Anda di halaman 1dari 11

Oftalmia Neonatorum

Definisi
Oftalmia neonatorum adalah radang konjungtiva yang terjadi pada
neonatus dengan onset munculnya manifestasi dalam 28 hari pertama kehidupan.
Infeksi ini umumnya diperoleh oleh neonatus selama perjalanan melalui jalan
lahir yang terinfeksi. Kondisi ini juga dikenal sebagai konjungtivitis neonatal
yang dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi visual.1,5
Kejadian oftalmia neonatorum dapat disebabkan oleh agen infeksius
maupun non-infeksius. Penyebab infeksius seperti bakteri, klamidia dan virus,
sedangkan penyebab non-infeksius adalah bahan kimia yang biasanya diberikan
sebagai profilaksis mata pada bayi baru lahir.8
Etiologi dan Faktor Risiko
Infeksi dapat terjadi dalam tiga cara, yaitu sebelum kelahiran, selama
kelahiran atau setelah lahir.5
1. Sebelum Kelahiran
Infeksi sangat jarang terjadi melalui cairan amnion pada ibu yang
mengalami rupture membran.
2. Selama kelahiran
Ini adalah cara infeksi yang paling umum terjadi. Infeksi dari jalan lahir
yang terinfeksi terutama ketika anak lahir dengan presentasi wajah atau
dengan bantuan forceps.
3. Setelah kelahiran
Infeksi dapat terjadi selama bayi baru lahir pertama kali mandi atau dari
pakaian kotor atau jari dengan lokia yang terinfeksi.
Faktor risiko untuk terjadinya ophtalmia neonatorum termasuk:8
1. Vaginitis pada ibu
2. Terdapatnya mekonium pada air ketuban saat bayi baru lahir
3. Ketuban pecah dini
4. Partus yang lama
5. Rendahnya tingkat lisozim dan immunoglobulin dalam konjungtiva
neonatal
6. Kehamilan kurang dari 36 minggu
7. Tindakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril
Etiologi konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh berbagai macam agen
seperti bahan kimia atau mikroba. Meskipun beberapa agen non-infeksius maupun
infeksius dapat menginfeksi konjungtiva, penyebab paling umum konjungtivitis
neonatal adalah larutan perak nitrat (AgNO3), klamidia, gonorea, dan infeksi
virus herpes.
a) Gonokal
Bentuk yang paling serius dari ofthalmia neonatorum disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Ciri khas dari bakteri ini dari pewarnaan gram adalah
bakteri diplokokus gram negatif, tidak bergerak, dengan diameter kira-kira 0,8
m. Pada keadaan tidak berpasangan kokus bakteri berbentuk seperti ginjal,
bila berpasangan bagian yang datar atau cekung saling berdekatan.9
Manifestasi dari oftalmia neonatorum yang disebabkan bakteri gonokokal
yaitu:2,10
- Onset penyakit biasanya terjadi dalam 3 - 4 hari pertama kelahiran
tetapi mungkin tertunda sampai 3 minggu.
- Dapat terjadi unilateral atau bilateral
- Mata penderita akan kelihatan merah dan membengkak disertai
keluarnya sekret purulen.
- Pada kasus berat ditandai dengan kemosis, sekret yang berlebihan, dan
ulserasi kornea yang progresif dan dapat berlanjut menjadi perforasi.
-
-
-
Gambar 1 Neisseria gonorrhoeae conjunctivitis
(American Academy of Ophthalmology. 2011. Infectious and Allergic Ocular
Disease. In Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. Page187)
Ophtalmia neonatorum dari Neisseria meningitidis juga telah dilaporkan. Dua
organisme Neisseria tersebut tidak dapat dibedakan dengan pewarnaan gram.
Diagnosis definitif didasarkan pada kultur dari eksudat konjungtiva. Bayi yang
terinfeksi harus diperiksa untuk infeksi bersamaan dengan HIV, Klamidia, dan
Sifilis.2
b) Klamidia
Bakteri golongan Klamidia yang paling sering menyebabkan
konjungtivitis neonatal adalah spesies Chlamydia trachomatis, disebut juga
Trachoma Inclusion Conjungtivitis (TRIC). Bakteri ini adalah organisme
intraselular obligat. Onset dari konjungtivitis pada bayi biasanya muncul
sekitar usia 1 minggu, walaupun ada kemungkinan onset bisa muncul lebih
cepat terutama pada kasus ketuban pecah dini.2
Karakteristik dari infeksi pada mata berupa:10
- Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan
eksudat ringan sampai sedang.
- Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan
munculnya sekret yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.
Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis adalah kultur dari kerokan
konjungtiva yang terinfeksi. Karena kuman ini merupakan organism obligat
intraselular, pada material yang akan dikultur harus terdapat sel epitel
didalamnya. Tes amplifikasi asam nukleat (reaksi rantai polymerase) lebih
sensitif dari pemeriksaan kultur. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
adalah tes fluoresens antibodi langsung dan enzim immunoassay.2
c) Infeksi bakteri lain
Bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan oftalmia neonatorum adalah
spesies gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus viridans, dan Staphylococcus epidermidis.
Bakteri-bakteri ini merupakan penyebab 30-50% dari seluruh kasus oftamia
neonatorum.2,4
Organisme Gram negatif, seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Serratia marcescens, Proteus, Enterobacter, dan spesies Pseudomonas, juga
telah diteliti sebagai penyebab oftalmia neonatorum.4
d) Herpes simplex
Virus herpes merupakan virus yang memiliki morfologi besar. Semua
virus herpes mempunyai inti DNA untai-ganda yang dikelilingi oleh protein.
Virus memasuki sel melalui peleburan dengan selaput sel setelah berikatan
dengan reseptor sel khusus berupa glikoprotein.9
Infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks (HSV) biasanya jarang
terjadi sehingga menyebabkan konjungtivitis neonatorum. Manifestasi klinis
pada infeksi HSV biasanya lebih lama muncul dari pada infeksi gonokokal
yaitu pada minggu pertama atau kedua kehidupan.2,5
e) Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis karena bahan kimia biasanya ditandai dengan iritasi ringan
dan dapat sembuh dengan sendirinya, serta munculnya kemerahan pada
konjungtiva muncul pada 24 jam pertama setelah pemberian larutan perak
nitrat (AgNO3) atau antibiotik yang biasanya digunakan sebagai profilaksis
mata.2,5
Patofisiologi
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi dapat
dibagi menjadi tarsal, bulbi, dan forniks. Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa
non-keratin, yang kaya vaskularisasi pada substantia propria (mengandung
pembuluh limfatik dan sel, seperti limfosit, sel plasma, sel mast, dan makrofag).
konjungtiva ini juga memiliki kelenjar lakrimal dan sel goblet.4
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah
sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin
yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi
danberkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini
dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.10
Konjungtiva pada neonatus berada dalam kondisi steril saat lahir tapi
mudah menjadi tempat kolonisasi oleh berbagai mikroorganisme yang dapat
berupa patogenik atau non-patogen. Konjungtiva neonatus rentan terhadap infeksi,
bukan hanya karena ada rendahnya tingkat agen antibakteri dan protein seperti
lisozim dan immunoglobulin A dan G, tetapi karena kelenjar air mata dan
salurannya yang baru mulai berkembang.10
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi dari jaringan
konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan pada konjungtiva dapat
menyebabkan pelebaran pembuluh darah, kemosis, dan sekresi berlebihan.
Eksotoksin dari bakteri seperti yang dapat ditemukan pada spesies Streptococcus
dan Staphylococcus dapat menginduksi terjadi nekrosis, terutama bagi sel epitel
konjungtiva. Hasil nekrosis dari epitel tersebut akan menghasilkan sekret pada
mata.1,4
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi, tapi
beberapa spesies dapat bertahan dari reaksi imun tersebut. Seperti pada spesies
Chlamydia trachomatis yang dapat bertahan dan hidup pada sel fagosit.1
Manifestasi Klinis
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, sulit untuk menentukan
penyebab pasti konjungtivitis neonatal hanya berdasarkan gambaran klinis saja.
Gejala klinis bisa dinilai dari:2,5,10
1) Berdasarkan masa inkubasi
- konjungtivitis gonokokal, terjadi 3-5 hari setelah lahir tapi dapat terjadi
dikemudian hari
- konjungtivitis klamidia, biasanya memiliki onset lebih lama dari
konjungtivitis gonokokal, masa inkubasi 5-14 hari.
- konjungtivitis kimia sekunder akibat aplikasi larutan perak nitrat
biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan, menghilang secara
spontan dalam waktu 2-4 hari.
- Masa inkubasi konjungtivitis lain yaitu nongonokokal, nonchlamydial
lebih panjang, menurut laporan sebelumnya. Konjungtivitis Herpetik,
biasanya terjadi dalam minggu pertama setelah lahir.
2) Berdasarkan Penyebab
Gambaran klinis konjungtivitis gonokokal cenderung lebih parah dari
penyebab lain ophthalmia neonatorum, yaitu: 2,10
- Terdapat tanda klasik berupa konjungtivitis purulen, yang biasanya
bilateral.
- Keterlibatan kornea juga telah dilaporkan, termasuk edema difus
epitel dan ulserasi yang dapat berlanjut ke perforasi kornea dan
endophthalmitis.
- Pasien mungkin juga memiliki manifestasi sistemik misalnya, rhinitis,
stomatitis, artritis, meningitis, infeksi anorektal, septicemia.

Karakteristik dari infeksi pada mata pada oftalmia neonatorum akibat


infeksi klamidia berupa: 10

- Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan


eksudat ringan sampai sedang.

- Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan


munculnya sekret yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.

- Kebutaan dapat terjadi meskipun jarang dan jauh dan terjadi lebih
lambat daripada konjungtivitis gonokokal, bukan karena keterlibatan
kornea seperti pada konjungtivitis gonokokal; tetapi akibat dari bekas
luka kelopak mata dan pannus (seperti pada trachoma).

Pada konjungtivitis yang disebabkan bakteri lain dapat memberikan


manifestasi klinis berupa:6

- Hiperemis konjungtiva

- Edema palpebra

- Adanya sekret pada mata.


Presentasi klinis konjungtivitis neonatal karena agen kimia biasanya lebih
ringan. Ditandai dengan infeksi bilateral, iritasi, dan sekret mukosa. Herpes
simpleks keratokonjungtivitis biasanya terjadi pada bayi dengan adanya vesikel
pada kornea yang dapat membentuk gambaran dendrit. Pada herpes simpleks
umum adanya keterlibatan epitel kornea disertai vesikula pada kulit (yang
mengelilingi mata).6,10

Diagnosis

Studi laboratorium untuk konjungtivitis neonatal sangat penting untuk


penegakan diagnosis dan pengelolaan yang baik. Pemeriksaan kultur awal pada
agar coklat atau agar Thayer-Martin untuk N. gonorrhoeae harus dilakukan serta
agar darah untuk bakteri lain.14,15Pada N.gonorrhoeae dalam 24 jam kultur akan
didapat koloni mukoid cembung, mengkilat dan menonjol dengan diameter 1-5
mm. Koloni dapat transaparan atau opak, tidak berpigmen dan tidak hemolitik.9
Infeksi klamidia dapat dikesampingkan dengan mengambil goresan konjungtiva
kemudian diperiksa dengan pewarnaan Giemsa yang akan memberikan hasil ungu
atau pewarnaan Macchiavello yang menghasilkan warna merah, dimana hasil
tersebut kontras dengan sel inang yang berwarna biru. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan uji antibodi langsung immunofluorescent.9,10
Pada konjungtivitis herpes, pewarnaan gram dapat menunjukkan hasil sel
raksasa multinukleat atau Pewarnaan Papanicolaou dapat menunjukkan inklusi
eosinofilik intranukleat pada sel epitel.10

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kasus oftalmia nenonatorum lebih difokuskan pada


pemberian profilaksis selalu lebih baik daripada pengobatan kuratif.5

a. Profilaksis pada masa antenatal, natal dan postnatal

1. Antenatal: meliputi perawatan menyeluruh ibu dan pengobatan infeksi


genital saat dicurigai terinfeksi.5

2. Natal: merupakan waktu yang sangat penting, karena sebagian besar


infeksi terjadi selama persalinan.5

- Proses melahirkan harus dilakukan dengan higienisitas tinggi dan


melakukan tindakan aseptik.
- Kelopak mata bayi yang tertutup harus benar-benar dibersihkan dan
dikeringkan.

3. Postnatal: langkah-langkahnya meliputi:5,9

- Penggunaan tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5% atau


perak nitrat 1% (metode Crede 's) ke dalam mata bayi segera setelah
kelahiran.

- Suntikan tunggal ceftriaxone 50 mg / kg IM atau IV (tidak melebihi


125 mg) harus diberikan kepada bayi yang lahir dari ibu yang tidak
diobati.

b. Pengobatan kuratif

Pengobatan kuratif sebaiknya diberikan bila ada pemeriksaan sitologi


dari epitel konjungtiva ataupun kultur dari sekret konjungtiva sebelum
memulai perawatan.

1. Oftalmia neonatorum kimiawi adalah kondisi yang dapat sembuh


dengan sendirinya dan tidak memerlukan pengobatan apapun.

2. Oftalmia neonatorum yang disebabkan gonokokus membutuhan


pengobatan yang tepat untuk mencegah komplikasi.

Terapi topikal harus mencakup:

- Pemberian irigasi dengan larutan garam salin tiap jam sampai eksudat dari
konjungtiva bersih.

- Salep mata Bacitracin 4 kali / hari. Karena strain ini resisten terhadap
penisilin, terapi topikal dengan golongan ini tidak dapat diandalkan.

- Jika terjadi keterlibatan kornea maka salep atropin sulfat harus diberikan.

Terapi Sistemik

Neonatus dengan gonokokal ophthalmia harus dirawat selama 7 hari


dengan satu rezim berikut:

- Ceftriaxone 75-100 mg / kg / hari IV atau IM, dibagi dalam 4 dosis

- Cefotaxime 100-150 mg / kg / hari IV atau IM, per 12 jam.


- Ciprofloxacin 10-20 mg / kg / hari atau Norfloxacin 10 mg / kg / hari.

- Jika isolat gonokokal yang terbukti rentan terhadap penisilin, kristal


benzyl penisilin G 50.000 unit untuk bayi cukup bulan dengan berat badan
normal dan 20.000 unit untuk bayi prematur atau bayi berat badan rendah
harus diberikan secara intramuskuler dua kali sehari selama 3 hari.

3. Oftalmia neonatrum oleh bakteri lain

Diberikan pengobatan dengan tetes antibiotik spektrum luas dan


salep selama 2 minggu.

4. Oftalmia neonatorum yang disebabkan klamidia memberikan respon


yang baik terhadap tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5%
sebanyak 4 kali sehari selama 3 minggu. Namun, eritromisin sistemik
125 mg oral, 4 kali sehari selama 3 minggu juga harus diberikan pada
infeksi yang disebabkan klamidia di konjungtiva dimana menyiratkan
kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan bagian atas juga. Kedua
orang tua juga harus diobati dengan eritromisin sistemik.
5. Oftalmia neonatorum yang disebabkan virus herpes simpleks biasanya
merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun,
obat antivirus topikal dapat mengendalikan infeksi lebih efektif dan
dapat mencegah kekambuhan. Biasanya diberikan asiklovir 20mg/kg
setiap 8 jam selama 14 hari (21 hari jika keterlibatan SSP) bersama-
sama dengan terapi topikal asiklovir salep mata 3% 5 kali sehari.
Komplikasi

Kasus yang tidak diobati, khususnya dari ofthalmia neonatorum


gonokokal, dapat berkembang menjadi ulkus kornea, yang dapat menyebabkan
perforasi kornea.5
Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat
menyebabkan endoftalmitis dan menyebabkan kematian. Pneumonia telah
dilaporkan pada 10-20% kasus pada bayi dengan konjungtivitis klamidia. HSV
keratokonjungtivitis dapat menyebabkan jaringan parut kornea dan ulserasi.
Selain itu, infeksi HSV yang menyebar luas sering menyebabkan keterlibatan
sistem saraf pusat.4,5
Pencegahan

Ibu hamil yang mengetahui dirinya menderita klamidia, gonorrhea,


ataupun herpes genital perlu berkonsultasi kepada dokter mengenai perlunya
pengobatan tambahan sebelum melahirkan. Umumnya oftalmia neonatorum dapat
dicegah dengan mengobati atau menghambat penularan penyakit melalui seksual
ibu. Pada akhirnya dokter kebidanan perlu mempertimbangkan kelahiran melalui
seksiosesaria bila ibu menderita infeksi vagina berat saat menjelang kelahiran
bayinya.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Palafox, S.K et all. 2011. Ophtalmia Neonatorum. Clinic Experiment


Ophthalmology Volume 2. Available at:
http://omicsonline.org/2155-9570/2155-9570-2-119.php
2. American Academy of Ophthalmology. 2011. Infectious and Allergic Ocular
Disease. In Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San
Fransisco. Page 186-187
3. Milot, J. 2008. Ophthalmia neonatorum of the newborn and its treatments in
Canadian medical publications. Available at:
4. McCourt, E.A. 2014. Neonatal Conjunctivitis. MedScape. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview
5. Khurana, A.K. 2007. Disease of Conjunctiva. In Comprehensive
Ophthalmology Fourth Edition. New Age International (P) Limited Publisher.
New Delhi. Page 52, 71-73
6. Ilyas, S., Yulianti, S.R. 2011. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Ilmu
Penyakit Mata. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal 126-127
7. Vaughan & Asbury. 2010. Anatomi dan Embriologi Mata, Subjek
Khususyang Berkaitan dengan Pediatri. Oftalmologi Umum. ECG. Jakarta.
Hal 5-6, 360.
8. Jawetz et all. 1996. Neiseria, Klamidia, dan Herpesvirus. Mikrobiologi
Kedokteran. EGC. Jakarta. Page 280-282, 340-345, 412-413
9. Nelson, W.E. 1992. Textbook of Pediatric 12th Edition Part 2. EGC.
Philadelphia. Page 77-81, 191-193
10. The College of Optometrists. 2012. Clinical Management Guidelines
Ophtalmia Neonatorum. Available at:
http://www.college-optometrists.org/download.cfm/docid/768CA144-45F4-
4EC6-93CC6C041AC94904

Anda mungkin juga menyukai