Anda di halaman 1dari 17

Latar Belakang

Edema adalah peningkatan volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler


(interstitium) serta penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan
rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga badan). Masuknya cairan
ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis yang penting. Ini
merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang serius. Edema paru
dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk menyelamatkan pasien
dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru1.

Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan Non-


kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya juga berbeda.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun sebabnya.
Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung kiri akut.
Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh penyakit dasar di
luar Jantung 2.

Edema paru memiliki manifestasi variabel. Edema paru Postobstructive


biasanya bermanifestasi radiologis sebagai garis septum dan dalam kasus yang
lebih berat, edema alveolar pusat. Edema paru dengan Veno-oklusif penyakit
bermanifestasi sebagai arteri paru besar, edema interstisial difus dengan garis
Kerley banyak dan ventrikel kanan membesar.

Edema paru neurogenik bermanifestasi sebagai bilateral, konsolidasi


wilayah udara lebih homogen yang mendominasi di apeks pada sekitar 50%
kasus. Reperfusi edema paru biasanya menunjukkan konsolidasi wilayah udara
heterogen yang mendominasi di daerah distal ke pembuluh recanalized.
Postreduction edema paru bermanifestasi sebagai konsolidasi wilayah udara
ringan yang melibatkan paru-paru ipsilateral, sedangkan edema paru akibat
emboli udara awalnya menunjukkan edema interstisial diikuti oleh bilateral,
daerah alveolar perangkat opacity meningkat yang mendominasi di dasar paru-
paru.

Definisi

Edema paru adalah peningkatan cairan di paru yang disebabkan oleh


ekstravasasi cairan dari pembuluh darah pulmonal menuju ruang interstisial dan

1
alveoli paru. Adanya cairan tersebut akan menyebabkan gangguan pertukaran
udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Edema paru terjadi
dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial paru yang
selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik 1,3.

Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari
cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi
paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru
dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan dan
protein di paru menjadi masalah yang klasik 3.

Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya


keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari
edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh
secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik,
tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya
disebut keseimbangan edema paru terganggu karena tahanan keseimbangan
pergerakan antara cairan dan zat terlarut di dalam paru 1,4.

Patofisiologi

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi


ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu
banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran
darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
mengandung sel-sel darah) 3,4.

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.
Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana
oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida
dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli
normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran
udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini

2
kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air di dalam paru ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien 3,4.

Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar


pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang
dibuat oleh Starling.

Qf = Kf (Pmv Ppmv) (mv - pmv)

dimana Qf = aliran cairan transvaskuler; Kf = koefisien filtrasi; Pmv = tekanan


hidrostatik pembuluh kapiler; Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler
intersisial; = koefisien refleksi osmosis; mv = tekanan osmotic protein plasma;
pmv = tekanan osmotic protein intersisial 4.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan


tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral);
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteri pulmonalis 4.

Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh


karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi 4.

Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat


pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif
oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume
akhir ekspirasi (asma) 4.

Klasifikasi

Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema
(edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai
non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak) 1,4.

3
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak 1,4

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak


Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin meningkat Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : Intrapulmonary shunting : sangat
meningkat ringan meningkat
Cairan edema/protein serum < 0,5 Cairan edema/serum protein > 0,7

Klasifikasi edema paru 4


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik

4
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler

1. EDEMA PARU KARDIAK

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi


menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang
berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan
stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang
berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan
penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan
kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat
berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot
jantung secara umum 2,4.

a. Edema Paru dan Hipertensi arteri. Dahulu edema paru jenis ini paling umum,
tetapi sekarang lebih jarang terlihat, sebagian besar karena jenis lain cenderung
mendominasi. Nefritis kronis dengan uremia sering disertai dengan episode
edema paru. Dalam kasus tertentu, retensi nitrogen moderat mungkin satu-
satunya bukti insufisiensi ginjal dan mungkin ada sedikit atau tidak adanya
asidosis. Semua bentuk lain hipertensi, termasuk hipertensi esensial dan
koarktasio aorta, dapat terjadi edema paru. Kasus hipertensi ganas memiliki
serangan-serangan paroksismal lebih sering daripada yang lain.

b. Edema Paru dan Penyakit Jantung Koroner. Pengamatan oklusi koroner berat
sering disertai dengan edema paru telah menyebabkan anggapan bahwa episode
koroner minor juga dapat berkontribusi pada serangan ini. Namun, tidak ada
bukti pasti, dan mekanisme produksi edema mungkin agak berbeda dari pasien
hipertensi. Syok kardiogenik lebih sering dikaitkan dengan edema paru daripada
syok jenis lain. Bentuk yang berlangsung lama/menahun/kronis umum
didapatkanpada pasien jantung koroner

5
c. Edema Paru pada Mitral Stenosis. Terjadinya edema paru pada kasus dengan
blok persisten proksimal ventrikel kiri bertentangan dengan teori yang
mengaitkan episode ini pada kegagalan ventrikel kiri akut. Dalam beberapa
tahun terakhir ini penjelasan yang cukup dinamis telah ditemukan. Pasien
dengan stenosis mitral terkadang batuk darah dalam jumlah besar. Sindrom ini,
disebut "apopleksi pulmonal," terkait erat dengan edema paru dan memiliki
mekanisme yang mirip tetapi tidak sama.

d. Edema paru dan Syok. Syok sering dikaitkan dengan edema paru. Tidak
diketahui apakah syok itu sendiri menyebabkan edema paru atau apakah syok
dan edema paru adalah akibat dari penyebab yang sama. Karena syok
kardiogenik sering dikaitkan dengan edema paru dan edema paru menghilang
ketika syok berkurang, mekanisme vaskular syok mungkin penting secara
fundamental/dasar.

2. EDEMA PARU NON KARDIAK

Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :


Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia,
dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava
superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi 5.

Gambaran klinis

Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini 6.

Stadium 1 ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang prominen


akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada
saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi 6.

6
Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang
memanjang dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis
Kerley B) dan garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru
(garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan intersisial, akan lebih
memperkecil saluran napas bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja 6.

Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,


terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt 6.

Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat


dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin harus digunakan dengan hati-hati 6.

Efek dari sumbatan pembuluh darah dan edema pada fisiologi dan mekanis paru 1,6
Sumbatan vaskuler
Peningkatan kapasitas difusi
Peningkatan PO2 arteri
penurunan komplians paru
Bronkokonstriksi
Edema intersisial
Peningkatan volume akhir
Penurunan aliran ekspirasi maksimal
Peningkatan kesalahan ventilasi dan perfusi
Penurunan PO2 arteri
Edema alveolar

7
Peningkatan volume akhir (udara terjebak)
Peningkatan tahanan pembuluh darah
Penurunan volume paru (kapasitas vital dan inspirasi)
Penurunan komplians paru
Penurunan kapasitas difusi

Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral


atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan kapiler
paru yang mendadak tinggi akan menyebabkan edema paru kardiak dan
mempengaruhi pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri
menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada
menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah
meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan
dan napas yang berat semakin menambah beban jantung yang selanjutnya lebih
menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan
ini tidak segera diputus penderita akan meninggal 6.

Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap.


Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal dan
supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan intrapleura yang sangat
negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur
atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan balk.
Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik
menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik 6.

Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang


akhimya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar
pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang ramai,
tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras 6.

Pemeriksaan penunjang

8
Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang
praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam
mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif 6,7.

Gambaran radiologi yang ditemukan : Pelebaran atau penebalan hilus


(pelebaran pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral); Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis (gambaran
seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier); gambaran air
bronchogram terlihat pada beberapa kasus edema paru 6,7.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :


1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)

Peningkatan Tekanan Hidrostatik Edema


Edema Intertisial
Edema interstisial terjadi dengan peningkatan sebesar 15-25 mm Hg dalam tekanan arteri
rata-rata transmural dan mengakibatkan hilangnya awal definisi pembuluh subsegmental
dan segmental, pembesaran ringan dari ruang peribronchovascular, munculnya garis
9,10
Kerley, dan efusi subpleural . Jika jumlah cairan ekstravaskuler terus meningkat,
edema akan bermigrasi secara terpusat dengan kabur progresif kapal, pertama pada
tingkat lobar dan kemudian di tingkat hilus. Pada titik ini, radiolusen paru menurun
tajam, membuat identifikasi pembuluh perifer kecil sulit. Memborgol Peribronchial
11,12
menjadi jelas, khususnya di bidang perihilar . Dengan peningkatan tekanan
transmural lebih besar dari 25 mm Hg, drainase cairan dari kompartemen ekstravaskuler
adalah pada kapasitas maksimum dan fase kedua (banjir alveolar) dimulai, menyebabkan
perpanjangan tiba-tiba edema ke dalam ruang alveolar dan dengan demikian
menciptakan nodular kecil atau daerah asinar dari opacity meningkat yang menyatu
menjadi konsolidasi jujur. Beberapa peneliti telah mengamati bahwa, dengan

9
peningkatan tekanan seperti itu, terjadinya edema alveolar juga mungkin terkait dengan
tekanan langsung akibat kerusakan epitel alveolar 13.

Figure 1a,b,c. Increased hydrostatic pressure edema in a 33-year-old man with acute myelocytic leukemia
who was admitted for fluid overload with renal and cardiac failure. Successive chest radiographs
demonstrate progressive lobar vessel enlargement, peribronchial cuffing (arrows in b), bilateral Kerley
lines (arrowheads in c), and late alveolar edema with nodular areas of increased opacity. The fluid overload
is confirmed by the increasing size of the azygos vein.
Bat Wing Edema

Bat edema sayap mengacu pada distribusi, pusat nongravitational edema alveolar. Hal ini
terlihat dalam waktu kurang dari 10% kasus edema paru dan umumnya terjadi dengan
cepat mengembangkan gagal jantung parah seperti terlihat pada insufisiensi mitral akut
(berhubungan dengan ruptur otot papilaris, infark miokard besar, dan katup leaflet
kehancuran akibat endokarditis septik ) atau gagal ginjal. Pada edema sayap kelelawar,
korteks paru bebas dari cairan alveolar atau interstisial. Kondisi patologis berkembang
begitu cepat bahwa itu awalnya diamati sebagai alveolar yang menyusup, dan fase
interstisial sebelumnya yang biasanya terlihat pada edema paru tidak terdeteksi
radiologis 12.

10
Figure 2a,b. Bat wing edema in a 71-year-old woman
with fluid overload and cardiac failure. Chest
radiograph (a)and high-resolution CT
scan(b) demonstrate bat wing alveolar edema with a
central distribution and sparing of the lung cortex. The
infiltrates resolved within 32 hours.

Distribusi Asimetris dari Peningkatan Tekanan Edema


Penyebab paling sering dari distribusi asimetris tekanan edema adalah perubahan
morfologi dalam parenkim paru-paru pada penyakit paru obstruktif kronis. Pada gagal
jantung, paru-paru emfisema luas dari apeks (terlihat pada perokok berat) atau perusakan
ditandai dan fibrosis dari bagian atas dan tengah paru-paru (terlihat pada stadium akhir
tuberkulosis, sarkoidosis, atau asbestosis) akan menghasilkan edema paru yang dominan
di daerah yang kurang dipengaruhi oleh proses-proses penyakit.

11
Figure 3. Asymmetric pulmonary edema in a 70-year-old man with end-stage fibrosis and bullous
emphysema due to asbestosis who was admitted for cardiac failure. On a chest radiograph, the pulmonary
edema infiltrates predominate at the lung bases because pulmonary blood flow is diverted to these regions
by the upper lobe bullae. The fibrotic interstitial changes from asbestosis facilitate the entry of edema into
the alveolar sp

Penatalaksanaan Edema Paru Akut


Penatalaksanaan terutama untuk udema paru akut kardiogenik. Terapi EPA harus
segera di mulai setelah penegakkan diagnosis, meskipun pemeriksaan untuk melengkapi
anamnesa dan pemeriksaan fisik masih berlangsung. Pasien diletakkan dalam posisi
setengah duduk atau duduk, segera beri oksigen, nitrogliserin, diuretic i.v morfin sulfat,
obat untuk menstabilkan haemodinamik, trombolitik dan revaskularisasi, intubasi dan
ventilator, terapi aritmia dan gangguan konduksi, serta koreksi definitive kelainan
anatomi.
a. Terapi Oksigen.
Oksigen (40-50%) diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk pertahankan PaO2
kalau perlu dengan masker. Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis,
makin sesak, takhipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak dapat dipertahankan 60 MmHg
dengan terapi O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi
endotrakheal, suction dan pengunaan ventilator.

b. Farmakologi terapi

12
Atropine

Hal yang harus segera dipastikan apabila menjumpai pasien dengan denyut nadi
kurang dari atau sama dengan 50 kali permenit adalah apakah bradikardia tersebut
menyebabkan hipotensi, penurunan kesadaran, tanda-tanda syok, nyeri dada iskemia atau
gagal jantung akut? Jika tidak, pasien cukup dimonitor dan diobservasi. Jika iya, pasien
perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Atropin diberikan secara intravena dengan dosis 0.5 mg bolus. Jika belum didapatkan
denyut jantung target, pemberian atropin dapat diulang setiap 3-5 menit hingga 6 kali.
Total dosis atropin maksimal adalah 3 mg.

Morphine
Penggunaan empiris jenis opiate ini dikenal sebagai terapi tertua. Morfin
ditunjukkan dalam berbagai jenis eksperimen terhadap edema paru. Morfin dipakai
pada sebagian besar serangan klinis ringan dan beberapa serangan klinis yang parah.
Namun, hasil terbaik diperoleh pada kasus hipertensi, uremia atau mitral stenosis. Efek
samping morfin adalah kerusakan otak dan lesi kronis cor pulmonale, mungkin karena
efek samping tersebut pada kasus tersebut penggunaan morfin dibatasi. Efek merusak
morfin pada janin dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penggunaan obat jenis ini
pada kasus edema paru yang terjadi pada masa kehamilan. Bahkan dalam kasus-kasus
oklusi koroner, dosis besar morfin dapat mendukung timbulnya shock.
Mekanisme kerja dari morfin secara pasti belum diketahui. obat ini menekan
pusat pernapasan dan mengurangi efek dyspnea (yang pada gilirannya dapat
menurunkan edema). Dalam dosis farmakologis, morfin tidak menyebabkan perubahan
jelas hemodinamik kardiovaskular dan pembuluh paru.
Morfin diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg. Dapat diulangi tiap 15
menit. Sampai total dosis 15 mg biasanya cukup efektif.
Efek terapi : obat ini mengurangi kecemasan, mengurangi rangsang
vasokonstrikstor adrenergik terhadap pembuluh darah arteriole dan vena. Obat ini dapat
menyebabkan depresi pernapasan, sehingga nalokson harus tersedia.

Barbiturat-Chloral.
Barbiturat dan kloral hidrat telah terbukti dari berbagai experiment dalam terapi
edema paru.

13
pemberian intravena pada manusia di beberapa kasus edema paru telah terbukti sejak
tahun 1930. Namun, obat ini mungkin tidak efektif dan, dalam kasus tertentu, salah satu
efek dari pemberian obat ini adalah efek sedasi yang dalam (kuat) dan pada akhirnya
akan mempercepat kematian pasien. Aliran balik vena menurun oleh kloral dan
barbiturat, dan pada akhirnya pada pasien tertentu akan timbul bahaya shock.

Aminofilin
obat ini adalah vasodilator ringan, bronkodilator, dan stimulant pusat pernapasan.
Tindakan pertama adalah berguna meskipun tidak memadai, yang kedua adalah dari
diragukan dalam penggunaan.untuk alasan ini, aminofilin tidak boleh digunakan dalam
pengobatan serangan darurat. Penggunaan rutin aminofilin, hanya boleh di rumah sakit
tertentu, tidak bias direkomendasikan pemakaiannnya.

Papaverine
injeksi intravena papaverine dalam hubungan dengan obat lain telah dianjurkan
oleh salah satu penulis (A.A.L.) sejak 1930. Papaverine adalah golongan obat relaksasi
otot polos dan vasodilator. Dosis biasanya adalah 10 mg. intravena. Kontraindikasi obat
ini adalah adalah: (1) jika pasien merupakan kelompok 1 (Output tinggi), papaverine
terlalu ringan vasodilator untuk menjadi efektif; (2) jika pasien milik kelompok 2 (output
rendah), bahkan moderat Penurunan aliran balik vena bisa berbahaya.

Amyl Nitrit
Obat ini digunakan empiris secara inhalasi di beberapa rumah sakit. Karena efek
vasodilator yang kuat mungkin berguna pada pasien hipertensi tertentu, terlepas dari
durasi yang sangat pendek dari tindakan. Namun, karena obat ini dapat melebarkan
pembuluh paru, penulis tidak merekomendasikan hal, bahkan dalam kasus kelompok 1.
Sejauh sebagai pasien dari kelompok 2 yang bersangkutan, penggunaan dari amil nitrit
menyebabkan bahaya yang sama seperti bahwa vasodilator lainnya.

Mercurial Diuretik
Diuretik Mercurial yang disuntikkan secara intravena pada kasus edema paru di
banyak rumah sakit. Penggunaan empiris agen ini tidak diragukan lagi bertumpu pada
harapan dehidrasi cepat pasien diperoleh melalui proses diuresis. Tindakan ini, Namun,
tidak akan cukup dan tepat waktu untuk meningkatkan sirkulasi selama serangan itu.
Kegunaan lain dari mercurial kemudian dijelaskan, ketika kateterisasi jantung
mengungkapkan bahwa Novurit menyebabkan penurunan dari tekanan di atrium kanan
dan ventrikel dalam 20 sampai 30 minutes. Penurunan tekanan masih dijelaskan dan
mungkin karena penyempitan vena penurunan aliran balik vena. Efek ini harus
dipertimbangkan berguna pada pasien kelompok 1 (Output tinggi) tetapi tidak diinginkan
dan mungkin berbahaya pada pasien kelompok 2 (output rendah)

14
KESIMPULAN
Edema paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial
melebihi aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Dari penjelasan diatas
dapat diketahui patogenesis, gambaran klinis, gambaran radiologis, diagnosis,
dan penatalaksanaan pada edema paru.
Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru yaitu perbaiki jalan napas,
ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua
sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga perlu dipasang.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Nadel M, Boushey M, Textbook of respiratory medicine. 3 rd edition, vol. 2,


Philadelphia, Pennsylvania. 54:1575-1614, 2000.

2. Ruggie N. Congestive heart failure. Med. Clin. North Am. 70:829-851, 1986.

3. Staub NC: Pulmonary edema. Physiol Rev 54:678-811, 1974.

4. Fishman : Pulmonary disease and disorders, fourth edition, volume one, United
States, 593-617, 2008.

5. Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld.


Heart Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB Saunders;
7:553, 2001.

6. Ingram RH Jr., Braunwald E. Pulmonary edema : cardiogenic and non-


cardiogenic. In: Han Disease. Textbook of Cardiovascular Medicine.Braunwald
E. (Ed). 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Co. 544-60, 1988.

7. Staub NC: The measurement of lung water content. J Microw Power 18:259-263,
1983.

8. Noble WH, Kay JC, Obdrzalek J: Lung mechanics in hypervolemic pulmonary


edema. J Appl Physiol 38:681-687, 1975.

9. Staub NC. New concepts about the pathophysiology of pulmonary edema.J


Thorac Imaging 1988; 3:8-14.

10. Pistolesi M, Miniati M, Giuntini C. Pleural liquid and solute exchange: state of
the art. Am Rev Respir Dis 1989; 140:825-847.

11. Milne ENC, Pistolesi M. Reading the chest radiograph: a physiologic


approach St Louis, Mo: MosbyYear Book, 1993; 9-50.

12. Pistolesi M, Giuntini C. Assessment of extravascular lung water. Radiol Clin


North Am 1978; 16:551-574.

13. Bachofen H, Schurch S, Weibel ER. Experimental hydrostatic pulmonary edema


in rabbit lungs: barrier lesions. Am Rev Respir Dis 1993;147:997-1004.

16
14. Stalcup SA, Mellins RB. Mechanical forces producing pulmonary edema in
acute asthma. N Engl J Med 1977; 297:592-596.

15. Frazer RG, Par JAP, Par PD, Frazer RS, Genereux GP. Pulmonary
hypertension and edema. In: Frazer RG, Par JAP, Par PD, Frazer RS, Genereux
GP, eds. Diagnosis of diseases of the chest. 3rd ed. Philadelphia, Pa:
Saunders, 1990; 1823-1968.

16. Kramer MR, Estenne M, Berkman N, et al. Radiation-induced pulmonary veno-


occlusive disease. Chest 1993; 104:1282-1284.

17. Maltby JD, Gouverne ML. CT findings in pulmonary venoocclusive disease: case
report. J Comput Assist Tomogr 1984; 8:758-761.

18. Ingram RH, Jr, Braunwald E. Dyspnea and pulmonary edema. In: Fauci AS,
Braunwald E, Isselbacher KJ, et al., eds. Harrison's principles of internal
medicine. 14th ed. New York, NY: McGraw-Hill, 1998; 190-194.

19. Snyder SH. Opiate receptors in the brain. N Engl J Med 1977;296:266-271.

17

Anda mungkin juga menyukai