-PLA2 menurun.20,21
Perubahan ini menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan segera setelah
stroke dan MI tidak reflektif terhadap kadar pre-stroke dan kurang dapat dipercaya
untuk stratifikasi risiko jangka panjang.

Keputusan untuk mengukur hsCRP atau penanda lain pada pasien stroke
didasarkan pada CDC/AHA guidelines 1 sampai data lebih lanjut tersedia. Tidak
ada data yang memberikan validitas pada pendekatan seperti itu, dan tidak ada
guidelines terbaru merekomendasikan pengukuran penanda inflamasi pada pasien
dengan stroke atau bahkan menyediakan kadar yang cocok untuk menentukan
risiko absolut. Karena keterbatasan data yang tersedia, anggota CRP Pooling
Project menyimpulkan bahwa tidak ada data yang cukup untuk
merekomendasikan tes hsCRP secara rutin dalam menentukan prognosis pasien
stroke.22 Studi yang sedang berjalan didesain untuk menentukan penggunaan
prognostik dari pengukuran inflamasi setelah stroke (misal the Levels of
Inflammatory Markers in the Treatment of Stroke study, atau LIMITS).23

Infeksi Kronik sebagai Faktor Risiko untuk Aterosklerosis dan Stroke

Di antara penyebab pro-inflamasi potensial dari aterosklerosis dan stroke, infeksi


tetap menjadi salah satu yang paling kontroversial. Infeksi dapat berkontribusi
terhadap risiko setidaknya dengan dua jalan. Pertama, infeksi berperan sebagai
faktor risiko kronik, melalui efek akumulasi pada dinding vaskular selama
bertahun-tahun, lebih seperti faktor risiko konvensional seperti hipertensi. Selain
itu, infeksi akut juga berkontribusi terhadap risiko stroke jangka-pendek (misal,
pemicu stroke), sebuah kemungkinan yang dibicarakan pada topik yang lain.24

Dengan adanya infeksi sebagai faktor risiko kronik, organisme individual telah
dihubungkan dengan aterosklerosis dan risiko stroke. Mikroskopi elektron,
imunositokimiawi, dan reaksi rantai polimerase telah menunjukkan Chlamydia
pneumoniae dalam pembuluh darah individu yang sakit, termasuk arteri serebral
25,26
dan karotis. Organisme tersebut telah dikultur dari plak karotis.27,28 C.
pneumoniae lebih sering ditemukan pada jaringan dengan aterosklerosis (52%)
dibandingkan dengan jaringan non-aterosklerosis (5%).29 Data dari studi
seroepidemiologi memberikan bukti yang bertentangan tentang asosiasi C.
pneumoniae dengan CAD.30 Lebih baru lagi, studi prospektif35 dan case-
control31,32,33,34 telah menemukan bukti asosiasi antara bukti serologis C.
pneumoniae dengan risiko stroke, meskipun studi-studi lain tidak mengkonfirmasi
penemuan ini.36,37,38

Virus juga berhubungan dengan aterosklerosis.39 Herpes Simplex Virus (HSV)


telah ditemukan pada manusia sebelum ada lesi aterosklerosis aortik. 40
Cytomegalovirus (CMV) adalah kontributor vaskulopati pada resipien
transplantasi jantung,41 dan infeksi CMV juga lebih sering terjadi pada CAD.42
Peningkatan titer CMV berhubungan dengan perubahan aterosklerotik karotis
lebih awal (peningkatan ketebalan media-intima) dan stenosis karotis.43 Studi
klinis prospektif belum mengkonfirmasi bahwa titer CMV memprediksi
peningkatan risiko kejadian aterosklerotik.44

Beban Infeksi (Infectious Burden/IB)

Hasil yang bervariasi dari studi-studi ini mengindikasikan bahwa tidak ada sebuah
stroke germ akan ditemukan. Konsep IB telah digunakan untuk menjelaskan
bahwa infeksi berperan dalam aterosklerosis. Berdasarkan hipotesis ini, infeksi
berkontribusi pada kondisi inflamasi plak aterosklerotik, bersama dengan faktor
risiko lain, dan individu dengan paparan terbanyak terhadap berbagai infeksi
selama hidup lebih mudah terkena aterosklerosis dan stroke (Gambar 2). Individu
dengan respons inflamasi yang lebih kuat, mungkin karena polimorfisme pada gen
respons-infeksi, lebih sering mengalami perubahan vaskular yang berhubungan
dengan infeksi.

Beberapa45,46,47,48,49 namun tidak semua50,51 studi telah dimulai untuk memberikan


bukti asosiasi antara pengukuran IB yang berbeda dengan pengukuran subklinis
dari aterosklerosis dan penyakit vaskular. Khusus untuk stroke, pada analisis case-
control,52 batuk dengan dahak 3 bulan per tahun (bronkitis kronis) berhubungan
dengan stroke atau TIA di luar dari adanya riwayat merokok, faktor risiko lain,
dan edukasi di sekolah (OR 2.63, 95% CI 1.17-5.94). Infeksi mirip flu yang sering
(>2/tahun) juga berhubungan dengan stroke/TIA.

Keterbatasan studi ini meliputi determinasi post-hoc dari batas yang cocok untuk
IB, dan penggunaan sistem skoring yang sederhana untuk masing-masing infeksi.
Untuk mencatat kemungkinan bahwa infeksi yang berbeda berhubungan dengan
besarnya risiko yang berbeda, kami membuat pada NOMAS sebuah indeks
kuantitatif dari IB berdasarkan asosiasi individual dari setiap 5 patogen dengan
risiko stroke.53 Serologis melawan C. pneumoniae, H. pylori, CMV, HSV1, dan
HSV2 telah diukur pada 1625 partisipan yang di-follow up selama 8 tahun.
Masing-masing infeksi individual berhubungan dengan risiko stroke namun tidak
signifikan, setelah ditambahkan dengan faktor risiko lain (Tabel). Rata-rata index
IB lebih tinggi pada individu berkulit hitam non-Hispanic dan Hispanic
dibandingkan dengan individu berkulit putih non-Hispanic (p<0.0001 untuk kedua
perbandingan). Indeks IB ini berhubungan dengan peningkatan risiko pada semua
stroke (adjusted HR per SD 1.39, 95% CI 1.02-1.90) setelah ditambahkan dengan
faktor risiko lain (Tabel). Hasilnya serupa setelah penambahan dari penanda
inflamasi. Kombinasi endpoint dari semua stroke, MI, dan kematian (adjusted HR
per SD 1.15, 95% CI 1.03-1.29) juga berhubungan dengan indeks IB. Indeks IB
ini juga berhubungan dengan ketebalan plak karotis pada NOMAS, dengan
peningkatan 0.09 mm (95% CI 0.03-0.15 mm) per SD peningkatan indeks IB,
setelah penambahan faktor risiko.54
Analisis ini memberikan bukti bahwa pengukuran IB yang lebih mutakhir
memiliki peran dalam menilai risiko penyakit vaskular. Mereka mendukung
bahwa paparan pada waktu lampau terhadap infeksi berkontribusi pada
aterosklerosis, mungkin dengan mengeksaserbasi inflamasi. Studi lebih lanjut
diperlukan untuk memvalidasi pendekatan terbaru untuk mengukur IB ini,
menetapkan pengukuran IB yang optimal sebagai faktor risiko vaskular, dan
menjelaskan faktor host, termasuk gemetik, yang memodifikasi risiko terkait-
infeksi pada penyakit vaskular.

Infeksi Akut sebagai Pemicu Stroke

Studi case-control juga telah menemukan (dalam 1 minggu) bahwa infeksi


berhubungan dengan stroke akut.55,56,57,58,59 Meskipun demikian, studi case-control
dibatasi oleh inter-individual yang membingungkan. Untuk membatasi hal
tersebut, kami mengambil analisis case-crossover pada partisipan di
Cardiovascular Health Study dengan membandingkan hospitalisasi untuk infeksi
selama periode kasus (90, 30, atau 14 hari dari stroke) dan periode kontrol (1 atau
2 tahun dari stroke).60 Selama follow-up 12.2 tahun, 669 insidensi stroke iskemik
diamati pada partisipan tanpa riwayat stroke. Hospitalisasi untuk infeksi lebih
sering selama case daripada periode waktu control; selama 90 hari dari stroke,
OR=3.4 (95% CI 1.8-6.5). Risiko lebih tinggi ketika waktunya lebih pendek;
selama 30 hari, OR=7.3 (95% CI 1.9-40.9), dan 14 hari, OR=8.0 (95% CI 1.7-
77.3).

Serupa dengan studi tersebut, pada analisis prospektif 50.000 pasien di United
Kingdom General Practice Research Database, baik infeksi pernapasan atas
maupun infeksi traktus urinarius, berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. 61
Risiko stroke dalam 3 hari setelah infeksi sebesar tiga kali lebih tinggi, serupa
dengan pada periode bebas-infeksi, dan perlahan hilang dalam 3 bulan berikutnya.
Terdapat pula bukti dari studi observasional bahwa vaksinasi melawan infeksi,
khususnya influenza, dapat mencegah stroke. Vaksinasi influenza selama musim
sebelumnya berhubungan dengan penurunan 50% risiko stroke. 62 Akan tetapi, efek
protektif ini tidak ada pada vaksinasi melawan organisme lain. Mekanisme
keuntungan vaksinasi influenza ini belum jelas namun dapat menggambarkan
penurunan aktivasi imun dari plak aterosklerotik atau koagulasi.63,64 Vaksinasi juga
dapat menurunkan dehidrasi akibat penyakit dan gangguan respirasi. Pada anak-
anak, infeksi varisela tampaknya menggambarkan suatu periode peningkatan
risiko stroke.65 Studi lebih lanjut, termasuk pasien stroke, diperlukan.

Infeksi sebagai Target Terapi

Guidelines terbaru merekomendasikan vaksinasi terhadap influenza pada pasien


dengan penyakit kardiovaskular untuk mencegah kejadian kardiovaskular.66,67 Hal
ini menggambarkan terapi anti-infeksi pertama sebagai strategi mencegah
penyakit vaskular. Terdapat data dari studi prospektif tak terkontrol yang
menyatakan bahwa terapi infeksi periodontal dapat menyebabkan reduksi
disfungsi endotelial dan ketebalan intima-media.68 Meskipun trial klinis awal
memberikan beberapa bukti bahwa antibiotik, terutama antibiotik makrolid yang
melawan klamidia, dapat mengurangi risiko kejadian penyakit koroner berulang
pada pasien dengan aterosklerosis69, trial kontrol acak definitif tidak dapat
membuktikan penemuan ini.70,71 Saat ini, tidak ada indikasi untuk antibiotik pada
pasien dengan penyakit aterosklerotik. Trial serupa dari antibiotik bagi pasien
dengan stroke belum dilakukan, dan mungkin efeknya terhadap stroke akan
berbeda.

Identifikasi peningkatan risiko stroke jangka-pendek setelah infeksi akut dapat


memiliki dampak terapeutik secara langsung. Sebagai contoh, peningkatan dosis
agen antiplatelet atau statin dapat dilakukan selama periode demam atau infeksi,
ketika keuntungan melebihi risiko efek samping-terkait dosisnya. Sebagai
tambahan, periode selama dan segera setelah hospitalisasi untuk infeksi dapat
menegakkan treatable moment, dimana pasien dapat dievaluasi untuk risiko
kardiovaskular dan strategi preventif standar.

Anda mungkin juga menyukai