Anda di halaman 1dari 13

PROTOKOLISASI PERAWATAN RESUSITASI SYOK AWAL

Tujuan Ulasan:
Protokolisasi perawatan resusitasi syok awal (PCESR) telah diperiksa dengan intensif selama
dekade terakhir. Tujuan dari ulasan ini adalah untuk mengulas dasar patofisiologi, awal sejarah,
aplikasi klinis dan komponen serta implikasi hasil dari PCESR.
Temuan terbaru
PCESR merupakan sistem pendekatan berdasarkan sistem multifaceted yang memasukkan
deteksi dini dari pasien risiko tinggi dan intervensi untuk mengembalikan gangguan
hemodinamik yang dapat menimbulkan hipoksia global atau jaringan regional. Protokolisasi ini
telah diaplikasikan ke tahap perioperatif pembedahan, trauma, kardiologi (gagal jantung dan
Infark miokard akut), emboli pulmoner, henti jantung, syok tidak terdiferensiasi, pasca operasi
jantung dan syok septic pediatri. Ketika pendekatan ini digunakan untuk syok khususnya syok
septik, terjadi penurunan mortalitas dari 46.5 menjadi kurang dari 30% selama 2 dekade terakir.
Tantangan untuk temuan ini ditemukan ketika percobaan berulang mengenai perbedaan metode
pengenalan, diagnostik dan terapeutik.
Ringkasan
PCESR lebih dari suatu prosedur optimalisasi hemodinamik. PCESR juga menyediakan
kerangka edukasi kepada mereka yang kurang pengalaman dan juga pengenalan objektif dari
perbaikan maupun perburukan klinis. Hal ini juga dapat meminimalisir variasi latihan dan
menyediakan pengukuran objektif yang dapat diaudit, dievaluasi dan diamendemen untuk terus-
menerus meningkatkan kualitasnya. Sebagai hasilnya, morbiditas dan mortalitas dapat semakin
membaik.
Kata kunci:
Terapi dengan tujuan awal, Optimalisasi hemodinamik, protokol, resusitasi, sepsis, syok septik.
Syok.

Pendahuluan: Patogenesis Awal dan Realita dari Syok.


Lintasan hemodinamik menuju awal syok dapat bervariasi dan bergantung banyak faktor
maupun gangguan hemodinamik. Lembih lanjut, bergantung pada hasutan ataupun penyebab dari
kondisi syok. Gangguan awal hemodinamik dapat terjadi karena hipovolemia, vasodilatasi,
ketidakmampuan utilisasi oksigen perifer, dan depresi miokardium serta peningkatan kebutuhan
oksigen sistemik ( contoh: kerja otot pernafasan). Bergantung dari respon tubuh terhadap
gangguan, ini, gambaran klinis dapat samar-samar, halus, ataupun bencana.
Tekanan arteri rata-rata (MAP) merupakan hasil dari luaran jantung (CO) dan resistensi
vaskuler sistemik. Pada sepsis awal, mechanism kompensasi meningkatkan resistensi vaskuler
sistemik akibat sekunder dari lonjakan katekolamin yang mengandung MAP, dimana CO
ataupun atau pengangkutan oksigen sistemik berkurang ke jaringan dan mikrosirkulasi.
Penurunan kritis dari pengangkutan oksigen diikuti dengan peningkatan rasio ekstraksi oksigen
sistemik (OER) dan penurunan saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) atau saturasi oksigen vena
campurna (SvO2). Peningkatan dalam OER sistemik ini merupakan mekanisme kompensasi
untuk mencukupi permintaan oksigen sistemik dan berkaitan dengan penginkatan mortalitas.
Ketika batas dari mekanisme kompensasi ini (OER>50%) tercapai, metabolism anaerob terjadi
dan mengakibatkan produksi laktat. Pada fase kritis pengangkutan oksigen ini, konsentrasi laktat
berhubungan terbalik dengan pengangkutan oksigen dan ScvO2/SvO2.
Poin Inti
PCESR menyediakan kerangka edukasi bagi yang kurang berpengalaman dan pengenalan
objektif dari pebarikan ataupun perburukan klinis
PCESR meminimalisir variasi praktek dan menggunakan pengukuran objektif yang dapat
diaudit, dievaluasi, dan diamandemen untuk terus meningkatkan kualitas
PCESR telah diaplikasikan dalam berbagai kondisi syok dan telah memperlihatkan
berbagai keunggulan hasil akhir.

Fase kebergantungan terhadap pengangkutan oksigen dapat terjadi dengan tanda vital
normal, dan hal ini dikenal sebagai syok tersembunyi atau syok samar. Sebagai hasilnya. Syok
samar ini berkaitan dengan kejadian kardiopulmoner mendadak dan peningkatan mortalitas.
Kebergantungan pengangkutan oksigen seringkali terlihat sebelum atau pada saat dalam
perawatan ICU. Pasien ini mengalami hipodinamik, dengan CO rendah dan resistensi vaskuler
sistemik rendah ke tinggi. Kegagalan organ kardiopulmoneer mendadak (Contoh: Aritmia, gagal
nafas, syok nyata, atau henti jantung) terlihat hingga 20% dari pasien dengan risiko tinggi.
Fase terakhir adalah ketidakmampuan OER [Penurunan komsumsi oksigen sistemik
(VO2)] sekunder akibat defek mikrosirkulasi atau ketidakmampuan respirasi sel (hipoksia
jaringan sitoplasma). Pasien dengan tahap ini mengalami peningkatan ScvO2 dan peningkatan
laktat (ketidakmampuan pembersihan), yan dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi. Jika
skenario ini terjadi pada saat masuk ICU, mortalitas mendekati 40%. Ketika hipotensi yang
membutuhkan vasopressor menjadi hal yang menyertai, mortalitas pada tahap ini meningkat dari
46.1 menjadi 60.3%.
Tabel 1. Mortalitas terkait dengan stratifikasi risiko dan subkelompok hemodinamik
Nilai dasar Mortalitas (%)
Hanya SIRS 7.0
Sepsis Berat 16.3
TD Sistolik> 90 mmHg atau MAP>65 mmHg dan laktat >4 mmol/l ( patuh terhadap 29.0
PCESR)
TD Sistolik> 90 mmHg atau MAP>65 mmHg dan laktat >4 mmol/l ( Tidak patuh 51.4
terhadap PCESR)
Hipotensi, vasopressor 33.1-47.3
Hanya laktat >4mmol/l 28.3-54.0
SBP<90 mmHg dan laktat >4mmol/l (patuh terhadap PCESR) 44.5
SBP<90 mmHg dan laktat >4mmol/l (tidak patuh terhadap PCESR) 58.6
SBP<90 mmHg atau MAP<65 mmHg atau laktat <4 mmol/l 47.2
SBP<90 mmHg atau MAP<65 mmHg dan laktat <4 mmol/l 48.0
SBP<90 mmHg atau MAP<65 mmHg dan laktat <2 mmol/l 10.0-52.1
Hipotensi, vasopresor, laktat >2.5 mmol/l 52.3
Penelitian EGDT
Kelompok kontrol EGDT (awal ScvO2<70%) 46.5
Jones (awal ScvO2>70%) 17-23
ProCESS (Awal ScvO2>70%) 18.2-21.0
ARISE (Awal ScvO2>70%) 14.5-15.7
ProMISE (Awal ScvO2>70%) 24-25
Setelah intervensi ED
ScvO2 >70% selama 6 jam 22
ScvO2 <70% selama 6 jam 40
ScvO2 <70% pada awal dan meningkat setelah 6 jam 19
ScvO2>70% pada awal dan ScvO2>90-100% pada 6 jam 33
ScvO2>90-100% dalam 6 jam 31
Pada saat masuk ICU
ScvO2>70% dan laktat <2.2mmol/l 15
ScvO2<70% dan laktat <2.2mmol/l 27
ScvO2>70% dan laktat >2.2mmol/l 40
ScvO2<70% dan laktat >2.2mmol/l 51
ARISE, Australasian Resuscitation in Sepsis Evaluation; EGDT, early goal directed therapy; MAP, mean arterial pressure; PCESR, protocolized care
for early shock resuscitation; ProCESS, Protocol-Based Care for Early Septic Shock; ProMISe, Protocolized Management in Sepsis; ScvO2, central
venous oxygen saturation; SIRS, systemic inflammatory response syndrome

Hipoksia jaringan global yang tidak ditangani mengakibatkan hutang oksigen, inflamasi,
kegagalan organ, dan peningkatan mortalitas. Perkembangan dan pembalikan dari mekanisme
patogenik ini juga sensitif terhadap waktu dan mempengaruhi hasil akhir. Ketika pemantauan
digunakan untuk memeriksa syok awal, informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengetahui ciri-ciri dari berbagai penyebab syok. Mekanisme patogenik ini juga menciptakan
fenotipe hemodinamik yang berbeda dan berkaitan dengan risiko mortalitas (tabel1). Fenotipe
hemodinamik ini memungkinkan perbandingan pasien antara hasil percobaan.

Protokolisasi Perawatan Resusitasi Syok Awal: Pendekatan Sistem.


Secara historis, kejadian patogenik seperti yang telah dijelaskan juga dikaitkan dengan
pasien di ICU. Namun, ketika kenyataan dari perawatan juga diperhitungkan, pasien ini
ditemukan pada lingkungan sebelum rumah sakit, Unit Gawat Darurat (ED), Unit dokter umum
dan ruang operasi dan pemulihan. Faktanya, lebih 50% dari semua kondisi syok berasal dari luar
ICU. Telah diketahui selama beberapa dekade bahwa lama tinggal pada unit gawat darurat (ED)
umumnya lebih dari 24 jam untuk sakit kritis dan memiliki efek negatif terhadap mortalitas.
Meskipun syok hanya merupakan fraksi kecil dari perawatan rumah sakit, namun merupakan
penyebab kematian dalam rumah sakit terbanyak. Bertidak berdasarkan realita ini sebagai
refleksi dari pengajaran dan penelitian dari Drs Safar dan Frank yang mengajar bahwa
manajemen syok tidak memiliki batasan. Nguyem et al. lebih lanjut memperlihatkan bahwa
perawatan yang diberikan pada jam kritis ini secara signifikan mempengaruhi progresifitas dari
kegagalan organ dan mortalitas. Protokolisasi perawatan resusistasi syok awal (PCESR)
merupakan yang terbaik digunakan pada lingkungan mortalitas tinggi, fraktur dan perawatan
tidak terstruktur. Pada kondisi ini, penyakit biasanya tidak terdiferensiasi dan disertai dengan
penundaan diagnosa dan perawatan pasien. PCESR juga bermanfaat pada situasi dimana
penyedia memiliki pengalaman yang berbeda-beda. PCESR lebih dari sekedar protokol resusitasi
Hal ini merupakan pendekatan berbasis sistem dari pasien syok berdasarkan pathogenesis awal
dan perkembangan dari perawatan perbaikan kondisi syok pasien dengan memahami
pathogenesis awal dan perjalanan alamiah dari syok. PCESR membutuhkan perkembangan suatu
diagnostik unik dan stratifikasi kriteria risiko syok untuk mendeteksi pasien yang berisiko dan
yang paling memberikan keuntungan.

Pasien Risiko tinggi


(laktat, defisit basa, pH, hipotensi, gagal organ, indeks syok, tantangancairan

Pengangkutan oksigen Ekstraksi oksigen sistemik Komsumsi oksigen


sistemik (DO2) X (OER-%)=(1-SvO2) = sistemik (VO2)

Hemoglobin Permintaan oksigen


Kardiak Output Kandungan Oksigen sistemik:
Laju jantung x Volume sekuncup arteri (CaO2) Stress
Nyeri
Pertukaran gas paru
Hipertermia
(PaO2, SaO2) Menggigil
Laju jantung Volume Sekuncup (SV) Kerja pernafasan
Kardiak output/Laju jantung
Mikrosirkulasi
Polarisasi spektral
Kontraktilitas Preload Resistensi vaskuler orthogonal dekat
(CVP, PAOP, SVV, EVLW, Sistemik (SVR) spektroskopi infrared
PPV, FTc)
Tujuan metabolic
SvO2>65%
MAP-CVP atau PAOP x 80 ScvO2 >70%
CO Laktat <2mM/L
Klirens laktat >10%
Indeks Syok Defisit basa <5 mEq/L
(laju jantung/tekanan darah sistolik) pH>7.3
(a-v) CO2 <5 mmHg
Indeks syok pHi>7.31
Output urin >0.5
cc/kg/jam

Gambar 1. Algoritma dan tujuan dari resusitasi

Mendefinisikan Protokolisasi Perawatan Resusitasi Syok Awal


Sebuah protokol didefinisikan sebagai Suatu rencan mendetil dari eksperimen ilmiah
ataupun medis, pengobatan, ataupun prosedur. Protokolisasi merupakan kata kerja yang
bermakna melakukan protokol, konversi kata benda menjadi kata kerja. Sehingga, apabila
diterapkan pada pasien dengan syok, protokolisasi resusitasi akan didefinisikan sebagai langkah
untuk pengembalian dari fungsi sirkulasi yang abnormal hingga mencapai suatu titik objektif.
Meskipun hal ini menjadi intuitif pada perawatan pasien infark miokard akut, stroke dan trauma;
hal ini menimbulkan kontroversi ketika diterapkan pada resusitasi awal dari syok. Protokolisasi
resusitasi awal merupakan kata kerja dari serangkaian tindakan dan bukan sebuah kata benda.
PCESR paling sering digunakan oleh tim yang terorganisir (klinisi dan himpunan penyedia
kesehatan), yang membutuhkan pemahaman yang jelas kepada beberapa individu. PCESR
merupakan pendekatan sistemik untuk mendeteksi pasien risiko tinggi yang diikuti oleh
pembalikan berdasarkan fisiologis pada gangguan hemodinamik awal. Tujuannya adalah untuk
memperbaiki morbiditas, mortalitas, menurunkan komsumsi sumber daya kesehatan,
menyediakan pengukuran objektif untuk peningkatan kualitas awal dan peningkatan ketepatan
hasil akhir.

Sejarah Protokolisasi Perawatan untuk Resusitasi Syok Awal


Percobaan klinis dari algoritma resusitasi untuk pasien dimulai lebih dari 35 tahun lalu
oleh Shoemaker dan Hopkins. Mereka secara prospektif memeriksa pasien dengan trauma,
perdarahan dan sepsis di ED. Ditemukan bahwa pasien yang menjalani perawatan memiliki
kepuasan dengan algoritma, memiliki waktu resusitasi yang lebih singkat, defisit MAP-waktu
yang lebih rendah, komplikasi terkait syok yang lebih rendah, dan peningkatan hasil akhir degan
algoritma resusitasi gawat darurat. PCESR menyediakan kerangka edukasi untuk mereka yang
kurang pengalaman, pengenalan objektif akan perbaikan atau perburukan klinis; menurunkan
variasi praktik dan pengukuran objektif yang dapat diaudit, dievaluasi, dan diamandemen untuk
terus meningkatkan kualitas.

Komponen dari Protokolisasi Perawatan Resusitasi Syok Awal


PCESR paling efektif pada pasien yang berada pada fase bergantung pengangkutan oksigen atau
pada mereka yang memiliki bukti klinis dari hipoksia jaringan global atau syok terselubung.
Stratifikasi risiko dini dari pasien risiko tinggi (screening Laktat) tidak hanya menyediakan
deteksi dini dari syok terselubung. Namun secara terapeutik menghambat perjalanan alamiah dari
syok. Hal ini terjadi dengan menurunkan kejadian kardiopulmoner, yang dapat terjadi pada 20%
pasien pada fase awal ini. Hal ini memberikan implikasi hasil bahkan sebelum resusitasi definitif.
Dengan memasukkan screening sebagai standar perawatan pada percobaan, efek penanganan
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dipersempit secara signifikan. Intervensi
ini jika tidak dianggap a priori dapat membuat percobaan lanjutan tidak diperlukan dan
diinterpretasikan sebagai negatif.
Tabel 2. Instrumen dari resusitasi syok awal
Marker berdasarkan HR/SBP (SI) dan marker baru SIA, BPAI, laju jantung maksimal (220-
usia dari tanda vital usia)-HR (MP) dan HR/ HR maksimal (PMI) merupakan prediktor yang
lbih baik dari mortalitas 48 jam dibandingkan dengan tanda vital
tradisional. SIA, MP, PMI, BPAI dan SI lebih baik secara signifikan
(P<0.05) daripada usia prediksi mortalitas 48 h. Usia yang lebih tua
terlihat memiliki hubungan signifikan dengan mortalitas dini. Marker
baru, terutama menggabungkan tanda vital tradisional dengan usia (SIA.
BPAI, MP dan PMI) dapat memperbaiki triase trauma pasien dengan
luka tumpul dibandingkan tanda vital normal
Pengukuran statik dari CVP atau tekanan atrium kanan, PAOP atau PAWP, Indeks volume
responsitivitas cairan akhir diastolik ventrikel kanan, area akhir diastolik LV, volume akhir
diastolik global dan indeks volume darah intratorakik dapat tidak
realibel untuk mencerminkan tekanan pengisian LV pada kondisi klinis
yang menghasilkan hipertensi pulmoner atau perubahan komplians dari
jantung kiri atau kanan. Tekanan vena iliaka komunis dapat
memperkirakan CVP. Jika CO meningkat setelah pemberian cairan dan
variasi SV menurun, strategi terkait aliran ini dapat menjadi tanda dari
membaiknya hipovolemia
Pengukuran dinamik Penurunan tekanan sistolik dibandingkan dengan dasar akhir ekspirasi
dari responsitivitas atau penurunan inspirasi pada PPV. Variasi puncak dari velositas aliran
cairan darah aorta, variasi respirasi terhadap diameter vena cava, peninggian
kaki pasif dan variasi gelombang denyut plethismografik. Pada pasien
yang terventilasi, pengukuran dari SVV menggunakan analisis kontur
denyut arteri dapat memperkirakan CO dan dapat menunjukkan
responsivitas cairan. Suatu PPV dengan 13% sangat sensitif dan spesifik
untuk mendeteksi responsivitas preload
Pengangkatan kaki DeltaSV>11% pada saat PLR diketahui dapat memprediksi
pasif responsivitas volume dengan sensitivitas 86.7%, spesifitas 93.3%, Nilai
prediktif positif 92.9% dan nilai prediktif negative 87.5%. PLR dapat
digunakan secara umum untuk memprediksi responsifitas volume secara
akurat pada sepsis berat dan pasien syok sepsis, dan dapat pula
digunakan pada praktik klinis. Kombinasi ketergantungan preload
menunjukkan penurunan terapi volume pada syok sepsis.
Pengukuran volume Terdapat korelasi signifikan statistic yang lemah antara volume darah
darah yang dan PAOP, namun tidak ada korelasi dengan CVP, CI dan indeks SV.
bersirkulasi dan Pengukuran volume darah yang bersirkulasi dapat berguna pada pasien
massa sel darah sakit kritis ketika pendekatan klinis dari volume intravaskuler masih
merah meragukan. Hal ini tetap perlu divalidasi dalam suatu penelitian
prospektif acak yang lebih besar. Teknik dari massa sel darah merah
memantapkan jumlah sesungguhnya dari Hb dibandingkan Hb atau
hematokrit
Air paru-paru EVLW yang lebih tinggi pada pasien syok septik setelah resusitasi awal
ekstravaskuler dikaitkan dengan keseimbangan cairan yang lebih positif dan
meningkatkan mortalitas, yang merupakan prediktor independen dari
mortalitas 28 hari pada pasien syok septic setelah resusistasi awal
CO noninvasif Pengukuran tidak langsung dari CO dapat dinilai dengan menggunakan
PPV atau SVV, analisis kontur denyut, Doppler transesofagus,
bioimpedans kutaneus torakalis, dilusi litium atau termodilusi
transpulmoner
Peberdaan CO2 Peningkatan dari gradient karbon dioksida arteri-campuran vena atau (a-
sistemik Arteri-Vena v) CO2 ditemukan pada kegagalan sirkulasi akut, dan berbanding
terbalik dengan CI. Nilai CO2 vena sentral dan arteri pulmoner dapat
bertukar untuk menentukan CI. Pengukuran PCO2 telah disarankan
sebagai jalan untuk memantau perfusi dari saluran GI. Peningkatan kecil
(5-15 mmHg) dalam perbedaan antara PCO2 arteri dan mukosa gaster
menjadi jelas sebelum tanda lain dari instabilitas hemodinamik.
Ultrasonografi dan Ultrasonografi dapat pula digunakan untuk menilai penempatan alur dan
echokardiografi pengukuran CO. Hal ini menurunkan waktu ketidakpastian diagnostic
dan memandu resusitasi. Selain itu juga dapat digunakan sebagai alat
diagnostik untuk mendeteksi disfungsi miokardium, penyakit
pericardial, penyakit aorta, darah intraperitoneal, dan pneumotoraks.
Sonografi kompresi terkontrol adalah alat yang berharga untuk
mengukur tekanan vena pada vena perifer dan memungkinkan penilaian
tidak langsung yang realibel dari CVP. Tegangan LV yang terlihat pada
ultrasonografi jantung pada saat sepsis juga dikaitkan dengan penurunan
ScvO2 dan peningkatan laktat membuat penilaian mereka terhadap
terapi. Echocardiografi transophageal atau transtorakalis dapat
memvisualisasikan berbagai struktur. Intrakardiak, diameter vena kava,
area LV akhir diastolik, pergeseran paru setelah pemberian cairan atau
penaikan kaki pasif dapat digunakan untuk menilai status volume dalam
pendekatan protokolisasi.
Variabel pHi, pH intramukosa gasterl Pr-etCO2, perbedaan antara regional dan
Hemodinamik akhir tidal PCO2; PrCO2, regional (gaster) PCO2 (kPa). Setelah
regional stabilisasi, namun, variabel regional merupakan prediktor terbaik dalam
hasil akhir
Spektrometri Perkembangan terbaru dari pemantauan nonivasif optic dan teknologi
Infrared-dekat transkutaneus oksimetri telah membantu identifikasi dini dari pasien
sepsis dalam risiko tinggi untuk kegagalan mikrosirkulasi dan
memungkingkan intervensi terarah pada syok
Perfusi mikrosirkulasi Penelitian klinis telah mengidentifikasi berbagai pendekatan terapeutik
yang berhasil dalam mengubah mikrosirkulasi. Penelitian lebih lanjut
perlu menentukan apakah beberapa pendekatan ini dapat berhasil
memperbaiki luaran pada pasien sakit kritis dengan merekrut
mikrosirkulasi.
BPAI, SBP/age; CO, cardiac output; CVP, central venous pressure; Hb, hemoglobin; HR, heart rate; LV, left ventricular; MP, minpulse; PAOP,
pulmonary arteryocclusion pressure; PAWP, pulmonary artery wedge pressure; PLR, passive leg raising; PMI, pulse max index; PPV, pulse pressure
variation; SIA, shock indexage; SV, stroke volume; SVV, stroke volume variation.

PCESR terdiri dari intervensi terapeutik yang diarahkan oleh instrumen, yang kemudian
membantu kuantifikasi dan titrasi dari intervensi ini. Intervensi ini termasuk terapi cairan,
vasopresor, vasodilator, produk darahm agen inotropik dan ventilasi mekanik ( sedatif dan
paralitik) untuk mencapai akhir tertentu. Intervensi ini dititrasi oleh suatu titik akhir spesifik
(gambar 1) dan instrumen yang membantu titrasi dari intervensi ini (tabel 2). Intervensi
terapeutik, instrumen dari resusitasi dan titik akhirnya memilihi risiko tersendiri, keuntungan dan
kontroversi. Sebagai contoh, pengenalan ventilasi mekanik pada syok mengubah fenotipe
hemodinamik (interaksi kardiopulmoner) dibandingkan dengan pasien bernafas spontan yang
dapat memperberat syok dan meningkatkan mortalitas. Fenotipe hemodinamik dan kondisi klinis
ini akan menjadi vital ketika membandingkan kelompok perlakuan diantara penelitian hasil akhir.
Lebih penting lagi, mortalitas dari fenotipe ini dapat diubah signifikan dengan kepatuhan
terhadap PCESR.
Protokol terapi yang diarahkan ke tujuan awal (EGDT) merupakan contoh baru dari
PCESR yang diaplikasikan ke sepsis. Ini merupakan derivat dari rekomendasi dari Task Force of
the American College of Critical Care Medicine dan Society of Critical Care Medicine (Tabel 3).
Tidak terdapat kriteria untuk deteksi pasien risiko tinggi pada lingkungan Unit gawat darurat.
Sebagai hasilnya, penelitian pertama yang memeriksa sindrom respon inflamasi sistemik dan
penggunaan laktat sebagai pendeteksi pasien risiko tinggi. Rekomendasi untuk terapi cairan
dengan tujuan memaksimalkan CO dan volume sekuncup menggunakan tekanan vena sentral
(CVP) dibandingkan oklusi tekanan arteri pulmoner, MAP 65 mmHg, Hemoglobin 10 mg/dl dan
ScvO2 70% sebagai pengganti dari index kardiak menggunakan inotropik yang merupakan
bagian dari protokol EGDT. Rekomendasi ini dibuat oleh consensus ahli dan diadopsi oleh
investigator EGDT.

Aplikasi Klinis dari Protokolisasi Perawatan untuk Resusitasi Syok awal


PCESR telah digunakan untuk berbagai kondisi hipoksia jaringan global maupun organ
spesifik. Skenario ini termasuk trauma dan pendarahan, syok yang tidak didiferensiasi, syok
kardiogenik, dan gagal jantung akut, perioperatif operasi risiko tinggi, emboli paru atau syok
obstruktif, syok septik pediatri, pasca operasi jantung, dan perawatan pasca henti jantung.
PCESR untuk hipoksia jaringan regional termasuk stroke dan MI akut. Penerapan terbaru dan
yang terbanyak diteliti saat ini adalah pada sepsis berat dan syok sepsis.

Bukti Hasil untuk Protokolisasi perawatan Resusitasi syok Awal


PCESR lebih efektif sebelum onset kegagalan organ tidak bergantung penyebab dari syok
maupun hipoksia jaringan. Keberhasilan dari PCESR juga sangat bergantung pada pemenuhan
komponennya. Ketika PCESR digunakan pada sepsis sebagai EGDT yang dipublikasikan tahun
2001, menjadi awal dari era selama lebih 15 tahun sebagai bukti pendukung bahwa PCESR
memperbaiki tingkat mortalitas pada sepsis berat dan syok sepsis. Berbagai penelitian telah
menunjukan referensi atau mortalitas dasar 46,5% dapat diturunkan menjadi kurang dari 30%.
Hal ini bertepatan dengan pengenalan dari kampanye bertahan terhadap sepsis dari 2004 hingga
2016.
Bahkan meskipun EGDT berdasarkan seri investigasi untuk meningkatkan hasil luaran
secara sistematik dari sepsis, EGDT ini memiliki karakteristik sebagai studi optimalisasi
hemodinamik yang diatur oleh CVP dan ScvO2 sebagai target dari resolusi syok dini (tabel 3).
Terdapat pertantaan tambahan mengenai validitas eksternalnya karena merupakan penelitian satu
sentral dengan mortalitas kelompok kontrol tinggi yang tidak wajar sebesar 46.5%. Yang
terbaru, suatu trio penelitian yang memeriksa versi dari EGDT yang disebut ProCESS, ARISE,
dan ProMISe dipublikasikan dari consortium investigator. Penelitian ini menemukan mortalitas
historis yang rendah 30% atau kurang. Namun, penelitian ini melaporkan bahwa EGDT tidak
menunjukkan perbaikan angka ketahanan hidup untuk pasien yang dirandomisasi memperoleh
EGDT dibandingkan dengan perawatan biasa atau alternatif protokol resusitasi hemodinamik
yang kurang invasif.
Tabel 3. Rekomendasi terpilih dari 1999 Society of Critical Care Medicine parameter praktik untuk
dukungan hemodinamik dari sepsis pada pasien dewasa dibandingkan dengan early goal-directed therapy
Rekomendasi 1999 SCCM Early goal-directed therapy
Stratifikasi risiko Stratifikasi risiko
Masuk ICU Laktat >4 mmol/ l hipotensi setelah terapi
cairan
Infus cairan perlu dititrasi kedalam tingkat Infus cairan dititrasi dengan peningkatan
tekanan pengisian yang dikaitkan dengan berdasarkan monitor CV
peningkatan terbanyak dari CO dan volume
sekuncup
Untuk kebanyakan pasien, hal ini berada pada Target CVP 8-12 mmHg yang disubstitusi oleh
PAOP rentang 12-15 mmHg PAOP
Terapi vasopresor untuk MAP 65-70 mmHg Terapi vasopresor untuk MAP 65 mmHg
Konsentrasi Hb harus dijaga diatas 8-10 g/dl Transfusi memicu ditempatkan pada targen Hb
dari 10g/dl jika ScvO2 <70% setelah
mendapatkan CVP 8-12 mmHg
Pada pasien dengan CO rendah, desaturasi Pasien pada ummnya memiliki asidosis laktat,
oksigen vena campuran (SvO2), asidosis laktat, dan juga pelebaran gradien pO2 arteri-vena
perlebaran dari gradient PCO2 gaster- arteri
atau penyakit arteri koroner, transfuse ke kadar
Hb yang lebih tinggi dapat diinginkan.
Pada pasien dengan bukti hipoperfusi jaringan, Jika MAP, CVP dan Hb merupakan tujuan, dan
penambahan dari dobutamin dapat membantu ScvO2 masih tetap kurang dari 70%, infuse
meningkatkan CO dan memperbaiki perfusi dobutamin dapat dimulai
oksigen
Strategi peningkatan CI rutin untuk ScvO2 menyediakan pengukuran tidak
mendefinisikan kadar supranormal langsung dari pengangkutan oksigen dan rasio
(>4.51/menit/m2) tidak memperlihatkan komsumsi.
perbaikan luaran.
Scv)2 digunakan untuk membersihkan trofi,
daripada CI yang terus meningkat konstan
CI, cardiac index; CO, cardiac output; CVP, central venous pressure; Hb, hemoglobin; MAP, mean arterial pressure; PAOP, pulmonary artery
occlusion pressure; SCCM, Society of Critical Care Medicine; ScvO2, central venous oxygen saturation

Beberapa masalah metodologi mencegah interpretasi ini menjadi suatu kebenaran. Trio
penelitian EGDT dijalankan pada periode dimana mortalitas sepsis mulai menurun. Penurunan
dalam mortalitas dari nilai rujukan 46.5% adalah sebagai hasil adopsi dari protokolisasi
perawatan. Deteksi dini dari pasien risiko tinggi, antibiotik, penggunaan cairan, dan terapi cairan
sebelum protokolisasi perawatan diperkenalkan pada kedua kelompok,sehingga meminimalisir
efek terapi pada kedua kelompok. Yu et al mencatat bahwa penelitian ini tidak cukup homogeny
dan faktor perancu potensial dapat membiaskan hasil dan menghilangkan efek terapi dari EGDT.

Komentar dari Munculnya, Proses dan Janji Percobaan Investigator


Mereplikasi percobaan klinis untuk megubah praktek saat ini menjadi suatu tantangan
karena terdapat masalah metodologi signifikan yang dapat mempengaruhi hasil dan juga
interpretasinya. Thomson dan Schoenfeld mengatakan: Sifat sementara dari perawatan yang
umum menempatkan ahli penelitian dalam kebingungan. Jika tujuan dari kelompok kontrol
adalah untuk mengemulasikan perawatan biasa, protokolisasi perawatan biasa berdasarkan
informasi sebelum penelitian tidak menjamin bahwa kelompok ini akan mencerminkan
perawatan biasa dalam berlangsungnya penelitian seperti perawatan biasa yang dapat berubah.
Mengacak perawatan biasa agar tidak membatasi perawatan biasa memiliki risiko perawatan
biasa dapat bercampur dengan kelompok intervensi dalam penelitian, sehingga memperkecil
perbedaan antara kelompok dan mengakibatkan hilangnya kekuatan untuk mendeteksi perbedaan
yang bermakna
Chan et al mengatakan: Contoh dimana pasien gagal dalam membaik dengan cepat atau
memperlihatkan tanda dari disfungsi organ, rujukan harus dibuat ke perawatan intensif. Peran
dari tim respon cepat dan tim sepsis dalam pengenalan dan penanganan sepsis perlu untuk
dievaluasi lebih lanjut. Meskipun banyak elemen dari EGDT dapat tidak memperbaiki hasil akhir
dari sepsis berat, adalah mungkin bahwa protokolisasi perawatan dari sepsis awal dapat
meningkatkan hasil akhir dengan (1) menyediakan kerangka edukasi untuk klinisi (2)
menciptakan respon yang diperkirakan terhadap terapi awal dan peningkatan kondisi klinis yang
menurun, (3) meminimalisir variasi praktik antara klinisi; dan (4) menyediakan indikator klinis
yang dapat diukur dan dapat menjadi fokus audit dan peningkatan kualitas mirip dengan waktu
pintu ke jarum pada pasien yang masuk ke rumah sakit dengan sindrom koroner akut. Akhirnya,
rumah sakit harus memiliki struktur yang ditempatkan untuk mengulas kejadian yang tidak
diinginkan yang berkaitan dengan sepsis. Audit dari morbiditas dan mortalitas terkait sepsis
harus berfokus pada derajat dimana praktik klinis berlekatan dengan garis besar prinsip umum
yang terdapat disini.

Kesimpulan
PCESR melibatkan deteksi dini dari pasien risiko tinggi, diikuti dengan intervensi terapeutik
yang dipandu oleh alat untuk mencapai tujuan fisiologis atau titik akhir untuk membalikkan
keadaan hipoksia jaringan. Meskipun komponen dari PCESR terus menjadi perdebatan, konsep
ini telah membawa kepada penurunan dalam mortalitas untuk berbagai kondisi penyakit multiper
terutama pada sepsis berat dan syok sepsis.

Anda mungkin juga menyukai