Anda di halaman 1dari 24

0

LAPORAN KASUS PENYAKIT TIDAK MENULAR

HIPERTENSI STADIUM 2

Pembimbing :

dr. Mamik Setiyawati

dr. Kristina Makarti

Disusun oleh :

Fina Ina Hamidah, S.Ked.

2011730133

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015
1

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang secara luas dikenal
sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan meningkatnya tekanan darah
dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai
penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.1
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar akan bertambah, dimana
baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul
pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan
darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan
lagi. Dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.1
Pada saat ini di negara maju, penyakit sistem kardiovaskuler merupakan penyebab
kematian yang paling utama. Di Indonesia prevalensi tekanan darah tinggi cukup tinggi,
meskipun tidak setinggi di negara-negara yang sudah maju, yaitu sekitar 10%. Sedangkan
WHO memperkirakan bahwa 20% dari umat manusia yang berusia setengah baya
menderita tekanan darah tinggi. Bila penyakit tekanan darah tinggi tidak diobati, tekanan
darah semakin meningkat dengan bertambahnya umur penderita, dan tekanan darah yang
terus meningkat dapat memberikan komplikasi pada jantung, ginjal dan otak penderita.
Oleh sebab itu penyakit tekanan darah tinggi harus segera ditanggulangi.1

11
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
2

BAB II

STASTUS PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Usia : 70 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Margasari RT.04/RW.05, Bojongkantong, Langensari

Tanggal kunjungan ke rumah (visite home) : 5 Januari 2015

Tanggal kunjungan ke Puskesmas : 28 Desember 2015

2.2. Anamnesis

Keluhan utama :

Pusing sejak seminggu yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas Langensari 1 dengan keluhan pusing sejak seminggu yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, telapak tangan dan kaki kesemutan, sulit
3

tidur, mudah lelah, bagian tengkuk terasa kaku dan seluruh badan terasa pegal-pegal.
Keluhan lain seperti pendengaran menurun (budeg), penglihatan menurun (burem),
jantung berdebar-debar, BAB dan BAK pasien lancar tidak ada keluhan.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien sudah mengalami gejala yang sama sebelumnya dan pernah di ukur tekanan
darahnya tinggi mencapai 200/100 mmHg tanggal 23-09-2015 lalu.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit
keluarga seperti hipertensi, asma, dan DM disangkal oleh pasien.

Riwayat pengobatan :

Pasien sudah berobat ke dokter umum tetapi belum ada perbaikan dan lupa nama obatnya.

Riwayat alergi :

Riwayat alergi obat, makanan dan suhu atau udara disangkal oleh pasien.

Riwayat psikososial :

- olahraga : pasien jarang olahraga

- makanan : pasien gemar memakan masakan asin dan mengandung MSG

- psikologi : Pasien sedang banyak pikiran dan kecapean karena beraktivitas


4

2.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

Tekanan darah : 180/90 mmHg

Nadi : 62x/menit kuat angkat regular

Pernafasan : 16 x/menit

Suhu : 36,50C

BB : 53 kg

TB : 150 cm

2.4. Status Generalisata

Kepala : normochepal, rambut berwarna putih distribusi tidak merata, mudah


rontok (-)

Mata : sclera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), edema (-/-), nyeri tekan
orbita (-/-), injeksi konjungtiva (-/-), injeksi siliar (-/-)

Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-), pembesaran di
retroaurikula (-/-)

Hidung : bentuk normal, nyeri tekan (-), sekret (-/-), epistaksis (-)

Mulut : bibir kering (+), sanosis (-), pucat (-), stomatitis pada lidah (-), lidah
kotor (-), gigi caries (+)
5

Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1-T1) hiperemis (-), kripta melebar (-),
detritus (-), post nasal drip (-)

Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.

Thorax : status lokalis

Abdomen : status lokalis

Ekstremitas : akral hangat, udem (-/-), RCT < 2 detik, sianosis (-/-), tremor (-)

2.5. Pemeriksaan Thorax

1. Paru-paru

- inspeksi : normochest, pergerakan dinding dada simetris (+/+), retraksi dinding


dada (-).

- palpasi : vocal fremitus teraba diseluruh lapang paru, tidak ada dada yang
tertinggal.

- perkusi : sonor pada kedua lapang paru

- auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

2. Jantung

- inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikularis

- perkusi : batas jantung normal

- auskultasi : bunyi jantung I meningkat, bunyi jantung II normal, gallop (-), murmur(-)
6

2.6. Pemeriksaan Abdomen

- inspeksi : scar (-), distensi (-)

- palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), masa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

- perkusi : timpani pada empat kuadran abdomen

- auskultasi : bising usus normal

2.7. Resume

Pasien perempuan umur 70 tahun datang ke Puskesmas Langensari 1 dengan keluhan


pusing sejak seminggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, telapak tangan
dan kaki kesemutan, sulit tidur, mudah lelah, bagian tengkuk terasa kaku, dan seluruh
badan terasa pegal-pegal. Keluhan lain seperti pendengan menurun (budeg), penglihatan
menurun (burem), jantung berdebar-debar, BAB dan BAK pasien lancar tidak ada
keluhan. RPD (+) pasien pernah mengalami hal yang sama dengan TD 200/100 mmHg
pada tanggal 23-09-2015 lalu. RPK (-) riwayat hipertensi, asma, dan DM di keluarga
disangkal oleh pasien. R.Pengobatan (+) pasien sudah berobat ke dokter umum tetapi
belum ada perbaikan. R.Alergi makanan, suhu, dan obat disangkal oleh pasien.
R.Psikososial pasien jarang melakukan olahraga, gemar memakan makanan asin dan
mengandung MSG, sedang banyak pikiran dan kecapean karena beraktivitas.

Pemeriksaan fisik yang di dapat yaitu, keadaan umum pasien tampak baik, kesadaran
composmentis, TD 180/90 mmHg, nadi 62x/menit kuat angkat regular, pernafasan
16x/menit.

2.8. Diagnosis

Diagnosis Kerja

Hipertensi Stadium 2
7

Diagnosis banding

Hipertiroid

2.9. Rencana Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

2.10. Penatalaksanaan

a. Non-Medikamentosa

- olahraga secara teratur, minimal 30 menit sehari, 3 kali dalam seminggu.

- diet rendah garam

- kurangi stress

b. Medikamentosa

- captopril tablet 25 mg 2 x 1 tablet/hari (10 hari)

- Paracetamol 500 mg 3 x 1 tablet/hari (10 hari)

- vitamin C 1x 1 tablet/hari (10 hari)

2.11. Prognosa

- Quo ad vitam : ad bonam

- Quo ad functionam : ad bonam

- Quo ad sanationam : ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
8

3.1. DEFINISI HIPERTENSI

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi


diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-
10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan
seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing,
penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat.1

3.2. EPIDEMIOLOGI

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah
utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada didunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan
hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan
kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus
di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.1

3.3. ETIOLOGI

Etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi


primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. kelompok lain dari populasi
dengan persentase rendah mempunyai penyebab khusus, dikenal sebagai hipertensi
sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila
penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.1

3.4. FAKTOR RISIKO


9

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
nutrisi.1
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang
berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama
dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada
orang yang bertambah usianya. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga
akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.

d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,
1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
10

>30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status
gizi normal menurut standar internasional).
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar
sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
kepada timbulnya hipertensi.
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur
(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan
satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak
memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.

Tabel 3.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan.


11

g. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan


dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri
renal yang mengalami ateriosklerosis.

3.5. PATOFISIOLOGI 1

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari


angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang

1
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
12

diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi


osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial
merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi
tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas
vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,
elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat
dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit
hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi
hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten
berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di
aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

BAB IV
13

PEMBAHASAN

4.1. KlLASIFIKASI HIPERTENSI

Pasien perempuan umur 70 tahun datang ke Puskesmas Langensari 1 dengan keluhan


pusing sejak seminggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, telapak tangan
dan kaki kesemutan, sulit tidur, mudah lelah, bagian tengkuk terasa kaku, dan seluruh
badan terasa pegal-pegal. Keluhan lain seperti pendengan menurun (budeg), penglihatan
menurun (burem), jantung berdebar-debar, BAB dan BAK pasien lancar tidak ada
keluhan. RPD (+) pasien pernah mengalami hal yang sama dengan TD 200/100 mmHg
pada tanggal 23-09-2015 lalu. RPK (-) riwayat hipertensi, asma, dan DM di keluarga
disangkal oleh pasien. R.Pengobatan (+) pasien sudah berobat ke dokter umum tetapi
belum ada perbaikan. R.Alergi makanan, suhu, dan obat disangkal oleh pasien.
R.Psikososial pasien jarang melakukan olahraga, gemar memakan makanan asin dan
mengandung MSG, sedang banyak pikiran dan kecapean karena beraktivitas.

Pemeriksaan fisik yang di dapat yaitu, keadaan umum pasien tampak baik, kesadaran
composmentis, TD 180/90 mmHg, nadi 62 x/menit kuat angkat regular, pernafasan
16x/menit.
14

Berdasarkan kasus dan hasil pemeriksaan fisik, pasien dapat dikategorikan


mengalami hipertensi stadium 1, dimana klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC
VIII, yaitu :

Klasifikasi Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolic


(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Stadium 1 140-159 90-99
Stadium 2 > 160 > 100

Tabel : perkembangan Ny.T pada saat kunjungan ke Puskesmas Langensari 1 dan


kunjungan ke rumah pasien (visite home)

Pemeriksaan di Puskesmas (28 Desember Pemeriksaan di rumah (visite home)


2015) 05 Januari 2015
1. Pusing ++ 1. Pusing +
2. Sakit kepala ++ 2. Sakit kepala +
3. Telapak tangan dan kaki kesemutan ++ 3. Telapak tangan dan kaki
4. Sulit tidur kesemutan +
5. Mudah lelah 4. Sulit tidur
6. Sakit daerah tengkuk ++ 5. Mudah lelah
7. Seluruh badan pegal-pegal 6. Sakit daerah tengkuk +
8. Jantung berdebar ++ 7. Pegal-pegal seluruh badan
9. Penglihatan menurun (burem) berkurang
10. Pendengaran menurun (budeg) 8. Jantung berdebar +
11. TD 180/90 mmHg 9. Penglihatan menurun (burem)
10. Pendengaran menurun (budeg)
11. TD 180/90 mmHg
15

4.2. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI

Penatalaksanaan pada hipertensi bedasarkan JNC VII, yaitu 3:

Perubahan gaya hidup dan terapi obat memberikan manfaat yang berarti bagi pasien
hipertensi
Target tekanan darah < 140/90 bagi hipertensi tanpa komplikasi dan target tekanan
darah < 130/80 bagi hipertensi dengan komplikasi

Diuretik tiazid merupakan obat pilihan pertama untuk mencegah komplikasi


kardiovaskular.

Hipertensi dengan komplikasi pilihan pertama diuretik tiazid tapi juga bisa digunakan
penghambat ACE (captopril,lisinopril,ramipril dll), ARB (valsartan, candesartan dll),
beta bloker (bisoprolol) dan antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin dll) bisa juga
dipertimbangkan.

Pasien hipertensi dengan kondisi lain yang menyertai seperti gagal ginjal dan lain-lain,
obat anti hipertensi disesuaikan dengan kondisinya.

Monitoring tekanan darah dilakukan 1 bulan sekali sampai target tercapai dilanjutkan
setiap 2 bulan, 3 bulan atau 6 bulan. Semakin jauh dari percapaian target tekanan
darah, semakin sering monitoring dilakukan.

Terdapat 9 rekomendasi pada penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VIII, yaitu :2

1. Pada pasien berusia 60 tahun, mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik
150 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi hingga tekanan darah
sistolik tujuan <150 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg
(rekomendasi kuat - level A). Jika terapi menyebabkan tekanan darah sistolik yang
lebih rendah (misalnya <140 mmHg) dan terapi ditoleransi dengan baik tanpa efek

3J
NC VII
16

samping pada kesehatan dan kualitas hidup, maka tidak perlu penyesuaian dosis
(pendapat ahli level E).
2. Pada pasien berusia <60 tahun, mulai terapi farmakologi pada tekanan darah diastolik
90 mmHg dan terapi hingga tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg (untuk usia
30-59 tahun, rekomendasi kuat - level A; untuk usia 18-29 tahun, pendapat ahli - level
E).

3. Pada pasien berusia <60 tahun, mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik
140 mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg (pendapat
ahli level E)

4. Pada pasien berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, mulai terapi
farmakologi pada tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90
mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah
diastolik tujuan <90 mmHg (pendapat ahli - level E).

5. Pada pasien berusia 18 tahun dengan diabetes, mulai terapi farmakologi pada
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi
hingga tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan
<90 mmHg (pendapat ahli - level E).

6. Pada populasi non-kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes,
terapi antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor,
atau ARB (rekomendasi sedang - level B). Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 di
mana panel merekomendasikan diuretik jenis thiazide sebagai terapi awal untuk
sebagian besar pasien.

7. Pada populasi kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes, terapi
antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide atau CCB (untuk populasi
kulit hitam secara umum: rekomendasi sedang - level B; untuk populasi kulit hitam
dengan diabetes: rekomendasi lemah - level C).
17

8. Pada populasi berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik (PGK), terapi
antihipertensi awal (atau add-on) harus meliputi ACE inhibitor atau ARB untuk
memperbaiki outcome ginjal. Hal ini diaplikasikan pada semua pasien PGK dengan
hipertensi tanpa memperhatikan ras atau status diabetes (rekomendasi sedang - level
B).

9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah
tujuan. Jika tekanan darah tujuan tidak tercapai dalam 1 bulan terapi, tingkatkan dosis
obat awal atau tambahkan dengan obat kedua dari salah satu golongan obat dalam
rekomendasi no.6 (diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor, atau ARB). Dokter
harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen terapi hingga tekanan
darah tujuan tercapai. Jika tekanan darah tujuan tidak dapat tercapai dengan 2 obat,
tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang diberikan. Jangan gunakan ACE
inhibitor dan ARB bersamaan pada pasien yang sama.

4.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG 4

1) Hematokrit

Pada penderita hipertensi kadar hematokrit akan meningkat seiring dengan


meningkatnya kadar natrium dalam darah. Pemeriksaan hematokrit diperlukan untuk
melihat perkembangan pengobatan hipertensi.

2) Kalium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.

3) Kreatinin serum

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kreatinin adalah kadar kreatinin dalam darah
meningkat, sehingga berdampak pada fungsi ginjal.

4) Urinalisa
18

Darah, protein, glukosa menggambarkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

5) Elektrokardiogram (EKG)

Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan


pemeriksaan ini, dapat juga menggambarkan lamanya hipertensi yang sedang
berlangsung.

4.4. KOMPLIKASI 4

1) Penyakit jantung dan pembuluh darah

Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi yaitu
penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit jantung hipertensi. Hipertensi
merupakan penyebab paling umum dari hipertrofi ventrikel kiri. Waktu yang lama
dan naiknya tekanan darah tidak mutlak sebagai timbulnya hipertrofi ventrikel kiri,
karena adanya faktor-faktor lain selain peninggian tekanan darah yang penting untuk
perkembangannya.

2) Penyakit hipertensi serebrovaskuler

Hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke karena
pendarahan atau eteroemboli.

3). Ensefalopati hipertensi

Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan-perubahan


neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang
meningkat, dan kembali normal bila tekanan darah kembali diturunkan. Enselofati
hipertensi biasanya ditandai oleh rasa sakit kepala hebat, bingung, lamban dan sering
disertai dengan muntah-muntah, mual dan gangguan penglihatan.

4.5. PROGNOSIS
19

Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.4

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan pasien Ny.T mengalami hipertensi


stadium 2, hal ini didukung dengan gejala klinis pasien yang mengarah pada hipertensi seperti
pusing, sakit kepala, sakit di bagian tengkuk, penglihatan menurun (buram), pendengaran
menurun (budeg), dan jantung berdebar-debar serta pemeriksaan fisik yang didapatkan TD
180/90 mmHg.

Untuk penatalaksanaan pada pasien dapat dilakukan secara non-medikamentosa


dengan cara diet rendah garam, kurangi stress, dan tbiasakan olahraga minimal 30 menit
dalam sehari selama sedikitnya 3 kali dalam seminggu, serta pengobatan secara
medikamentosa yaitu pemberian obat antihipertensi golongan ACE Inhibitor (captopril tablet
25 mg 2 x 1 tablet/hari selama 10 hari, Paracetamol 500 mg 3 x 1 tablet/hari (10 hari), vitamin
C 1x 1 tablet/hari (10 hari).
20

REVISI

Penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VIII, yaitu :2

1. Pada pasien berusia 60 tahun, mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik 150
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik
tujuan <150 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg (rekomendasi kuat -
level A). Jika terapi menyebabkan tekanan darah sistolik yang lebih rendah (misalnya
<140 mmHg) dan terapi ditoleransi dengan baik tanpa efek samping pada kesehatan dan
kualitas hidup, maka tidak perlu penyesuaian dosis (pendapat ahli level E).
2. Pada pasien berusia <60 tahun, mulai terapi farmakologi pada tekanan darah diastolik 90
mmHg dan terapi hingga tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg (untuk usia 30-59
tahun, rekomendasi kuat - level A; untuk usia 18-29 tahun, pendapat ahli - level E).

3. Pada pasien berusia <60 tahun, mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik 140
mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg (pendapat ahli level
E).

4. Pada pasien berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, mulai terapi farmakologi
pada tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan
terapi hingga tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan
<90 mmHg (pendapat ahli - level E).

5. Pada pasien berusia 18 tahun dengan diabetes, mulai terapi farmakologi pada tekanan
darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi hingga
21

tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg
(pendapat ahli - level E).

6. Pada populasi non-kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes, terapi
antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor, atau ARB
(rekomendasi sedang - level B). Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 di mana panel
merekomendasikan diuretik jenis thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien.

7. Pada populasi kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes, terapi
antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide atau CCB (untuk populasi kulit
hitam secara umum: rekomendasi sedang - level B; untuk populasi kulit hitam dengan
diabetes: rekomendasi lemah - level C).
8. Pada populasi berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik (PGK), terapi
antihipertensi awal (atau add-on) harus meliputi ACE inhibitor atau ARB untuk
memperbaiki outcome ginjal. Hal ini diaplikasikan pada semua pasien PGK dengan
hipertensi tanpa memperhatikan ras atau status diabetes (rekomendasi sedang - level B).

9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah
tujuan. Jika tekanan darah tujuan tidak tercapai dalam 1 bulan terapi, tingkatkan dosis obat
awal atau tambahkan dengan obat kedua dari salah satu golongan obat dalam rekomendasi
no.6 (diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor, atau ARB). Dokter harus terus menilai
tekanan darah dan menyesuaikan regimen terapi hingga tekanan darah tujuan tercapai. Jika
tekanan darah tujuan tidak dapat tercapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga
dari daftar yang diberikan. Jangan gunakan ACE inhibitor dan ARB bersamaan pada
pasien yang sama.
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa:
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.

2. James PA, Oparil S, Carter BL, Cusman WC, Dennison C, Handler J, dkk. 2014.
Evidence-Based Guideline for The Management of high Blood Presure in Adults
; Report from the Panel member Appointed to the Eight Joint National (JNC 8),
JAMA ; 18 Dec 2013.

3. JNC VII

4. Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku


kedokteran: EGC

5. Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. Dalam Aru,


W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S. Editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1993-2008.
23

Anda mungkin juga menyukai