Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah Politik Identitas

Nadya Saraswati (114105090)

Fakultas Falsafah dan Peradaban


Hubungan Internasional

RACISM
A Review Essay by Nadya Saraswati

Henderson, Errol A., 2013, Hidden in Plain Sight: Racism in International


Relations Theory in Cambrige Review of International Affairs. Pg. 71-92

Review

Rasisme adalah sebuah praktek, kebijakan, kepercayaan yang mendominasi


berlandasakan konsep ras (Henderson, 2007) Namun konsep rasisme ini juga sebagai
sistem yang dipercaya atau didoktrin (yang dikonstruksikan) yang mengatakan bahwa
perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia dapat menentukan identitas
budaya atau sebuah individu, sehingga sebuah ras tertentu akan merasa lebih unggul
dari kelompok ras lainnya, akhirya mereka mengklaim bahwa mereka berhak untuk
mengatur ras lain yang dirasa lebih rendah dari ras mereka melalui sebuah lembaga,
dan terutama negara. Artikel yang ditulis Henderson ini menjelaskan mengenai
konsep rasisme dalam disiplin ilmu hubungan internasional, lebih khusunya ia
menjelaskan bagaimana pandangan paradigma realisme, liberalisme dan
konstruktivisme dalam rasisme, dan bagaimana power yang dimiliki orang-orang kulit
putih di dunia politik.
Trocki (2013:72) menyebutkan bahwa terdapat konsep dimana kulit putih
merasa bahwa mereka lebih disukai dan lebih beradab dibanding dengan kulit hitam
yang sering mereka identikan dengan kaum barbar dan biadab, mereka juga
beranggapan bahwa kulit hitam merupakan penyebab konflik dan beban bagi kulit
putih. Dan dengan adanya superioritas dari kulit putih maka membuat kulit hitam
terpaksa harus mengikuti kebijakan yang akhirnya sering kali timbul perbudakan,
kolonialisme, genosida, penaklukan kekaisaran, imperialisme, kapitalisme terhadap

JAKARTA, 2016 1
warga kulit hitam bahkan dalam dunia politik, adanya perebutan sumber daya alam
yang menyebabkan perang. Namun, dengan adanya kepentingan kaum-kaum tertentu
di negara Eropa sendiri semakin membuat rasisme lebih kuat dari sebelumnya.
Bukan hanya berbicara mengenai kulit hitam dan kulit putih, pada artikel ini
Henderson juga mencoba mekaji lebih jauh bagaimana paradigma mainstream dalam
hubungan internasional melihat isu rasisme, Trocki akhirnya menemukan bahwa
ketiga paradigma ini pada dasarnya konsep rasisme sendiri melandasi kerangka teori
paradigma tersebut, ternyata dampak dari supermasi kulit putih mempengaruhi teori-
teori dalam hubungan internasional dan nantinya teori tersebut akan dipraktikan pada
dunia perpolitikan dunia sehingga. Hal ini menunjukan, nyatanya kulit putih berhasil
menunjukan bagaimana supermasi kulit putih bahkan pada konstruksi ilmu
pengetahuan.

Case Study
Rasisme telah menjadi bagian dari sejarah manusia sejak dahulu kala. Ini
berasal dari kecenderungan untuk menciptakan stereotype racial atas dasar ras, warna
kulit, kebangsaan, agama dan lain-lain. Seringkali diskriminasi rasial dipraktekkan
bahkan tanpa sadar dipelihara dan disebarkan. Hal ini terjadi karena masyarakat
tersebut telah berhasil menanam benih-benih diskriminasi ke dalam kesadaran kita
jauh sebelum kita mampu untuk sadar apa itu rasis.
Sistem feodal di abad pertengahan dapat digambarkan sebagai praktik rasisme
yang signifikan. Perbudakan dan perhambaan telah diidentifikasi sebagai tempat
paling hitam di peradaban manusia. Bahkan beberapa insiden yang paling
keterlaluan (genosida) terjadi, sebagai tolakan parah rasisme.
Di Indonesia sendiri rasisme dapat digambarkan pada peristiwa kekerasan
terhadap etnis Tiongha tahun 98. Kerusuhan anti-Tionghoa 1998 bukan akibat dari
perselisihan antara penduduk etnis Tionghoa dengan rakyat setempat, ini adalah
gerakan terencana oleh kalangan penguasa saat itu. Latar belakang peristiwa
kerusuhan anti Tionghoa adalah Krisis Ekonomi Asia 1997 melanda Indonesia.
Kesenjangan sosial yang parah, politik dalam negeri diliputi keresahan dalam jangka
waktu lama. Perancang kerusuhan ini erat hubungannya dengan pertarungan internal
para elit politik Indonesia, terutama presiden Indonesia saat itu (Soeharto) yang

JAKARTA, 2016 2
berusaha mengalihkan tekanan krisis moneter dan meringankan tekanan dari dalam
negeri, melalui upaya memecah belah kaum muslim tradisional dengan non-
tradisional, kaum muslim dengan kristiani, dan orang Tionghoa dengan pribumi,
untuk mencapai tujuan mengikis kekuatan oposisi, dan melalui lembaga intel militer
dengan sengaja merancang, menghasut serta mengendalikan pertentangan suku,
agama, ras, antar-golongan.
Ada perasaan kebencian karena kelompok (yang hanya kurang lebih 3-4 %
penduduk Indonesia) menguasai sampai 70% sektor swasta dalam perekonomian
Indonesia dulu. Kebencian terhadap etnis Tionghoa dimulai pada jaman penjajahan
Belanda yang menerapkan politik Devide et Impera dengan cara membagi strata
sosial di wilayah jajahannya mirip seperti pembagian pada sistem kasta. Strata
tersebut dibagi menjadi beberapa bagian antara lain kaum bangsa Eropa di strata
pertama , strata kedua adalah warga Tionghoa, Arab, dan warga pendatang. Warga
pribumi digolongkan dalam strata ketiga atau kasta terendah1
Bangsa Tionghoa masuk ke Indonesia pada abad ke-8. Gelombang kedatangan
warga Tionghoa kedua terjadi pada abad ke-15. Bisa dilihat bahwa kehadiran etnis
Tionghoa di Indonesia lebih lama daripada perbudakan kaum kulit hitam di Amerika.
Lalu kapan seorang etnis Tionghoa bisa menjadi presiden Indonesia? Layaknya
Obama yang sekarang menjadi presiden amerika berkulit hitam.

1 https://saynotoracism2012.wordpress.com/ diakses pada tanggal 17 Oktober 2016


pukul 22.14 WIB

JAKARTA, 2016 3

Anda mungkin juga menyukai