FRAKTUR MANDIBULA
OLEH :
GITA PUSPITASARI
140070300011145
KELOMPOK 17 REGULER
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
B. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008)
Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan
satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat
disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
C. Epidemiologi
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga tengah.
Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997 fraktur
terjadi pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada mandibula
maupun pada bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga terdapat 2103
fraktur mandibula. Fraktur mandibula meliputi 40% 62% dari seluruh fraktur wajah,
perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 7 : 1 tergantung dari penelitian dan Negara.
Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus
lebih sering pada remaja dan dewasa muda.
D. Klasifikasi
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan pola
frakturnya.
1) Lokasi Anatomi / Anatomi Located
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa
gangguan pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar
ke batas inferior secara vertical.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body dan
ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik
inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang
secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibular
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan
condylus bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular,
tergantung dari relasi fraktur dan capsular attachment.
2) Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak
berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa
eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan
processus alveolar.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang
mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility
antara proksimal dan fragmen distal
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada
satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple
fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang
berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi.
Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan saraf
pada fraktur mandibula proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula
foramen
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada
mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu
fragment lainnya
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik
kontak lokasi trauma
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada
tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di
lokasi fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
k. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang mempertahankan
relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple angulation
pada processus condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa
tanpa ada perkembangan dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen.
Displacement, pergerakan fragment condylus dengan relasi segmen
mandibular pergerakan lpada lokasi fraktur
l. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada fossa
glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan fraktur pada
condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa melibatkan fraktur pada condylusnya.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur
maksila, yaitu :
1) Le Fort I
Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi
yang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila,
kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang
secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila.Dengan demikian buttress
maksilari transversal bawah akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun
kranium.
2) Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal
menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida.
Karena sutura zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur
maka keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium.
3) Le Fort III
Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan
ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal.
Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga
fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari
zygoma ataupun dari struktur nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari
basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue.
E. Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis
imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
F. Patofisiologi
FRAKTUR MANDIBULA
Kerusakan Stimulus reseptor
Diskontinuitas tulang pergeseran fragmen tulang neuromuskular nyeri
Respon nyeri
Perub jaringan sekitar kerusakan fragmen tulang
Nyeri
Pergeseran frag Tlg laserasi kulit spasme otot tek. sumsum tlg > tinggi dr kapiler
Kerusakan
integritas
jaringan vena/arteri rusak tekanan kapiler reaksi stres klien
deformitas
gg. fungsi
syok hipovolemik
Penurunan
kemampuan edema bergabung dgn trombosit
mengunyah Kekurangan
Volume Cairan
Intake penekanan pembuluh darah emboli
Risiko
ketidakseimbangan penurunan perfusi jaringan menyumbat pembuluh darah
nutrisi : kurang
dari kebutuhan
tubuh
Gangguan
perfusi jaringan
Fiksasi tidak
sempurna
Malunion, delayed
Penyembuhan tidak tepat
union, non union
waktu
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada
oklusi dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur
mandibula pada beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open
bite anterior disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus
mandibula dan fraktur maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla.
Open bite posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur
parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite
posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik
berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan
oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa
kelainan oklusi karena fraktur mandibula.
2. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini
melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi
fraktur pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan
sensasi pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
3. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang
terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu
kondilaris karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis.
Ketidakmampuan mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang
mengenai prosessus koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur
arkus zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh
fraktur pada prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak
prematur gigi.
4. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang
pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau
corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur
mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula,
adanya fraktur harus dicurigai.
5. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan
atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya
luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur
dapat dilihat melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk
mendiagnosis. Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur
korpus mandibula atau fraktur simfiseal.
6. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur
pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat
menyebabkan fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi
dan jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.
7. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-
tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan
tanda-tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis
juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa
digunakan pada kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique,
posteroanterior, occlusal view, periaphical view, reverse townes, foto TMJ, dan CT
scan.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat
trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat
menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka
kemungkinan fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus
dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai,
keadaan kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun
meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan
penggunaan obat-obat anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak
atau kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus
diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo
et. Al.
- Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
dan bila perlu dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di
sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah
ke kapiler.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah
yang terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang
servikal. Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan
pemeriksaan panoramic. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan
lokasi serta luas fraktur adalah CT Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat
dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas
pemeriksaan yang memadai.
d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
- Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
- Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal dapat membantu.
- Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur
pada corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis
seringkali tidak jelas.
- Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
- Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial
atau lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.
e. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi
fisiologis mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula
yang baik
4. Deviasi mandibula minimal
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang
Prinsip Perawatan :
1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa
dilakukan dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan
intermaxillary fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan
bone plate.
3. Imobilisasi
Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu
tertentu diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.
Jenis Perawatan
1) Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
a. Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti
pentazosin, karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang
ekstrem, hingga bisa terjadi syok.
b. Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu
diberikan.
c. Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d. Diet
e. Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f. Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g. Follow up
2) Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter melihat
frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan.
o Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan
fiksasi yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona
fraktur memang diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi
yang dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang
sangat sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula
yang sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan
lebih memilih menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak
perlu ditutup rapat dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok
tulang atau pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang
tertunda, splint diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka
panjang.
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen
dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula
terutama dapat diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus
mengekspos fragmen fraktur.
b. Reduksi Terbuka
- Indikasi :
a. Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut, bodi atau daerah
parasimfisis mandibular
b. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
c. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy
d. Fraktur yang membutuhkan bone graft
e. Multiple fraktur
- Macam-macam reduksi terbuka :
1. Reduksi tulang peroral
Reduksi tulang peroral yang sering dilakukan untuk mengendalikan
fragmen edentulous proksimal yang bergeser, misalnya fraktur yang
melalui molar ketiga yang impaksi.
Pasien diberi anestesi lokal atau sedasi. Arch bar atau alat fiksasi
yang lain diikatkan dan suatu flap envelope mukoperiosteal yang
f. Komplikasi
a) Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom,
spasme arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan
organ dalam.
2. Komplikasi sistemik syok hemoragik
b) Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,
gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang
(infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, delerium
tremens.
c) Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi
persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed
union dan non union).
- Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak
anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau
sembuh dengan rotasi.
- Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi
waktu yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari
batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.
- Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang
berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi tanpa
koreksi pembedahan.
3. Komplikasi pada otot miositis pasca trauma, ruptur tendon lanjut
4. Komplikasi saraf Tardy nerve palsy
DAFTAR PUSTAKA
Barrera J. E, Batuella T. G. 2010. Mandibular Angle Fractures: Treatment.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC
Nurarif Amih Huda, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jakarta: EGC
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa Purwanto
dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC.
Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase
Process, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U, EGC : jakarta.