Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR MANDIBULA

OLEH :
GITA PUSPITASARI
140070300011145
KELOMPOK 17 REGULER

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
A. Anatomi dan Fungsi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi-geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii
dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan.
Mandibula terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus
mandibula bertemu dengan ramus masing-masing sisi pada angulus mandibula.
Pada permukaan luar digaris tengah korpus mandibula terdapat sebuah rigi yang
menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis
mandibula.
Korpus mandibula pada orang dewasa mempunyai processus alveolaris yang
ditandai adanya penonjolan di permukaan luar, sedangkan pada orang tua yang
giginya telah tanggal processus alveolaris mengalami regresi. Bagian depan dari
korpus mandibula terdapat protuberantia mentale yang meninggi pada tiap-tiap sisi
membentuk tuberculum mentale. Bagian permukaan luar di garis vertical premolar
kedua terdapat foramen mentale. Bagian posterior korpus mandibula mempunyai
dua processus yaitu processus coronoideus anterior yang merupakan insersio otot
pengunyahan dan processus condylaris bagian posterior yang berhubungan
langsung dengan sendi temporo mandibular. Permukaan dalam ramus mandibula
terdapat foramen mandibula yang masuk ke dalam kanalis mandibula, sedangkan
permukaan korpus mandibula terbagi oleh peninggian yang miring disebut linea
mylohyoidea (Platzer, 1997).
Mandibula dipersarafi oleh 3 cabang nervus yaitu N. Bucalis Longus, N.
Lingualis, dan N. Alveolaris inferior. Nervus mandibularis merupakan cabang
terbesar, yang keluar dari ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui
foramen ovale, dan bercabang menjadi tiga percabangan.
1. N. Buccalis Longus
n. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale. Saraf berjalan di antara
kedua caput m. pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk
ke pipi melalui m. buccinators, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-
cabang terminalnya menuju membrane mukosa bukal dan mukoperiosteum di
sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.
2. N. Lingualis
Nervus Lingualis cabang berikut berjalan ke depan menuju garis median. Saraf
berjalan ke bawah superficial dari m. Pterygoideus internus berlanjut ke lingual
apeks gigi molar ketiga bawah. Pada titik ini saraf masuk ke dalam basis lingual
melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga anterior lidah, mengeluarkan
percabangan untuk menginervasi mukoperiosteum dan membrana mukosa
lingual.
3. N. Alveolaris Inferior
N. alveolaris Inferior adalah cabang terbesar dari n. Mandibularis. Saraf turun
balik dari m. Pterygoideus externus, disebelah posterior dan dibagian luar n.
lingualis, berjalan antara ramus mandibula dan ligamentum sphenomandibularis.
Bersama-sama dengan arteri alveolaris inferior saraf berjalan terus di dalam
canalis mandibula dan mengeluarkan percabangan untuk gigi-geligi. Pada
foramen mentale saraf bercabang menjadi dua salah satunya adalah nervus
incicivus yang berjalan terus ke depan menuju garis median sementara nervus
mentalis meninggalkan foramen untuk mempersarafi kulit. Cabang-cabang dari
nervus alveolaris inferior adalah :
N. mylohyoideus adalah cabang motorik dari n. alveolaris inferior dan
didistribusikan ke m. Mylohyoideus, dan venter anterior dan m. Digastrici
yang terletak di dasar mulut.
Rami dentalis brevis menginervasi gigi molar, premolar, proc. alveolaris, dan
periosteum
N. mentalis lekuar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu,
kulit dan membrana mukosa labium oris inferior
N. incisivus mengeluarkan cabang-cabang kecil menuju gigi insisivus sentral,
lateral dan caninus
Otot-otot Pengunyahan

Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan

1. M. temporalis Os. Temporal di Ujung dan permukaan Menutup rahang,


Nn. Temporales bawah linea media proc. bagian belakang,
profundi temporalis inferior Coronoideus menarik balik RB
dan lembar dalam mandibula (=retrusi)
(N. mandibularis) fascia temporalis

2. M. masseter Arcus Pars superficialis: Menutup rahang


M. massetericus zygomaticus angulus mandibula,
tuberositas
(N. mandibularis) Pars superficialis: masseterica.
sisi bawah, dua
pertiga bagian Pars profunda:
depan (bertendo) permukaan luar
ramus mandibula
Pars profunda:
sepertiga bagian
belakang,
permukaan dalam

3. M. pterygoideus Fossa Permukaan medial Menutup rahang


medialis pterygoidea dan angulus mandibula,
N. pterygoideus lamina lateralis tuberositas
medialis proc. Pterygoidei, pterygoidea
sebagian proc.
(N. mandibularis) Pyramidalis os.
Palatum

4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea pterygoidea Menutup rahang


lateralis permukaan luar (proc. Condilaris dan gerakan ke
N. pterygoideus lamina lateralis mandibula), discus muka (=protrusi)
lateralis proc. Pterygoidei, dan kapsul articulation RB. Caput
tuber maxillae temporomandibularis. inferius:
(N. mandibularis membuka rahang
Caput inferius
(asesoris): facies
temporalis (ala
major ossis
spenoidalis)

B. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008)
Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan
satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat
disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

C. Epidemiologi
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga tengah.
Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997 fraktur
terjadi pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada mandibula
maupun pada bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga terdapat 2103
fraktur mandibula. Fraktur mandibula meliputi 40% 62% dari seluruh fraktur wajah,
perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 7 : 1 tergantung dari penelitian dan Negara.
Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus
lebih sering pada remaja dan dewasa muda.

D. Klasifikasi
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan pola
frakturnya.
1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa
gangguan pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar
ke batas inferior secara vertical.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body dan
ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik
inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang
secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibular
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan
condylus bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular,
tergantung dari relasi fraktur dan capsular attachment.
2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak
berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa
eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan
processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang
mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility
antara proksimal dan fragmen distal
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada
satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple
fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang
berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi.
Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan saraf
pada fraktur mandibula proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula
foramen
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada
mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu
fragment lainnya
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik
kontak lokasi trauma
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada
tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di
lokasi fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
k. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang mempertahankan
relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple angulation
pada processus condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa
tanpa ada perkembangan dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen.
Displacement, pergerakan fragment condylus dengan relasi segmen
mandibular pergerakan lpada lokasi fraktur
l. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada fossa
glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan fraktur pada
condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa melibatkan fraktur pada condylusnya.

Menurut R. Gustino, Fraktur Terbuka dibagi atas 3 derajat yaitu:


Derajat I:
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II:
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
Derajat III:
Dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit, jaringan
lunak putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan kontaminasi, juga
termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi traumatik.
- IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
- IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high
energy tanpa memandang luas luka.
- IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur
maksila, yaitu :
1) Le Fort I
Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi
yang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila,
kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang
secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila.Dengan demikian buttress
maksilari transversal bawah akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun
kranium.
2) Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal
menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida.
Karena sutura zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur
maka keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium.
3) Le Fort III
Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan
ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal.
Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga
fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari
zygoma ataupun dari struktur nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari
basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue.

E. Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis
imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
F. Patofisiologi

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR MANDIBULA
Kerusakan Stimulus reseptor
Diskontinuitas tulang pergeseran fragmen tulang neuromuskular nyeri

Respon nyeri
Perub jaringan sekitar kerusakan fragmen tulang

Nyeri
Pergeseran frag Tlg laserasi kulit spasme otot tek. sumsum tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan
integritas
jaringan vena/arteri rusak tekanan kapiler reaksi stres klien

deformitas

perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin

gg. fungsi

protein plasma hilang memobilisasi asam lemak

syok hipovolemik
Penurunan
kemampuan edema bergabung dgn trombosit
mengunyah Kekurangan
Volume Cairan
Intake penekanan pembuluh darah emboli

Risiko
ketidakseimbangan penurunan perfusi jaringan menyumbat pembuluh darah
nutrisi : kurang
dari kebutuhan
tubuh
Gangguan
perfusi jaringan

Fiksasi tidak
sempurna

Malunion, delayed
Penyembuhan tidak tepat
union, non union
waktu
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada
oklusi dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur
mandibula pada beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open
bite anterior disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus
mandibula dan fraktur maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla.
Open bite posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur
parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite
posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik
berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan
oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa
kelainan oklusi karena fraktur mandibula.
2. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini
melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi
fraktur pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan
sensasi pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
3. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang
terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu
kondilaris karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis.
Ketidakmampuan mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang
mengenai prosessus koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur
arkus zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh
fraktur pada prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak
prematur gigi.
4. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang
pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau
corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur
mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula,
adanya fraktur harus dicurigai.
5. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan
atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya
luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur
dapat dilihat melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk
mendiagnosis. Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur
korpus mandibula atau fraktur simfiseal.
6. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur
pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat
menyebabkan fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi
dan jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.
7. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-
tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan
tanda-tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis
juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa
digunakan pada kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique,
posteroanterior, occlusal view, periaphical view, reverse townes, foto TMJ, dan CT
scan.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat
trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat
menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka
kemungkinan fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus
dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai,
keadaan kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun
meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan
penggunaan obat-obat anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak
atau kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus
diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo
et. Al.
- Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
dan bila perlu dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di
sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah
ke kapiler.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah
yang terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang
servikal. Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan
pemeriksaan panoramic. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan
lokasi serta luas fraktur adalah CT Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat
dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas
pemeriksaan yang memadai.

d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
- Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
- Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal dapat membantu.
- Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur
pada corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis
seringkali tidak jelas.
- Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
- Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial
atau lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.

CT Scan juga dapat membantu :


- CT Scan juga memungkinkan dokter untuk survey fraktur wajah daerah lain,
termasuk tulang frontal kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh
system horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
- Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera
- CT Scan juga ideal untuk fraktur condilar, yang sulit untuk memvisualisasikan.

e. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula
yang baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang

Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa
dilakukan dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan
intermaxillary fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan
bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu
tertentu diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan :


1. Evaluasi dan monitor keadaan umum pasien, seperti jalan napas, kontrol
hemoragi, dan manajemen untuk mencegah kerusakan sistem organ lain.
2. Pemeriksaan klinis yang baik dan hasil radiografi.
3. Penanganan trauma dental bersamaan dengan fraktur mandibula. Operator harus
mampu menentukan gigi mana yang dapat dipertahankan atau harus diekstraksi.
4. Pencapaian oklusi
5. Jika trauma fraktur juga meliputi area fasial, fraktur mandibula harus ditangani
lebih dulu.
6. Periode pelaksanaan terapi tergantung pada tipe fraktur, lokasi, jumlah dan
keparahan, kondisi kesehatan umum pasien, usia, dan metode terapi yang
digunakan.

Jenis Perawatan
1) Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
a. Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti
pentazosin, karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang
ekstrem, hingga bisa terjadi syok.
b. Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu
diberikan.
c. Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d. Diet
e. Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f. Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g. Follow up

2) Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.

Reduksi tertutup kemudian dibantu dengan :


- Intermaxillary Fixation (IMF)
Yaitu proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-kawat atau karet
elastik antara rahang atas dan rahang bawah. Metode utama fiksasi ini
adalah wiring, arch bars, dan splints.
o Wiring
Sebenarnya ada beberapa macam teknik wiring yang dapat dilakukan
untuk proses fiksasi, tapi kedua jenis teknik wiring dibawah ini paling
sering digunakan.
Multiple loop wiring
Teknik wiring dimana 4 gigi posterior dikawat bersama.

Ivy loop wiring


Ivy loop hanya meliputi 2 gigi yang berlawanan. Ivy loop dapat
lebih mudah diaplikasikan dan lebih singkat waktu pengerjaannya
dibandingkan multiple loop, walaupun kadang sejumlah ivy loop
diperlukan di beberapa area lengkung gigi.
o Arch Bars
Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk
perawatan IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan
bisa juga dibuat sendiri.

o Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan
fiksasi yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona
fraktur memang diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi
yang dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang
sangat sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula
yang sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan
lebih memilih menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak
perlu ditutup rapat dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok
tulang atau pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang
tertunda, splint diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka
panjang.
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen
dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula
terutama dapat diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus
mengekspos fragmen fraktur.

Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka waktu


tertentu untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu
imobilisasi tergantung pada lokasi fraktur, ada atau tidaknya gigi di
daerah fraktur, usia pasien, dan ada atau tidaknya infeksi.
Secara umum, perawatan fraktur mandibula mulai stabil pada minggu ke-
4. Dewasa 3-6 minggu. Anak-anak 2-3 minggu. Lanjut usia 6-8 minggu.
Ada panduan sederhana untuk mengukur waktu imobilisasi fraktur pada
area bergigi oleh Killey dan Kay. Yaitu :
Dewasa muda dengan fraktur pada angulus dan mendapatkan perawatan
dini dengan gigi pada garis fraktur diekstraksi 3 minggu.
Jika :
a. Gigi pada garis fraktur dipertahankan tambah 1 minggu.
b. Fraktur pada simfisis tambah 1 atau 2 minggu.
c. Anak-anak dan orang lebih tua substract 1 minggu. Berikan
antibiotik dan kontrol nutrisi pasien.

b. Reduksi Terbuka
- Indikasi :
a. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibular
b. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
c. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy
d. Fraktur yang membutuhkan bone graft
e. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka :
1. Reduksi tulang peroral
Reduksi tulang peroral yang sering dilakukan untuk mengendalikan
fragmen edentulous proksimal yang bergeser, misalnya fraktur yang
melalui molar ketiga yang impaksi.
Pasien diberi anestesi lokal atau sedasi. Arch bar atau alat fiksasi
yang lain diikatkan dan suatu flap envelope mukoperiosteal yang

dimodifikasi (lebih besar dan terletak lebih ke arah bukal) dibuat


untuk jalan masuk. Molar ketiga dikeluarkan dengan menggunakan
elevator dan distraksi anterior dari segmen distal. Lubang unikortikal
dibuat pada dinding alveolar sebelah bukal dari kedua fragmen
dan sebuah kawat baja tahan karat (0,45 atau 0,5 mm)
ditelusupkan kedalamnya. Ujung-ujung kawat dipilin untuk
mengencangkan segmen pada posisi reduksi dan ditempatkan
kawat/elastik untuk fiksasi maksilomandibular. Bagian tersebut
diirigasi dengan larutan saline steril, diperiksa, dan kawat
disesuaikan, dipotong serta ditekuk. Penutupan flap dilakukan
dengan jahitan kontinu memakai chromic gut 3-0.

Gambar : Fraktur pada angulus mandibula. (A) Fraktur pada angulus


mandibula dengan pergeseran segmen proksimal, (B) Fraktur
tersebut direduksi atau diatur letaknya, (C) Stabilisasi segmen fraktur
disempurnakan dengan pengawatan langsung. (Sumber: Pedersen,
G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa
: Purwanto. Jakarta: EGC. Hal 245)

2. Reduksi terbuka perkutan


Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibula diindikasikan
apabila reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka luka
terbuka, atau apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur
subkondilar tertentu dan fraktur yang sudah lama atau yang
mengalami penggabungan yang keliru atau tidak bergabung juga
merupakan indikasi untuk reduksi perkutan terbuka. Pendekatan
terbuka biasanya dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular
untuk mendapatkan stabilisasi maksimum dari segmen fraktur.
Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan masuk langsung ke daerah
fraktur bisa didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi. Fraktur pada
daerah angulus atau korpus mandibula dicarikan jalan masuk melalui
diseksi submandibular, misalnya dengan pendekatan Risdon, dimana
insisi ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah
infrmandibular. Bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan
diseksi tumpul dan tajam, dengan tetap mempertahankan
n.mandibularis marginalis cabang dari n.facialis. Fraktur symphisis
dan parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat insisi
submental. Seperti pada semua reduksi terbuka, pengelupasan
periosteum diusahakan minimal, dan hanya dilakukan pembukaan flap
secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang dibuat pada
tepi inferior dari kedua fragmen, dan kawat baja tahan karat (0,018
atau 0,02 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi
dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan kemudian
dipertahankan dengan memilinkan kedua ujung kawat transoseus
satu sama lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif adalah
meninggalkan bahan asing sesedikit mungkin misalnya lebih memilih
menggunakan kawat dibanding pelat, dan menggunakan kawat
sesedikit mungkin. Bagian yang direduksi kemudian diirigasi dan
diamati. Periosteum pertama tama dirapatkan dengan jahitan.
Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang
pembalut tekanan, yakni berupa kasa penyerap dengan anyaman
serat yang halus yang diberi bismuth tribromphenate/petrolatum
(xeroform) dan gulungan pembalut elastik yang lebarnya 4-5 inch
(Kerlix).

Pemasangan pelat tulang


Jika pasien mengalami gangguan mental/inkompeten, mengalami
gangguan konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang
pemabuk atau pecandu obat bius; jika mobilisasi awal dari
mandibula diinginkan agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
ankilosis (beberapa fraktur subkondilar); dan untuk fraktur
edentulous mandibular tertentu, reduksi dan imobilisasi kaku dengan
pelat tulang (vitallium, titanium) akan sangat bermanfaat. Teknik ini
tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang luas, atau fraktur kominusi
yang lebar dan jika penutupan primer baik mukosal atau dermal,
tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa
dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular, splinting atau
fiksasi skeletal eksternal. Dalam menangani masalah yang sulit ini,
pendekatan individual dan orisinil sangat dibutuhkan. Pembedahan
biasanya dilakukan di dalam kamar bedah karena menggunakan
anestesi umum. Bagian yang mengalami fraktur dibuka secara peroral
atau dengan pendekatan submandibular (Risdon) atau submental.
Sering digunakan plat kompresi, dimana bidang insersi dari sekrup
ditempatkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan penutupan
bagian fraktur secara aktif. Pelat kemudian dikunci dengan
memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan diperiksa dengan
mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan satu sama
lain dan dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin
tetap ditinggal di tempatnya, tetapi pengeluaran setelah terjadi
penyembuhan dianjurkan oleh pabrik pabrik tertentu sehingga
diperlukan pembedahan ulang.

f. Komplikasi
a) Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom,
spasme arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan
organ dalam.
2. Komplikasi sistemik syok hemoragik
b) Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,
gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang
(infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, delerium
tremens.
c) Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi
persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed
union dan non union).
- Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak
anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau
sembuh dengan rotasi.
- Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi
waktu yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari
batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.
- Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang
berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi tanpa
koreksi pembedahan.
3. Komplikasi pada otot miositis pasca trauma, ruptur tendon lanjut
4. Komplikasi saraf Tardy nerve palsy

g. Proses Penyembuhan Fraktur


Tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Pembentukan Hematom :
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh
darah yang robek
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Proliferasi Sel/Inflamasi :
- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
- Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
- Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Pembentukan Kallus :
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
- Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Konsolidasi :
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang mature
- Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Remodeling :
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda
penebalan tulang.
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mencakup: usia,
lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur, banyaknya gerakan pada
fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau penyakit lain yang menyertai (seperti
diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan pada
lokasi fraktur.
- Waktu penyembuhan fraktur :
Fr. Maxilla = 4 minggu
Fr. Mandibula = 5-9 minggu
Fr. Condyle = 2 minggu
h. Rencana Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Pengkajian primer:
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Cailary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan
d. Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saat cidera
spasme/ kram otot
e. Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan lokal

II. Diagnosa keperawatan, tujuan, intervensi, rasional


Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1.Kaji ulang lokasi, 1. Mengetahui
Agen cidera tindakan intensitas dan tipe karakteristik nyeri
fisik keperawatan nyeri 2. Untuk mengurangi
selama 1x24 jam 2.Pertahankan nyeri
nyeri berkurang imobilisasi bagian 3. Untuk meningkatkan
atau hilang yang sakit dengan rasa nyaman
tirah baring 4. Untuk mengurangi
KH: 3.Berikan lingkungan nyeri
Klien Mengatakan yang tenang dan 5. Untuk mengurangi
nyerinya berkurang berikan dorongan sensasi nyeri
atau hilang untuk melakukan 6. Untuk mengetahui
Skala nyeri (0-1) aktivitas hiburan keadaan umum klien
4.Ganti posisi dengan 7. Untuk mengurangi
bantuan bila nyeri
ditoleransi
5.Dorong
menggunakan tehnik
manajemen stress,
contoh : relasksasi,
latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi,
sentuhan
6.Observasi tanda-
tanda vital
7.Kolaborasi :
pemberian analgetik

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang integritas 1. Mengetahui adanya


Integritas tindakan luka dan observasi tanda2 infeksi
Jaringan b/d keperawatan terhadap tanda 2. Mengetahui adanya
Faktor mekanik selama 3 x 24 jam infeksi atau drainase infeksi kalau suhu
(misal:koyakan/ integritas kulit yang 2. Monitor suhu tubuh tubuh naik
robekan) baik tetap terjaga 3. Lakukan perawatan 3. Untuk
kulit, dengan sering mempertahankan
KH: pada patah tulang integritas kulit
Klien mengatakan yang menonjol 4. Untuk mencegah
badannya bugar 4. Lakukan alih posisi dekubitus
Luka tampak bersih dengan sering, 5. Mencegah kerusakan
5. Pertahankan seprei integritas kulit
tempat tidur tetap 6. Meningkatkan
kering dan bebas sirkulasi perifer dan
kerutan meningkatkan
6. Masage kulit ssekitar kelemasan kulit dan
akhir gips dengan otot terhadap tekanan
alkohol yang relatif konstan
7. Kolaborasi pemberian pada imobilisasi.
antibiotik. 7. Untuk mencegah
infeksi
3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan 1. Menjaga
Volume Cairan tindakan intake dan output keseimbangan
Dalam Tubuh keperawatan yang akurat volume cairan
b/d hilangannya selama 3 x 24 jam, 2. Monitor status hidrasi 2. Mengetahui kualitas
volume cairan masalah (kelembaban pemasukan volume
secara aktif kekurangan volume membran mukosa, cairan
cairan dalam tubuh nadi adekuat, 3. Mendapatkan nutrisi
teratasi tekanan darah yang adekuat.
ortostatik) 4. Mengoptimalkan
KH: 3. Dorong keluarga pemasukan volume
1. Mempertahankan untuk membantu cairan
urine output pasien makan
sesuai dengan 4. Tawarkan
usia dan BB, BJ minuman/makanan
urine normal, HT ringan (snack, jus
normal buah, buah segar )
2. Teka
nan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas normal
3. Tidak
ada tanda tanda
dehidrasi,
Elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui
perfusi jaringan tindakan 2. Monitor adanya perubahan sirkulasi
b/d rasa nyeri keperawatan daerah yang hanya 2. Mengetahui daerah
selama 3 x 24 jam peka terhadap yang mengalami
status sirkulasi baik panas/dingin/tajam/tu gangguan
mpul 3. Mengetahui adanya
KH: 3. Observasi kulit lesi / laserasi
TTV dalam batas 4. Batasi gerakan pada 4. Untuk menjaga
normal rahang sirkulasi darah di
5. Kolaborasi pemberian rahang
analgetik

5 Defisit Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan 1. Untuk mengetahui


perawatan diri : tindakan pasien untuk makan cara memberikan
makan b/d keperawatan 2. Ciptakan lingkungan makanan
gangguan selama 1x24 jam yang nyaman 2. Menambahkan rasa
muskuloskeletal ADL klien terpenuhi 3. Atur posisi pasien nyaman
senyaman mungkin 3. Agar tidak terjadi
KH: sebelum memberi aspirasi
- Klien mengatakan makan 4. Memudahkan klien
bisa makan 4. Berikan alat bantu memakan makanan
- Klien tampak bisa untuk makan, mis: 5. Agar diet terpenuhi
makan sedotan, sendok.
5. Berikan makanan
sesuai anjuran

DAFTAR PUSTAKA
Barrera J. E, Batuella T. G. 2010. Mandibular Angle Fractures: Treatment.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC
Nurarif Amih Huda, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jakarta: EGC
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa Purwanto
dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC.
Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase
Process, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U, EGC : jakarta.

Anda mungkin juga menyukai