Anda di halaman 1dari 11

MIOPIA RINGAN

A. Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang
datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina
sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat
bayangan yang kabur.1
Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah "nearsightedness. Miopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh
merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang
terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. Miopia merupakan
mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau
datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina.1

B. Epidemiologi
Miopia merupakan salah satu gangguan penglihatan yang memiliki prevalensi
tinggi di dunia. Prevalensi miopia telah dilaporkan setinggi 70-90% di beberapa
negara Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika Serikat serta 10-20% di Afrika. Dari
seluruh kelompok umur (berdasarkan sensus penduduk tahun 1990) kelainan refraksi
(12,9%) merupakan penyebab low vision/penglihatan terbatas terbanyak kedua
setelah katarak (61,3%) di Indonesia. Survei Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Depkes RI) tahun 1993-1996 mendapatkan kelainan refraksi di Indonesia
sebesar 24,72% menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbanyak, dan
merupakan penyebab kebutaan urutan ketiga (0,14%) setalh katarak (0,78%) dan
glaukoma (0,20%) serta menjadi masalah yang cukup serius. 2

C. Etiologi

Miopia adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bolamata
titik fokusnya jatuh di depan retina. Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada
retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula
lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik
jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.
Berdasarkan penyebabnya, miopia dapat dibedakan menjadi miopia aksialis
dan refraktif.

Miopia aksialis

Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang. Normal jarak
ini 23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27 mm. Dapat merupakan
kelainan kongenital maupun didapat, serta ada pula faktor herediter.

Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus. Sedang yang didapat terjadi karena :

Anak membaca terlalu dekat


Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi
berlebihan. M rektus internusberkontraksi berlebihan, bola mata
terjepit oleh otot-otot mata luar sehingga polus posterior mata, yang
merupakan tempat terlemah dari bola mata memanjang.
Wajah yang lebar
Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak
melakukan pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama
seperti di atas.
Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi
bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya
vena dari kepala akibat membungkuk, dapat menyebabkan pula
tekanan pada bola mata, sehingga polus posterior memanjang.

Pada orang dengan miopia 6 D, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm. Jadi


harus membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak dikoreksi, sehingga ia
harus mengadakanb konvergensi yang berlebihan. Akibatnya polus posterior mata
lebih memanjang dan miopianya bertambah. Jadi didapatkan suatu lingkaran setan
antara miopia yang tinggi dan konvergensi. Makin lama miopianya makin progresif.

Miopia retraktif

Penyebabnya terletak pada :

Kornea : kongenital; keratokonus dan keratoglobus


Didapat; karatektasia, karena menderita keratitits, kornea menjadi
lemah. Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol ke depan.
Lensa : Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa atau
subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih
cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya humor akueus, lensa
mnjadi cembung.
Cairan mata; pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati, kadar
gula dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya meninggi
pula. 2

D. Patofisiologi
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk
panjangnya bola mata akibat:
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang
lebih panjang, bola mata yang lebih panjang) disebut sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau
lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia
kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks
4. Miopia Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaukoma.3

E. Patogenesis
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan
disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang
tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini
disebut sebagai miopia refraktif. 4
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih dari -
6 dioptri (D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah terjadinya
atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada
miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
atropi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik. 4
Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi
masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan
komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan
glaukoma. Columbre melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan mata
anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke
rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang
berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan okular postnatal pada mata
manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan
dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia. 4
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat
mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan
hal ini, dimana pembuangan sebagian masenkim sklera dari perkembangan ayam
menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam
keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang.
Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada
area ini. 4
Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen, hal
ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.
Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora
ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong lintang yang kurang
dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan
sampai 7,5 g/mm2. 4
Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress
ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang anterior dan
equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali lebih
diperluas.Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan
dengan hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior.
Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos
yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia. 4
Vogt awalnya memperluas konsep bahwa miopia adalah hasil
ketidakharmonian pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang
berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun
sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada
umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan
miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh
epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen
abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang
mungkin menimbulkan defek ektodermalmesodermal umum pada segmen
posterior terutama zona oraekuatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah
tertentu dari posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologis (tipe
stafiloma posterior). 4
Meningkatnya suatu kekuatan yang luas terhadap tekanan intraokular basal.
Contoh klasik miopia skunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada
glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada
peningkatan pemanjangan sumbu bola mata. 4
Secara anatomidan fisiologi, sklera memberikan berbagai respons terhadap
induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stres.
Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10
mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada
valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada
penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70-110 mmHg. Gosokan paksa
pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia,
sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular. 4
Untuk melihat sesuatu objek dengan jelas, mata perlu berakomodasi.
Akomodasi berlaku apabila kita melihat objek dalam jarak jauh atau terlalu dekat.
Menurut Dr. Hemlholtz, otot siliari mata melakukan akomodasi mata. Teori
Helmholtz mengatakan akomodasi adalah akibat daripada ekspansi dan kontraksi
lensa, hasil daripada kontraksi otot siliari. Teori Helmholtz merupakan teori yang
sekarang sering digunakan oleh dokter. 4
Menurut Dr. Bates, dua otot oblik mata yang melakukan akomodasi mata
dengan mengkompresi bola mata di tengah hingga memanjangkan mata secara
melintang. Dr. Bates telah melakukan eksperimen pada kelinci, Dr. Bates
memotong dua otot oblik dan mendapati mata kelinci tersebut tidak bisa
berakomodasi. Dr. Bates juga menginjeksi obat paralisis pada otot oblik kelinci,
mata tidak dapat berakomodasi. Apabila obat disingkirkan daripada otot oblik,
mata kelinci dapat berakomodasi kembali. 4
Akibat daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot
mata.Otot mata berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata
menjadi tidak normal.Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak efektif
hasil dari otot mata yang lemah dan tidak stabil. Pada mata miopia, bola mata
terfiksasi pada posisi memanjang menyulitkan untuk melihat objek jauh. 4

F. Tanda Gejala

Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction, bahwa gejala miopia
adalah sebagai berikut :

1. Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh yang buram

2. Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa koreksi kesa-lahan


myopia yang rendah membantu mengurangi sakit kepala akibat asthenopia (mata
cepat lelah)

3. Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia ingin melihat jauh,
efek pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas

4. Penderita rabun jauh biasanya suka membaca karena mudah bagi mereka sebagai
spekulasi yang menarik
Menurut Prof. Dr. Sidharta Ilyas dalam bukunya Kelainan Refraksi dan Kacamata,
bahwa gejala miopia adalah:

1. Bahwa penderita miopia yang dikatakan sebagai rabun jauh akan mengatakan
penglihatannya kabur juka melihat jauh dan hanya akan jelas jika pada jarak
dekat.2

2. Gejala myopia secara umum :


Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan saat
melihat jauh selalu menyipitkan matanya.

Saat dilakukan test dengan uji bikromatik unit pasien akan melihat obyek
dengan warna dasar merah lebih terang
Bola mata agak menonjol

Biasanya penderita akan melihat titik-titik hitam atau benang-benang


hitam (disebut floter) di lapang pandangnya
Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat mengantuk, atau biasanya disebut
dengan asthenopia (mata cepat lelah).
COA ( Camera oculi anterior ) dalam, karena jarang dipakainya otot-otot
akomodasi Pupil relatif lebih lebar akibat kurangnya akomodasi
(medriasis).

Corpus vitreum cenderung keruh

Kekeruhan di polus posterior lensa

Menjulingkan mata
Stafiloma posterior fundus tigroid di polus posterior retina

Pendarahan pada corpus vitreum

Predisposisi untuk ablasi retina

Atropi berupa kresen miopia


Ekspresi melotot 3

G. Interpretasi Pemeriksaan

Anamnesis

Keluhan penglihatan kabur bila melihat jauh, mata cepat lelah, pusing dan mengantuk,
cenderung memicingkan mata bila melihat jauh. Tidak terdapat riwayat kelainan
sistemik, seperti diabetes melitus, hipertensi, serta buta senja

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart. 5

H. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada
mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:
Refraksi Subyektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif, metode
yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5
meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita,
mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus /
tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa
sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau
mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita miopia, apabila
dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian diganti
dengan lensa sferis positif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien menderita hipermetropia.4
Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati
refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop
(against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi.4
Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.
Diagnosis banding:
Diagnosis banding diantaranya hipermetropi dengan kekuatan lebih dari 3 Dioptri

I. Tatalaksana
1. Pemberian lensa spheris concave (-)

Penderita miopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa spheris


concave (-) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam penglihatan
terbaik. Karena dengan koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang myopia
akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina tanpa akomodasi.6

Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu
diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila
permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia,
kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf
di depan mata.6

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia


ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan
sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih
lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. 6

Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga
bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri
agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.7

2. Pemakaian lensa kontak

Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan secara
medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi.8
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan miopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Tergantung dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali
berubah-ubah, penurunan miopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa
pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-
1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan pertama dari
program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki
beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea
secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman
dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level
dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari
adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.9

3. Pembedahan/operatif
a) Radial Keratotomy
Merupakan upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara
membuat sayatan pada kornea
b) Photorefractive Keratectomy

Yaitu upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara memotong


permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut Excimer Laser.
c) LASIK
Singkatan dari Laser Assistet In-situ Keratomeuleosis, pada Lasik ini
sebenarnya sama tujuannya dengan operasi yang lainnya yaitu mengurangi
kelengkungan daripada kornea hanya saja berbeda dalam teknis, yaitu lebih
sempurna dengan menggunakan tehnis laser secara mutlak.8

J. Pencegahan
Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari
anak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter
akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu
untuk membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan
kacamata.
Tindakan pencegahan yang lain adalah dengan cara:
1. Jarak baca 40 45 cm
2. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah
membaca atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit, berhenti
dahulu untuk 15 20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain
3. Gizi yang berimbang bila diperlukan sesuai aktifitas
4. Melihat atau merasakan adanya posisi kepala miring atautorticollis terutama pada
aktifitas lihat televisi atau komputer tepat waktu pemberian kaca mata
5. Mengatur program harian anak (sekolah,ekstra kurikuler). Seharusnya diharuskan
aktifitas luar misalnya kegiatan olah raga, musik dan lain lain. 8

K. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam

3. Ad sanationam : Bonam. 5

DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P et al: Optik dan refraksi. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Vaughan DG et al (editors). Widya Medika. 2010
2. Ilyas, S. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-4. Jakarta. FK UI. 2012
3. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta. FK UI. 2005
4. Curtin. B., J. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 2008
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
6. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit
Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
UGM. 2007
7. Gondhowiardjo TJ, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis Perdami.
Jakarta: PP Perdami, 2006
8. Semarang Eye Centre. Tindakan Bedah LASIK. http://www.semarang-eye-
centre.com , pada 2 Februari 2017
9. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/smf ilmu penyakit mata. 2006. Edisi III,
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai