Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir setiap orang mengenai timbilen atau timbil yang dalam bahasa media disebut
Hordeolum. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, mulai anak anak hingga orang tua.
Disebutkan bahwa angka kejadian pada usia dewasa lebih banyak dibandingkan anak - anak.
Tidak ada perbedaan angka kejadian (insidens rate) antara wanita dengan pria. Adakalanya
seseorang mudah banget mengalami timbilen (berulang). Ibaratnya, baru sembuh yang satu,
kemudian muncul lagi timbil ditempat lain.
Hordeolum (stye) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata
bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan bakteri, biasanya oleh kuman
stafilokokus (Staphylococcus aureus). Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata
atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, Zeiss, dan Moll.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin lebih memahami tentang :
1. Bagaimana Konsep Medis dari Hordeolum ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hordeolum ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu :
1. Penulis dan pembaca dapat memahami dan mengerti tentang Konsep Medis dari Hordeolum.
2. Penulis dan pembaca mengerti dan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Hordeolum

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
1. Definisi
Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar pada kelopak mata (Meibon, Zeiss,
atau Moll). (Arief Mansjoer,dkk)
Hordeolum adalah infeksi akut kelenjar di palpebra yang berisi material purulen yang
menyebabkan nyeri tajam yang tumpul.
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar meibom yang terkena,
timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan hordeolum eksterna
yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum yakni benjolan dikelopak mata yang disebabkan oleh peradangan di folikel
atau kantong kelenjar yang sempit dan kecil yang terdapat di akar bulu mata. Bila terjadi di
daerah ini, penyebab utamanya adalah infeksi akibat bakteri.

2. Etiologi
Penyebabnya adalah peradangan muara kelenjar pada lapisan kelopak mata atas
maupun bawah dimana terdapat produksi cairan yang berguna untuk fungsi air mata dan
keringat. Apabila muara kelenjar itu tersumbat oleh kotoran seperti debu, make-up, dll, maka
timbulah bintilan (hordeolum). Peradangan ini bisa terjadi tanpa atau dengan adanya infeksi
bakteri. Bakterinya yaitu Staphylococcus Aureus atau Streptococcus.
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90 95% kasus hordeolum.
Hordeolum sama dengan jerawata pada kulit. Hordeolum kadang timbul bersamaan dengan
atau sesudah blefaritis, hordeolum bisa timbul secara berulang.

3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala hordeolum antara lain :
a. Kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan menganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
b. Adanya pseudoptosis atau ptosis yang mengakibatkan kelopak sukar diangkat.
c. Terjadinya pembesaran pada kelenjar preaurikel.
d. Adanya abses yang dapat pecah dengan sendirinya.
e. Mata terkadang berair.
f. Peka terhadap cahaya terang dan penderita merasa ada sesuati di matanya.
g. Ditengah daerah yang membengkak muncul bintik kecil yang berwarna kekuningan.

4. Patofisiologi
Infeksi bakteri Staphylococcus pada kelenjar yang sempit dan kecil, biasanya
menyerang kelenjar minyak (meibomian) dan akan mengakibatkan pembentukan abses
(kantong nanah) kearah kulit kelopak dan konjungtiva biasanya disebut hordeolum internum.
Apabila bakteri Staphylococcus menyerang kelenjar Zeiss atau Moll maka akan membentuk
abses kearah kulit palpebra yang biasanya disebut hordeolum eksternum. Setelah itu terjadi
pembentukan chalazion yakni benjolan di kelopak mata yang disebabkan peradangan di
kelenjar minyak (meibom), baik karena infeksi maupun reaksi peradangan alergi.

5. Pemeriksaan penunjang
Eversi (pembalikan) palpebra untuk memeriksa permukaan bawah palpebra superior
dapat dilakukan bersama slitlamp atau tanpa bantuan alat ini. Pemeriksaan ini harus selalu
dilakukan bila diduga ada benda asing. Setelah diberi anastesi lokal, pasien duduk didepan
slitlamp dan diminta melihat kebawah. Pemeriksaan dengan hati hati memegang bulu mata
atas dengan jari telunjuk dan jempol sementara tangan yang lain meletakkan tangkai aplikator
tepat diatas tepi superior tarsus. Palpebra dibalik dengan sedikit menekan aplikator kebawah,
serentak dengan pengangkatan tepian bulu mata. Pasien dapat melihat kebawah, dan bulu
mata ditahan dengan menekannya pada kulit diatas tepian orbita superior saat aplikator
ditarik kembali. Konjungtiva tarsal kemudian diamati dengan pembesaran. Untuk
mengembalikannya, tepian palpebra dengan lembut diusap kebawah sementara pasien
melihat keatas

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
- Diberikan eritomisin 250 mg atau 125 250 mg dikloksasilin 4x/hari, dapat juga diberi
tetrasiklin. Bila terdapat infeksi staphylococcus dibagian tubuh lain maka sebaiknya diobati
juga bersama sama.
- Pengangkatan bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah.
- Pemberian salep antibiotic pada saccus conjungtivalis setiap 3 jam. Antibiotic sistemik
diindikasikan jika terjadi selulitis.
- Antibiotic topical (salep, tetes mata), misalnya Gentamycin, Neomycin, Polymyxin B,
Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic Acid, dan lain lain. Obat topical digunakan selama 7
10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
- Antibiotic oral, misalnya Ampisillin, Amoxsicillin, Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral
digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotic topical. Obat ini
diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas
rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
- Adapun dosis antibiotic pada anak ditentukan berdasarkan berat badan sesuai dengan masing
masing jenis antibiotic dan berat ringannya hordeolum.
- Obat obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk meredakan keluhan
nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, ibuprofen dan sejenisnya.
- Dilakukan insisi hordeolum untuk mengeluarkan nanah pada daerah abses dengan fluktuasi
besar, jika keadaan tidak membaik selama 48 jam. Pada insisis hordeolum terlebih dahulu
diberikan anastesi topical dengan patokain tetes mata. Dilakukan anastesi filtrasi dengan
prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi :
Pada hordeolum internum insisi dilakukan pada konjungtiva, kearah muka dan tegak lurus
terhadapnya (vertical) untuk menghindari banyaknya kelenjar kelenjar yang terkena.
Pada hordeolum eksternum arah insisi horizontal sesuai dengan lipatan kulit.
Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang
didalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotic.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
- Kompres hangat selama 10 15 menit, 3 4 kali sehari sampai nanah keluar.
- Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif dianjurkan insisi.
- Perbaikan hygiene dapat mencegah infeksi kembali.
- Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit, tanda dan gejala penyakit, pengobatan, dan
penatalaksanaannya pada pasien.

B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hordeolum


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan:
- Keluhan utama
- Riwayat Kesehatan Sekarang
- Riwayat Kesehatan dahulu
- Kebiasaan social : jarang melakukan perawatan mata dan kebersihan mata

b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Mata tampak kemerahan
Mata tampak bengkak atau edema, tampak warna kekuningan atau putih ditengah kulit atau
kelopak mata yang bengkak
- Palpasi
Rasa nyeri timbul saat kelopak mata disentuh atau ditekan
Ditemukan nodul kecil yang tak nyeri pada hordeolum intena.

c. Pemeriksaan diagnostic
Ditegakkan sesuai dengan gejala

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d penurunan penglihatan akibat edema pada kelopak
mata.
b. Nyeri b.d inflamasi pada kelenjar meibomian, dan kelenjar zeiss / moll.
c. Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk kelopak mata yang mempengaruhi penampilan
klien
d. Resiko tinggi cedera b.d pembesaran kelopak mata
e. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d kontak secret dengan mata sehat atau mata orang lain.

3. Intervensi

No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Intervensi


hasil
1 Gangguan persepsi sensori Setelah -
dilakukan Kaji adanya
penglihatan b.d penurunan tindakan keperawatan kemerahan pada
penglihatan akibat edema pada selama x 24 jam mata, cairan
kelopak mata. edema klien teratasi eksudat, atau
dengan kriteria hasil : ulserasi
- Edema hilang - Instruksikan klien
- Mata tidak memerah untuk tidak
menyentuh
matanya
- Pindahkan kontak
lensa apabila klien
menggunakannya
- Kolaborasikan
dengan tim medis
lain untuk
pemberian obat
tetes mata
2 Nyeri b.d inflamasi pada Setelah -
dilakukan Kaji nyeri klien
kelenjar meibomian, dan tindakan keperawatan seperti lokasi,
kelenjar zeiss / moll selama x 24 jam, karakteristik,
nyeri klien teratasi durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas,
- Nyeri terkontrol serta faktor
- Pus hilang presipitasinya
- Observasi pada
nyeri non verbal
- Anjurkan klien
untuk
mengompres
matanya dengan
air hangat
- Kolaborasikan
dengan tim medis
yang lain untuk
menghilangkan
nyeri pada mata
klien
3 Gangguan citra tubuh b.d Setelah -
dilakukan Kaji pengetahuan
perubahan bentuk kelopak tindakan keperawatan klien tentang
mata yang mempengaruhi selama x 24 jam hordeolum, gejala,
penampilan klien klien tidak dan penyebabnya
- Bantu klien untuk
mengalami gangguan
dalam penarapan mengungkapkan
citra diri dengan perasaannya
kriteria hasil : tentang sakit yang
- Body image positif dialaminya
- - Bantu klien untuk
Mampu
mengidentifikasi mengerti,
kekuatan personal memahami, dan
- Mendeskripsikan menerima
secara keadannya
factual perubahan
fungsi tubuh
- Mempertahankan
interaksi sosial

Anda mungkin juga menyukai