Oleh
RAHMAD EVENDI
1304108010002
3
Istilah Pertambangan Rakyat (PR) digunakan untuk kegiatan pertambangan yang
dilakukan oleh masyarakat secara legal dan formal dan mengacu pada ketentuan-
ketentuan atau peraturan yang ada. Dalam konteks tersebut, UU Minerba No. 4 Tahun
2009, yang merupakan pengganti UU No.11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan, memberikan porsi yang cukup banyak untuk pengaturan PR.
Setidaknya terdapat 32 pasal yang menyinggung secara langsung dan terkait dengan
pertambangan rakyat dari semua pasal yang terdapat dalam UU ini. Jumlah ini jelas jauh
lebih signifikan dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya yang hanya memuat
satu pasal saja, yaitu tentang batasan pengertian PR. Namun demikian, banyaknya jumlah
pasal yang memberikan perhatian kepada PR tidak otomatis menjamin pasal-pasal
tersebut dapat dioperasionalkan atau diterjemahkan langsung ke dalam peraturan daerah
untuk dilaksanakan.
4
saling mengganggu satu dengan yang lain, karena interaksi yang dibangun biasanya
hanya dalam kelompoknya. Apabila hasil yang mereka peroleh tidak lagi cukup
memadai, maka mereka dengan mudah pula pergi berpindah mencari tempat lain. Kondisi
ini dapat terjadi, karena mereka selalu melakukan kegiatan penambangan secara ilegal,
tanpa izin dan tanggungjawab hukum sebagaimana layaknya sebuah aktifitas
pertambangan. Sifat kegiatan mereka yang ilegal tersebut tidak dapat dihindari karena
mereka tidak memiliki modal ekonomi dan keahlian yang dibutuhkan untuk menjalankan
suatu usaha pertambangan. Oleh karena itu, dengan karakter masyarakat penambang yang
seperti itu, maka akan sulit menerapkan aturan penambangan yang digunakan untuk
perusahaan terhadap PR.
Selain yang telah diuraikan di atas, hal penting lainnya yang perlu dicermati
adalah kenyataan bahwa ternyata tidak ada satu pasal pun dalam UU Minerba 2009 yang
menjelaskan batasan atau pengertian tentang PR. Dengan demikian, dapat
diinterpretasikan bahwa batasan tentang PR tersebut masih mengacu kepada peraturan
sebelumnya, yakni UU no. 11 tahun 1967 ataupun Peraturan Menteri (PerMen)
Pertambangan dan Energi (Tamben) tahun 1986 yang memuat batasan tentang PR.
Walaupun batasan tersebut juga tidak cukup menjelaskan tentang pengaturan kegiatan
pertambangan yang dilakukan oleh rakyat, namun setidaknya terdapat pengertian atau
batasan dari kegiatan tersebut, yaitu:
5
Batasan pengertian tersebut setidaknya akan memudahkan dalam pengelompokan
masyarakat yang dapat dimasukkan kedalam batasan PR. Di samping itu, batasan tersebut
juga memberikan kemudahan kepada pemerintah daerah dalam penataan mobilitas
penduduk.
Batasan ini menjadi penting, sebagaimana telah dijelaskan dalam buku hasil
penelitian tim LIPI yang berjudul
Meskipun dalam pasal 3 ayat e pada UU Minerba tersebut juga ditekankan bahwa
dalam rangka mendukung pembangunan nasional, pengelolaan mineral dan batubara juga
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta menciptakan lapangan
6
kerja dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, namun klausul tersebut
adalah suatu pernyataan umum bagi seluruh pertambangan yang dikelola di Indonesia,
dan bukan khusus untuk PR.
4. Pertambangan batubara
2. Wajib mencatat hasil produksi dari seluruh kegiatan dan melaporkan secara
berkala kepada Menteri dan Gubernur setempat, setidaknya 6 bulan sekali.
8
a. Keselamatan dan kesehatan kerja;
c. Pasca tambang
9
peraturan perundang-undangan di negara-negara lain, seperti di Zimbabwe, Afrika
Selatan, Bolivia dan Filipina. Sedangkan di Indonesia, aturan-aturan yang diterbitkan
tentang kegiatan TSK tersebut masih belum ada, walaupun istilah TSK tersebut telah
diperkenalkan sejak tahun 1986 namun belum diakomodir secara spesifik dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang sudah diterbitkan hingga saat ini.
Terminologi PR ini juga sesungguhnya keluar dari aturan umum tata bahasa
Indonesia karena bila dianalogikan dengan kata pertambangan emas yang berarti aktivitas
penambangan untuk memperoleh emas, maka pertambangan rakyat bukan berarti
aktivitas penambangan untuk memperoleh rakyat tetapi bermakna aktivitas penambangan
yang dilakukan oleh rakyat. Dalam hal ini, terminologi PR tersebut merupakan sebuah
idiom, atau sebuah terminologi yang keluar dari ketentuan bahasa yang umum.
Di kalangan masyarakat luas, seringkali terjadi pemahaman yang bias tentang PR.
Pertambangan Rakyat yang bersifat legal dan memiliki sejumlah hak dan kewajiban
dalam kegiatannya, seringkali disamakan dengan kegiatan rakyat yang menambang
walaupun berstatus ilegal, karena hanya dilihat pelakunya saja, yaitu rakyat. Lebih jauh
lagi, karena sifat kegiatan masyarakat tersebut itu ilegal, maka seringkali PR juga
disamakan dengan kegiatan masyarakat yang sering dikenal dengan sebutan
Penambangan Tanpa Ijin (PETI). Namun kemudian, terjadi distorsi pengertian dalam
terminologi PETI itu sendiri ketika istilah tersebut lebih ditekankan pada aspek ilegalnya
tanpa melihat siapa pelakunya, apa teknologi yang dipergunakan dan berapa besarnya
modal yang ditanamkan. Akibatnya, istilah PETI tidak lagi identik dengan kegiatan
masyarakat yang menambang tanpa izin, tetapi digunakan untuk semua kegiatan
penambangan yang dilakukan tanpa izin oleh siapapun.
Pertambangan Rakyat yang sebenarnya, seperti yang tercantum dalam UU No.11
tahun 1967, didefinisikan sebagai suatu kegiatan penggalian atau penambangan yang
dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan peralatan atau teknologi sederhana
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Lebih tepatnya pada pasal 2 UU tersebut di
atas disebutkan:
yang dimaksud dengan Pertambangan Rakyat adalah suatu usaha
pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan A,B dan C yang
10
dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong royong
dengan alat sederhana untuk pencaharian sendiri.
Analisis Dampak Teknik Penambangan Rakyat
Dampak yang dimaksud disini lebih ditekankan pada dampak lingkungan karena
pemilihan teknik penambangan akan menetukan dampak seperti apa yang akan
ditanggung oleh lingkungan tersebut.
Tipologi penambangan dengan cara pendulangan ini berdampak pada terjadinya
pemborosan sumber daya tambang karena kurang efisien, terutama untuk menangkap
emas yang berbutir halus. Dulang sesungguhnya hanya cocok digunakan untuk pekerjaan
yang berhubungan dengan prospecting (yakni, pencarian emas dalam tahap penyelidikan
umum), proses cleaning terhadap konsentrat hasil roughing, atau untuk mengeksploitasi
cebakan eluvial yang kaya akan emas berbutir kasar dan/atau cebakan emas letakan yang
lokasinya memang benar-benar terisolasi.
Pendulangan di sungai tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup
berarti, karena tidak dilakukan penggalian dan secara fisik hanya menyebabkan
penurunan kualitas air berupa meningkatnya kekeruhan air. Namun ketika ribuan
pendulang tinggal di sekitar sungai maka dampak penambangan yang ditimbulkan
menjadi signifikan. Hal ini terjadi karena mereka mulai melakukan penggalian di
bantaran sungai dan bahkan hingga ke kaki bukit untuk mendapatkan material yang akan
didulang. Ampas dari pendulangan itu mereka biarkan berserakan di daerah aliran sungai
sehingga ekosistem sungai menjadi rusak dan bahkan seringkali sangat sulit untuk
mengidentifikasi badan sungai asalnya.
Tipologi 2 ini masih menekankan pada proses pendulangan sebagai cara
memisahkan emas dari material pengotornya, namun material umpan pendulangan
tersebut tidak lagi diambil dari sungai melainkan diperoleh dengan melakukan penggalian
sumuran atau paritan. Mereka membuat sumuran atau paritan mulai dari lokasi yang
masih dekat dengan sungai hingga agak jauh ke kaki bukit. Penggalian tersebut bertujuan
untuk memperoleh lapisan tanah yang diduga mengandung emas, yang selanjutnya
diangkut secara manual ke lokasi pengolahan untuk dilakukan pemisahan butiran emas
dari material pengotornya dengan cara pendulangan.
11
Dalam melakukan penggalian sumuran atau paritan tersebut, para penambang
tidak memiliki keahlian untuk menentukan dengan tepat lokasi yang mengandung emas,
sehingga seringkali lobang yang mereka gali tersebut tidak mengandung emas.
Akibatnya, hampir seluruh wilayah akti-vitas masyarakat tersebut telah penuh dengan
lobang-lobang galian.
Penerapan teknik penambangan tipologi 2 telah menimbulkan dampak lingkungan
yang sangat serius dan jauh lebih besar dari penerapan teknik penambangan tipologi 1.
Dapat dikatakan semua lahan di sekitar aliran sungai hingga ke punggungan bukit di
sekitarnya telah mengalami degradasi yang sangat parah karena tidak akan dapat
dimanfaatkan lagi bila tidak direhabilitasi terlebih dahulu. Bentang alam dari dataran atau
daerah landai yang tadinya sebagian merupakan perkebunan coklat masyarakat berubah
menjadi kumpulan lobang-lobang dengan tumpukan tanah-tanah di pinggirnya.
Sedangkan di tempat proses pendulangan, mereka membuang tailing pendulangan itu
secara acak sehingga aliran sungai tersebut tidak dapat lagi dikenali arah alirannya.
Secara konseptual tipologi penambangan tipe ketiga ini merupakan teknik
penambangan yang lazim dan ideal untuk digunakan dalam proses eksploitasi cebakan
emas letakan. Seperti dampak akibat teknik penambangan tipologi 2, penerapan teknik
penambangan ini juga menimbulkan kerusakan fisik lingkungan yang parah, karena akan
terbentuk lobang-lobang berdiameter cukup besar (bisa mencapai lebih dari 3 meter) pada
lokasi penyemprotan dengan kedalaman bervariasi (sangat tergantung dari kedalaman
lapisan pasir pembawa emas yang mereka cari atau sampai pada ditemukannya batuan
dasar/keras yang tidak lagi bisa disemprot). Sementara itu, pada lokasi dimana sluicebox
dioperasikan akan terjadi penumpukan kerikil-kerikil lepas dan aliran lumpur yang cukup
deras, sehingga mampu mengubah pola aliran sungai yang sudah ada. Aliran lumpur
tersebut tentu saja menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air permukaan atau air
sungai di lokasi tersebut, sehingga tidak akan dapat dimanfaatkan lagi untuk kebutuhan
sehari-hari. Selain itu, karena wilayah yang dipengaruhi oleh aliran lumpur tersebut
cukup luas, maka akan terjadi perubahan ekosistem sungai tersebut yang dapat berujung
pada punahnya biota-biota endemik tertentu dari wilayah tersebut.
12
Untuk melengkapi laporan kerja praktek mahasiswa akan melakukan studi literatur
mencari, mengumpulkan dan membaca dokumen-dokumen untuk memenuhi data
konsepsi wilayah pertambangan aceh, antara lain :
1. Gambaran umum wilayah secara geografis dan secara administratif yang meliputi
luas wilayah dan data geologi wilayah
2. Analisis potensi wilayah
3. Analisis wilayah pertambangan
Wilayah pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau
informasi geologi selanjutnya dapat dijadikan wilayah usaha pertambangan (WUP)
yang ditetapkan oleh menteri. Adapun kriteria rencana penetapan WUP adalah
sebagai berikut :
a. Memiliki formasi batuan pembawa batubara, formasi batuan pembawa mineral
logam, dan/atau formasi batuan pembawa mineral radioaktif, termasuk wilayah
lepas pantai berdasarkan peta geologi;
b. Memiliki singkapan geologi untuk mineral radioaktif, mineral logam, batubara,
mineral bukan logam, dan/atau batuan;
c. Memiliki potensi sumber daya mineral atau batubara;
d. Memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral termasuk mineral ikutannya
dan/atau batubara;
e. Tidak tumpang tindih dengan WPR danlatau WPN;
f. Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan
secara bekelanjutan; dan
g. Merupakan kawasan peruntukan pertarnbangan sesuai dengan rencana tata
ruang.
4. Data potensi sumber daya mineral
V. METODOLOGI
a. Metodologi
Melakukan pengamatan langsung ke lapangan kerja dan mencatat hal-hal yang perlu.
b. Wawancara
Melakukan interaksi langsung dengan para pekerja dan menanyakan pertanyaan yang
diperlukan.
14
c. Studi Literatur
Mencari, mengumpulkan, dan membaca dokumen - dokumen yang berkaitan dengan
judul tugas. Dokumen tersebut dapat berupa buku, jurnal, dan laporan.
VI. PESERTA
Peserta kerja praktek ini adalah mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Syiah
Kuala, yaitu;
Nama : Rahmad Evendi
NIM : 1304108010002
Email : mulkigempimalindo@gmail.com
No. Hp : 081372662935
Dosen Pebimbing
Nama : Dr. Abrar Muslim, ST. M.Sc
NIP : 197205251999031002
No Hp : 082161194913
VII. PENUTUP
Demikian proposal kerja praktek ini kami buat sebagai penjelasan dan pertimbangan bagi
semua pihak. Untuk itu kami berterima kasih dan mengharapkan bantuan dari semua
pihak, demi terselenggaranya kerja praktek ini.
15
16