Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan kondisi irreversibel,

terjadi bersamaan bronkhitis kronik, emfisema atau kedua-duanya yang ditandai

dengan sesak napas saat beraktivitas dan penurunan aliran udara masuk dan keluar

dari paru (Smeltzer & Bare, 2006). PPOK juga dapat dikatakan sebagai kondisi yang

menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru, hal ini

disebabkan oleh adanya peningkatan resistensi sekunder terhadap edema mukosa

bronkhus atau kontraksi otot polos (Black & Hawks, 2014).


Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang

bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke 4 atau ke 5 setelah penyakit

jantung koroner, pneyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan.

Laporan WHO menyatakan bahwa 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3

juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan pada tahun

2030, PPOK akan menjadi penyebab ke 3 kematian di seluruh dunia. Di Amerika

Serikat kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5

juta dimana 726.000 jiwa diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit dan

119.000 jiwa meninggal selama tahun 2000 (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2006).
Selain itu, menurut The Asia Pacific Cronic Obstruction Pulmonary Disease

(COPD) Roundtable Group memperkirakan, jumlah pasien PPOK sedang hingga

berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56, 6 juta pasien dengan angka

1
prevalensi 6,3%. Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien

dengan prevalensi 5,6 % dan merupakan penyebab kematian urutan keempat di dunia.

Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan yaitu dari

0,14% pada tahun 2006 menjadi 0,16% pada tahun 2007, dan 0,20% pada tahun

2008. Kemudian pada tahun 2009 sebesar 12%, meningkat 0,08% pada tahun 2010

serta naik menjadi 0,09% pada tahun 2011 (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2011).
Merokok adalah faktor resiko utama yang menyebabkan terjadinya PPOK.

Sejumlah zat iritan yang terkandung didalam rokok dapat menstimulasi produksi

mukus berlebih sehingga akan memicu timbulnya batuk, merusak fungsi silia,

menyebabkan inflamasi serta dapat merusak bronkhiolus dan dinding alveolus. Faktor

resiko lain yang menyebabkan terjadinya PPOK adalah polusi udara, perokok pasif,

riwayat infeksi saluran pernafasan, dan keturunan (Smeltzer & Bare, 2006).
Pasien PPOK akan mengalami peningkatan tahanan aliran udara, air trapping,

dan hiperinflasi paru. Pada PPOK akan mengalami hiperinflasi paru yang

menyebabkan kerugian pada otot inspiratori secara mekanik, sehingga terjadi

peningkatan ketidakseimbangan ventilasi pada pernapasan, kekuatan dan kemampuan

usaha bernapas untuk memenuhi volume tidal (Black & Hawks, 2014). Pernapasan

pasien PPOK rata-rata menjadi cepat, sehingga terjadi kelelahan otot diafragma,

karena terjadi penurunan aktivitas sistem syaraf yang menurunkan aliran darah ke

otot, kelemahan otot tersebut akan menyebabkan meningkatnya metabolisme anaerob

yang akan memperberat kerja paru dan mendukung terjadinya keterbatasan aktivitas.

Kondisi tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi ventilasi paru (Black &

Hawks, 2014).

2
Bentuk penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menghindari adanya

kondisi yang memburuk pada pasien PPOK adalah dengan memperbaiki ventilasi,

memfasilitasi perbaikan sekret bronkhial, dan mencegah terjadinya komplikasi

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan terpenuhinya kebutuhan istirahat

tidur pasien PPOK. Untuk memperbaiki ventilasi pasien PPOK adalah dengan

rehabilitasi pulmonal (Black & Hawks, 2014).


Dalam menjalankan penatalaksanaan di rumah sakit perlu keterlibatan

perawat. Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien PPOK yaitu

pemberian posisi, manajemen jalan napas, bantuan ventilasi, tehnik relaksasi, terapi

aktifitas, promosi olahraga, dan pendidikan kesehatan ( black & hawks, 2014).
Berdasarkan evidence penelitian Farida Aini 2008 pada 34 sampel selama 6

hari di dapatkan hasil breathing retraining memberikan pengaruh dalam

meningkatkan ventilasi paru pasien PPOK di dapatkan nilai p value = 0,012. Hasil

penelitian Ritianingsih 2011 pada 36 sampel menunjukan bahwa posisi high fowler

dan orthopneic dapat meningkatkan nilai APE, tetapi posisi orthopneic dapat

meningkatkan nilai APE lebih baik dibandingkan high fowler hasil penelitian

menunjukan bahwa posisi high fowler dan orthopneic dapat meningkatkan nilai arus

puncak ekspirasi (APE)(p=0,0005, =0,05).


Penelitian khasanah 2014 pada 25 sample pasien PPOK selama 3 hari

dilakukan pemberian di dapatkan hasil posisi condong ke depan (ckd) dan pursed lips

Breathing (plb) efektif terhadap peningkatan saturasi oksigen Pasien penyakit paru

obstruktif kronik (ppok) dengan hasil antara kelompok 2 dan kelompok 3 didapatkan

p = 0,006 & 0,002)


Data dari Rumah Sakit Paru dr. Aryo Wirawan Salatiga bahwa PPOK pada

tahun 2012 merupakan diagnosa penyakit urutan ke 1 dari 10 besar dari kunjungan

3
berdasarkan diagnosa penyakit. Sedangkan pada tahun 2013 masuk ururtan ke 2 dari

10 besar dari kunjungan berdasarkan diagnosa penyakit. Jumlah kunjungan pasien

rawat inap untuk kasus PPOK pada tahun sebanyak 815 pasien yang terdiri dari 604

laki-laki dan 211 perempuan. Pada tahun 2013 kunjungan pasien PPOK sebanyak 791

pasien yang terdiri dari 593 laki-laki dan 198 perempuan. Sedangkan pada tahun 2014

pasien yang dirawat karena PPOK sebanyak 772 pasien dengan 607 laki-laki dan 165

perempuan. Pada tahun 2015 sebanyak 991 pasien.pada semester 1 2016 sebanyak

508 pasien.
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan perawat rumah sakit paru ario

wirawan salatiga pada hari senin 07 November 2016 didapatkan hasil bahwa

tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan pada pasien PPOK adalah pemberian

Oksigen, pemberian nebulizer, dan untuk tindakan keperawatan diberikan posisi

Fowler, batuk efektif dan tehnik napas dalam. Ada SOP tindakan keperawatan

pemberian latihan napas pursed lips breathing exercise tetapi jarang diterapkan pada

pasien PPOK.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

Studi Deskriptif tentang Tindakan Keperawatan pada Pasien Ppok Di Rumah Sakit

Paru Ario Wirawan Salatiga


B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tentang Tindakan Keperawatan pada Pasien

Ppok Di Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pemberian posisi pada pasien PPOK di Rumah

Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga


b. Mengetahui gambaran manajemen jalan napas pada pasien PPOK di

Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga

4
c. Mengetahui gambaran pemberian bantuan ventilasi pada pasien PPOK di

Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga


d. Mengetahui gambaran pemberian tehnik relaksasi pada pasien PPOK di

Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga


e. Mengetahui gambaran terapi aktifitas pada pasien PPOK di Rumah Sakit

Paru Ario Wirawan Salatiga


f. Mengetahui gambaran promosi olahraga pada pasien PPOK di Rumah

Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga


g. Mengetahui gambaran pendidikan kesehatan pada pasien PPOK di

Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga


C. MANFAAT
1. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini bermanfaat memberikan tambahan pengetahuan bagi

institusi pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien PPOK, sehingga dalam aplikasinya benar-benar memberikan pelayanan

kesehatan secara holistik, mencakup pelayanan biopsikososio dan spiritual.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi institusi pendidikan untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien PPOK, sehingga kualitas hidup pasien

menjadi meningkat.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Manfaat penelitian ini sebagai salah satu bentuk alternatif tindakan

kemandirian perawat dalam mengurangi sesak nafas dan meningkatkan

ventilasi paru.

4. Bagi Masyarakat

5
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pada masyarakat dalam

melakukan kegiatan sehari-hari untuk mengurangi sesak nafas sehingga

ventilai paru meningkat.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G (2006). Texbook of Medical Surgical Nursing 10th.
Philadelphia. Lippincott Raven Publishers.
2. Black J. M., & Hawk J. H. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. (Edisi 8). St. Louis: Elsevier. Inc. 2014.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006.
4. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
5. S Khasanah, M Maryoto. Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (Ckd) Dan
Pursed Lips Breathing (Plb) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok).jurnal.unimus.ac.id.2014
6. N Ritianingsih,dkk. Peningkatan fungsi ventilasi paru pada klien penyakit paru
obstruksi kronis dengan posisi high fowler dan orthopneic.jurnal keperawatan
Indonesia.2011
7. F Aini,dkk. Pengaruh breathing retraining terhadap peningkatan fungsi ventilasi
paru pada asuhan keperawatan pasien PPOK.jurnal keperawatan Indonesia.2008

Anda mungkin juga menyukai