Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ANAK USIA 8 TAHUN DENGAN OEDEM ANASARKA

Disusun Oleh :
dr. Novia Aulia Rahman

Dokter Pembimbing:
dr. Riza Kurniawan, Sp. A

Dokter Pendamping:
dr. Utariyah Budiastuti
dr.

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BATANG
2017

1
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : Dr. Novia Aulia Rahman


Nama Wahana : RSUD Batang
Topik : Anak Usia 8 Tahun Dengan Oedem Anasarka
Tanggal Kasus : Februari 2017
Nama Pasien : An. A No.RM : 366467
Tanggal Presentasi 2017 Nama Pendamping : Dr.
Tempat Presentasi :RSUD Batang
Obyektif Presentasi
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Anak Usia 8 Tahun Dengan Oedem Anasarka
Tujuan : Diagnosis, Manajemen, Prevensi
Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Pembahasan Diskusi Presentasi & Diskusi Email Po
Data Pasien Nama : An.A No. Reg 366467
Nama Klinik : Bangsal Flamboyan

2
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
o Nama : An. A
o Umur : 8 tahun
o Jenis Kelamin : laki-laki
o Pendidikan : V SD
o Agama : Islam
o Alamat : kab. Batang
o No. RM : 366467
o Tanggal masuk RS : 5 Februari 2017
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Alloanamnesis dengan nenek pasien tanggal 6 Februari 2017.
Keluhan Utama : bengkak pada seluruh tubuh

a. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke IGD RSUD Batang dengan keluhan bengkak di
seluruh tubuh sejak 1 minggu, Bengkak dimulai dari mata, pipi
kemudian menyebar tangan dan kaki. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak
nafas saat tidur. Ibu penderita mengeluh BAK berwarna kuning keruh dan
frekuensi BAK hanya 3 kali dalam sehari dan setiap BAK hanya sedikit
yang keluar, BAK berdarah dan nyeri saat BAK disangkal. Mual (+),
muntah (-), nafsu makan berkurang. Pasien juga mengeluh BAB cair,
ampas (+),lendir (-), darah (-) sejak 1 minggu.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat ISPA (+).
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga yang sakit serupa disangkal

d. Riwayat pemeliharaan prenatal

3
Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan
terdekat. Mulai saat mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 8 bulan
pemeriksaan dilakukan 1x/bulan. Saat usia kehamilan memasuki usia
kandungan 8 bulan, pemeriksaan rutin dilakukan 2x/bulan hingga lahir.
Selama hamil ibu telah mendapat suntikan TT 2x. Selama hamil ibu tidak
pernah menderita penyakit. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal.
Riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep
dokter ataupun minum jamu disangkal. Obat obat yang diminum selama
kehamilan adalah vitamin dan tablet tambah darah.
e. Riwayat kelahiran
Persalinan : Lahir spontan di tolong oleh bidan
Usia dalam kandungan : 9 bulan
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan : 45 cm
Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Mendapatkan injeksi imunisasi hepatitis 1 kali pada paha kiri dan injeksi
vitamin K pada saat setelah lahir.
f. Riwayat Imunisasi
BCG : 1x (1 bulan ), scar (+) di lengan kanan atas
Pentabio : 3x (2, 4, 6 bulan)
Polio : 4x (0, 2, 4, 6 bulan)
Campak : 1x (9 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar sesuai dengan umur dan tepat waktu.

4
g. Riwayat Gizi

Kesan : status gizi baik, perawakan normal

h. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir 45 cm, berat
badan sekarang 36 kg, panjang badan sekarang 128 cm
Kesan : Normal Growth
Perkembangan :
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 5 bulan

5
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berbicara 2 suku kata : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara 1 kata : 12 bulan
Menyusun kalimat : 2 tahun
Saat ini anak berusia 8 tahun, berbicara lancar, interaksi dengan teman-teman
baik, tidak ada gangguan emosional.
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal flamboyan pada tanggal 6


februari 2017, jam 09.00.
Keadaan Umum : tampak lemah, sesak nafas, menangis (+),
Tanda Vital :
Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : 92 x/ menit, isi dan tegangan cukup
Laju nafas : 28x/ menit
Suhu : 36 C ( axilla)

Status Internus
Kepala : Mesocephale,uub cekung(-),rambut hitam, hematoma(-)
Mata : Oedem (+/+), Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis ( -/- )
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret ( -/-)
Telinga : discharge ( -/- )
Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (- )
Leher : simetris, pembesaran getah bening (-)
Thorax
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra, tidak melebar,tidak kuat angkat

6
Perkusi : Batas kiri : ICS V linea miclavicula sinistra
Batas atas: ICS III linea parasternal sinistra
Batas kanan: ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-),
bising (-)
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal

Paru Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris


Palpasi : sterm fremitus tidak dilakukan
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : dinding abdomen datar, smilling umbilicus (-)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi :supel, defense muscular (-), nyeri tekan pada
regio epigastrium, hepar dan lien dalam batas normal

Genitalia : laki-laki, tidak ada kelainan


Anorektal : hiperemis perianal (-)
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem +/+ +/+
CRT <2 <2

7
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan 06-02-2017
Hematologi
- Hemoglobin 12,7
- Hematokrit 37,1
- Leukosit 10,79
- Trombosit 423
- Eritrosit 5,26
- Neutrofil 67,5
- Limfosit 23,1
- Monosit 3,5
- Eusinofil 5,6
- Basofil 0,3
- LED 1 jam H 20
- LED 2 jam H 35
-MCV 70,5
-MCH 24,1
-MCHC 34,2

KIMIA KLINIK
-Cholesterol total H 376
-Trigliserida 144
-Cholesterol HDL L 24
-Cholesterol LDL H 323
-Ureum H 52
-Creatinin H 1
-Albumin L 1,3

8
Urine Rutin
*Makros Urine
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
PH 6
BJ 1,015
Nitrit Negatif
Protein Pos 3
Glukosa Negatif
Bilirubin Negatif
Urobilinogen Negatif
Keton Negatif
Blood Negatif
Leukosit Esterase Negatif
*Mikroskopis
Urine 10-15
Epitel Squamous Negatif
Epitel Negatif
Transisional 7-10
Epitel Kubuid 3-5
Leukosit 5-7
Eritrosit Negatif
Cilinder Hialin Negatif
Cilinder Granuler Negatif
Cilinder sel Negatif
eritrosit Negatif
Cilinder leukosit Negatif
Cilinder Sel
epitel
Kristal
Bakteri

9
Pemeriksaan 07-02-2017 08-02-2017 09-02-2017 10-02-2017
Kimia Klinik
-Albumin L 1,9 L 2,1 L 2,6 L 4,1

4. Diagnosis
SINDROM NEFROTIK
GLOMERULONEFRITIS AKUT

5. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
1. Inf D1/2 NS tetes minimal
2. Tranfusi albumin 20% 50cc habis dalam 6 jam 12 jam kemudian
tranfusi albumin 50cc habis dalam 6 jam
3. Inj furosemid 10mg/12 jam
4. Inj Cefuroxime 500 mg/8jam
5. Inj methylprenison 12,5 mg/12 jam
6. Prednison tab 4-4-4

b. Non medikamentosa
Diet rendah garam

6. FOLLOW UP
Tanggal Penatalaksanaan
07/02/17 S : bengkak (+), sesak (-), Tx. Lanjut
j.07.30 mual(-), muntah (-), BAK (+) Cek Albumin
masih keruh
BB: O : N:124x/menit
36kg t :36,5oC
Ku:CM
Mata: oedem +/+ berkurang
Thorak:simetri, SDV +/+, Rh
-/-
Abd: BU + supel, NTA
Eks atas dan bawah: oedem

10
08/02/17 S : bengkak berkurang(+), Tx lanjut
j.07.30 sesak (-), nyeri ulu hati (+), Tambah albumin 50 cc 20% habis dalam 6
mual(-),
i. ( muntah (-), BAK (+) jam
lancar,
H jernih Episan syr 3x1 C
O : N:124x/menit
3 Cek albumin
) oC
t :36,5
Ku:CM
Mata: oedem -/-
Thorak:simetri, SDV +/+, Rh
-/-
Abd: BU + supel, NTA
Eks atas dan bawah: oedem

9/02/17 S : bengkak (-), sesak (-), Tx lanjut


j.07.30 mual(-), muntah (-), BAK (+), Tambah albumin 50 cc 20% habis dalam 6
BAB
j. 1cair (+), ampas (+), jam
darah (-), nyeri ulu hati Sanfuro syr 3x1 C
berkurang
O : N:124x/menit
t :36,5oC
Ku:CM
Mata: oedem -/-
Thorak:simetri, SDV +/+, Rh
-/-
Abd: BU + supel, NTA
Eks atas dan bawah: oedem
(-)

10/02/17 S : bengkak (-), sesak (-), BLPL


j.07.30 mual(-), muntah (-), BAK (+),
BAB cair (+), nyeri ulu hati
(-)
O : N:124x/menit
t :36,5oC
Ku:CM
Mata: oedem -/-
Thorak:simetri, SDV +/+, Rh
-/-
Abd: BU + supel, NTA
Eks atas dan bawah: oedem
(-)

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM NEFROTIK

I. PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.1,2,3,4,7,11
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ).
Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit
perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom
Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light
Microscopy).2,3,6

II. INSIDENSI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini
berkisar 1:1.1,2,3,6

III. ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).

12
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).1,5
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.3,5

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1,3,5

13
IV. PATOGENESIS
Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa
SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi
antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian
menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan
bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel
kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut
HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg
terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat
dijumpai dalam urine.3
Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting
pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus
terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan
sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg
terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat
keluar bersama urine.3

V. PATOFISIOLOGI

PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,
namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel
kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan
albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan
konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari
atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria

14
paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana
untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of
Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan
Clearence Transferin.

ISP = Clearance IgG


Clearance Transferin

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP >
0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan
glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.3,5

HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila
kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan
hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa
konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density
Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila
plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat
albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan
membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi,
pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam
lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh
rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi,
hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga
akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5

HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan

15
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang
menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul
sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan
demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.1,3,5
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis
ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar
renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak
semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita
sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan
aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut
teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium
renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.
Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen
interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan
kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5

EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik
dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada
waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula
nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca
sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah
< 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya
nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak

16
dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas
dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa
gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan
kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya
:
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat
bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan
biopsi ginjal.2,3

VI. GEJALA KLINIS


Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-
pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.2,5
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat

17
menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka.
Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi
berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.4,5
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.2,4
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.2,4
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.5
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.5
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2

Tanda sindrom nefrotik yaitu :


Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau >
50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.5
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-
3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5

18
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. 1,5
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal. 1,5

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.5
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4.
Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada
sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks
eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),
albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2
globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml),
globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen

19
C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah
yang meningkat. 2,3,4
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari
penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau
pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi
tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.2

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.5

IX. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk
menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik5
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Kambuh Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh sering Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

20
Resisten-steroid Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Nonresponder awal Resisten-steroid sejak terapi awal.
Nonresponder lambat Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.2,3,4,5
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)

Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi Remisi
Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut
turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3

Sindrom nefrotik serangan pertama


1. Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
21
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode
yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang
diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1
jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka
pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.1,2,3,4,5
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis
sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak
perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan
keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.4

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)2,3,5


A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)3
CD
AD/ID Tapp.Off

Stop
Mg1 2 3 4
Remisi Remisi

Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan


prednisone

CD pred CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)

22
ID pred

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m 2/hr
secara ID)

Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam
waktu 6 bulan pertama.2,3,4,5
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

1 2 3 4 5 6 7 8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2
mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.2,3,4,5
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering


adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan

23
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48
jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10
mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid atau untuk biopsi ginjal.3,4,5

X. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi
di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.1,3,4,5

XI. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena
sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan
relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.5

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2. Edited by
Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta. 2007.
2. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited by Dr.
Syarifudin Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009
3. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH.
Makassar. 2009
4. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000
5. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. [Online]. [Cited On
2006]. Available from URL:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0
&pdf=&html=07110-ebtq258.htm
6. Eric P.Cohen, MD. Nephrotic Syndrome. [Online].[Cited On 25 Agustus 2009].
Available From URL : http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

25

Anda mungkin juga menyukai