BRONCHOPNEMONIA
1.2.1 Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S.
aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
1.2.2 Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
1
1.2.3 Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
1.2.4 Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2001).
1.2.5 Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia
1.2.5.1 Faktor predisposisi
a. Usia /umur kurang dari 2 bulan
b. Genetik
c. Jenis kelamin: laki-laki
1.2.5.2 Faktor pencetus
a. Gizi kurang
b. BBLR
c. Tidak mendapat ASI memadai
d. Polusi udara
e. Kepadatan tempat tinggal
f. Imunisasi yang tidak memadai
g. Membedung anak berlebihan
h. Defisiensi vitamin
2
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelektasis absorbsi.
1.4 Patofisologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah
itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu :
1.4.1 Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
3
1.4.2 Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (
host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
1.4.3 Stadium III/hepatisasi kelabu (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
1.4.4 Stadium IV/resolusi (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual.
4
klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas.
1.6 Komplikasi
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura
5
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang
d. Infeksi sistemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-
penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit
saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi
dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
a. Vaksinasi Pneumokokus
b. Vaksinasi H. Influenza
c. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya
tahan tubuh rendah
d. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
6
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk transpor muskusilier
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief
Mansjoer, 2000).
7
1.8 Pathway
8
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh
dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan
sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi
saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota
keluarga yang lainnya.
2.1.2 Pemeriksaan fisik : data fokus
a. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas,
pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea,
batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada
asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya
konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan
keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan
menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga
anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan
dan cara pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua
mungkin belum memahami alasan anak menderita diare
sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e. Sistem saraf
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan
menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-
ubun cekung.
9
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
h. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering.
i. Sistem penginderaan
Tidak ada kelainan.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
2.1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum, dan urin
2.1.3.2 Pemeriksaan radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
10
Kesulitan untuk berbicara
Penurunan suara napas
Ortopnea
Gelisah
Sputum berlebihan
Mata terbelalak
11
g. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
h. Aktifitas yang berlebihan.
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil: berdasarkan NOC
a. Menunjukkan bersihan
Jalan napas yang efektif yang dibuktikan oleh, pencegahan
aspirasi, status pernapasan: ventilasi tidak terganggu dan
status pernapasan: kepatenan jalan napas.
b. Menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas,
yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
Indikator 1 2 3 4 5
Kemudahan bernapas
Frekuensi dan irama pernapasan
Pergerakan sputum keluar dari jalan
napas
Pergerakan sumbatan keluar dari jalan
napas
Pasien akan:
batuk efektif
mengeluarkan secret secara efektif
mempunyai jalan napas yang paten
pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang
jernih
mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang
normal
12
mempunyai fungsi paru dalam batas normal
mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan
dirumah.
13
b. Berikan posisi yang nyaman untuk
mengurangi dispnea.
Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis
dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan
nafas besar untuk dikeluarkan.
c. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea;
lakukan penghisapan sesuai keperluan.
Rasional: Mencegah obstruksi atau aspirasi.
Penghisapan dapat diperlukan bia klien tak
mampu mengeluarkan sekret sendiri.
d. Anjurkan asupan cairan adekuat
Rasional: Mengoptimalkan keseimbangan
cairan dan membantu mengencerkan sekret
sehingga mudah dikeluarkan.
e. Ajarkan batuk efektif
Rasional: Fisioterapi dada/ back massage
dapat membantu menjatuhkan secret yang ada
dijalan nafas.
14
Diagnosa 2: Hipertermi
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Maka
suhu tubuh klien mulai normal dengan kriteria hasil :
a. Warna kulit normal
b. Suhu tubuh normal seperti semula
15
III. Daftar Pustaka
(..) (..)
16