PENDAHULUAN
1
drg. Yenita Alamsyah, M.Kes, Buku Ajar Ortodonti, (Padang: Penerbit Universitas Baiturrahmah,
2010) hlm.1.
2
Pambudi Raharjo, drg., Sp.Ort(K)., MS. , Ortodonti Dasar, (Surabaya: Airlangga University Press,
2009) Cet. 1, hlm.22.
1
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut :
Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan oklusi dan perkembangan
oklusi.
Mendeskripsikan apa saja jenis oklusi.
Mendeskripsikan apa klasifikasi perkembangan oklusi.
Mendeskripsikan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan oklusi.
Mendeskripsikan apa kelainan perkembangan oklusi.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut :
Bagi kelompok genap, dapat menambah pengetahuan dan sebagai bahan
untuk pembelajaran khususnya di ilmu ortodonti.
Bagi pembaca, menambah wawasan dan penegetahuan tentang oklusi gigi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Oklusi Normal
Syarat oklusi normal :
a) Lengkung gigi rahang atas lebih besar dari rahang bawah (over jet)
b) Permukaan oklusal : lengkung gigi rahang atas lebih cembung dari
rahang bawah.
c) Dalam satu lengkung, tiap gigi mempunyai kontak interproksimal yang
baik.
d) Poros gigi sesuai dengan syarat fisikalis yang hams dipenuhi di dalam
lengkung barisan gigi.
e) Tiap gigi mempunyai bentuk anatomis dan fungsi yang baik.
3
f) Tiap rahang dalam lengkung rahang atas mempunyai kontak yang baik
dengan tiap gigi rahang bawah.
g) Kontak oklusal dan hubungan antar tonjol semua gigi pada satu
lengkung dengan lengkung antagonisnya pada oklusi sentrik.
h) Kontak oklusal dan hubungan antar tonjol semua gigi pada bermacam-
macam gerak fungsi mandibula.
3
eLisa, Kelainan Dentofacial, (Yogyakarta: eLearning System for Academic Community UGM)
hlm.1.
4
terbentuknya oklusi yang normal dengan sendirinya akan berpengaruh pada
muka sehingga kontur muka menjadi baik.
4
drg. Yenita Alamsyah, M.Kes, Buku Ajar Ortodonti, (Padang: Penerbit Universitas Baiturrahmah,
2010) hlm.12.
5
2.3.1. Periode Pre-Dental (Usia 0 6 Bulan)
Periode pre-dental merupakan periode setelah kelahiran selama bayi masih
belum memiliki gigi. Periode ini biasanya berlangsung selama 6 bulan setelah
kelahiran. Gigi sangat jarang ditemukan bererupsi pada saat kelahiran. Gigi yang
ada pada saat kelahiran disebut natal teeth. Kadang-kadang gigi erupsi pada usia
sangat dini. Gigi yang erupsi pada umur satu bulan disebut neonatal teeth. Natal
teeth dan neonatal teeth sering berada pada regio insisivus mandibula dan
menunjukkan faktor keturunan.
6
Insisivus 4 miu 3/5 3 bulan 7 bulan 1 tahun
lateralis
Kaninus 5 miu 1/3 9 bulan 16 bulan 3 tahun
Molar 5 miu Penyatuan 5 bulan 12 bulan 2 tahun
satu cusp
Molar 6 miu Ujung cusp 10 bulan 20 bulan 3 tahun
dua masih
tertutup
Tabel 1. Kronologi erupsi gigi-geligi desidui menurut Kronfeld R.
7
satu
Premolar 2 - 2 tahun 6-7 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun
dua
Molar Saat lahir 2 - 3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun
satu
Molar dua 2 -3 tahun 7-8 tahun 11-13 tahun 14-15 tahun
Tabel 2. Kronologi erupsi gigi-geligi permanen menurut Kronfeld R.
Insisivus sentralis mandibula adalah gigi pertama yang erupsi dalam rongga
mulut pada umur 6-7 bulan. Waktu erupsi gigi sangat bervariasi. Variasi 3 bulan
dari umur rata-rata terhitung normal. Pada umur 3-6 tahun, lengkung gigi relatif
stabil dan sangat sedikit perubahan yang terjadi.
8
permukaan distal gigi molar dua desidui. Letak dan hubungan gigi molar satu
permanen tergantung hubungan permukaan distal antara molar dua desidui maksila
dan mandibula yang ditunjukkan pada gambar 1.
2. Periode inter-transisional
Setelah gigi molar satu dan gigi insisivus permanen berada dalam oklusi,
terdapat periode sementara sekitar 1-2 tahun sebelum permulaan periode transisi
kedua. Periode ini disebut periode inter-transisional dimana lengkung rahang
maksila dan mandibula terdiri dari gigi desidui dan gigi permanen. Di antara gigi
insisivus permanen dan gigi molar satu permanen terdapat gigi molar desidui dan
9
gigi kaninus desidui. Periode inter-transisional relatif stabil dan tidak ada perubahan
yang terjadi.
10
yang dihasilkan perbedaan pada segmen posterior disebut dengan leeway space of
Nance dan terdapat pada kedua rahang. Ukuran leeway space lebih besar pada
lengkung mandibula daripada maksila. Pada maksila yaitu sekitar 1,8 mm (0,9 mm
pada masing-masing sisi rahang) dan pada mandibula sekitar 3,4 mm (1,7 mm pada
masing-masing sisi rahang). Kelebihan ruang yang terjadi setelah pergantian gigi
molar dan kaninus desidui digunakan untuk pergeseran mesial gigi-gigi molar
mandibula untuk mendapatkan hubungan molar klas I.
5
USU, Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi,
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55974/4/Chapter%20II.pdf. hlm.5.
11
2.4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Oklusi
Faktor Herediter (Keturunan) Sudah lama diketahui bahwa faktor herediter
sebagai penyebab maloklusi. Kerusakan genetik mungkin akan tampak
setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran
heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas
dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian
dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur orofasial.
Sebagian besar kasus maloklusi berasal dari gangguan herediter, tapi ada
beberapa faktor lingkungan seperti kebiasaan mengisap, pressure (intraurine
atau posisi tidur), bernafas melalui mulut, kehilangan gigi akibat kerusakan,
endokrin yang tidak seimbang, kekurangan nutrisi, pencabutan gigi yang
tidak terencana juga ikut berperan penting sebagai penyebab maloklusi.
Faktor Lokal
1. Gigi Sulung Tanggal Premature
Gigi sulung yang tanggal premature dapat berdampak pada susunan
gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal
prematur gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen.
Insisivus sentral dan lateral sulung yang taggal premature tidak begitu
berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran
garis median. Perlu diusahakan agar kaninus sulung tidak tanggal
premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila terjadi tanggal
premature kaninus sulung karena resobsi insisivus lateral atau karena
karies disarankan dilakukan balancing ekstraction, yaitu pencabutan
kaninus sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan
kemudian dipasang space mentainer.
2. Persistensi Gigi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth
berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak
tanggal. Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi.
Keadaan yang jelas menunjukan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi
12
permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila
diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada
dirongga mulut, perlu diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan
wawancara medis kepada orang tua pasien apakah dahulu pernah terdapat
gigi yang bertumpuk diregio tersebut.
3. Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi
permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang
terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila
mahkota gigi gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu
akar gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang
mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal
bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan
lain kecuali dicabut.
5. Kebiasaan Buruk
Suatu kebasaan yang berdurasi sedikitnya enam jam sehari,
berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat
menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain
13
dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari
ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama
kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung
tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah
berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut
sampai gigi permanenn erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda
berupa insisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka,
lengkung atas sempit serta retroklinasi inisisvus bawah. Maloklusi yang
terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana pasien
meletakkan jarinya pada waktu mengisap.
6. Faktor Iatrogenik
Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan
profesional. Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya
kelainan iatrogenik. Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal
dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat
menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi gerakan gigi
kedistal dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar
untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan resobsi akar gigi yang
digerakkan, resobsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian
pulpa gigi.
14
Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit
lokal (gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga
gigi, tumor, dan gigi berlubang).
Malnutrisi.6
2.5. Maloklusi
Maloklusi merupakan deviasi oklusi normal dan didefinisikan sebagai
hubungan gigi-gigi yang abnormal.7 Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
terjadinya maloklusi, antara lain :
Kelainan jumlah gigi
a) Supernumery teeth mengakibatkan crowding (gigi tidak beraturan)
b) Missing teeth : anodontia, partial anodontia=hypodontia=oligontia
Kelainan ukuran gigi dan rahang : makrodonsia, mikrodonsia, mikrognatik,
makrognatik
Kelainan bentuk gigi: fusi, dens in dente, germinasi dll.
Kelainan frenulum labialis mengakibatkan midline diastema (diastema
sentral)
Premature loss gigi desidui
Prolonged retensi gigi desidui
Erupsi gigi yang terlambat
Kelainan/gangguan pada jalan erupsi8
6
Anwar, Oklusi Gigi. Eprins.ums.ac.id
7
Joko, dkk, Buku Ajar Ortodonti, (Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2016), Cet. 3, hlm. 129.
8
Abu Bakar, Kedokteran Gigi Klinis, (Yogyakarta: Penerbit CV.Quantum Sinergis Media, 2015),
Cet. 4, hlm.124.
15
atas dan rahang bawah adalah kunci oklusi. Klasifikasi Angle dibagi empat, yaitu
oklusi normal, Klas I Angle, Klas II Angle dan Klas III Angle.
Oklusi normal
Pada oklusi normal, puncak tonjol mesio bukal gigi molar pertama rahang
atas terletak pada bukal groove gigi molar pertama rahang bawah (Gambar 2)
dan semua gigi teratur dengan baik di atas kurva oklusi pada oklusi normal.
Gambar 3. Klas I Angle, puncak tonjol mesio bukal gigi molar pertama
permanen rahang atas berada pada buccal groove dari molar pertama tetap
rahang bawah
16
Klas II Angle (Distoclusion)
Molar pertama permanen rahang atas terletak lebih ke mesial daripada
molar pertama permanen rahang bawah atau puncak tonjol mesiobukal gigi
molar pertama permanen rahang atas letaknya lebih ke anterior daripada
buccal groove gigi molar pertama permanen rahang bawah (Gambar 4).
Klas II divisi 1
Pada maloklusi ini, terdapat proklinasi insisivus atas yang menyebabkan
overjet besar, deep overbite (Gambar 5) dan sering ditemukan bibir atas
hipotonik, pendek dan tidak dapat menutup dengan sempurna. Bentuk
lengkung rahang berbentuk V.
17
Klas II, divisi 2
Pada Klas II divisi 2 menunjukkan relasi molar Klas II Angle dengan ciri-
ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan inklinasi insisivus lateral
ke labial (Gambar 6). Deep overbite sering terjadi pada pasien klas ini dan
bentuk lengkung rahang seperti huruf U.
Gambar 7. Klas III Angle. Inklinasi insisivus rahang bawah lebih ke arah
lingual
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Oklusi dalam pengertian sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas
dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupkaan suatu proses yang komplek
karena melibatkan gigi ( termasuk morfologi dan angulasinya), otot rahang sendi
temporomandibula dan gerakan fungsional rahang. Oklusi juga melibatkan relasasi
gigi pada oklusi sentrik dan selama berfungsi
Perkembangan oklusi gigi merupakan proses berkesinambungan meskipun
pentahapannya dapat dibagi dalam beberapa tahap belum bergeligi , geligi sulung,
geligi pergantian dan geligi permanen. Hal ini dimaksudkan untuk memudahlkab
memahami proses perkembangannnya.
Perkembangan oklusi gigi dibagi atas 4 fase:
pre-dental
Fase gigi desidui
Fase gigi bercampur
Serta fase permanen
Kelainan oklusi disebut maloklusi, merupakan deviasi oklusi normal dan
didefinisikan sebagai hubungan gigi-gigi yang abnormal. Beberapa yang
menyebabkan maloklusi sebagai berikut:
Kelainan jumlah gigi
c) Supernumery teeth mengakibatkan crowding (gigi tidak beraturan)
d) Missing teeth : anodontia, partial anodontia=hypodontia=oligontia
Kelainan ukuran gigi dan rahang : makrodonsia, mikrodonsia, mikrognatik,
makrognatik
Kelainan bentuk gigi: fusi, dens in dente, germinasi dll.
Kelainan frenulum labialis mengakibatkan midline diastema (diastema
sentral)
Premature loss gigi desidui
Prolonged retensi gigi desidui
Erupsi gigi yang terlambat
19
Kelainan/gangguan pada jalan erupsi
3.2. Saran
Dalam makalah ini terdapat penjelasan tetang oklusi gigi yang dapat dibaca
dan dijadikan bahan pembelajaran yang disarankan untuk dibaca atau juga
dijadikan sebagai referensi dalam pembelajaran.
20