Tujuan Ulasan:
Protokolisasi perawatan resusitasi syok awal (PCESR) telah diperiksa dengan intensif selama
dekade terakhir. Tujuan dari ulasan ini adalah untuk mengulas dasar patofisiologi, awal sejarah,
aplikasi klinis dan komponen serta implikasi hasil dari PCESR.
Temuan terbaru
PCESR merupakan sistem pendekatan berdasarkan sistem multifaceted yang memasukkan
deteksi dini dari pasien risiko tinggi dan intervensi untuk mengembalikan gangguan
hemodinamik yang dapat menimbulkan hipoksia global atau jaringan regional. Protokolisasi ini
telah diaplikasikan ke tahap perioperatif pembedahan, trauma, kardiologi (gagal jantung dan
Infark miokard akut), emboli pulmoner, henti jantung, syok tidak terdiferensiasi, pasca operasi
jantung dan syok septic pediatri. Ketika pendekatan ini digunakan untuk syok khususnya syok
septik, terjadi penurunan mortalitas dari 46.5 menjadi kurang dari 30% selama 2 dekade terakir.
Tantangan untuk temuan ini ditemukan ketika percobaan berulang mengenai perbedaan metode
pengenalan, diagnostik dan terapeutik.
Ringkasan
PCESR lebih dari suatu prosedur optimalisasi hemodinamik. PCESR juga menyediakan
kerangka edukasi kepada mereka yang kurang pengalaman dan juga pengenalan objektif dari
perbaikan maupun perburukan klinis. Hal ini juga dapat meminimalisir variasi latihan dan
menyediakan pengukuran objektif yang dapat diaudit, dievaluasi dan diamendemen untuk terus-
menerus meningkatkan kualitasnya. Sebagai hasilnya, morbiditas dan mortalitas dapat semakin
membaik.
Kata kunci:
Terapi dengan tujuan awal, Optimalisasi hemodinamik, protokol, resusitasi, sepsis, syok septik.
Syok.
Fase kebergantungan terhadap pengangkutan oksigen dapat terjadi dengan tanda vital
normal, dan hal ini dikenal sebagai syok tersembunyi atau syok samar. Sebagai hasilnya. Syok
samar ini berkaitan dengan kejadian kardiopulmoner mendadak dan peningkatan mortalitas.
Kebergantungan pengangkutan oksigen seringkali terlihat sebelum atau pada saat dalam
perawatan ICU. Pasien ini mengalami hipodinamik, dengan CO rendah dan resistensi vaskuler
sistemik rendah ke tinggi. Kegagalan organ kardiopulmoneer mendadak (Contoh: Aritmia, gagal
nafas, syok nyata, atau henti jantung) terlihat hingga 20% dari pasien dengan risiko tinggi.
Fase terakhir adalah ketidakmampuan OER [Penurunan komsumsi oksigen sistemik
(VO2)] sekunder akibat defek mikrosirkulasi atau ketidakmampuan respirasi sel (hipoksia
jaringan sitoplasma). Pasien dengan tahap ini mengalami peningkatan ScvO2 dan peningkatan
laktat (ketidakmampuan pembersihan), yan dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi. Jika
skenario ini terjadi pada saat masuk ICU, mortalitas mendekati 40%. Ketika hipotensi yang
membutuhkan vasopressor menjadi hal yang menyertai, mortalitas pada tahap ini meningkat dari
46.1 menjadi 60.3%.
Tabel 1. Mortalitas terkait dengan stratifikasi risiko dan subkelompok hemodinamik
Nilai dasar Mortalitas (%)
Hanya SIRS 7.0
Sepsis Berat 16.3
TD Sistolik> 90 mmHg atau MAP>65 mmHg dan laktat >4 mmol/l ( patuh terhadap 29.0
PCESR)
TD Sistolik> 90 mmHg atau MAP>65 mmHg dan laktat >4 mmol/l ( Tidak patuh 51.4
terhadap PCESR)
Hipotensi, vasopressor 33.1-47.3
Hanya laktat >4mmol/l 28.3-54.0
SBP<90 mmHg dan laktat >4mmol/l (patuh terhadap PCESR) 44.5
SBP<90 mmHg dan laktat >4mmol/l (tidak patuh terhadap PCESR) 58.6
SBP<90 mmHg atau MAP<65 mmHg atau laktat <4 mmol/l 47.2
SBP<90 mmHg atau MAP<65 mmHg dan laktat <4 mmol/l 48.0
SBP<90 mmHg atau MAP<65 mmHg dan laktat <2 mmol/l 10.0-52.1
Hipotensi, vasopresor, laktat >2.5 mmol/l 52.3
Penelitian EGDT
Kelompok kontrol EGDT (awal ScvO2<70%) 46.5
Jones (awal ScvO2>70%) 17-23
ProCESS (Awal ScvO2>70%) 18.2-21.0
ARISE (Awal ScvO2>70%) 14.5-15.7
ProMISE (Awal ScvO2>70%) 24-25
Setelah intervensi ED
ScvO2 >70% selama 6 jam 22
ScvO2 <70% selama 6 jam 40
ScvO2 <70% pada awal dan meningkat setelah 6 jam 19
ScvO2>70% pada awal dan ScvO2>90-100% pada 6 jam 33
ScvO2>90-100% dalam 6 jam 31
Pada saat masuk ICU
ScvO2>70% dan laktat <2.2mmol/l 15
ScvO2<70% dan laktat <2.2mmol/l 27
ScvO2>70% dan laktat >2.2mmol/l 40
ScvO2<70% dan laktat >2.2mmol/l 51
ARISE, Australasian Resuscitation in Sepsis Evaluation; EGDT, early goal directed therapy; MAP, mean arterial pressure; PCESR, protocolized care
for early shock resuscitation; ProCESS, Protocol-Based Care for Early Septic Shock; ProMISe, Protocolized Management in Sepsis; ScvO2, central
venous oxygen saturation; SIRS, systemic inflammatory response syndrome
Hipoksia jaringan global yang tidak ditangani mengakibatkan hutang oksigen, inflamasi,
kegagalan organ, dan peningkatan mortalitas. Perkembangan dan pembalikan dari mekanisme
patogenik ini juga sensitif terhadap waktu dan mempengaruhi hasil akhir. Ketika pemantauan
digunakan untuk memeriksa syok awal, informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengetahui ciri-ciri dari berbagai penyebab syok. Mekanisme patogenik ini juga menciptakan
fenotipe hemodinamik yang berbeda dan berkaitan dengan risiko mortalitas (tabel1). Fenotipe
hemodinamik ini memungkinkan perbandingan pasien antara hasil percobaan.
PCESR terdiri dari intervensi terapeutik yang diarahkan oleh instrumen, yang kemudian
membantu kuantifikasi dan titrasi dari intervensi ini. Intervensi ini termasuk terapi cairan,
vasopresor, vasodilator, produk darahm agen inotropik dan ventilasi mekanik ( sedatif dan
paralitik) untuk mencapai akhir tertentu. Intervensi ini dititrasi oleh suatu titik akhir spesifik
(gambar 1) dan instrumen yang membantu titrasi dari intervensi ini (tabel 2). Intervensi
terapeutik, instrumen dari resusitasi dan titik akhirnya memilihi risiko tersendiri, keuntungan dan
kontroversi. Sebagai contoh, pengenalan ventilasi mekanik pada syok mengubah fenotipe
hemodinamik (interaksi kardiopulmoner) dibandingkan dengan pasien bernafas spontan yang
dapat memperberat syok dan meningkatkan mortalitas. Fenotipe hemodinamik dan kondisi klinis
ini akan menjadi vital ketika membandingkan kelompok perlakuan diantara penelitian hasil akhir.
Lebih penting lagi, mortalitas dari fenotipe ini dapat diubah signifikan dengan kepatuhan
terhadap PCESR.
Protokol terapi yang diarahkan ke tujuan awal (EGDT) merupakan contoh baru dari
PCESR yang diaplikasikan ke sepsis. Ini merupakan derivat dari rekomendasi dari Task Force of
the American College of Critical Care Medicine dan Society of Critical Care Medicine (Tabel 3).
Tidak terdapat kriteria untuk deteksi pasien risiko tinggi pada lingkungan Unit gawat darurat.
Sebagai hasilnya, penelitian pertama yang memeriksa sindrom respon inflamasi sistemik dan
penggunaan laktat sebagai pendeteksi pasien risiko tinggi. Rekomendasi untuk terapi cairan
dengan tujuan memaksimalkan CO dan volume sekuncup menggunakan tekanan vena sentral
(CVP) dibandingkan oklusi tekanan arteri pulmoner, MAP 65 mmHg, Hemoglobin 10 mg/dl dan
ScvO2 70% sebagai pengganti dari index kardiak menggunakan inotropik yang merupakan
bagian dari protokol EGDT. Rekomendasi ini dibuat oleh consensus ahli dan diadopsi oleh
investigator EGDT.
Beberapa masalah metodologi mencegah interpretasi ini menjadi suatu kebenaran. Trio
penelitian EGDT dijalankan pada periode dimana mortalitas sepsis mulai menurun. Penurunan
dalam mortalitas dari nilai rujukan 46.5% adalah sebagai hasil adopsi dari protokolisasi
perawatan. Deteksi dini dari pasien risiko tinggi, antibiotik, penggunaan cairan, dan terapi cairan
sebelum protokolisasi perawatan diperkenalkan pada kedua kelompok,sehingga meminimalisir
efek terapi pada kedua kelompok. Yu et al mencatat bahwa penelitian ini tidak cukup homogeny
dan faktor perancu potensial dapat membiaskan hasil dan menghilangkan efek terapi dari EGDT.
Kesimpulan
PCESR melibatkan deteksi dini dari pasien risiko tinggi, diikuti dengan intervensi terapeutik
yang dipandu oleh alat untuk mencapai tujuan fisiologis atau titik akhir untuk membalikkan
keadaan hipoksia jaringan. Meskipun komponen dari PCESR terus menjadi perdebatan, konsep
ini telah membawa kepada penurunan dalam mortalitas untuk berbagai kondisi penyakit multiper
terutama pada sepsis berat dan syok sepsis.