Tinjauan Pustaka
A. Heroin
1. Definisi Heroin
Heroin (diasetilmorfin) atau yang dikenal putauw adalah obat yang termasuk
golongan opioid agonis dan merupakan derivat morfin yang terbuat dari morfin
yang mengalami asetilasi pada gugus hidroksil pada ikatan C3 dan C6. Nama lain
dari heroin : smack, junk, china ehirte, chiva, black tar, speed balling , dope,
brown , dog, negra, nod, white heroes, stuff.
2. Sejarah Heroin
Heroin setidaknya sudah dikenal oleh manusia sejak 6000 tahun yang lalu, dan
dikenal berasal dari pohon kebahagiaan. Pada abad ke-7 atau ke-8, diduga
pedagang arab membawanya ke Cina dan digunakan sebagai bahan pengobatan.
Setela itu, orang orang inggris dan portugis memasok Cina dengan opium dan
menempatkan Inggris Sebagai Heroin terbesar di dunia (Iskandar Japarti, 2002).
Baru pada tahun 1874 orang membuat heroin dan pohon opium. Ketika itu, heroin
dijual sebagai pengganti morfin yang aman dan tidak menimbulkan kecanduan,
Namun akhirnya disadari bahwa heroin juga menyebabkan ketergantungan yang
tinggi, kemudian di Inggris di larang pada tahun 1920 dengan undang undang ,
Dangerous Druct Act (Iskandar Japarti, 2002).
Penggunaan heroin mulai menginkat sejak awal 1990 dan mulai meledak sejak
1996 sebanyak 2,4 juta orang pernah menggunakan heroin. Di indonesia jumlah
penderita narkotika sejak 1995 adalah 130.000 orang (0,065%). Para pemakai
narkotika ini kebanyakan anak anak muda berusia <26 tahun. Angka kematian
akibat heroin di indonesia mencapai 17,6% (Iskandar Japarti, 2002).
Memisahkan larutan morfin dari komponen opium yang tidak larut air dengan
Selang digunakan untuk menyedot larutan morfin coklat tua yang bening ke dalam
dua bak.
Setelah itu, solusinya terbagi menjadi empat tong kosong. Sedimen itu diaduk,
keluar dari tong dengan ember dan disaring melalui karung yang telah direndam
dalam air. Seluruh filtrat kemudian dituangkan kembali ke dalam empat barel
yang mengandung larutan morfin.
Basis morfin dibungkus kain penyaringan dan dicap. Akhirnya, dasar morfin
terbentang di atas kain sampai kering. Kemudian, dasar morfin kering ditimbang.
Setelah itu, campuran reaksi dituangkan ke dalam mangkuk yang telah diisi
dengan air panas. Kemudian larutan itu disaring melalui kain, dan larutan yang
disaring dituangkan ke dalam tong kosong.
a. Injeksi
Injeksi secara intravena, subkutan atau intra muskular lebih praktis dan efisien
untuk heroin kadar rendah. Injeksi secara intravena dapat menimbulkan efek
eforia dalam 7-8 deik, sedagkan secara intramuskuler efeknya lebih lambat
yaitu 5-8 menit. Kerugian injeksi dapat menyebabkan septikemi dan infeksi
lain seperti hepatitis atau HIV. Injeksi berulang dapat merusak venda dan
menyebabkan trombosis
b. Dihirup
Bubuk heroin ditaruh di aluminium foil dan dipanaskan diatas api, kemudian
asapnya di hirup melalui hidung. Efek puncak dengan penggunaan secara di
hirup/dihisap biasanya dirasakan dalam 10 15 menit
c. Dihisap melalui pipa atau sebagai lintingan rokok
d. Penggunaan heroin dengan kadar tinggi biasanya dengan cara dihirup atau
dihisap. Penggunaan heroin secara di hisap atau dihirup saat ini meningkat
untuk menghindarkan efek yang terjadi akibat penyuntikan. Penggunaan
secara di hisap lebih aman di bandingkan di hirup, oeh karena masuk ke dalam
tubuh secara bertahan sehingga lebih mudah di kontrol
a. Absorpsi
Heroin diabsorpi dengan baik disubkutaneus, intramuskular dan permukaan
mukosa hidung atau mulut.
b. Distribusi
Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju ke dalam jaringan.
Konsentrasi heroin tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa, sedangkan di
dalam otot skelet konsentrasinya rendah. Konsentrasi di dalam otak relatif
rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak. Heroin
menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan
morfin atau golongan opioid lainnya
c. Metabolisme
Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan
akhirnya menjadi morfin, kemudian mengalami konjugasi dengan asam
glukuronik menajdi morfin 6-glukoronid yang berefek analgesik lebih kuat
dibandingkan morfin sendiri. Akumulasi obat terjadi pada pasien gagal ginjal.
d. Ekskresi
Heroin /morfin terutama diekstresi melalui urine (ginjal). 90% diekskresikan
dalam 24 jam pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam urine 48 jam
heroin didalam tubuh diubah menjadi morfin dan diekskresikan sebagai
morfin.
6. Farmakodinamik
a. Mekanisme kerja
Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan dengan reseptor
spesifik yang berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga mempengaruhi
transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis reseptor yang spesifik, yaitu
reseptor (mu), (delta) dan (kappa). Di dalam otak terdapat tiga jenis
endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yitu enkephalin yang
berikatan dengan reseptor , endorfin dengan reseptor dandynorpin dengan
resptor . Reseptor merupakan reseptor untuk morfin (heroin). Ketiga jenis
reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan
adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas
pelepasan neurotransmitter terhambat.
c. Pelepasan asetikolin
Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah striatum oleh reseptor deltha,
didaerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor . Pelepasan dopamin
Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas reseptor kappa.
d. Tempat Kerja
Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan saraf pusat dan
visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di beberapa daerah
termasuk korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus, nigrostriatal, sistem
mesolimbik, locus coreleus, daerah periakuaduktal, medula oblongata dan
medula spinalis. Di dalam sistem saraf visceral, opiat bekerja pada pleksus
myenterikus dan pleksus submukous yang menyebabkan efek konstipasi.
7. Efek Penggunaan
a. Susunan saraf pusat
- Analgesia
Khasiat analgetik didasarkan atas 3 faktor yaitu : meningkatkan ambang
rasa nyeri, mempengaruhi emosi, dalam arti bahwa morfin dapat
mengubah reaksi yang timbul menyertai rasa nyeri ada waktu penderita
merasakan rasa nyeri. Setelah pemberian obat penderita masih tetap
merasakan adanya nyeri. Ttetapi reaksi khawatir takut tidak lagi timbul.
Efek obat ini relatif lebih besar mempengaruhi komponen efektif
dibandingkan sensirk. Memudahkan timbulnya tidur.
- Eforia
Pemberian morfin pada penderita yang mengalami nyeri, akan
menimbulkan perasaan eforia dimana penderita akan mengalami perasaan
nyaman terbebas dari rasa cemas. Sebaliknya pada dosis yang sama besar
bila diberikan kepada orang normal yang tidak mengalami nyeri, sering
menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir disertai mual, muntah, apati,
aktivitas fisik berkurang dan ekstrimitas terasa berat.
- Sedasi
Pemberian morfin dapat menimbulkan efek mengantuk dan lethargi.
Kombinasi morfin dengan obat yang berefek depresi sentral seperti
hipnotik sedatif akan menyebabkan tidur yang sangat dalam.
- Pernapasan
Pemberian morfin dapat menimbulkan depresi pernafasan, yang
disebabkan oleh inhibisi langsung pada pusat respirasi di batang otak.
Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit setelah ijeksi intravena
atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular. Respirasi
kembali ke normal dalam 2-3 jam
- Pupil
Pemberian morfin secara sistemik dapat menimbulkan miosis. Miosis
terjadi akibat stimulasi pada nukleus Edinger Westphal N. III
b. Efek Perifer
- Saluran cerna
Pada lambung akan menghambat sekresi asam lambung, mortilitas
lambung berkurang, tetapi tonus bagian antrum meninggi. Pada usus besar
akan mengurangi gerakan peristaltik , sehingga dapat menimbulkan
konstipasi
- Sistem kardiovaskular
Tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap tekanan darah, frekuensi
maupun irama jantung. Perubahan yang tampak hanya bersifat sekunder
terhadap berkurangnya aktivitas badan dan keadaan tidur, Hipotensi
disebabkan dilatasi arteri perifer dan vena akibat mekanisme depresi
sentral oleh mekanisme stabilitasi vasomotor dan pelepasan histamine.
- Kulit
Mengakibatkan pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit tampak
merah dan terasa panas. Seringkali terjadi pembentukan keringat,
kemungkinan disebabkan oleh bertambahnya peredaran darah di kulit
akibat efek sentral danpelepasan histamin
- Traktur Urinarius
Tonus ureter dan vesika urinaria meningkat, tonus otot sphinkter
meningkat,sehingga dapat menimbulkan retensi urine.
Gambar 1.2 Grafik radar kecenderungan ketergantungan obat (Nutt D dkk, 2007)
B. Intoksikasi Heroin
1. Definisi Intoksikasi
Intoksikasi atau keracunan menurut World Health Organization (WHO) adalah
kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyenbabkan
gangguan kesadaran, Kognisi, Presepsi, afek, perlaku, fungsi, dan respon
psikofisiologis. Kondisi ini terkait dengan efek farmakologis akut, dan tanggapan
terhadap respon yang di dapat, substansi dan dapat diatasi seiring berjalannya
waktu kecuali bila terjadi kerusakan jaringan atau komplikasi lainnya. Intoksikasi
sangat tergantung pada jenis dan dosis obat dan dipengaruhi oleh tingkat toleransi
individu dan faktor lainnya. Seringkali obat diambil untuk mencapai tingkat
intoksikasi yang diinginkan. Ekspresi perilaku dari tingkat keracunan tertentu
sangat dipengaruhi oleh harapan budaya dan pribadi tentang efek obat tersebut.
Gejala obyektif dari gejala putus zat yang timbul pada pengguna pengguna heroin
adalah :
- mengantuk
- pilek sampai bersin
- lakrimasi
- dilatasi pupil
- vasodilatasi umum pembuluh darah sehingga pasien merasa panas dingin,
Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800 mg untuk pecandu narkotik.
Gejala overdosis biasanya timbul beberapa saat setelah pemberian obat. Gejala
intoksikasi akut (overdosis):
o Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila
pernafasan memburuk danterjadi syok
o Bradikardi
o Edema paru
o Kejang
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine (drug screening)
Untuk mengetahui zat yang dipakai oleh penderita. Urine harus diperoleh
tidak lebih dari 24 jam setelah pemakaian zat terakhir. Metode pemeriksaan
antara lain dengan cara paper chromatography, Thin Layer Chromatography,
Enzym Immunoassay.
Kokain: 3-4 hari dalam urine, 90 hari di rambut, 1-2 hari dalam darah.
Heroin: 3-4 hari dalam urine, 90 hari di rambut, sekitar setengah hari dalam
darah.
LSD: Kurang lebih 3 hari dalam urine, 3 hari di rambut, kurang dari lima jam
dalam darah.
MDMA: 3-4 hari dalam urine, 90 hari di rambut, 1-2 hari dalam darah.
Methamphetamine: 3-6 hari dalam urine, 90 hari di rambut, hingga tiga hari
dalam darah
b. Rambut
Cara ini dinilai lebih mantap dibandingkan tes urin untuk memastikan
seseorang pecandu narkoba atau tidak. Ada beberapa kelebihan dari analisis
rambut bila dibandingkan dengan tes urin. Salah satunya adalah narkoba dan
metabolism narkoba akan berada dalam rambut secara abadi dan mengikuti
pertumbuhan rambut yang berlangsung sekitar 1 inchi per 60 hari. Sedangkan,
kandungan narkoba dalam urin segera berkurang dan menghilang dalam waktu
singkat.
b. Intoksikasi Barbiturat
Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf
pusat, dan mereka menghasilkan spektrum efek yang luas, mulai dari sedasi
ringan sampai anestesi total. Mereka juga efektif sebagai anxiolytics, sebagai
hipnotik, dan sebagai antikonvulsan. Mereka memiliki potensi kecanduan, baik
fisik dan psikologis (Tjay dan Rahardja ,2003)
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki
anti konvulsi yang masih banyak digunakan (Tjay dan Rahardja ,2003)
Seperti etanol, barbiturat memabukkan dan menghasilkan efek yang
sama selama intoksikasi. Gejala-gejala keracunan barbiturat termasuk depresi
pernapasan, menurunkan tekanan darah, kelelahan, demam, kegembiraan yang
tidak biasa, iritabilitas, pusing, konsentrasi yang buruk, sedasi, kebingungan,
gangguan koordinasi, gangguan penilaian, kecanduan, dan pernapasan yang
dapat menyebabkan kematian (Tjay dan Rahardja ,2003)
Pengguna melaporkan bahwa penggunaan barbiturat dalam dosis
tinggi memberi mereka perasaan puas, santai dan euforia. Risiko utama dari
penyalahgunaan barbiturat adalah depresi pernapasan akut. Ketergantungan
fisik dan psikologis juga dapat terjadi pada penggunaan berulang. Efek lain
dari keracunan barbiturat meliputi mengantuk, nistagmus lateral dan vertikal,
bicara cadel dan ataksia, kecemasan menurun, hilangnya hambatan. Barbiturat
juga digunakan untuk mengurangi efek samping atau penarikan dari
penyalahgunaan narkoba ( Katzung, 1998)
Pengguna narkoba cenderung memilih barbiturat short-acting dan
intermediate-acting. Yang paling sering disalahgunakan adalah amobarbital
(amytal), pentobarbital (Nembutal), dan secobarbital (Seconal). Kombinasi
amobarbital dan secobarbital (disebut Tuinal) juga sangat disalahgunakan.
Barbiturat short-acting dan intermediate-acting biasanya diresepkan sebagai
obat penenang dan pil tidur. Pil ini mulai bertindak 15-40 menit setelah mereka
tertelan, dan efek mereka berakhir sekitar lima sampai enam jam.
Penggunaan barbiturat dosis besar dapat terjadi pada percobaan bunuh
diri atau kecelakaan. Intoksikasi berat umumnya terjadi bila menelan sekaligus
barbiturat 10 kali dosis hipnotik. Barbiturat kerja singkat, kelarutannya dalam
lemak lebih tinggi dan lebih toksik dibandingkan dengan barbiturat kerja lama.
Dosis 6 - 10 gram fenobarbital dan dosis 2 - 3 gram amobarbital, sekobarbital
atau pentobarbital dapat menimbulkan kematian. Kadar fenobarbital terendah
dalam plasma yang pernah dilaporkan bersifat letal kira-kira 60 mikrogram/ml,
sedangkan untuk anobarbital dan pentobarbital kira-kira 10 mikrogram / ml.
(katzung,1998)
Gejala klinis Intoksikasi Barbiturat
A. Penggunaan baru-baru ini
B. Perubahan psikologis atau perilaku maladaptif yang secara klinis
signifikan (contoh perilaku seksual tidak pada tempatnya atau agresif,
labilitas mood,daya nilai terganggu, fungsi sosial dana okupasional
terganggu) yang timbul selama atau segera setelah penggunanaan,
C. Satu atau lebih tanda berikut, timbul selama atau segera setelah
penggunaan:
- Bicara cadel
- Nistagmus
- Konstriksi pupil
- Pernafasan lambat/ cepat tapi dangkal
- Kulit berkeringat dan teraba dingin
- Tekanan darah turun dan nadi lemah dan kecil
- Inkoordinasi
- Ataksia
- Hendaya atensi atau memori
- Stupor atau koma
- Gejala tidak disebabkan kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain (Sadock, 2010)
c. Intoksikasi Alkohol
Dalam ilmu kimia alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada
atom karbon dimana atom karbon itu sendiri juga terikat pada atom hidrogen
atau atom karbon yang lain. Etil alkohol juga disebut sebagai etanol
merupakan bentuk alkohol yang umum, sering kali disebut alkohol minuman.
Rumus kimia untuk etanol adalah CH3-CH2-OH. Dari semua jenis alkohol
yang diketahui dalam ilmu kimia, etanol merupakan satu-satunya yang
digunakan dalam batas tertentu oleh manusia untuk berbagai maksud dan
tujuan (sebagian besar alkohol lainnya terlalu toksik untuk diminum (Saddock,
2010)
Kriteria menekankan sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan
prilaku maladaptif spesifik, tanda gangguan neurologis, dan tidak adanya
diagnosis atau kondisi lain yang membaur.
Intoksikasi alkohol bukan merupakan kondisi yang ringan. Intoksikasi
alkohol yang parah dapat menyebabkan koma, depresi pernapasan dan
kematian, baik karena henti pernapasan atau karena aspirasi muntah.
Pengobatan untuk intoksikasi berat berupa bantuan pernapasan mekanik diunit
perawatan intensif, dengan perhatian pada keseimbangan asam basa pasien,
elektrolit, dan temperatur. Beberapa penelitian aliran darah serebral selama
intoksikasi alkohol mengalami peningkatan tetapi akan menurun pada minum
alkohol selanjutnya.
Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar dengan
konsentrasi alkohol dalam darah, yang mencerminkan intoksikasi alkohol
didalam otak. Pada onset intoksikasi, beberapa orang menjadi suka bicara dan
suka berkelompok, beberapa menjadi menarik diri dan cemberut, yang lainnya
menjadi suka berkelahi. Beberapa pasien menunjukkan labilitas mood, dengan
episode tertawa dan menangis yang saling bergantian (intermiten). Toleransi
jangka pendek terhadap alkohol dapat terjadi, orang tersebut tampak kurang
terintoksikasi setelah berjam-jam minum daripada setelah hanya beberapa jam.
Komplikasi medis intoksikasi alkohol sering disebabkan karena
terjatuh yang dapat menimbulkan hematoma subdural dan fraktur. Tanda yang
menggambarkan intoksikasi akibat sering bertanding minum adalah hematoma
wajah, khususnya disekitar mata, yang disebabkan terjatuh atau berkelahi saat
mabuk.
Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain (Sadock, 2010)
- Terapi detoksifikasi
Terapi detoksifikasi adalah bentuk terapi untuk menghilangkan racun zat
dari tubuh pasien penyalahgunaan zat dengan cara menghentikan total
pemakaian semua zat atau dengan cara penurunan dosis obat. Beberapa
jenis cara mengatasi putus opioida :
o Cold turkey, terapi tanpa diberi terapi apapun, putus obat seketika
dan hanya di beri terapi simptomatik saja seperti bila nyeri diberi
analgetika kuat seperti tramadol, analgetik non narkotik, asam
mefenamat. Bila rhinore diberi dekongestan. Untuk mualbisa di
beri metopropamid. Untuk kolik abdomen di beri spasmolitik. Jika
gelisah di beri antiansietas. Bila terjadi insomnia di beri hipnotika
misalnya golongan benzodiazepin
o Terapi detoksifikasi bertahap
Metadon merupakan drug of choice dalam terapi detoksifikasi
adiksi opioid. Namun bila dosis metadon diturunkan, kemungkinan
relaps sering terjadi. Kendala lain adalah membutuhkan waktu
lama dalam terapi detoksifikasi, dan bila menggunakan opioid
antagonis maka harus menunggu gejala abstinensia selama 5-7
hari. Dosis metadon yang dianjurkan untuk terapi detoksifikasi
heroin (morfin) adalah 2-3 x 5-10 mg perhari peroral. Setelah 2-3
hari stabil dosis mulai ditappering off dalam 1-3 minggu.
Buprenorphine dosis rendah (1,5-5 mg sublingual setiap 2-3 x
seminggu) dilaporkan lebihefektif dan efek withdrawl lebih ringan
dibandingkan metadone(Tjah, 2002).
c. Psikososial
Yang dimaksud dengan terapi psikososial adalah upaya untuk memulihkan
kembali kemampuan adaptasi penyalahgunaan zat ke dalam kehidupan sehari-
hari. Meliputi upaya pemantafan dalam bidang fisik, mental, keagamaan,
komunikasi-interaksi sosial,edukasional, bertujuan untuk mencapai kondisi
prilaku yang lebih baik dan fungsi yang lebih baik dari seorang mantan
penyalahguna zat. Peranan keluarga pada saat ini sangat diperlukan.
9. Prognosis
Prognosis pada ketergantungan obat dipengaruhi oleh predisposisi (pengaruh
faktor kepribadian, sosiobudaya dan fisik), mudah sukarnya mendapatkan obat itu
dan sering jarangnya kesempatan memakai obat itu serta bergantung pula pada
lamanya ketergantungan. Bila faktor-faktor tersebut mudah untuk diselesaikan
maka makin baik prognosinya (Maramis, 2009).
Daftar Pustaka
Dirjen Yanmed Depkes RI: 2000: Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat
Adiktif Lainnya. Bakti Husada.
Katzung. Farmakologi dasar dan klinis, staf dosen farmakologi fakultas kedokterang
universitas sriwijaya. EGC : Jakarta
Kay Jerald MD Tasman AllanMD. Cocaine use disorders in Psychiatry : behavioral science
and clinical essentials. Wb Saunders company. Philadelphia. 2000 Hal 248-57.
Sadock BJ dan sadock VA. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis . Edisi ke 2. EGC: Jakarta. Hal
95- 140.