Anda di halaman 1dari 4

Per 17 tahun 2015 Pasal 1

(1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) wajib menyelenggarakan pencatatan,
kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan.
(3) Wajib Pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menerima atau memperoleh penghasilan
yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final, menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Uu 36 tahun 2008 Pasal 14


(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto,
dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Pp 46 tahun 2013 Pasal 2


(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
(3) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam
usahanya:
a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap; dan
b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
(4) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).

Pasal 4
(1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
(2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1)
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Per 17 tahun 2015
Pasal 4
(1) Daftar Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto
dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
a. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, dan Pontianak;
b. ibukota propinsi lainnya;
c. daerah lainnya.
(2) Daftar Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk
Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (3) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
(3) Daftar Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk
Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.

Pembukuan-Pencatatan bagi WP Orang Pribadi


Ketentuan pembukuan dan pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi juga dapat
mengalami status on-off. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU KUP dan
Pasal 14 UU PPh. Yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
2. Wajib Pajak badan di Indonesia.
Yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan
pencatatan adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
Berdasarkan Pasal 14 UU PPh, WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp.
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

CARA MENGHITUNGA PPH OP DENGAN NORAM


TERBARU (MENURUT PER DJP NOMOR : PER-
17/PJ/2015
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto ini
menggantikan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000, PER DJP No 17 tahun 2015 ini
ditetapkan tanggal 10 April 2015 dan mulai berlakunya untuk tahun pajak 2016.

Ada beberapa perubahan yang tercantum dalam PER DJP No 17 tanun 2015 ini, diantaranya:
Pertama, batasan peredaran bruto dalam satu tahun untuk WPOP yang melakukan perkerjaan
bebas ataupun usahawan yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah sebesar Rp.
4.800.000.000,- (Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah) atau lebih, sedangkan dalam
peraturan sebelumnya sebesar Rp. 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) seperti yang
tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1.
Kedua, batasan peredaran bruto dalam satu tahun untuk WPOP yang melakukan perkerjaan
bebas ataupun usahawan yang wajib menyelenggarakan pencatatan adalah kurang dari Rp.
4.800.000.000,- (Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah), sedangkan dalam peraturan
sebelumnya sebesar Rp. 600.000.000,-(Enam Ratus Juta Rupiah) seperti yang tercantum dalam
Pasal 1 Ayat 2.
Ketiga, besaran prosentase norma penghitungannya yang tercantum dalam lampiran masing
masing peraturan ini, bisa teman-teman lihat di lampirannya...

Cara menghitung pajak penghasilan yang memakai norma menurut PER No 17 tahun 2015 ini,
langkah-langkahnya sama seperti perhitungan yang sebelumnya, yaitu:
Pertama, tentukan Penghasilan Neto dengan cara Peredaran Bruto x Prosentase Norma.
Kedua, Tentukan Penghasilan Kena Pajak dengan cara Penghasilan Neto - PTKP.
Ketiga, Hitung Pajak Terutang dengan cara Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak sesuai pasal
17 UU PPh.

Contoh:
Tn. Bagas Farel seorang Akuntan Publik, menikah dengan tanggungan anak sebanyak 2 orang,
Kantor Akuntan Publik Tn. Bagas Farel berada di kota Bandung, dan peredaran bruto selama tahun
2016 sebesar Rp. 1.300.000.000,- selain itu Tn. Bagas Farel juga memiliki sebuah restoran di kota
yang sama, dan peredaran bruto restoran itu selama tahun 2016 sebesar Rp. 850.000.000,- Tn.
Bagas Farel telah menyampaikan pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan ke DJP 3 bulan
sejak awal tahun 2016

Jawab:
Penghasilan Neto:
1. Jasa Kantor Akuntan Publik (69200) Rp. 1.300.000.000,- x 50% = Rp. 650.000.000,-
2. Restoran (56101) Rp. 850.000.000,- X 25% = Rp. 145.000.000,-
Jumlah Penghasilan Neto = Rp. 795.000.000,-

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP terbaru)


WP Sendiri = 36.000.000,-
Istri = 3.000.000,-
Tanggunan Anak (2) = 6.000.000,-
Jumlah PTKP = Rp. 45.000.000,-

Penghasilan Kena Pajak = Rp. 750.000.000,-

Pajak Terutang:
5% X Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15% X Rp. 200.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
25% X Rp. 250.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
30% X Rp. 250.000.000,- = Rp. 75.000.000,-
Jumlah = Rp. 170.000.000,-

PPh Terutang / Kurang Bayar Rp. 170.000.000,-

Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final:


CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau catatan pada
Tahun Pajak 2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013), memiliki peredaran bruto
sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik pada tahun 2014
dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen), karena peredaran bruto CV
Andik pada Tahun Pajak 2013 tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratusjuta rupiah).
Jika CV Andik, pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto
sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang
diterima oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun Pajak 2014) tetap
dikenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen).
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (3), pada bulan Januari sampai
dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp 6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah), maka penghasilan yang diperoleh CV Andik pada tahun 2015 (tahun berikutnya),
dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), pada bulan
Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah sebesar Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang
untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut: Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1% x
Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00

Anda mungkin juga menyukai