Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/Deskripsi Penyakit
KAD adalah keadaan yan g ditandai dengan asidosis met abolik
akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangk an SHH
ditandai dengan hiperos molalitas berat dengan kadar glukosa
serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American
Diabetes Association, 2004)
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia,
asidosis, dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan
diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark, 2008).
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epide
miologi dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya
kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung
triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asi demia.
Konsensus diantara para ahli dibidang i ni mengenai kriteria
diagnost ik untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar
bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m
g/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate (Kitabchi dkk,
1994).
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang
mengancam jiwa seorang penderita diabetes mellitus yang tidak
terkontrol. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan
natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas
menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.

1.2 Etiologi
Menurut Samijean Nordmark (2008), penyebab KAD adalah:
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM
untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM
sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi
faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan

1
ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh:
1.2.1 Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi.
1.2.2 Keadaan sakit atau infeksi.
1.2.3 Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati

Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:


1.2.4 Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis.
diketahui bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat
tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
1.2.5 Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis.
1.2.6 Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak
adekuat.
1.2.7 Kardiovaskuler: infark miokardium.
1.2.8 Penyebab lain: hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan,
pengobatan kortikosteroid and adrenergik.

1.3 Tanda Gejala


Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24
jam. Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata
biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD, dan sering disertai
mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-artikan
sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang
dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus),
dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan
turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan
dalam (Kussmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat
asidosis metabolik, disertai bau aseton pada napasnya.
1.3.1 Sekitar 80% pasien DM (komplikasi akut)
1.3.2 Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)

2
1.3.3 Dehidrasi (tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir
kering)
1.3.4 Kadang-kadang hipovolemi dan syok
1.3.5 Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
1.3.6 Didahului oleh poliuria, polidipsi.
1.3.7 Riwayat berhenti menyuntik insulin
1.3.8 Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
1.4.1.1 Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800
mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan
kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi
1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung
pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat
mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa
yang berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara
sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa
darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
1.4.1.2 Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke
ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL
glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum
meningkat dengan jumlah yang sesuai.
1.4.1.3 Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop
sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat

3
digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.

1.4.1.4 Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15
mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2
yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan
oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
1.4.1.5 Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X
109 / L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin
menyarankan mendasari infeksi.
1.4.1.6 Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk
mengulang pH measurements. Brandenburg dan
Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah
vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini
relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi
klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan
lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut
telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis
juga.
1.4.1.7 Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi
ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih
lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
1.4.1.8 -hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat
digunakan untuk mengikuti respons terhadap

4
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol
/ L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L
berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis
diabetik (KAD).
1.4.1.9 Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan
untuk mendeteksi infeksi saluran kencing yang
mendasari.
1.4.1.10 Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg /
dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan
diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan
koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm /
kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm /
kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
1.4.1.11 Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya,
status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat
fosfor serum harus ditentukan.
1.4.1.12 Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
1.4.1.13 Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah
(BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi.
Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi
renal.

1.4.2 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat
dilakukan dengan cara:
1.4.2.1 Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih
besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan

5
untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
1.4.2.2 Gula darah puasa normal atau diatas normal.
1.4.2.3 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
1.4.2.4 Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
1.4.2.5 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat
meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol
glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
1.4.2.6 Aseton plasma: Positif secara mencolok
1.4.2.7 As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol
meninggkat
1.4.2.8 Elektrolit: Na normal/menurun; K
normal/meningkat semu; F turun
1.4.2.9 Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
1.4.2.10 Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3
(asidosismetabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik
1.4.2.11 Trombosit darah: Ht mungkin meningkat,
leukositosis, hemokonsentrasi
1.4.2.12 Ureum/creatinin: meningkat/normal
1.4.2.13 Amilase darah: meningkat mengindikasikan
pancreatitis akut

1.5 Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka
akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan
menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan
makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa
dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat
lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial,

6
trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan
metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan
insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria.
Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam
asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan
ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang
menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi
bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan
dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang
hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi
(peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang
seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki
sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati
menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan
hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium).
Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air
dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain
adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas
dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton

7
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara
normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton
akan menimbulkan asidosis metabolik
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 %
menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi lemak.
Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet
dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian
besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan
sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan
dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis.
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan
terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas

8
penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma
diabetik (Price, 1995).

1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Airway dan Breathing
Oksigenasi / ventilasi
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien
dengan kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan
intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran
napas dapat dipertahankan oleh penyisipan Guedel's saluran
napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson atau non-
rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung
nasogastrik dan biarkan drainase jika pasien muntah atau jika
pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat
kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.
1.6.2 Circulation
Penggantian cairan
Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang
menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock
hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai
segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk mengurangi
hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory
hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga
mengurangi resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling
efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian
elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total
maka lebih dari 6 liter cairan mungkin harus diganti.
Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan
volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal dengan
solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling
sesuai. Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti
dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam
berikutnya. Hati-hati pemantauan status hemodinamik secara

9
teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15 menit), fungsi
ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan
untuk menghindari overload cairan (Elisabeth Eva Oakes,
RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA).

10
11
II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan KAD
2.1 Pengkajian
2.1.1 Aktivitas / Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur.
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
aktifitas, Letargi/disorientasi, koma.
2.1.2 Penurunan kekuatan otot sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi,
kebas dan kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda: Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi
yang menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena
jugularis, Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata
cekung
2.1.3 Integritas/ Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang
2.1.4 Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK
baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia
berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras,
adanya asites, Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare)
2.1.5 Nutrisi/Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi
diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan
berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus,
penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek,
Kekakuan/distensi abdomen, muntah, Pembesaran tiroid

12
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
2.1.6 Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang
(tahap lanjut dari DKA)
2.1.7 Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati
2.1.8 Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
Frekuensi pernapasan meningkat
2.1.9 Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda: Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi,
Menurunnya kekuatan umum/rentang erak,
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
2.1.10 Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten
pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
2.1.11 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat
sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau
tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan

13
Rencana pemulangan: Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan
terhadap glukosa darah

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1: Kekurangan Volume Cairan
2.2.1 Definisi
Penurunan cairan intravascular, intertisial, atau intrasel.
Diagnosis ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan
kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar kalium.

2.2.2 Batasan Karakteristik


Subjektif
- Haus
Objektif
- Perubahan status mental
- Penurunan turgor kulit dan lidah
- Penurunan haluaran urin
- Penurunan pengisian vena
- Kulit dan membrane mukosa kering
- Kematokrit meningkat
- Suhu tubuh meningkat
- Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan
volume dan tekanan nadi
- Konsentrasi urin meningkat
- Penurunan berat badan yang tiba-tiba
- Kelemahan

.2.3 Faktor yang Berhubungan


- Kehilangan volume cairan aktif
- Konsumsi alcohol yang berlebihan terus menerus
- Kegagalan mekanisme pangaturan
- Asupan cairan yang tidak adekuat

14
Diagnosa 2: Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
2.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

2.2.5 Batasan Karakteristik


Subjektif:
- Kram abdomen
- Nyeri abdomen
- Menolak makan
- Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makan
- Melaporkan perubahan sensasi rasa
- Melaporkan kurangnya makanan
- Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan

Objektif:
- Pembuluh kapiler rapuh
- Diare atau steatore
- Bukti kekurangan makanan
- Kehilangan rambut yang berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Kurang informasi/informasi yang salah
- Kurangnya minat terhadap makanan
- Rongga mulut terluka
- Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mnengunyah

2.2.6 Faktor yang Berhubungan


- Ketidak mampuan untuk menelan atau mencerna
makanan atau menyerap nutrient akibat factor biologis,
psikologis atau ekonomi termasuk beberapa contoh non
nanda berikut :

15
- Ketergantungan zat kimia
- Penyakit kronis
- Kesulitan mengunyah atau menelan
- Factor ekonomi
- Intoleransi makanan
- Kebutuhan metabolic tinggi
- Reflek mengisap pada bayi tidak efektif
- Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
- Akses terhadap makanan terbatas
- Hilang nafsu makan
- Mual dan muntah
- Pengabaian oleh orang tua
- Gangguan psikologis

Diagnosa 3: Keletihan
2.2.7 Definisi
Rasa letih yang luar biasa dan terus-menerus serta penurunan
kapasitas kerja fisik serta mental pada tingkat yang biasanya.

2.2.8 Batasan Karakteristik


Subjektif
- Penurunan konsentrasi
- Penurunan libido
- Ketidaktertarikan dengan lingkungan
- Mengantuk
- Perasaan bersalah karena tidak melaksanakan tanggung
jawabnya
- Meningkatnya keluhan fisik
- Intropkesi
- Persepsi membutuhkan energy tambahan untuk
menyelesaikan tugas rutin
- Keletihan
- Menyatakan secara verbal kekurangan energy yang tidak
pernah berhenti dan berlebihan

16
Objektif
- Menurunnya kinerja
- Ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas
- Ketidakmampuan untuk mengembalikan energy
meskipun setelah tidur
- Meningkatnya kebutuhan istirahat
- Kurang energy atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan tingkat aktivitas fisik biasa
- Lesu atau tidak bergairah

2.2.9 Faktor yang Berhubungan


Psikologis
- Ansietas
- Gaya hidup yang membosankan
- Depresi
- Stress
Lingkungan
- Kelembapan
- Cahaya
- Kebisingan
- Suhu
Situasional
- Peristiwa hidup yang negative
- Pekerjaan
Fisiologis
- Anemia
- Keadaan penyakit
- Penggunaan fisik yang meningkat
- Malnutrisi
- Kondisi fisik yang buruk
- Kehamilan
- Deprivasi tidur

17
Diagnosa 4: Ketidakefektifan pola nafas
2.2.10 Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member ventilasi yang
adekuat.

2.2.11 Batasan Karakteristik


Subjektif
- Dispnea
- Napas pendek

Objektif
- Perubahan ekskursi dada
- Mengambil posisi tiga titik tumpu
- Bradipnea
- Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
- Penurunan vntilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Napas dalam
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Napas cuping hidung
- Ortopnea
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernapasan binir mencucu
- Kecepatan respirasi
- Usia dewasa atau 14 tahun lebih ; 11 atau 24 x permenit
- Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25
- Usia 1-4 tahun <20 atau >30
- Usia bayi <25 atau >60
- Takipnea
- Rasio waktu
- Pengunaan otot bantu asesoris untuk bernapas

18
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan Volume Cairan
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam,
volume cairan tidak mengalami kekurangan dengan
kriteria hasil:
2.3.1.1 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
dan BB, BJ urine normal, HT normal.
2.3.1.2 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas
normal
2.3.1.3 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional


2.3.2.1 Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran
serta gejala syok
Rasional: Takikardi dan hipotensi dapat
mengindikasikan syok hipovolemi. Perubahan
ortostatik (tekanan darah menurun 10 mmhg atau
lebih dan nadi meningkat 20 kali/menit atau lebih)
mengindikasikan hipovolemik.

2.3.2.2 Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi,


turgor kulit jelek, kulit dan membrane mukosa
kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada
lansia.
Rasional: Turgor kulit jelek, kulit dan membrane
mukosa kering, peningkatan kehausan dapat
mengindikasikan hipovolemia sehingga terjadi
penurunan volume cairan ekstraseluler.
2.3.2.3 Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap
jam dan perbandingkan. Ukur dan dokumentasikan
output urine setiap 1-4 jam. Laporkan sebagai
berikut:

19
- Urine output lebih dari 200ml/jam selama 2
jam
- Urine output kurang dari 30ml/jam selama 2
jam
- Urine output lebih dari 200ml/jam biasanya
menunjukan diabetes insipidus. Pasien dengan
peningkatan TIK. Diabetes insipidus dihasilkan
dari kegagalan gland pituitary dalam
mensekresi ADH karena kerusakan
hipotalamus. Seperti gangguan karena
neurosurgery, tapi hal itu juga dapat terjadi
sebagai sekunder dari lesi vaskuler atau trauma
kepala berat.
- Indikasi adanya deficit volume cairan
Rasional: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan
intake cairan dapat menimbulkan kekurangan
cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya
dapt mendeteksi kekurangan.
2.3.2.4 Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan
isotonic dengan penambahan potassium klorida
jika serum potassium rendah. Pantau akses IV ,
antisipasi peningkatan pemberian cairan jika
hipertermia atau adanya infeksi.
Rasional: Penurunan tekanan menunjukan
hipovolemia dan penurunan kardiak output
menunjukan preload insuffisiensi.Cairan isotonic
adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan
tubuh. Produk darah, koloid, atau albmin, dapat
digunakan untuk peningkatan MAP. Monitor
digunakan untuk mencegah overload volume
cairan. Cairan dengan potassium harus dipantau
dengan seksama karena potassium mengiritasi vena
dan infus potassium yang cepat dapat
menyebabkan hiperkalemia. Hipertermia dan
infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena

20
peningkatan metabolic, peningkatan keringat dan
ekskresi cairan melalui pernafasan.
2.3.2.5 Pantau cairan perenteral dengan elektrolit,
antibiotic, dan vitamin.
Rasional: Pengawasan akurat intake output
menandakan keseimbangan pemberian sehingga
tidak terjadi syok hipovolemik.

Diagnosa 2: Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari


Kebutuhan Tubuh
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam,
memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan,
yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut: (sebutkan
1-5: tidak adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, sangat
adekuat).
2.3.3.1 Makanan oral atau pemberian makanan lewat
selang
2.3.3.2 Asupan cairan oral atau IV
2.3.3.3 Mempertahankan massa tubuh dan berat badan
dalam batas normal

2.3.4 Intervensi Kepeawatan dan Rasional


2.3.4.1 Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab
kekurangan nutrisi
Rasional: Banyak faktor yang mempengaruhi
kekurangan nutrisi sehingga identifikasi faktor
penyebab menjadi penting sebagai bahan
intervensi.
2.3.4.2 Tanyakan kebiasaan makan, pantangan makan,
alergi dan jenis makanan yang disukai.
Rasional: Data untuk perencanaan makan klien
2.3.4.3 Timbang berat badan pasien
Rasional: Berat badan merupakan salah satu
indikator status nutrisi

21
2.3.4.4 Jaga kebersihan badan dan mulut klien
Rasional: Meningkatkan selera makan klien
2.3.4.5 Anjurkan pasien makan dengan porsi yang kecil
tetapi sering sesuai dengan diet yang diberikan
Rasional: Mengurangi rasa mual dan meningkatkan
asupan nutrisi
2.3.4.6 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet
yang sesuai
Rasional: Merencanakan jenis dan diet yang sesuai
kebutuhan klien

Diagnosa 3: Keletihan
2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
menunjukkan penghematan energy, dengan kriteria hasil:
2.3.5.1 Mempertahankan nutrisi yang adekuat
2.3.5.2 Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
2.3.5.3 Menggunakan tehnik penghematan energi
2.3.5.4 Mengadaptasi gaya hidup dengan tingkat energi
2.3.5.5 Melaporkan ketahanan yang adekuat untuk
aktivitas

2.3.6 Intervensi Keperawatan


2.3.6.1 Terapi aktivitas
Rasional: Memprogramkan dan membantu dalam
aktivitas fisik, kognitif, sosial dan spiritual tertentu
untuk meningkatkan rentang, frekuensi, atau durasi
aktivitas individu (kelompok).
2.3.6.2 Manajemen energy
Rasional: Mengatur penggunaan energy untuk
mengobati atau mencegah keletihan dan
mengoptimalkan fungsi
2.3.6.3 Manajemen alam perasaan
Rasional: Memberikan keamanan, stabilitasi,
pemulihan, dan pemeliharaan pada pasien yang

22
mengalami disfungsi alam perasaan baik depresi
maupun peningkatan alam perasaan.
2.3.6.4 Manajemen nutrisi
Membantu dalam atau menyediakan asupan diet
makanan dan minuman yang seimbang.

Diagnosa 4: Ketidakefektifan pola nafas


2.3.7 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, pola
napas menjadi efektif dengan kriteria hasil:
2.3.7.1 Menunjukan Pola Pernapasan Efektif, yang
dibuktikan oleh status Pernapasan: Status Ventilasi
dan Pernapasan yang tidak terganggu: Kepatenan
Jalan Napas dan tidak ada penyimpangan tanda
vital dari rentang normal.
2.3.7.2 Menunjukan Status Pernapasan: Ventilasi tidak
terganggu, yang dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, dan tidak ada gangguan):
- Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas
- Ekspansi dada simetris
2.3.7.3 Menunjukan tidak adanya gangguan Status
Pernapasan: Ventilasi, yang dibuktikan oleh
indikator berikut (gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, dan tidak ada gangguan):
- Penggunaan otot aksesorius
- Suara napas tambahan
- Pendek napas

2.3.8 Intervensi Keperawatan dan Rasional


2.3.8.1 Manejemen Jalan Napas
Rasional: Memfasilitasi kepatenan jalan napas

23
2.3.8.2 Pengisapan Jalan Napas
Rasional: Mengeluaran sektret jalan napas dengan
cara memasukan kateter penghisap keladam jalan
napas oral atau trakea pasien
2.3.8.3 Manajemen Anafilaksis
Rasional: Meningkatkan ventilasi dan perfusi
jaringan yang adekuat untuk individu yang
mengalami reaksi alergi berat (antigen-antibodi).
2.3.8.4 Manajemen Jalan Napas Buatan
Rasional: Memeliahara slang endotrakea dan slang
trakeostomi serta mencegah komplikasi yang
berhubungan dengan penggunaannya.
2.3.8.5 Manajemen Asma
Rasional: Mengidentifikasi, mengobati, dan
mencegah reaksi inflamasi/konstriksi di jalan
napas.
2.3.8.6 Ventilasi Mekanis
Rasional: Menggunakan alat buatan untuk
membantu pasien bernapas.
2.3.8.7 Penyapihan Ventilator mekanis
Rasional: Membantu pasien untuk bernapas tanpa
bantuan ventilator mekanis.
2.3.8.8 Pemantauan Pernapasan
Rasional: Mengumpulan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas
dan pertukaran gas yang adekuat.
2.3.8.9 Pemantauan Tanda Vital
Rasional: Mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, pernapasan, dan suhu tubuh pasien
untuk menentukan dan menecegah komplikasi.

24
III. Daftar Pustaka

Krisanty, Paula. dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta. Trans info Media. Manulang
Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ. (2004). Acute
hyperglycemic cr isis in elderly. Med Cli N Am 88: 1063-
1084
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku saku Diagnosa Keperawatan,
Edisi 8. EGC: Jakarta
Heather, H.T. 2014. Nanda Internasional DIAGNOSA
KEPERAWATAN Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Martapura, Juni 2017


Preceptor Akadenik, Preceptor Klinik,

(..) ()

25

Anda mungkin juga menyukai