Anda di halaman 1dari 21

Papul Bersisik Kemerahan yang Terasa Gatal pada Anak disertai Kulit Kering

JEAN V C TAHAPARY (102014244)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

Email : jeanvionatahapary@gmail.com

A.Pendahuluan

I. Latar belakang
Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering dan kemerahan. Dermatitis
didefinisikan sebagai peradangan kulit pada epidermis dan dermsi sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik seperti eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi dan
keluhan gatal. Dermatitis sebagai peradangan kulit baik karena kontak langsung dengan zat
kimia yang mengakibatkan irirtasi atau reaksi alergi. Selain penyebab bahan-bahan kimia,
sering kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitif kontak langsung dengan perhiasan logam
biasanya emas dengan kadar rendah atau perhiasan perak dan kuningan, sinar, suhu, dan
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Hal ini merupakan penyebabnya dermatitis oleh
faktor luar (eksogen). Ada pula penyebab dermatitis oleh faktor endogen yaitu dermatitis
atopik. Dermatitis Atopik adalah merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan karena
faktor alergen dengan ditandai adanya erupsi pada kulit makulo papuler dengan kemerahan,
gatal, lesi, kulit kering, dan adanya eksudasi. Penyakit kulit ini ditandai dengan erupsi
eksematosa yang kronis dan residif disertai gatal yang sering berhubungan dengan riwayat
atopi pada penderita atau keluarganya. Dermatitis Atopik ini biasanya pada anak-anak. yang
meruapakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. Gejaala ini biasanya
timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1 tahun den sekitar 85% pada usia kurang dari 5
tahun. Pada keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi cairan,
basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi sekunder yang menimbulkan nanah.1

1
Sesuai dengan skenario, seorang seoranglaki-laki 10 tahundatang ke poliklinik
dengan beruntus bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai atas
dan bawah sejak 2 minggu lalu, kulit juga terlihat sangat kering dan kelainan sudah timbul
sejak bayi. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan
membahas tentangdermatitis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain
sebagainya.

II.Rumusan Masalah

Laki-laki 10 tahun dengan keluhan beruntus(papul) bersisik kemerahan yang terasa gatal
pada badan serta lipatan kedua tungkai atas dan bawah,sejak 2 minggu yang lalu,kulit terlihat
sangat kering.

III.Hipotesis

Anak tersebut menderita Dermatitis Atopik

B.Pembahasan

I.Anatomi dan Faal kulit


Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia.berbeda dengan organ lain,kulit yang
terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan pengamatan,baik dalam kondisi normal
maupun sakit. Dari kulit,muncul berbagai aksesori yang terindera manusia,rambut (kasar dan
halus),kuku,dan kelenjar(sekretnya terurai oleh mikroorganisme dan keluarlah bau). Bila
diamati lebih teliti,terdapat variasi kulit sesuai dengan area tubuh.kulit yang tidak berambut
disebut kulit Glabrosa ,ditemukan pada telapak tangan dan kaki.2

Faal Kulit

Kulit menjalankan berbagai tugas dalam memilihara kesehatan manusia utuh yang meliputi
fungsi, yaitu:2

FungsiProteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang dapat

2
melindungi tubuh dari gangguan :fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.kimiawi
iritan seperti lisol, asam, alkali kuat panas : radiasi, sengatan sinar UV infeksi luar :
bakteri, jamur Beberapa macam perlindungan : Melanosit => lindungi kulit dari
pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning (penggelapan kulit).Stratum
korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air. Keasaman kulit kerna
ekskresi keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi bakteri
maupun jamur Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati
melepaskan diri secara teratur.
Fungsi Absorpsi
permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat
melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
Fungsi Ekskresi
mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam urat, dan
amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon androgen dari ibunya
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir
ditemui sebagai Vernix Caseosa.
Fungsi Persepsi
kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori lebih
banyak jumlahnya pada daerah yang erotic Badan Ruffini di dermis dan subkutis peka
rangsangan panas .Badan Krause di dermis peka rangsangan dingin. Badan Taktik
Meissner di papila dermis peka rangsangan rabaan. Badan Merkel Ranvier di
epidermis peka rangsangan rabaan.Badan Paccini di epidemis .peka rangsangan
tekanan.
Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh
darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus
vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh
darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi
terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na).
Fungsi Pembentukan Pigmen => karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen)
yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes).

3
Anatomi Kulit

Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis,senantiasa beregenarasi, berespon terhadap


rangsangan diluar maupun dalam tubuh manusia.tebalnya bervariasi antara 0,4- 1,5
mm.penyusun terbesar epidermis adalah Keratinosit.terselip diantara keratinosit adalah sel
Langerhans dan melanosit. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam):3

Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
Stratum Lusidum
Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan

telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

Stratum Granulosum
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma
terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang
mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamenfilame
tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan
melindungi terhadap efek abrasi.Epidermis pada tempat yang terus mengalami
gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril.Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
Stratum Basale (Stratum Germinativum)
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel
epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.Merupakan satu lapis sel
yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel,

4
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit)
dan pengenalan alergen (sel Langerhans) .

Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai True
Skin.Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :3

Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya


usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit
manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling
bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah.Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.Kualitas kulit tergantung banyak
tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.3

Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak.Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan
jaringan di bawahnya.Jumlah dan ukuranny berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan
keadaan nutrisi individu.Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori,
kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber. 3

II.Efloresensi Primer & Sekunder

Efloresensi(ruam)primer: macula,papul,plak,urtika,nodus,nodulus,vesikel,bula,pustule,dan
kista. Efloresensi sekunder adalah Skuama (Sangat jarang sekali timbul sebagai efloresensi
primer),krusta,erosi,ulkus dan sikatriks.4

5
Berbagai istilah ukuran susunan kelainan atau bentuk serta penyebaran dan lokasi

ukuran: miliar: sebesar kepala jarum,lenticular(sebesar biji jagung),nummular(sebesar


uang logam 100 rupiah),plakat (en-plaque lebih besar dari numular)
Susunan kelainan/bentuk: linear( seperti garis lurus),sirsinar/anular(seperti
lingkaran),arsinar(berbentuk sabit),polisiklik(bentuk pinggiran sambung
menyambung), korimbiformis(susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-
anaknya) Bentuk lesi: terarur: misalanya bulat,lonjong,seperti ginjal dan sebagainya.
Dan tidak mempu nyai bentuk yang teratur.
Penyebaran dan lokasi: sirkumskrip (berbatas tegas),difus(tidak berbatas
tegas),generalisata(tersebar pada sebagian besar bagian tubuh),regional(mengenai
daerah tertentu),universalis(seluruh bagian tubuh),soliter(hanya satu lesi),
herpetiformis(vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster),konfluens(dua atau
lebih lesi yang menjadi satu),diskret(terpsah satu dengan yang
lain),serpiginosa(proses yang menjalar kesatu jurusan dikuti oleh penyembuhan pada
bagian yang ditinggalkan),irisformis( eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel
warna yang lebih tengah ditengahnya), simetrik( mengenai kedua belah badan yang
sama),bilateral (mengenai kedua belah badan yang sama),Unilateral(mengenai
sebelah badan).4

III.Anamnesis
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke
diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut
anamnesis. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan
lain sebagainya.Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis
susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan,
obat-obatan, lingkungan).4

IV.Temuan Klinis
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan pada konstelasi ciri-ciri klinis yang diringkas pada
Tabel 14-1. Dermatitis atopik biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50 persen pasien,

6
penyakit ini berkembang pad tahun pertama kehidupan dan 30 persen tambahan antara usia 1
dan 5 tahun. Antara 50 persen dan 80 persen pasien dengan dermatitis atopik, rhinitis alergi
atau asma berkembang kemudian pada masa kanak-kanak. Banyak dari pasien mengatasi
dermatitis atopik mereka sedang mereka mengembangkan alergi pernafasan.

Lesi Kutaneus
Pruritus yang intens dan reaktifitas kulit merupakan tanda kardinal dermatitis atopik.
Pruritus mungkin sebentar-sebentar sepanjang hari tetapi biasanya lebih buruk pada sore dan
malam hari. Konsekuensinya adalah menggaruk, papula prurigo, likenifikasi, dan lesi kulit
eksematous. Lesi kulit akut yang ditandai dengan sangat pruritik, papula eritematosa yang
terkait dengan ekskoriasi, vesikel di atas kulit yang eritem, dan eksudat serosa . Dermatitis
subakut ditandai dengan eritema, ekskoriasi, scaling papules.5

Dermatitis atopi kronis ditandai dengan plak tebal pada kulit, kulit yang ditonjolkan
(likenifikasi) dan papul fibrotik (prurigo nodularis). Pada dermatitis atopi kronis, ketiga
stadium dari reaksi kulit seringkali berdampingan pada individu yang sama. Pada semua
stasium dermatitis atopi, pasien biasanya memiliki kulit yang kering.5

Penyebaran dan pola reaksi kulit bervariasi tergantung dari usia pasien dan aktivitas
penyakitnya. Selama masa bayi, dermatitis atopi umumnya lebih akut dan terutama meliputi
wajah, kulit kepala, dan permukaan ekstensor ekstremitas. Daerah popok biasanya terhindar.
Pada anak yang lebih tua usianya, dan pada mereka yang memiliki penyakit kulit yang lama,
pasien mengembangkan bentuk kronik dermatitis atopi dengan likenifikasi dan lokalisasi
ruam pada lipatan fleksura ekstremitas. Dermatitis atopi sering mereda karena pasien semakin
tua, membuat seseorang yang dewasa dengan kulit yang rentan terhadap gatal-gatal dan
meradang jika terkena iritan dari luar. Eksema tangan yang kronis dapat menjadi menifestasi
utama pada sebagian orang dewasa dengan dermatitis atopi. Ciri lain yang berhubungan
dengan dermatitis atopi.5

V.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan pada evaluasi rutin dan penatalaksanaan
dermatitis atopi tanpa komplikasi. Serum Ig E meningkat sekitar 70-80% pada pasien
dermatitis atopi. Hal ini dihubungkan dengan sensitisasi terhadap alergen inhalansi dan
makanan dan atau rinitis alergika dan asma yang seiring. Sebaliknya, 20-30% pasien
dermatitis atopi memiliki serum Ig E yang normal. Dermatitis atopi subtipe ini memiliki
7
sensitisasi IgE terhadap allergen inhalansi atau makanan yang kurang. Namun demikian,
beberapa dari pasien ini dapat memiliki sensitisasi IgE terhadap antigen mikrobia seperti
toksin S. aureus, dan Candida albicans atau Malassezia sympodialis dapat diketahui. Juga,
sebagian pasien menunjukkan reaksi positif menggunakan atopy patch test walaupun skin test
negatif.5
Sebagian besar pasien dengan dermatitis atopi juga memiliki eosinofilia. Pasien dengan
dermatitis atopi memiliki peningkatan pelepasan histamin dari basofil.Itu merupakan reflek
sitemik dari sistem imun (Th2) pada dermatitis atopi khususnya pada pasien dengan
peningkatan level serum IgE. Lebih penting, pada darah perifer terdapat CLA+ sel T pada
dermatitis atopi yang mengekpresikan salah satu antara CD4 atau CD8 yang secara spontan
mengeluarkan IL-5 dan IL-13, yang berfungsi untuk memperpanjang masa hidup eosinofil
dan menginduksi produksi IgE.5,6

Dermatografisme Putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak
garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar,
kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi lain,
garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.
c. Percobaan Asetilkolin
Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia
pada orang normal. Pada orang DA. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1
jam.

VI.Epidemiologi
Sejak 1960, telah terjadi lebih besar dari kenaikan tiga kali lipat pada prevalensi dermatitis
atopic. Sesungguhnya, perkiraan terbaru menunjukkan Bahwa dermatitis atopic merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak 10-
20 % di Amerika, Eropa Selatan dan Barat, perkotaan Afrika, Jepang, Australia dan negara-
negara industri. Prevalensi terjadinya dermatitis atopik pada orang dewasa kira-kira 1-3%.
Menariknya, prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di negara-negara pertanian seperti
China, Eropa Timur, pedesaan Afrika, dan Asia Tengah. Wanita juga memiliki jumlah yang
lebih besar pada dermatitis atopik, dengan perbandingan wanita/pria yaitu 1,3:1,0. Dasar
untuk peningkatan prevalensi pada dermatitis atopik belum diketahui dengan pasti.

8
Bagaimanapun, variasi luas pada prevalensi telah dilakukan observasi di negara dengan etnik
yang sama, memperlihatkan bahwa faktor lingkungan penting dalam menentukan ekspresi
penyakit.Beberapa faktor risiko potensial yang telah mendapat perhatian yaitu berhubungan
dengan munculnya penyakit atopik termasuk jumlah keluarga kecil, peningkatan pendapatan
dan pendidikan baik dalam putih dan hitam, migrasi dari lingkungan desa ke kota serta
peningkatan penggunaan antibiotik yang disebut sebagai gaya hidup barat.5,6Hasil pada
hipotesis higienis menyatakan bahwa penyakit alergi dapat dicegah dengan infeksi pada
awal masa anak-anak karena kontak dengan saudara kandung yang lebih tua yang tidak
higienis.3

VII.Etiologi dan Patogenesis


Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit inflamasi pruritus yang berasal dari interaksi
kompleks antara gen kerentanan genetic yang mengakibatkan pada sebuah kerusakan barier
kulit, kerusakan sistem imun bawaan, tingginya respon imunologi terhadap alergen dan
antigen mikrobia.7

Penurunan fungsi dari barier kulit


Dermatitis atopik berhubungan dengan penurunan fungsi dari skin barrier karena adanya
penurunan regulasi gen dalam proses kornifikasi (flaggrin dan locicin), menurunkan tingkat
seramid, meningkatkan proteolitik enzim endogen dan mengatur penguapan air pada
transepidermal.8,9 Penggunaan sabun dan deterjen pada kulit meningkatkan pH dari kulit itu
sendiri, dengan meningkatnya aktivitas dari protease endogen, dan akhirnya dapat merusak
fungsi barrier dari epidermis. Barrier epidermis dapat rusak karena paparan protease exogen
dari debu rumah tangga dan Staphylococcus aureus. Ini dapat menjadi lebih buruk dengan
terbatasnya inhibitor protease endogen pada kulit yang atopi. Perubahan epidermis
behubungan dengan peningkatan absorbsi alergen pada kulit dan kolonisasi mikroba. Karena
epikutaneus, sensitisasi pada alergen pada tingkat yang lebih tinggi menghasilkan respon
alergi, menurunkan fungsi skin barier dapat terjadi karena senstisasi alergen dan selanjutnya
menjadi predisposisi pada anak-anak untuk menderita alergi pernafasan pada usia
selanjutnya.10
Imunopatologi pada Dermatitis Atopik
Secara klinis pasien dermatitis atopik bermanifestasi hiperplasia epidermal ringan dan
tampak adanya infiltrat sel T.8 Eksematus akut pada lesi kulit secara khas tampak adanya
edema interseluler dari epidermis. Dendritic presentic antigen cell (seperti sel Langerhans,

9
dan makrofag) pada kulit yang tidak berlesi dermatitis atopi menghasilkan molekul IgE.
Infiltrat epidermis terdiri dari sel limfosit T seringkali ditemukan. Pada dermis pada lesi yang
akut, terdapat influks dari sel T dengan disertai monosit-makrofag. Infiltrat limfosit terdiri
dari aktivasi memori sel T melalui CD3, CD4, dan CD45RO. Eosinofil jarang nampak pada
Dermatitis atopik yang akut. Sel mast ditemukan normal pada degranulasi yang berbeda-
beda. Lesi likenifikasi kronis ditemukan secara khas dengan hiperplasia epidemis dengan
elongasi dari rete ridges, hiperkeratosis yang mencolok, dan spongiosis minimal. Terdapat
peningkatan dari IgE pada epidermis dan dominasi makrofag pada infiltrat mononuklear. Sel
mast meningkat tetapi masih tergranulasi. Netrofil menghilang pada lesi Dermatitis atopik
walaupun infeksi dan kolonisasi dari S. aureus. Peningkatan dari eosinophil kadang
ditemukan pada Dermatitis Atopi lesi yang kronis. Eosinofil ini mengalami sitolisis dengan
menghasilkan granul protein. Eosinofil yang berkontribusi pada inflamasi alergi dengan
sekresi sitokin dan mempengaruhi kerusakan jaringan pada dermatitis atopik dengan produksi
reaktif oksigen intermediat dan melepaskan toksik granul protein.9

Sitokin danChemokines
Inflamasi kulit atopi diatur dari ekspresi local dari sitokin dan chemokinesproinflamasi.
Sitokin seperti TNF- dan IL-1 dari sel tersebut (keratinosit, sel mast, sel dendrit). Yang
bekerja pada reseptor vaskuler endotelium, mengaktivasi jalur signal vaskuler, yang
menyebabkan induksi adhesi molekul vaskuler endotelial. Kejadian ini mengawali proses
aktivasi dan adhesi pada vaskuler endothelium dengan diikuti ekstravasasi sel-sel inflamasi
pada kulit. Dermatitis atopik akut berhubungan dengan produksi sitokin Th-2, yaitu IL-4 dan
IL-13, yang bertidak sebagai mediator isotopimunoglobulin mengubah sintesa IgE, dan
meningkatkan pengaturan ekspresi adhesi molekul pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5, juga
terlibat dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan berperan besar dalam
dermatitis atopik kronis.9
Peranan pentingnya adalah sitokin Th-2 juga bermain/berperan dalam respon
inflamasi kulit yang di dukung oleh penelitian, dimana tikus transgenik terlatih secara genetik
untuk terlalu banyak mengeluarkan IL-4 pada perkembangan pruritus kulit inflamasi mereka
yang mirip dengan lesi/kelainan pada dermatitis atopik, menyarankan bahwa ekspresi kulit
lokal sitokin Th-3, berperan kritis dalam aturan di dermatitis atopik.Kulit tikus yang kurang
tersensitisasi IL-5, tidak ditemukan eosinofil dan memperlihatkan penurunan pengentalan
(melentur), padahal kulit tikus yang kekurangan IL-4 menunjukan kelenturan yang normal,

10
namun mempunyai penurunan eosinofil.Kenaikan produksi koloni granulosit makrofag,
yang menjadi faktor stimulan dermatitis atopik, dilaporkan mencegah kematian sel
(apoptosis) monosit,yang juga berkontribusi atas kegigihan dermatitis atopik.Pertahanan
dermatitis atopik kronik, termasuk juga memproduksi Th-1 serupa dengan sitoin IL-2 dan IL-
8, di samping beberapa remodeling gabungan sitokin, termasuk IL-11 dan transformasi faktor
pertumbuhan 1.9
Chemokines spesifik kulit, sel T kulit-menarik kemokin [CTACK; kemokin CC ligan 27
(CCL27)], sangat diregulasi di DA dan sangat menarik antigen limfoid cutanous (PKB) kulit
+ CC kemokin reseptor 10 + (CCR10 +) Sel T ke ckin tersebut.CCR4 di tunjukan pada kulit
homing sel PKB + T juga dapat mengikat untuk CCL 17 pada endotelium vaskular dari
venula kulit. Perekrutan Selektif f CCR4 mengekspresikan sel Th-2 dimediasi oleh kemokin
makrofag sehingga diperoleh dan timus dan aktivasi sitokin yang teratur, yang keduanya
meningkat pada dermatitis atopik. Keparahan pada dermatitis atopik,berhubungan dengan
ukuran thymus dan tingkat regulasi sitokin yang teraktivasi. disampig itu, pembongkran
kemokin fractalkine , interferon- yang di induksi protein 10,dan monokin yang diinduksi
oleh IFN-,juga mengontrol keratonisit dan hasil migrasi Th-1 ke epidermis terlebih pada
kronik dermatitis atopik. Peningkatan pengeluaran kemokin CC, chemoattractant protein 4
makrofag,eotaksin, dan RANTES (pengaturan aktivitas normal, pengeluaran dan
penyimpanan sel T) berperan pada infiltrasi makrofag, eosinofil, dan sel T pada lesi
dermatitis atopik akut maupun kronik.Lihat bab 11 dan 12 untuk detail lebih lanjut mengenai
pembahasan sitokin dan chemokines pada inflamasi kulit.9

Tipe Sel Penunjuk Pada Kulit Dermatitis Atopik


APC
Kulit dermatitis atopik mengandung dua jenis afinitas yang tinggi, IgE-reseptor-bearing
myeloid DC: (1) LC dan (2) inflamasi epidermis sel dendritik (IDECs), LC bantalan IgE yang
tampaknya memainkan peran penting dalam mempresentasikan alergen kulit kepada IL-4
yang memproduksi produksi sel Th2.1,8 Dalam hal ini, LC IgE-bearing dari lesi kulit DA,
tetapi bukan permukaan LC yang kekurangan IgE, mampu menyajikan alergen inhalan ke sel
T. Hasil ini menunjukkan bahwa IgE sel-terikat pada fasilitas penangkapan LC dan
internasionalisasi alergen ke LC sebelum memproses mereka dan antigen yang
mempresentasikan ke sel T. IgE yang mendasari LC, yang telah menangkap alergen mungkin
mengaktifkan sel-sel memori Th-2 di kulit atopik, tetapi mereka juga dapat bermigrasi ke

11
kelenjar getah bening untuk merangsang sel T untuk lebih memperluas daerah sel Th-2
sistemik. Stimulasi FcRI pada permukaan LC oleh alergen menginduksi pelepasan sinyal
chemotactic dan rekrutmen sel prekursor dari IDECs dan sel T in vitro. Stimulasi Fcri di
IDECs mengarah ke rilis dalam jumlah yang tinggi sinyal proinflamasi, yang memberikan
kontribusi amplifikasi pada respon kekebalan alergi. Berbeda dengan penyakit inflamasi
kulit lainnya, seperti dermatitis kontak alergi, psoriasis vulgaris, jumlah DC plasmacytoid
(pDCs) yang sangat rendah, yang memainkan peranan penting dalam pertahanan host
terhadap infeksi virus, dapat dideteksi dalam lesi kulit dermatitis atopik. pDCs dalam darah
perifer pasien dengan dermatitis atopik telah ditunjuk untuk menanggung varian trimerik dari
Fcri di permukaan sel mereka, yang ditempati oleh molekul IgE. Fungsi kekebalan tubuh
diubah dari pDCs pasien dengan dermatitis atopik setelah stimulasi alergen FcERI-dimediasi
mungkin berkontribusi terhadap kekurangan tipe 1 IFNs lokal, sehingga berkontribusi untuk
meningkatan kerentanan pasien dermatitis atopik terhadap infeksi virus kulit seperti eksema
herpetikum.10
Sel T
Sel T kulit yang berkemampuan untuk mengingat memainkan peran penting dalam
patogenesis dermatitis atopik, terutama selama fase akut penyakit. Konsep ini ditunjang
dengan pengamatan bahwa gangguan imunodefisiensi sel T utama ini sering berhubungan
dengan lesi kulit eksema yang jelas, setelah transplantasi sumsum tulang berhasil.
Selanjutnya, pada hewan percobaan dermatitis atopik, ruam eczematous tidak terjadi dalam
ketiadaan sel T. Selain itu, pengobatan dengan penghambat kalsineurin topikal, dengan
aktivasi target sel T khusus, secara signifikan mengurangi ruam kulit pada dermatitis atopik.10

Keratinosit
Kertinosit memainkan peran kritis dalam augmentasi peradangan kulit atopik. Dermatitis
atopik keratinosit mengeluarkan profil kemokin dan sitokin setelah terpapar sitokin pro
inflamasi. Hal ini mencakup RANTES tingkat tinggi setelah stimulasi dengan TNF- dan
IFN-. Mereka juga merupakan sumber penting limfopoietin stroma thymus (TSLP), yang
mengaktifkan DC untuk sel T awal untuk menghasilkan IL-4 dan IL-13 (yaitu, diferensiasi
sel Th2). Pentingnya TSLP dalam patogenesis dermatitis atopik didukung oleh pengamatan
bahwa tikus yang secara genetik dimanipulasi untuk overekspresi TSLP di kulit
mengembangkan dermatitis atopikseperti peradangan kulit.11

12
Genetik
Dermatitis atopik secara familial ditransmisikan dengan pengaruh maternal yang kuat. Layar
genom keluarga dengan dermatitis atopik telah melibatkan regio kromosom yang overlap
dengan penyakit kulit inflamasi lainnya seperti psoriasis. Bersama dengan studi gen kandidat,
hal ini telah memberikan wawasan yang menarik ke dalam patogenesis dermatitis atopik.
Meskipun banyak gen yang mungkin terlibat dalam perkembangan dermatitis atopik, telah
dermatitis atopik bagian tertentu yang menjadi perhatian dalam peran potensial barier kulit /
gen diferensiasi epidermal dan respon imun / pertahanan gen host.

Peran Pruritus pada Dermatitis Atopik


Pruritus adalah fitur yang menonjol dari dermatitis atopik, dinyatakan sebagai
hiperreaktivitas kulit dan penggarukan alergen yang terpapar, perubahan kelembaban,
keringat berlebihan, dan konsentrasi iritant yang rendah. Pengendalian pruritus penting
karena cedera mekanik dari menggaruk dapat menginduksi sitokin pro-inflamasi dan
pelepasan kemokin, mengarah ke siklus setan scratch-itch yang mengabadikan ruam kulit
pada dermatitis atopik. Mekanisme pruritus pada dermatitis atopik kurang dipahami.
Pelepasan histamin yang diinduksi alergen dari sel mast kulit bukanlah penyebab eksklusif
pruritus pada dermatitis atopik, karena antihistamin tidak efektif dalam mengendalikan gatal
pada dermatitis atopik. Observasi pengobatan dengan kortikosteroid topikal dan inhibitor
kalsineurin efektif untuk mengurangi pruritus menunjukkan bahwa sel-sel inflamasi
memainkan peranan penting dalam pruritus. Molekul yang telah terlibat dalam pruritus
termasuk sitokin sel-T yang diturunkan seperti IL-31, stress-inducedneuropeptides, protease
seperti protease yang dapat bertindak pada protease-activated receptors, eikosanoid, dan
eosinophil-derived proteins.8
VIII.Diagnosis Kerja
Tanda mayor dari dermatitis atopik adalah adanya pruritus dan kronik atau dermatitis
eksematous dengan morfologi yang dapat dianggap sebagai ciri khasnya dan distribusi yang
dapat digunakan untuk mendiagnosik. Tanda lainnya adalah, masuknya alergen dari luar atau
peningkatan serum IgE, yang bervariasi. Anak kecil akan tampak pada tahun pertama
kehidupannya dengan kegagalan pertumbuhan, eritematous rash pada seluruh tubuh dengan
sisik, dan penyakit kulit yang kambuh dan atau infeksi sistemik yang dapat dievaluasi untuk
dikombinasi dengan keparahan sindrom imunodefisiensi. Sindrom Wiskott-Aldrich adalah
kesalahan gen resesif X-linked dengan karakteristik ditemukannya kulit yang mirip yang
tidak bisa dibeda-bedakan dari dermatitis atopik. Itu dapat diasosiasikan dengan

13
trombositopenia, variasi abnormalitas pada humoral dan seluler imunitas, dan rekuren infeksi
bakteri. Sindrom IgE dikarakteristikan dengan peningkatan level serum IgE, tidak
sempurnanya fungsi sel T, rekuren infeksi bakteri, adanya abses kulit yang disebakan oleh
Staphylococcus aureus dan atau rasa gatal di kulit yang disebabkan karena adanya pustulosis
Staphylococcus aureus, atau oleh dermatofitosis. Erupsi papulopustular pada wajah dan scalp
mungkin terlihat diawal kehidupanMeskipun Staphylococcus aureus merupakan patogen
terpenting pada kelainan ini, namun infeksi oleh bakteri lain, virus, dan jamur mungkin
terjadi, terutama ketika pasien mengkonsumsi profilaksis antibiotik antistaphylococcal dalam
10
jangka lama. Penting untuk mengetahui pada manusia dewasa dengan tanda adanya
eksematous dermatitis dengan atau tanpa riwayat penyakit eksema pada saat kecil, alergi
pada pernapasan, atau adanya riwayat atopi dermatitis kontak pada keluarga. Kontak dengan
alergen dapat difikirkan pada sebagian pasien dengan dermatitis atopi yang tidak berespon
terhadap terapi. Sebagai catatan, kontak alergi untuk glukokortikoid topikal dan penghambat
calcineurin topikal telah dilaporkan terjadi pada pasen dengan dermatitis kronik. Sebagai
tambahan limfoma sel T kulit harus dipresentasikan keluar pada orang dewasa dengan
dermatitis kronik yang lemah responnya dengan terapi glukokortikoid topikal. Idealnya,
pemeriksaan biopsi diperoleh dari tiga lokasi terpisah, karena pemeriksaan histologi mungkin
menampilkan spongiosis dan infiltrasi sel yang menyerupai dermatitis atopi. 10

IX.Diagnosis Banding
Diagnosis bandingatau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan
dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit
lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bias
dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:

Dermatitis Kontak Iritan


Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit terjadi kerusakan kulit langsung tanpa didahului proses sensitisasi.
Dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Penyebab dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan atau bahan yang
secara fisik merusak kulit seperti asam basa,detergen, serbuk kayu dan produk produk
minyak bumi. Beberapa iritan kuat dengan cepat menimbulkan efek sedangkan iritan
yang lebih lemah menimbulkan efek kumulatif. Faktor lain juga berpengaruhi seperti

14
lama kontak, terus menerus atau berselang, adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih
permeabel demikian juga gesekan atau trauma fisis, serta suhu dan kelembaban
lingkungan. Seseorang yang terkena dermatitis atopik akan lebih mudah terkena
dermatitis kontak iritan. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritasi yang merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak
lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air liur.10-11

Dermatitis kontak iritan dibagi menjadi dermatitis kontak iritan akut, akut lambat,
kronik, reaksi iritan, traumatik dan noneritematosa, sebagai berikut:

- Dermatitis kontak iritan akute akibat iritan kuat (larutan asam/basa kuat) akibat
kecelakaan dan reaksi segera timbul dan terbatas pada tempat kontak. Ditandai
dengan kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, terlihat adanya edema, bula dan bisa
nekrosis, pinggiran kulit berbatas tegas dan asimetris.1,10
- Dermatitis kontak iritan akut lambat ( podofilin, antralin,tertinion,klorida, asam
hidrofluorat)gejalanya sama dengan DKI akut tetapi tidak segera muncul. Baru
muncul sekitar 8-24 jam dengan bahan penyebab iritannya adalah lambat. Awalnya
muncul eritema.1,11
- Dermatitis kontak iritan kronik disebabkan oleh kontak berulang-ulang dengan iritan
lemah ( gesekan trauma mikro, kelembaban rendah, panas/dingin juga
detergen,sabun,pelarut,tanah bahkan air). Kelainan baru nyata setelah kontak
seminggu atau lebih . gejala klasik berupa kulit kering , eritema, skuama, lambat
laun kulit tebal dan likenifikasi. Biasanya berhubungan dengan pekerjaan seperti
tukang cuci, kuli bangunan, juru masak, montir, tukang kebun dan penata rambut.1,6
- Reaksi iritan biasanya pada pekerjaan basah yang dalam awal bulan pelatihan, gejala
berupa skuama, eritema, vesikel,pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri
dan kadang berlanjut ke dermatitis kontak irirtan kronik.1
- Dermatitis kontak iritan traumatik berkembang lambat setelah trauma panas atau
laserasi.
- Dermatitis kontak iritan noneritematosa perubahan fungsi sawar stratum korneum
tanpa disertai kelainan klinis.
- Dermatitis kontak iritan subyektif,kelainan sensoris dimana tidak tampak pada kulit.
Pada penderita merasa seperti tersengat(panas) setelah kontak dengan bahan kimia
tertentu seperti asam laktat.

15
Dermatitis Kontak Alergi

Ditimbulkan akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap suati alergen
eksternal. Jumlah penderita DKA lebih sedikit dibandingkan DKI karena hanya mengenai
keadaan kulit yang sangat peka. Penyebabnya adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah < 1000 dalton. Merupakan alerge yang belum diproses, bersifat
lipofilik, sangat rektif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
dibawahnya. Faktor tambahan seperti potensi sensitisasi,alergen, dosis, luas daerah yang
terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembababn lingkungan. Mekanisme kelainan kulit
ini mengikuti respons imun yang diperantai oleh sel (ceel mediated immune respons) atau
reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Gejala dengan mengeluh gatal
dimulai dengan eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti papulovesikel, vesikel atau
bula. Jika vesikel atau bula pecah menimbulkan erosidan eksudasi (basah). Lokasinya biasa
di kelopak mata, skrotum, penis, dilaukan uji tempel.1,10-11
Dermatitis Numularis
Dermatitis numularis atau ekzem numular; ekzem discoid; neurodermatitis numular.
Ditandai oleh lesi yang berbentuk koin,agak lonjong,berbatas tegas, simetris, gatal pada
permukaan ekstensor tungkai dan kaki dengan efloresensi berupa papulovesikel yang
biasanya mudah pecah sehingga basah. Dermatitis numularis pada orang dewasa lebih sering
pria daripada wanita. Tidak biasa ditemukan pada usia anak. Penyebabnya diketahui
multifaktor oleh karena staphylococcus melewati mekanisme hipersensitivitas, adanya alergi
pada nikel, krom, kobl, iritasi dengan wol dan sabun, trauma fisis dan kimiawi. Gejalanya
biasanya mengeluh sangat gatal, adanya lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0
cm) , kemudian membesar dengan cara berkofluensi atau meluas ke samping, membentuk
satu lesi karakteristik seperti uang logam, eritematosa, sedikit edematosa. Lambat laun
vesikel pecah terjadi eksudat kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. Jumlah lesi
dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar dengan ukuran yang bervariasi mulai dari miliar
sampai numular.1,10-11

Dermatosis Seboroik

Merupakam penyakit inflamasi kulit kronis dengan predileksi untuk area yang disuplai
dengan baik oleh kelenjar sebasea. Ditandai ruam merah yang bersisik dengan rasa gatal
ringan. Biasanya sering ditemukan pada masa kanak-kanank sebagaimana ketombe pada anak

16
yang lebih besar. Dermatosis seboroik timbul berupa krusta tebal berwarna cokelat terang
melapisi kulit kepala dan sulit dilepaskan. Beberapa anak mengalami reaksi peradangan kulit
yang lebih luas terutama mengenai daerah pangkal paha , aksila dan leher. Meski kulit terlihat
sangat merah dan mengalami meserasi dengan sisik berminyak, sisik tersebut bukan iritan
dan biasanya keadaan ini akan membaik dalam beberapa minggu. Dapat terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri atau Candida.10-11
Dermatosis seboroik terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk berminyak tampak basah
dengan serpihan pucat, kulit tampak keabu-abuan, dengan atau tanpa pengelupasan (seperti
ketombe0 dan agak eritema; pustula kecil atau papulopustula. Bentuk lainnya kering terdiri
dari deskuamasi pada kepala (ketombe). Bentuk gabungan keduanya biasanya asimptomatik
dan jika terdapat pengelupasan seringkali disertai dengan pruritus.1,10

X.Komplikasi
Masalah mata
Komplikasi mata yang terkait dengan dermatitis atopik dapat menyebabkan morbiditas yang
signifikan. Dermatitis pada kelopak mata dan blefaritis kronis umumnya berkaitan dengan
dermatitis atopik dan dapat menyebab gangguan penglihatan dari skar kornea.
Keratokonjungtivitis atopik biasanya bilateral dan dapat memiliki gejala yang mencacatkan
termasuk gatal, terbakar, sobek dan discharge mukoid berlebihan. konjungtivitis vernal
adalah proses inflamasi bilateral berat berulang kronis yang berhubungan dengan hipertrofi
papiler, atau cobblestone dari konjungtiva kelopak mata atas. Biasanya terjadi pada pasien
yang lebih muda dan memiliki kejadian musiman, sering pada musim semi. Keterkaitan gatal
tersebut diperburuk oleh paparan iritan, cahaya atau keringat. keratokonus adalah deformitas
kerucut dari kornea diyakini hasil dari gosokan kronis mata pada pasien dengan dermatitis
atopik dan rinitis alergi. 10
Dermatitis Tangan
Pasien dengan dermatitis atopik seringkali berkembang menjadi non spesifik,
dermatitis iritan pada tangan. Hal ini seringkali diperburuk dengan pembasahan dan
melalui pencucian tangan dengan sabun kasar, deterjen, dan disinfektan. Individual
atopi yang berhubungan dengan okupasi termasuk pekerjaan basah memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi dermatitis pada tangan yang membandel
pada bidang okupasi. Hal ini sering terjadi pada ketidakmampuan pada okupasi.9
Dermatitis Eksfoliatif

17
Pasien dengan keterlibatan yang meluas dapat berkembang menjadi dermatitis
exfoliative. Hal ini dihubungkan dengan kemerahan yang meluas, scaling, weeping,
krusta, toksisitas sistemik, limfadenopati dan demam. Meskipun komplikasinya
jarang, hal ini berpotensi terhadap ancaman kehidupan. Hal ini biasanya disebabkan
super infeksi misalnya, dengan toksin yang diproduksi staphylococcus aureus dan
herpes simplex virus, berlanjut mengiritasi kulit, atau terapi yang tidak sesuai. Dalam
beberapa kasus, penghentian glukokortikoid sistemik yang digunakan untuk
mengkontrol dermatitis atopik yang parah mungkin menjadi faktor pengendapan
untuk eksfoliatif eritroderma.9

XI.Penatalaksanaan

Non medikamentosa
Perlu dilakukan identifikasi untuk menyingkirkan faktor yang memperberat dan
memicu siklus gatal-garuk misalnya sabun atau detergen, kontak dengan bahan kimia,
pakaian kasar atau pajanan terhadap panas atau dingin. Bila memakai sabun yang berdaya
larut minimal terhadap lemak dan memiliki pH netral, pakaian baru sebaiknya dicuci terlbih
dahulu sebelum dipakai untuk mebersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Jika
mencuci dengan detrgen harus dibilas dengan baik. Jika selesai berenang harus segere mandi
untuk membersihkan klorin. Hindari stres dan menggunakan pakaian yang bersifat irirtan
seperti terbuat dari wol atau sintetik. Pada bayi diperhatikan kebersihan daerang bokong dan
genitalia , popok harus diganti bila bsah atau kotor. Mandi dengan pembersih yang
mengandung pelembab dengan menghindari pembersih antibakterial karena berisiko
menginduksi resistensi.1,12

Pengobatan lokal
- Hidrasi kulit : akibat kulit kering dan fungsi sawar berkurang yang mudah retak
sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme atau bahan iritan dan alergen perlu
diberikan pelembab krim hidrofilik 1%, asam laktat konsentrasi < 5%, setelah mandi
kulit dilap kemudian memakai emolien (pelembab).
- Kortikosteroid topikal sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Pada bay digunakan salep
steroid potensi rendah misalnya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa
dipakai steroid berpotensi sedang misalnya triamsinolon kecuali pada mukaatau

18
genitalia dapat digunakan yang berpotensi rendah. Bila telah terkontrol dipakai secara
intermiten yaitu 2 kali per mingggu deng potensi yang rendah. Pada lesi akut yang
basah dikompres dahulu dengan dengan larutan burowi atau permanganas kalikus
1:5000.10
- Takrolimus sebagai penghambat calcineurin yaitu menghambat aktivitas sel seperti sel
langerhans, sel T, sel mass dan keratinosit. Diberikan dalam bentuk salep 0,03% untuk
anak usia 2-15 tahun, untuk dewasa 0.03% dan 0.1%. efek samping sebabkan rasa
terbakar.11
- Pimekrolimus senyawa ankomisin juga menghambat aktivasi sel mass,sebagai prodrug
dan menghasilakn efek imunomodulator lebih efektif. Digunakan krim SDZ ASM 981
konsentrasi 1% , tidak sebabkan atrofi kulit, aman pada anak dan dapat dipakai pada
kulit sensitif. Dioeskan 2 kali sehari.
- Preparat ter mempunyai efek anti-histamin dan anti-inflamasi pada kulit. Dipakai pada
lesi kronis. Sediaan dalam bentuk salep hidrofilik yang mengandung likuor karbonis
detergen 5%-10% atau crude coar tar 1%-5%.1

Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid sistemik digunakan hanya untuk mengendalikan eksasebasi akut dalam
jangka pendek dan dosis rendah diberikna berselang-seling.
- Antihistamin untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat terutam apda malam
hari. Sediaan hidroksisin atau difenhidramin. Jika pada kasus berat diberikan doksepin
hdroklorid yang memiliki efek antidepresan dan memblokade reseptor histamin H1-
H2 dengan dosis 10-75 mg secara oral malam hari pada dewasa.12
- Anti-infeksi pada S. Aureus yang belum resisten diberikan eritromisin, asitromisin, atau
klaritromisin. Jika sudah resiten berikan dikloksasilin, oksasilin atau generasi pertama
sefalosporin. Jika teinfeksi virus kerpes simplex maka kortikosteroid dihentikan,
berikan asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari.12
- Siklosporin bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein seluler)
menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineuran sehingga transkripsi
sitokin ditekan.1,12
Terapi sinar (phototherpy)
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy). Terapi
UVB atau kombinasi UVB dan UVA. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil

19
sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel
Langerhans dan mengubah produksi sitokin keratinosit.1

XII. Prognosis
Prognosis DA lebih buruk bila ke dua orang tuanya menderita menderita DA. Ada
kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak dan sering ada yag kambuh pada masa
remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Faktor yang berhubungan dengan
prognosis kurang baik apabila DA luas pada anak, menderita rinitis alergi dan asma bronkial,
riwayat DA pada orang tua atau saudara kandung, awitan pada usia muda dan kadar IgE
serum sangat tinggi.1

C.Penutup
I.Kesimpulan
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal,
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita
(Dermatitis Atopik, rinitis alergik atau asma bronkial). Ditandai adanya erupsi pada kulit
makulo papuler dengan kemerahan, gatal, lesi, kulit kering, dan adanya eksudasi. Kelainan
kulit tersering pada daerah wajah dan lipat kulit. Maka dari itu perlunya melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara lengkap agar tepat
memberikan pentalakanaan yang baik sehingga mengurangi perburukan penyakit.

D.Daftar Pustaka

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas


kedokteran universitas indonesia.jakarta.2012.hal.34,40,129-49.
2. Chu DH,Devolopment and structure of the skin.in goldsmith LA,Kats SI,Leffel
DJ,editor.Fitzpatrick dermatologi in general medicine 8th ed.New york:McGraw-Hill
2012.p.58-74.
3. Wasitaatmadja SM.Faal kulit.dalam:Djuanda A,Hamzah M, aisah S,editor.Ilmu
penyakit kulit dan kelamin.edisi 7.Jakarta:Balai penerbit FKUI:2015.h.4-7.
4. Paller As,Mancini AJ. Hurwits Clinical pediatric Dermatology.A textbook of skin
disorderd of childhood and adolescence. 4nded. Philadelphia:Elsevier saunders:2011

20
5. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2012.h.1-4,6,13-5,20,98.

6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi 4. Jakarta: Erlangga;


2011.h.343-5.

7. Alimul A. Diagnosa fisik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto;
2013.hal.71-3.
8. Juanda HA. Solusi tepat bagi penderita TORCH. Solo: PT Wangsa Jatra Lesatari;
2013.hal.19.
9. Farida Tabri.aspek imunogenetik dermatitis atopic pada anak:kontribusi gen CTLA-
4,kecacingan dan IL-10.Makasar,2011.
10. RED BOOK. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
Gramedia; 2012.hal.1386-8,1393-5.
11. Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta; EGC;
2010.hal.122-4.
12. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2011.hal.111-3.

21

Anda mungkin juga menyukai