VSD / ventricular septal defect pada dasarnya merupakan suatu jenis penyakit jantung bawaan
(PJB) dimana terdapat kebocoran pada sekat yang membatasi antara bilik kanan dan kiri jantung.
Sebenarnya kelainan ini cukup sering dijumpai (relatif umum), merupakan salah satu PJB yang
paling banyak, dan memiliki angka kejadian 1,5-3,5 per 1000 kelahiran hidup. Penyebabnya tidak
ada faktor tunggal, jadi multifaktor. Pada dasarnya karena gangguan perkembangan jantung
selama masa embrional. Tetapi diketahui bahwa faktor genetik, riwayat keluarga, diabetes
maternal, alkohol, dan faktor lingkungan memainkan peranan dalam terjadinya gangguan ini.
Keparahan akan sangat tergantung dari besarnya ukuran VSD. Jika kecil, bahkan dapat tidak
bergejala. Pada usia 2 tahun sekitar 50% VSD yang berukuran kecil dan tidak bergejala akan
mengalami penutupan spontan (baik sebagian ataupun seluruhnya) sehingga tidak diperlukan
pengobatan. Pada anak yang menunjukkan tanda gagal jantung perlu dilakukan pengobatan
terhadap gejala gagal jantungnya. Jika tidak terkendali, didapatkan infeksi saluran nafas berulang,
dan gangguan/gagal tumbuh maka perlu intervensi untuk menutup VSD tersebut.
2. Keracunan Sianida =
Mekanisme Gangguan
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk
pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound
methemoglobin. Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak
berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat
dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion
sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin.
Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat
anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada
dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam
mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.
Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat berikutnya dalam reaksi redoks
couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria,
siklus Kreb, dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada
mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP.
Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler
dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal
akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen
kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga
menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan
kerusakan oleh radikal bebasnya.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian
memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi
tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin. Hiperlaktamia terjadi pada
keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi,
laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi
kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh.
Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi proses berkelanjutan yang tidak
terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa
mutasi dan delesi dari DNA mitokondria.
Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi
NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3dalam rantai
transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik,
sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat.
Gejala-gejala Keracunan
Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa
lama kontak dan berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh
yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali.
Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah
yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan,
sakit kepala, mual, bingung, vertigo, danhypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau
aritmea AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida
merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope,
koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan yang berat.
Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal,
kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari
toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian.
Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini
dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat,
gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang.
Anak dengan PJB memiliki kelainan struktur jantung yang dapat berupa lubang atau defek pada sekat
ruang-ruang jantung, penyempitan atau sumbatan katup atau pembuluh darah yang berasal atau
bermuara ke jantung, ataupun abnormalitas konfigurasi jantung serta pembuluh darah. Kelainan
struktur tersebut dapat bersifat tunggal ataupun berkombinasi sehingga menimbulkan PJB kompleks.
Kendati terdapat ratusan bahkan ribuan tipe kelainan, secara garis besar PJB dapat dikelompokkan
menjadi dua tipe. Tipe pertama disebut dengan PJB biru (sianotik), yaitu jenis PJB yang menyebabkan
warna kebiruan (sianosis) pada kulit dan selaput lender terutama di daerah lidah/bibir dan ujung-
ujung anggota gerak akibat kurangnya kadar oksigen di dalam darah. Tipe yang kedua disebut dengan
PJB non-sianotik, yaitu PJB yang tidak menimbulkan warna kebiruan pada anak. PJB non-sianotik
umumnya menimbulkan gejala gagal jantung yang ditandai dengan sesak yang memberat saat
menetek/beraktivitas, bengkak pada wajah, anggota gerak, serta perut, dan gangguan pertumbuhan
yang menyebabkan kekurangan gizi.
4. Pansistolik derajat 5
Bising holosistolik (Tipe pansistolik)
Timbul sebagai akibat aliran yang melalui bagian jantung yang masih terbuka (seharusnya dalam
keadaan tertutup pada kontraksi jantung) dan mengisi seluruh fase sistolik. Bising dimulai bersamaan
dengan bunyi jantung I, terdengar sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan bunyi jantung
II, terdapat pada defek septum ventrikel, insufisiensi mitral, atau insufisiensi trikuspid.
Derajat intensitas bising jantung menurut American Heart Association), dinilai dengan skala I sampai VI.
Skala I : Intensitas terendah, sering tidak terdengar oleh pemeriksa
yang belum berpengalaman
Skala II : Intensitas rendah, biasanya dapat didengar oleh pemeriksa
yang belum berpengalaman.
Skala III : Intensitas sedang tanpa thrill
Skala IV : Intensitas sedang dengan thrill
Skala V : Bising terkuat yang dapat didengar bila stetoskop
diletakkan di dada. Berkaitan dengan thrill
Skala VI : Intensitas terkuat: dapat didengar sewaktu stetoskop
diangkat dari dada. Berkaitan dengan thrill. 1
Dari nada dan kualitas bising tidaklah dapat dibedakan bising faali atau bising yang terjadi karena
kelainan jantung organis. 3
Bising dapat dilukiskan, misalnya, sebagai derajat II/VI, derajat IV/VI, atau derajat II-III/VI.
5. Bunyi Gallop
6. Gagal Jantung pada anak
Gagal jantung
Gagal jantung menyebabkan napas cepat dan distres pernapasan. Penyebabnya meliputi antara lain penyakit
jantung bawaan, demam rematik akut, anemia berat, pneumonia sangat berat dan gizi buruk. Gagal jantung dapat
dipicu dan diperberat oleh kelebihan cairan.
Diagnosis
Takikardi (denyut jantung > 160 kali/menit pada anak umur di bawah 12 bulan; > 120 kali/menit pada umur
12 bulan-5 tahun).
Irama derap dengan crackles/ronki pada basal paru.
Hepatomegali, peningkatan tekanan vena jugularis dan edema perifer (tanda kongestif)
Pada bayi napas cepat (atau berkeringat), terutama saat diberi makanan; pada anak yang lebih tua
edema kedua tungkai, tangan atau muka, atau pelebaran vena leher.
Bila memungkinkan ukur tekanan darah. Bila meningkat, pertimbangkan glomerulonefritis akut.
Pemeriksan penunjang: darah rutin, foto dada, EKG
Tatalaksana
Penatalaksanaan lengkap lihat buku standar pediatrik. Penatalaksanaan untuk gagal jantung anak tanpa kondisi gizi
buruk adalah sebagai berikut:
Diuretik. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB IV akan meningkatkan aliran urin dalam 2 jam. Jika dosis
awal tidak efektif, berikan dosis 2 mg/kgBB dan diulang 12 jam kemudian bila diperlukan. Setelah itu, dosis
tunggal harian 1-2 mg/kgBB per oral dianjurkan.
Oksigen. Berikan oksigen bila frekuensi napas 70 kali/menit, didapatkan distres pernapasan, atau
terdapat sianosis sentral.
Beberapa obat yang digunakan dalam gagal jantung seperti di bawah ini, kemungkinan tidak tersedia di rumah sakit.
Bila perlu, rujuk pasien ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya.
Digoksin
Dopamin
Dobutamin
Captopril
Perawatan penunjang
Pemantauan
Anak harus dipantau oleh perawat sedikitnya setiap 6 jam (setiap 3 jam bila diberikan oksigen) dan oleh dokter sehari
sekali. Pantau frekuensi pernapasan dan denyut nadi, ukuran besar hati dan berat badan untuk penilaian
keberhasilan terapi. Lanjutkan pengobatan sampai frekuensi pernapasan dan denyut nadi normal dan hati tidak lagi
membesar.
Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.(1,2,3)
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung dewasa, namun sukar
pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau isometrik harus dihindari,
namun tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas
fisik harus sangat dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan
kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak
berteriak-teriak tidak terkendali).3 Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam
selama 1-2 hari.(2)
2. Penggunaan oksigen.(2,3)
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung dengan udem paru-paru,
terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang mendasari dengan hipoksemia kronik.(3) Diberikan
oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
saluran nafas keluar.2 Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan gagal jantung
kronik.(3)
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.(2)
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3) dari kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk
mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak
menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung yang parah.(1,3.10)
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori karena kebutuhan
metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori
harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar
karena anak ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk
membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.(10)
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur terhadap denyut
jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru,
derajat edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.(2)
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.(2)
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam, akan sangat
meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi denyut normal.
Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang
menghasilkan peningkatan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb <
7 gr % berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap
miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat udem paru
pada bayi/ anak yg mengalami gagal jantung kiri.12 Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan
jika udem paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika akan
dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan
gagal jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya diberikan
antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
8. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran perbaikan
pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan pipa yang terus-menerus.(1,2)
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk membuat generalisasi
mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun demikian, dipegang beberapa prinsip umum.
Secara farmakologis, pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat, yaitu:(3)
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan digitalis, jika gagal
jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik (pegurangan prabeban) untuk mengendalikan
retensi garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba
pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika
pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa jantung dapat dicoba
dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut
yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung.(3) Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan
yang teliti dan berulangkali terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar,
desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.(2)
Gambar 2. Efek obat anti gagal jantung dalam hubungannya dengan hukum frank starling dan fungsi
ventrikel.(4)
Meningkatkan Daya Kerja Jantung
Digitalis merupakan obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai pada bayi dan anak. Prinsip
efek farmakologik digitalis ialah meningkatkan kontraksi otot jantung (inotropik positif) dan
memperlambat frekuensi denyut jantung (kronotopik negatif). Efek ini menyebabkan curah jantung
meningkat, desakan vena sentralis menurun dan ruangan jantung mengecil.(1,2) Dengan membaiknya
sirkulasi terjadi diuresis (pra beban menurun) sehingga curah sekuncup meningkat.
Dianjurkan supaya selalu memakai satu macam preparat saja yang dapat diberikan peroral maupun
parenteral supaya memperoleh pengalaman dan mudah mengenal tanda-tanda intoksikasinya. Preparat
yang dianjurkan untuk bayi dan anak ialah digoksin, karena preparat ini dapat digunakan secara oral
maupun parenteral. Secara oral, digoksin dapat diserap antara 60-85%. Juga dapat digunakan pada
keadaan gawat darurat maupun dalam keadaan kronis. Efek maksimal terjadi pada sekitar 2-6 jam
sesudah pemberian per oral, efek awal dapat dilihat sesudah 30 menit pemberian. Bila obat diberikan
secara intravena, efek awal terlihat pada sekitar 15-30 menit, dan efek puncak terjadi pada sekitar 1-4
jam. Sebagian terbanyak dari dosis inisial dieksresikan melalui ginjal dalam waktu 24 jam dan
menghilang dari tubuh dalam waktu 48-72 jam.(1,2,10)
Pemakaian digitalis harus hati-hati karena respons dan toksisitas bersifat individu dan juga sempitnya
batas antara dosis terapi dan dosis toksis. Dosis disesuaikan dengan respons penderita. Pada inflamasi
miokardium, pasca operasi jantung dan bayi prematur, umumnya sensitivitas miokardium meningkat
terhadap digitalis. Untuk menghindari efek buruk digitalis maka perlu diperhatikan beberapa hal
berikut:(1,2,10)
1. Instruksi harus jelas tentang macam preparat dan cara pemberian, harus ditulis.
2. Lakukan EKG sebelum pemberian digoksin untuk membedakan apakah perubahan EKG yang mungkin
terjadi akibat digitalis atau akibat penyakitnya.
3. Jika mungkin periksa kadar K dan Ca++ karena pada hipokalemi dan hiperkalsemi, mempercepat
keracunan digitalis. Karena hipokalemi relatif sering pada penderita yang mendapat diuretik, maka
diuretik harus dipantau dengan ketat pada penderita yang mendapat diuretik yang memboroskan
kalium (furosemid).
4. Untuk penderita gagal jantung dengan udem, gunakan cara suntikan intravena.
5. Gunakan dosis efektif paling rendah.
6. Perhitungan dosis harus juga cermat. Dikenal 2 cara pemberian: dosis digitalisasi (dosis inisial) dan
rumatan.
a. Pada digitalisasi (dosis inisial),
setengah dosis digitalisasi total diberikan segera pada permulaan, 6-8 jam kemudian seperempat dosis
digitalisasi total dan sisanya 6-8 jam kemudian.10 Kadang-kadang untuk memperoleh efek digitalisasi
yang maksimal diperlukan dosis keempat yang sama dengan dosis ketiga. EKG harus dipantau dengan
ketat dan irama ekg diambil sebelum setiap pemberian masing-masing pemberian digitalisasi tersebut.
Digoksin harus dihentikan jika ditemukan gangguan irama baru.(1)
b. Rumatan
Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh.1 Dosis harian dibagi dalam dua
bagian dan diberikan pada interval 12 jam agar kadar darah kurang lebih tetap dan fleksibilitasnya
lebih besar pada kasus keracunan. Dosis rumat adalah 1/5-1/3 dari dosis digitalisasi total.Dosis
maksimum untuk rumatan adalah 2 x 0,125 mg atau 2 x tablet digoksin.1,10 Untuk penderita yang
yang pada mulanya didigitalisasi secara intravena, digoksin rumat dapat diberikan secara oral jika
makanan oral dapat diterima. Karena penyerapan dari saluran pencernaan kurang pasti, dosis rumat
oral biasanya 20-25% lebih tinggi daripada jika digoksin digunakan secara parenteral. Dosis digoksin
harian normal untuk anak yang yang lebih tua (umur lebih dari 5 tahun) yang dihitung dengan berat
badan harus tidak melebihi dosis dewasa biasa 0,2-0,5 mg/24 jam.(1)
7. Pada kasus yang tidak begitu berat,pemberian digitalis dapat langsung dengan dosis rumatan.
Tanda bahwa digitalis berefek antara lain:(10)
1. Frekuensi jantung dan respirasi berkurang
2. Hepar mengecil
3. Perasaan lebih enak
4. Volume urin 24 jam bertambah
Keracunan digitalis yang mudah terjadi karena sempitnya batas dosis optimum dan dosis toksik, dapat
menyebabkan kematian. Faktor predisposisi keracunan digitalis adalah hipokalemia. Hipokalemia sering
terjadi pada pemberian diuretik yang kuat, pada anak dengan muntah-muntah, pada terapi steroid.
Oleh karena itu, bila pada anak diberi digitalis kombinasi dengan diuretik, jangan lupa memberi
preparat kalium.10
Kadar kalsium yang tinggi juga dianggap menambah sensitivitas miokardium terhadap digitalis. Oleh
karena itu, pada waktu pemberian digitalis jangan sekali-kali diberi kalsium secara intravena,
pemberian ini dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Gejala klinik keracunan digitalis antara
lain: (10)
- Mual muntah
- Takiaritmia, blokade atrioventrikular