Bab 1 Persepsi
Bab 1 Persepsi
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
dengan sesak napas saat beraktivitas dan penurunan aliran udara masuk dan keluar
dari paru (Smeltzer & Bare, 2006). PPOK juga dapat dikatakan sebagai kondisi yang
menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru, hal ini
Laporan WHO menyatakan bahwa 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3
juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan pada tahun
Serikat kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5
juta dimana 726.000 jiwa diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 jiwa meninggal selama tahun 2000 (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2006).
Selain itu, menurut The Asia Pacific Cronic Obstruction Pulmonary Disease
berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56, 6 juta pasien dengan angka
1
prevalensi 6,3%. Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien
dengan prevalensi 5,6 % dan merupakan penyebab kematian urutan keempat di dunia.
Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan yaitu dari
0,14% pada tahun 2006 menjadi 0,16% pada tahun 2007, dan 0,20% pada tahun
2008. Kemudian pada tahun 2009 sebesar 12%, meningkat 0,08% pada tahun 2010
serta naik menjadi 0,09% pada tahun 2011 (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2011).
Merokok adalah faktor resiko utama yang menyebabkan terjadinya PPOK.
Sejumlah zat iritan yang terkandung didalam rokok dapat menstimulasi produksi
mukus berlebih sehingga akan memicu timbulnya batuk, merusak fungsi silia,
menyebabkan inflamasi serta dapat merusak bronkhiolus dan dinding alveolus. Faktor
resiko lain yang menyebabkan terjadinya PPOK adalah polusi udara, perokok pasif,
riwayat infeksi saluran pernafasan, dan keturunan (Smeltzer & Bare, 2006).
Pasien PPOK akan mengalami peningkatan tahanan aliran udara, air trapping,
dan hiperinflasi paru. Pada PPOK akan mengalami hiperinflasi paru yang
usaha bernapas untuk memenuhi volume tidal (Black & Hawks, 2014). Pernapasan
pasien PPOK rata-rata menjadi cepat, sehingga terjadi kelelahan otot diafragma,
karena terjadi penurunan aktivitas sistem syaraf yang menurunkan aliran darah ke
yang akan memperberat kerja paru dan mendukung terjadinya keterbatasan aktivitas.
Kondisi tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi ventilasi paru (Black &
Hawks, 2014).
2
Bentuk penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menghindari adanya
kondisi yang memburuk pada pasien PPOK adalah dengan memperbaiki ventilasi,
tidur pasien PPOK. Untuk memperbaiki ventilasi pasien PPOK adalah dengan
perawat. Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien PPOK yaitu
pemberian posisi, manajemen jalan napas, bantuan ventilasi, tehnik relaksasi, terapi
aktifitas, promosi olahraga, dan pendidikan kesehatan ( black & hawks, 2014).
Berdasarkan evidence penelitian Farida Aini 2008 pada 34 sampel selama 6
meningkatkan ventilasi paru pasien PPOK di dapatkan nilai p value = 0,012. Hasil
penelitian Ritianingsih 2011 pada 36 sampel menunjukan bahwa posisi high fowler
dan orthopneic dapat meningkatkan nilai APE, tetapi posisi orthopneic dapat
meningkatkan nilai APE lebih baik dibandingkan high fowler hasil penelitian
menunjukan bahwa posisi high fowler dan orthopneic dapat meningkatkan nilai arus
dilakukan pemberian di dapatkan hasil posisi condong ke depan (ckd) dan pursed lips
Breathing (plb) efektif terhadap peningkatan saturasi oksigen Pasien penyakit paru
obstruktif kronik (ppok) dengan hasil antara kelompok 2 dan kelompok 3 didapatkan
tahun 2012 merupakan diagnosa penyakit urutan ke 1 dari 10 besar dari kunjungan
3
berdasarkan diagnosa penyakit. Sedangkan pada tahun 2013 masuk ururtan ke 2 dari
rawat inap untuk kasus PPOK pada tahun sebanyak 815 pasien yang terdiri dari 604
laki-laki dan 211 perempuan. Pada tahun 2013 kunjungan pasien PPOK sebanyak 791
pasien yang terdiri dari 593 laki-laki dan 198 perempuan. Sedangkan pada tahun 2014
pasien yang dirawat karena PPOK sebanyak 772 pasien dengan 607 laki-laki dan 165
perempuan. Pada tahun 2015 sebanyak 991 pasien.pada semester 1 2016 sebanyak
508 pasien.
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan perawat rumah sakit paru ario
wirawan salatiga pada hari senin 07 November 2016 didapatkan hasil bahwa
tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan pada pasien PPOK adalah pemberian
Fowler, batuk efektif dan tehnik napas dalam. Ada SOP tindakan keperawatan
pemberian latihan napas pursed lips breathing exercise tetapi jarang diterapkan pada
pasien PPOK.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Studi Deskriptif tentang Tindakan Keperawatan pada Pasien Ppok Di Rumah Sakit
4
c. Mengetahui gambaran pemberian bantuan ventilasi pada pasien PPOK di
menjadi meningkat.
ventilasi paru.
4. Bagi Masyarakat
5
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pada masyarakat dalam
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G (2006). Texbook of Medical Surgical Nursing 10th.
Philadelphia. Lippincott Raven Publishers.
2. Black J. M., & Hawk J. H. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. (Edisi 8). St. Louis: Elsevier. Inc. 2014.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006.
4. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
5. S Khasanah, M Maryoto. Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (Ckd) Dan
Pursed Lips Breathing (Plb) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok).jurnal.unimus.ac.id.2014
6. N Ritianingsih,dkk. Peningkatan fungsi ventilasi paru pada klien penyakit paru
obstruksi kronis dengan posisi high fowler dan orthopneic.jurnal keperawatan
Indonesia.2011
7. F Aini,dkk. Pengaruh breathing retraining terhadap peningkatan fungsi ventilasi
paru pada asuhan keperawatan pasien PPOK.jurnal keperawatan Indonesia.2008