Anda di halaman 1dari 3

Pangeran Jayakarta vs VOC (1610-1619):

Jayakarta hancur, Batavia didirikan

Pangeran Jayakarta memerintah di kota pelabuhan Jayakarta sebagai wakil kesultanan


Banten. Di bawah kepemimpinanny Jayakarta maju pesat, terutama perdangangan hasil bumi.
Belanda, lewat perusahaan dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) ingin berusaha
di sana. VOC sudah menguasai perdanagan rempah di Maluku. VOC membeli tanah di timur
muara kali Ciliwung dan membayar 1.200 real kepada Pangeran Jayakarta. Namun monopoli
dagang VOC merugikan pangeran Jayakarta.
Timbul perselisihan ( 1610-1619). Pangerang Jayakarta dibantu pasukan Sultan Banten dan
Inggris yang bermarkas di barat Sungai Ciliwung. Gubernur Jendral Belanda Jan Pieterszoon
Coen tidak tahan dan lari ke Ambon.
Muncul konflik Banten-Inggris. JP Coen kembali dan Ambon dan mengusir Inggris. Pasukan
Banten-Jayakarta porak poranda.
JP Coen menghancurkan Jayakarta dan membangun Batavia tanggal 16 Mei 1619, yang
diperingati Belanda sebagai Hari Jadi Batavia.
Pangeran Jayakarta tetap melancarkan perlawanan. Ajakan Belanda untuk berdamai selalu
ditolak. Dalam pertempuran di Mangga Dua, Syekh Alvi Alidrus, panglima perangnya
tertangkap dan dikuliti anah buah JP Coen.

Serangan Sultan Agung Mataram ke Batavia (1628-1629), Jan Pieterzoon Coen Tewas
Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah Sultan Mataram ke-3 (1613-1646) di kerajaan terbesar
di Pulau Jawa. Ia sangat anti VOC dan tidak mau Nusantara diduduki bangsa lain. Ia ingin
mempersatukannya.
Untuk menyerang Batavia, perlu persiapan matang, dengan menyediakan lumbung-lumbung
pangan di Karawang, mengingat lamanya perjalanan (90 hari) yang harus ditempuh dari
Mataram.
Pasukan Mataram menyerang Batavia 2 kali, tahun 1628 dan 1629. Serangan itu gagal, meski
Batavia sempat dibakar, dan sungai Ciliwung dibendung dan dikotori. JP Coen tewas karena
wabah kolera.
Atas jasa-jasanya pada bangsa dan Negara, Sultan Agung Mataram dianugerahi gelar
pahlawan nasional tahun 1974 oleh Presiden R.I.

Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten Menyerang Batavia (1651-1682)

VOC melakukan hubungan dagan dengan Banten. VOC diizinkan membuka kantor dagang
di Jayakarta. Namun, sejak Jayakarta dikuasai VOC tahun 1619, muncul ketegangan di
antara keduanya.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa (1651-1682) merupakan masa kejayaan Banten,
sebagai kesultanan maritime dengan armada kuat. Banten juga pusat niaga penting.
Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Dibantu orang Inggris, Denmark,
dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Syiam, Filipina, Cina, Jepang.
Sultan Ageng Tirtayasa berhasil membongkar blockade perdagangan VOC atas Banten. Ia
menyerang Batavia, merusak kapal-kapal dan perkebunan teh VOC. VOC sulit
menundukan Banten.
Tahun 1680 muncul perpecahan antara Sultan Ageng dengan anak sulungya, Sultan Haji.
Perpecahan ini dimanfaatkan oleh VOC yang mendukung Sultan Haji. Perang tidak dapat
dielakkan.
Sultan Ageng terpaksa mundur dan pindah ke Tirtayasa, namun kawasan ini berhasil
dikuasai Sultan Haji bersama VOC, Sultan Ageng bersama putranya yang lain, Pangerang
Purbaya, mundur ke pedalaman Sunda.
Tahun 1683 Sultan Ageng tertangkap dan di penjara di Batavia, ia meninggal di sana tahun
1692. (id.wikipedia.org)

Pemberontakan Orang Cina terhadap VOC (1740)

Lama sebelum kedatangan orang Belanda ke Indonesia, orang Cina sudah ada di pulau Jawa.
Mereka dikenal sebagai pekerja yang rajin dan terampil. JP Coen sangai menyukai mereka dan
menganjurkan kedatangan mereka ke Batavia
Awal abad ke-18 ekonomi lesu karena harga gula turun. Pengangguran meningkat. Pendatang
Cina kian bertambah ke Batavia: 4000 orang bermukim di dalam tembok kota dan 10.000
orang di luar tembok.
Gubenur Jendral VOC, Adriaan Valckenier, mengirimkan kelebihan pengangguran ke Sri
Langka, ada desas-desus orang yang dikirim ke Sri-Langka dibunuh dengan menceburkan
mereka ke laut.
9 Oktober 1940 terjadi huru-hara dalam tembok Batavia. Serdadu VOC merampok dan
membunuh warga Cina.
Permukiman Cina dibakar. Orang Cina dalam tembok kota yang lari ke luar dibunuh.
Halaman Belakang Stadhuis (Museum Sejarah Jakarta) menjadi ladang penyembelihan 5.000-
10.000 warga Cina. Tak tersisa lagi orang Cina di dalam tembok kota. Gubenur Jendral
Valckenier yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi itu, dipenjara 9,5 tahun di Kastil
Batavia hingga meninggal.
Dampaknya meluas hingga Jawa Tengah. Kesultanan Banten bersiaga menghadang orang Cina
yang lari dari Batavia. Gagal memasuki Banten, para pelarian bergerak ke timur dan bergabung
dengan komunitas Cina di Semarang. Mereka mengepung banteng VOC di Semarang dan
Rembang.
Inilah perlawanan terhebat dan terheroik orang-orang Cina kepada VOC dalam sejarah
peranankan Indonesia yang terlupakan.

Penjara bawah tanah bagi Pangeran Diponegoro dll di Staadhuis (Museum Fatahillah)
(1830)

Pangerang DIponegoro (lahir di Yogyakarta 11 November 1785, meninggal di Makasar,


Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855) adalah Pahlawan Nasional yang terkenal dalam Perang Jawa
melawan Belanda (1825-1830).
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan infantri, kavaleri dan artileri yang sejak
perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal dikedua belah pihak
berlangsung sengit.
Berbagai cara diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Hadiah 50.000 Gulden
diberikan kepada siapa saja dapat menangkap Diponegoro. Dengan ajakan berunding sebagai
siasat licik Belanda, Maret 1830 ia ditangkap di rumah Residen di Magelang oleh Jendral De
Kock.
Pangeran Diponegoro ditawan di penjara bawah tanah di Stadhuis Batavia (Gedung Balaikota,
Museum Fatahillah kini) yang atapny sangat rendah, selama 32 hari (11 April 1830 3 Mei
1830) untuk menunggu keputusan penyelesaian dari Gubenur Jendral Van deh Bosch.
Selain Pangeran Diponegoro tempat ini juga menjadi penjara bagi para pejuang dan pahlawan
lain. Stadhuis dibangun tahun 1702-1712 pada masa pemerintahan Gubenur Jendral Joanvan
Hoon. Ruang penjara bawah tanah di Museum Fatahillah menjadi bukti kekejaman Kolonial
Belanda. Ada beberapa batu bola beswar yang terikat dengan rantai, untuk mengikat kaki
tahanan supaya tidak melarikan diri.

Pendaratan Soekarno dan pembuangannya di Bengkulu (1942) : Persiapan Kemerdekaan


RI

Dr. Ir. Soekarno lahir di Surabaya 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta 21 Juni 1970. Ia adalah
Presiden Indonesia pertama (1945-1966) & berperan penting dalam memerdekakan bangsa
Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan (bersama
Mohammad Hatta). Ia mencetuskan konsep tentang Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia.
Ketika bersekolah di Jawa Timur dan studi di Institut Teknologi Bandung, ia bertemu tokoh-
tokoh pergerakan Nasional. Ia mendirikan Algemene Studie Club tahun 1927, cikal bakal Partai
Nasional Indonesia.
Bulan Desember 1929, Soekarno ditangkap Belanda dan dipenjara di Banceuy karena
aktivitasnya di PNI. Tahun 1930, ia dipindahkan ke penjara Sukamiskin.
Ia dibebaskan 31 Desember 1931, dan kembali ditangkap Agustus 1933 untuk diasingkan ke
Flores. Tahun 1938-1942 ia diasingkan ke Bengkulu. Di sini ia berjumpa dengan Fatmawati.
Soekarno kembali dari pembuangannya di Bengkulu dan mendarat di Pasar Ikan Sunda Kelapa,
Jakarta, tahun 1942, pada masa pendudukan Jepang. Ia mulai mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia a.l. merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar pemerintahan NKRI

Anda mungkin juga menyukai