Anda di halaman 1dari 48

IMUNOASSAY UNTUK PENYAKIT INFEKSI VIRAL

(Imunoassay Hepatitis) Page | 32

Seperti diketahui, radang hati (hepatitis) dapat disebabkan oleh berbagai


macam penyebab, namun yang lazim disebut sebagai radang hati virus (hepatitis
virus), yaitu radang hati yang disebabkan oleh empat kelompok virus Hepatitis A
(HAV), virus Hepatitis Hepatitis B (VHB), virus Delta, dan virus non-A, dan non-B
(NANBV).
Dalam kelompok keempat ini, termasuk beberapa virus yaitu Hepatitis C
(HCV), Hepatitis E (HEV), Epstein-Barr, Cytomegelo, Mononucleosis infectiosa,
Yellow fever, Herpes zoster, Rubelle, dan lain sebgainya.
Bila pada ketiga kelompok pertama organ hati merupakan sasaran utama,
pada kelompok keempat, manifestasi sistemik pada lain lebih menonjol daripada
peradangan hati sendiri, kecuali HCV, dan HEV.
Dari beberapa virus hepatitis tersebut, beberapa virus Hepatitis A, dan E
ditularkan secara oral-faecal, Viruus Hepatitis C kadang kala dapat juga
ditularkan secara non-parental.
A. Hepatistis B surface Antigen (HBsAg)
Hepatistis merupakan suatu prorses peradangan pada jaringanhati yang
memberikan gejala lemah dadan, kencing seperti air aih disusul dengan mata
dan badan menjadi kuning. Ada hepatitis yang tidak nyata (inAFParent), ada
yang tanpa ikterik, ada yang bentuk jinak (benigna) dan ada yang ganas
(fulminan) salah satu penyebab hepatitis adalah virus.
Penularan virus hepatitis B (VHB) terjadi melalui 2 pola, yaitu pola
vertical dan pola horizontal. Pada pola vertical infeksi terjadi pada ibu hamil
dengan HBsAg positif apada anak yang dlahirkan pada saaat persalinan

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
(penularan perintal). Sedangkan pada pola horizontal infeksi VHB dapat
melalui luka atau selaput lender, misalnya, suntikan , tattoo, dll.
Setelah VBH masuk kedalam tubuh penderita yang tidak mempunyai
kekebalan terhadap VHB. Poly-human serum albumi reseptor (poli PAR) yang Page | 33
terdapat pad permukaan HBsAg akan mengikat poli-human serum albumin
(polii-HAS) yang dibuat oleh hepatosit. Dalam tahap selanjutnya poli-HAS
yang sudah diikat oleh PAR dari VHB pada satu kutub akan diikat oleh pAR
yang terdapatpada permukan hepatosit pada kutubnya yang lain. Setelah
itu, VHB masuk kedalam siklus dari hepatosit.
Bila ada sel limfosit T CDB yang lewat, maka kompleks antigen-MHC
kelas I akan ditangkap oleh reseptor yang ada pada permukaan limposit
TCDC dan menimbulkan signal pada sel limposit tersebut sehingga sel
tersebut menjadi aktif, dan melepaskan sitokin yang dapat menghancurkan
seluruh sel yang teringeksi beserta isinya. Beberapa sel hepatosit yang rusak
tersebut melepaskan enzimnya sehingga kadarSGOT, SGPT, bilirubin dan
gamma-GT dalam serum meningkat.
Waktu inkubasi VHB terentang antara 6 minggu sampai 6 bulan. HBsAg
biasanya positif selama beberapa gejala klinis dari penyakit masih ada dan
baru menghilang beberapa minggu (1-12 minggu) kemudian. HBsAg yang
menetap lebih dari 6 bulan merupakan petunjuk dari infeksi VHB yang
menahun atau penderita akan mengidap VHB (carrier) yang sehat.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
1. Pemeriksaan HBsAg (Rapid Tes)
o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya Antigen Hepatitis B dalam
serum penderita
o Metode : Imunokromatografi Page | 34
o Prinsip : Imunokramatografi dengan prinsip/plasma yang
diteteskan pada bantalan sampel bereaksi dengan
partikel yang telah dilapisi dengan anti HBs (antibodi).
Campuran ini selanjutnya akan bergerak sepanjang strip
membrane untuk berikatan dengan antibodi pada
daerah tes (T) sehingga akan menghasilkan garis warna.

o Alat dan Bahan :


Kit ACON HBsAg
Alat tes
Pipette tetes serum/plasma

o Prosedur :
1. Alat tes dilepaskan dari tutupnya( untuk mendapatkan hasil yang baik
sebaiknya tes dilakukan dalam waktu 1 jam).
2. Tempatkan alat tes pada permukaaan datar dan bersih. Pipe tetes
dipegang secara vertical lalau teteskan 3 tetes serum/plasma
kedalam sumur specimen (S) alat tes. Hindari adanya gelembung
udara.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
3. Tunggu sampai garis merah umncul dalam waktu 15 menit.

Page | 35

o Interpretasi Hasil :

Positif (reaktif) : terbentuk dua garis merah pada bagian


control (C) dan tes (T) atau samar-samar.
Negative (non-reaktif) : terbentuk 1 garis merah bagian control (C)
Invalid : tidak terbentuk garis merah sama sekali atau
Hanya terbentuk garis merah bagian tes (T).

o Masalah Klinis :
Peningkatan Kadar (positif) : Hepatitis B, hepatitis B kronis.
Kurang umum : Hemophilia, sinrom down, penyakit
Hodgkin, leukemia.
Pengaruh obat : Ketergantungan obat.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
2. Pemeriksaan HBsAb/Anti-HBs
o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya Antigen Hepatitis B dalam
serum penderita
o Metode : ELISA Page | 36
o Prinsip : Teknik ELISA yang dipakai dalam penentuan antibodi
anti-HBs yang terdapat dalam sampel (serum/plasma)
akan diikat oleh HBs yang dilapisi pada permukaan
sumur lempengan mikrotiter. Setelah pencucian,
konjugat HbsAg-peroksidase yang ditambahkan akan
diikat oleh sisa fab dari anti-HBs yang terikat pada fase
padat. Kelebihan konjugat dibuang dengan pencucian,
dan aktivitas enzim yang terikat pada fase padat
ditentukan. Reaksi enzimatik dihentikan dengan
penambahan asam sulfat. Intensitas perubahan warna
berbanding lurus dengan kadar anti-HBs dalam sampel.

o Alat dan Reagen :

Reagen
- Plate HBsAg (solid phase coated Hbs Ag)
- Larutan HBsAg Peroksidase (konjugat)
- Kontrol positif anti-HBs
- Kontrol negatif anti-HBs
- Larutan substrat TMB (Tetra Methyl Benzidine) A
- Larutan substrat TMB (Tetra Methyl Benzidine) B
- Larutan pencuci dengan pengenceran 20X
- H2SO4 2 N ( Stopping solution)

Alat
- Mikropipet 50l dan 100l
- Inkubator dengan kontrol temperatur
37C
- Lempeng pencuci
- ELISA Reader
- Well

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Prosedur Kerja :
1. Masukan 50l control positive, control negative dan sample dalam masing-
masing well.
2. Tambahkan 50l anti-HBS peroxidase solution (conjugate) kedalam masing- Page | 37
masing well, di rotator selama 2 detik.
3. Inkubasi pada suhu 37c selama 80 menit.
4. Well di cuci 6 kali dengan larutan pencuci.

5. Tambahkan masing-masing TMB substrate solution A 50l dan B50l, dirotator


selama 2-3 detik.
6. Tutup dengan cover hitan, inkubasi suhu kamar selama 30 menit.
7. Tambahkan 100 l larutan stop solution H2SO42 N.
8. Baca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 450 atau 650 nm

o Interpretasi Hasil :
Hasil Negatif : Spesimen dari pasien dengan nilai absorben lebih
kecil dari nilai cut off disebut non-reaktif dan berarti
HBsAg negative.
Hasil Positif : Spesimen dari pasien dengan nilai absorben lebih
besar atau sama dengan nilai cut off disebut reaktif.

NCx = Absorben rata-rata dari negatif kontrol

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
3. Pemeriksaan HBeAg (Rapid Tes)
o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya Antigen Hepatitis B dalam
serum penderita
o Metode : Imunokromatografi (Kualitatif) Page | 38
o Prinsip : Membrane pak dilapisi dengan antibody anti HBeAg
pada daerah garis uji. Selama pengujian, serum atau
plasma akan bereaksi dengan partikel yang dilapisi
antibody anti HBeAg dan menghasilkan warna.

o Alat dan Bahan :


Serum/plasma
Rapid Test HBeAg

o Prosedur Kerja :
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Pipet 120 ul atau 3 tetes serum/plasma ke dalam bantalan specimen
(sumur sampel)
3. Diamkan selama 15 menit.
4. Amati terbentuknya garis merah.
5. Jangan baca hasil setelah 30 menit.

o Interpretasi Hasil :
Positif : Muncul garis merah pada T dan C
Negatf : Muncul garis merah pada C
Invalid : Tidak muncul garis pada C

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
B. Hepatistis C (HCV)
Hepatitis C adalah hepatitis viral yang disebabkan oleh virus Hepatitis C
(VHC=HCV), dan tergolong dalam kelompok hepatitis non-A non-B (NANB).
Hepatitis viral ini sering terjadi setelah tranfusi darah atau pemberian Page | 39
komponen darah sehingga pada masa yang lalu hepatitis C ini disebut
sebagai post transfusion NANB hepatitis.
Dibeberapa daerah didapatkan hepatitis non-A non-B yang tidak
mempunyai riwayat tranfusi, dan disebut sebagai hepatitis sporadic atau
acquired community. Dari penelitian selanjutnya ternyata 40-50% dari
penderita hepatitis ini menunjukkan antibodi anti-HCV yang positif.
Pada umumnya hepatitis C memberi gejala klinis yang relative ringan
bahkan sering tanpa gejala namun mempunyai kecenderungan untuk
menjadi menahun atau serosis hati yang lebih besar bila dibandingkan
dengan hepatitis viral yang lain.
Struktur Antigen Virus Hepatitis C
Virus hepatitis C merupakan virus RNA dengan genom berantai
tunggal, dengan polaritas positif, diameter 30-60nm, dan panjang
sekitar 10kb. VHC merupakan virus yang peka terhadap pelarut organic
seperti kloroform, terbungkus oleh envelop lipid dan termasuk dalam
family antara flavivirus dan pestivirus. Genom VHC terdiri dari sekitar
9413 nukleotida dan mengkode sekitar 3010 asam amino.
Menurut beberapa peneliti terdapat enam genotip strain VHC. Di
Indonesia genotip yang sering dijumpai adalah subtipe 1b, dan subtype
1 baru yang tidak didapatkan di Negara lain. Genotipe VHC yang sering
dujumpai di Suarabaya adalah subtype 1b, subtype 1 baru, 2a dan
subtype baru dari tipe 3.
Genom VHC terdiri dari 3 bagian utama sebagai berikut:
a. region non-coding, terdiri dari 340 nukleotida dan belum banyak
diketahui fungsinya,

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
b. region structural, terdiri dari region nukleokapsid atau core (c), dan
regio envelope (surface=s);dan
c. region non structural (NS), terdiri dari NS 1-NS5 dan sebagian fungsi
NS 2-NS 5 tidak diketahui. Page | 40

Imunopatogenesis
Masa inkubasi dari hepatitis C berkisar antara 2-20 minggu dengan
puncaknya antara 6-12 minggu dan rerata sekitar 7-8 minggu.
Respon imun yang terjadi setelah masuknya VHC kedalam
hepatosit, sama dengan respons imun penyakit yang lain, yaitu respons
imun terhadap jasad renik intraseluler dalam sitosol dari sel yang
terinfeksi. Antigen dari virus yang dibuat di dalam sitosol hepatosit akan
merangsang MHC kelas I untuk membuat polipeptida yang mengangkut
antigen tersebut ke permukaan sel untuk diikat oleh reseptor dari
limfosit T CD8 sehingga sel ini teaktivasi.
Limfosit TCD8 yang teraktivasi tersebut akan mengeluarkan sitokin
yang menghancurkan sel hepar, dan virus yang berada didepannya.
Akibatnya akan terjadi peningkatan kadar ALT dalam srum penderita
yang seringkali disertai oleh viremia. BEberapa peneliti menduga bahwa
VHC dapat merusak sel hati secara langsung (directly cytopathic) sebab
ada kaitan antara beratnya kerusakan sel hati dengan banyaknya virus.
Pola fluktuasi ALT serum pad hepatitis C khas periode peningkatan
ALT diselingi oleh periode ALT yang normal atau mendekati normal. VHC
atau beberapa bagian virus yang berada ekstraseluler dapat ditangkap
oleh beberapa reseptor pada permukaan linfosit B, dimasukkan kedalam
vakuol , dan diproses, lalu dipaparkan pada permukaan limfosit B dan
ditangkap oleh reseptor limfosit T CD4 Th2. Sel CD4 Th2 yang teraktivasi
akan mengalami transformasi blas menjadi sel plasma yang mensekresi
antibodi spesifik terhadap antigen VHC. Serokonversi biasanya terjadi
11-12 minggu setelah infeksi , bahkan dengan uji anti-HCV generasi II,

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
antibodi tersebut sudah dapat dilacak 7-8 minggu setelah infeksi. namun
pada beberapa kasus, antibodi tersebut baru timbul setelah infeksi
berjalan setelah 6-12 bulan.
Antibodi pertama yang biasa timbul adalah antibodi terhadap core, Page | 41
dan biasanya dapat dilacak sesaat sebelum atau bersamaan dengan
peningkatan ALT serum.
Antibodi terhadap NS 3 biasanya timbul bersamaan atau sesaat
setelah antibodi terhadap protein core,, namun kadang kala (anti-C33c)
dapat juga timbul sebelum anti-core,dapat dideteksi.
Anti C 100-3 (NS4) baru timbul 10-15 minggu setelah peningkatan
ALT . Hepatitis C dikatakan menjadi menahun bila kenaikan kadar ALT
serum dan anti-HCV positif terjadi lebih dari 6 bulan atau 1 tahun.
Faktor yang berperan dalam perubahan hepatiitiis C akut menuju
menahun yaitu tingginya kadar ALT , sifat polifasik, usia lanjut dan
gangguan imunologis.

Jenis Marka Serologik Virus Hepatitis C (VHC)


Adanya infeksi dengan virus hepatitis C dapat dilacak memeriksa
antibodi terhadap asam amino dalam genom VHC (anti-VHC) baik pada
region nonstructural (NS) maupun pada core.(c).
Uji laboratories langsung untuk antigen VHC belum ditemukan,
sehingga pemeriksaan HCV RNA dengan serum penderita dengan cara
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan marka terbaik sampai saat
ini, terutama pada fase awal penyakit, yaitu selama kurun waktu
seronegatif. Ada beberapa macam uji anti-HCV, yaitu:
a. anti-HCV Generasi I dan Recombinant Immunoblot Assay (RIBA)-1
b. anti-HCV Generasi II dan RIBA-2
c. anti-HCV Generasi III
d. IgM anti-HCV

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
4. Pemeriksaan Anti-HCV (Rapid Tes)

o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya anti HCV dalam serum


penderita dengan menggunakan antigen VHC yang
Page | 42
dilapiskan pada cassete.
o Metode : Imunokromatografi
o Prinsip : Imunokramatografi dengan prinsip/plasma yang
diteteskan pada bantalan sampel bereaksi dengan
partikel yang telah dilapisi HCV (antigen). Campuran ini
selanjutnya akan bergerak sepanjang strip membrane
untuk berikatan dengan antigen pada daerah tes (T)
sehingga akan menghasilkan garis warna.
o Alat dan Bahan :
Kit Anti-HCV
Alat tes
Pipette tetes serum/plasma
o Prosedur :
1. Alat tes dilepaskan dari tutupnya (untuk mendapatkan hasil yang baik
sebaiknya tes dilakukan dalam waktu 1 jam).
2. Tempatkan alat tes pada permukaaan datar dan bersih. Pipe tetes
dipegang secara vertical lalau teteskan 3 tetes serum/plasma
kedalam sumur specimen (S) alat tes. Hindari adanya gelembung
udara.
3. Tunggu sampai garis merah umncul dalam waktu 15 menit.
o Interpretasi Hasil :
Positif (reaktif) : terbentuk dua garis merah pada bagian control
(C) dan tes (T) atau samar-samar.
Negative (non-reaktif) : terbentuk 1 garis merah pada bagian control (C)
Invalid : tidak terbentuk garis merah sama sekali atau
Hanya terbentuk garis merah bagian tes (T).

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
4. Pemeriksaan Anti-HCV (EIA)

o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya anti HCV dalam serum


penderita dengan menggunakan antigen VHC yang
Page | 43
dilapiskan pada lempengan polisteren. Sumur.
o Metode : Kit UB I HCV EIA
o Prinsip : Prinsip dasar pemeriksaan anti-HCV adalah uji ELISA tak
langsung. Antigen dari VHC dilapiskan pada dinding
sumur beralas datar dari lempengan polisteren lalu
ditambahkan serum penderita atau control. Anti HCV
bila ada dalam sampel setelah waktu inkubasi akan
diikat oleh antigen yang dilapiskan pada dinding sumur
lempengan polisteren. Setelah bagian yang tak terikat
dipisahkan dengan cara pencucian, ditambahkan
detector yaitu goat antihuman IgG berlabel enzim. Bila
setelah waktu inkubasi dan tahap pencucian
ditambahkan substrat berkromogen maka substrat
tersebut akan dihidrolisis oleh enzim dan menyebabkan
perubahan warna dari kromogen. Reaksi dihentikan
dengan larutan penghenti reaksi. Kadar anti-HCV yang
terukur berbanding lurus dengan derajat perubahan
warna (absorban) yang terjadi.
o Persiapan
- Bahan
a. diluents
b. serum sampel
c. control positif kuat
d. control positif lemah
e. control negatif
f. blanko
g. konjugat
h. substrat H2O2 0,02% dan OPD
i. H2SO4

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
- Alat
a. lempengan kuning
b. klinipet dan tip klinipet
c. lempengan putih
Page | 44
d. timer
e. mikroELISA reader

o Prosedur kerja
a. Pengenceran sampel
Untuk pengenceran sampel/control/blanko dipakai lempengan
pengenceran sampel (lempengan kuning).
Pada tiap sumur yang dipakai untuk sampel, dimasukkan 300l
pelarut (diluent) lalu ditambahkan 15l sa,pel yang akan diperiksa.
Pada setiap sumur yang dipakai untuk control dan blanko dimasukkan
200l control yang positif kuat, control positif lemah, control negatif
dan blanko (PBS yang mengandung surfactant, heatrested normal
goat serum dan pengawet).
b. Selanjutnya 200l sampel yang telah diencerkan, control,dan blanko
tersebut di atas dipindahkan ke dalam sumur dari lempengan
mikrotiter yang telah dilapisi antigen VHC (lempengan putih), ditutup
dengan penutupnya dan diinkubasi pada 37C selama 30 menit.
c. Setelah waktu inkubasi, bagian yang tak terikat dipisahkan dengan
mencuci sumur tersebut memakai larutan pencuci sebanyak 6 kali.
d. Selanjutnya ditambahkan 100l konjugat (pengenceran 1:101) pada
masing-masing sumur dan lempengan mikropipet ditutup dengan
penutupnya lalu diinkubasikan pada 37C selama 15 menit.
e. Pemisahan bagian yang tak terikat dilakukan dengan pencucian
seperti yang tersebut pada butir c.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
f. Dalam tahap berikutnya ditambahkan substrat yang mengandung
H2O2 0,02% dan OPD sebagai bahan kromogen dalam larutan dapar
citrate lalu diinkubasikan pada 37C selama 15 menit.
g. Setelah waktu inkubasi , reaksi dihentikan dengan penambahan 100l Page | 45
larutan penghenti reaksi ( 1 M H2SO4)
h. Absorban dari masing-masing sumur dibaca dengan microELISA
reader pada = 492 nm.

o Perhitungan hasil
a. Semua nilai absorban control maupun sampel dikurangi dengan nilai
absorban blanko.
b. Nilai rerata absorban control negatif ditentukan . Masing-masing nilai
absorban control negatif ditentukan. Masing-masing nilai absorban
control negatif harus <0,100 unit absorban dan dalam rentang 0,5-1,5
kali rerata absorban control negatif.
c. Nilai rerata absorban control positif kuat ditentukan. Masing-masing
absorban control positif kuat harus > 0,40 dan < 2,000 unit absorban
serta dalam rentang antara 0,5-1,5 nilai rerata absorban control
positif kuat.
d. Hasil tes dalam tiap seri pemeriksaan dinyatakan abash bila nilai
control positif kuat dikurangi control negatif >0,400.
e. Nilai rerata absorban control positif lemah ditentukan untuk
meningkatkan batas kepercayaan dan positivitas dari tes.
f. Nilai cut-off = 0,15 X nilai rerata absorban control positif kuat.

o Interpretasi hasil
Adanya antibodi spesifik terhadap VHC (anti-HCV) ditentuak dengan
membandingkan absorban sampel dengan nilai cut-off. Uji anti-HCV
dikatakan positif bila absorban sampel > nilai cut-off.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Catatan
Kelemahan tes
a. Sampel yang mengandung presipitat dapat member hasil yang
semu. Page | 46
b. Sampel yang negatif (tidak reaktif) tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan adanya infeksi dengan VHC.
c. Sebaliknya, sampel yang positif tidak memastikan bahwa
penderita masih menular perlu dikonfirmasi dengan uji HCV-RNA
(PCR).
karakteristik tes
a. Presisi dari uji anti-HCV cukup baik masih dalam beberapa batas
yang diizinkan untuk uji ELISA tak langsung.
Koefisien variasi dalam satu seri pemeriksaan terentang antara
3,9-9,3% sedangkan koefisien variasi antar seri pemeriksaan
terentang antara 1,4-6,7%.
b. Sensitivitas diagnostic dari uji anti-HCV generasi II ini adalah 94-
98%
c. Spesifitas diagnostiknya amat tinggi yaitu berkisar antara 96-99%.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
5. Pemeriksaan IgM Anti-HCV (EIA)

o Tujuan : Untuk melacak antibodi kelas IgM terhadap protein


structural (core) dari VHC pada serum penderita.
Page | 47
o Metode : Kit IgMI HCV EIA
o Prinsip : Uji IgM anti-HCV didasarkan pada prinsip uji ELISA tak
langsung. Antigen (core) dilapiskan pada butiran (beads)
polisteren, lalu ditambahkan dengan serum penderita
dan diinkubasi.
Bila dalam serum penderita terdapat antibodi
terhadap VHC maka antibodi tersebut akan diikat oleh
antigen pelapis. Bagian serum yang tak terikat
dipisahkan dengan pencucian. Bila selanjutnya
ditambahkan goat antihuman IgM berlabel enzim dan
diinkubasikan maka hanya IgM anti-HCV yang terikat
pada butiran pilsteren saja yang dapat mengikat
konjugat (goat antihuman IgM). Bila setelah bagian yang
bebas dipisahkan dengan cara pencucian lalu
ditambahkan substrat berkromogen maka setelah waktu
inkubasi substrat tersebut akan dihidrolisis oleh enzim
dari konjugat yang terikat dan menghasilkan perubahan
warna dari kromogen.
Kadar IgM anti-HCV dalam sampel berbanding lurus
dengan derajat perubahan warna yang terjadi.
o Persiapan

- Bahan - Alat
a. serum sampel a. nampan pra-delusi
b. larutan pengencer b. tabung tes
c. larutan konjugat c. klinipet dan tipnya
d. substrat d. spektofotometer
e. akuades
f. bead
g. H2SO4 1 N Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Prosedur kerja
a. Pengenceran sampel
Untuk pengenceran sampel dipakai nampan pra-delusi (pre-
delutiontray). Pada tiap tabung tes dimasukkan 10l sampel atau Page | 48
control lalu ditambahkan 200 l pengncer sampel dan dicampur
secara merata.
Selanjutnya 10 l dari masing-masing sampel atau control tersebut
diatas dipindahkan kedalam sumur dari nampan reaksi (reaction tray)
Pada masing-masing sumur tersebut ditambahkan pengencer sampel.
b. Dalam tahap berikutnya secara hati-hati dimasukkan satu bead pada
masing-masing sumur yang mengandung sampel atau control yang
telah diencerkan dan nampan ditutup dengan penutupnya.
c. Nampan diketuk-ketuk perlahan-lahan agar seluruh permukaan bead
diliputi sampel atau control sambil membuang gelembung udara, lalu
diinkubasikan pada 40Cselama 150 10 menit.
d. Selanjutnya penutup nampan dibuka, cairannya diisap keluar dan
masing-masing bead dicuci dengan 11-18 ml akuades.
e. Dalam tahap berikutnya ditambahkan 200 l konjugat (goat
antihuman IgM berlabel peroksidase yang tak diencerkan kedalam
masing-masing sumur yang mengandung bead dicuci dengan 11-18
ml akuades.
f. Inkubasi dilanjutkan pada suhu 40C 2 C selama 60 menit.
Pencucian dilakukan seperti tersebut pada butir d.
g. Selanjutnya masing-masing bead dipindahkan kedalam tabung tes
lalu ditambahkan 300 l substrat (0,02% H2SO2) berkromogen (OPD).
Dua tabung kosong hanya diisi dengan substrat OPD saja (blanko).
Setelah ditutup tabung tes diinkubasikan pada suhu ruangan selama
302 menit lalu ditambahkan larutan penghenti reaksi 1 N H2SO4

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
h. Pembacaan dilakukan dengan spektrofotometer pada 492 nm, dan
dinolkan terhadp blanko. Pembacaan absorban sampel dan control
dilakukan 2 jam setelah penambahan larutan penghenti reaksi.

Page | 49
o Perhitungan hasil tes
a. Nilai rerata absorban control negatif ditentukan. Masing-masing nilai
absorban kontrolnegatif harus >0,010 dan <0,130 serta dalam
rentang 0,54-1,46 kali nilai rerata absorban control negatif.
b. Nilai rerata absorban control positif dihitung. Masing-masing nilai
absorban 0,66-1,34 kali dari niali rerata absorban control positif.
c. Hasil tes dalam tes seri pemeriksaan dinyatakan abash bila
perbedaan antara nilai rerata absorban control positif dan control
negatif >0,100.
d. Nilai cut-off = nilai rerata absorban control negatif +0,25 kali nilai
rerata absorban control positif.

o Interpretasi hasil
Adanya antibodi spesifik kelas IgM terhadap VHC (IgM anti-HCV)
ditentukan dengan membandingkan sampel dengan nilai cut-off.
Uji IgM anti-HCV dikatakan positif bila absorban sampel >nilai cut-off.
o Catatan
- Kelemahan tes
Hampir sama dengan uji anti-HCV generasi II.
- Karakteristik tes
Presisi dari tes ini masih dalam batas yang diizinkan untuk uji ELISA
tak langsung.
Sensitivitas diagnostikanya pada hepatitis C yang akut 87,5%
sedangkan hepatitis C menahun amat bervariasi.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
Bila ALT serum normal hampir semua penderita IgM anti-HCV nya
negatif, tetapi bila ALT serum meningkat 82% penderita hepatitis C
menahun menunjukkan uji IgM anti-HCV yang positif.
Spesifitas diagnostic dari tes ini amat tinggi yaitu mendekati 100%. Page | 50

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
6. Pemeriksaan HCV (Rapid Tes)

o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya virus hepatitis C pada serum


penderita
Page | 51
o Metode : Imunokromatografi
o Prinsip : Antibodi spesifik terhadap virus hepatitis C dalam
specimen diikat oleh antiimunoglobulin antibodi pada
mikrosfer yaitu partikel lateks berwarna membentuk
kompleks latex berwarna-antigen-antibodi. Kompleks
latex berwarna-antigen-antibodi tersebut berikatan
dengan antigen pada garis pengikat atau capture Ag line
membentuk garis berwarna merah. Tidak terbentuknya
garis berwarna merah tersebut menunjukkan tidak ada
antibodi spesifik terhadap virus hepatitis C dalam
specimen. Konjugat (mikrosfer yang dilapisi anti-
imunoglobulin antibodi) yang tidak diikat oleh antigen
pada garis pengikat, mengalir terus kegaris kontrol atau
control line dan berikatan dengan antibodi spesifik garis
control membentuk garis berwarna merah. Hasil uji
positif ditunjukkan tampaknya 2 garis merah, sedangkan
hasil uji negatif memberikan 1 gari merah.

sampel conjugate capture control end of absorbent


pad pad (Ag) line line assay line pad

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Persiapan

- Bahan
a. serum sampel
b. strip Page | 52
c. buffer HCV
- Alat
a. pipet tetes

o Prosedur kerja
1. Sebelum test strip digunakan sebaiknya diletakkan pada temperature
ruangan dan digunakan secepat mungkin setelah kemasan dibuka.
2. Setelah itu teteskan 1 tetes serum sampel pada strip (bagian lubang
tempat sampel)
3. Tambahkan 2 tetes buffer HCV (pada tempat sampel tadi)
4. Stopwatch dijalankan dan ditunggu sampai garis merah muncul pada
strip.
5. Hasil dibaca setelah 3 menit.

o Interpretasi Hasil :
Positif : Terdapat 2 garis merah pada strip, 1 pada control dan 1
pada test.
Negatif : Terdapat 1 garis pada control.
Invalid : Terbentuk garis berwarna merah pada garis test (T).

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Interpretasi Hasil Marka Serologik Hepatitis Viral
Diagnostik banding hepatitis viral yang simptomatik dapat dilakukan
dengan 4 marka serologic, yaitu HBsAg, IgM anti HBC, IgM anti-HAV, dan
anti-HCV seperti tampak dalam table berikut. Page | 53

IgM IgM
HBsAg Anti- Anti- Anti- Interpretasi hasil
HBc HAV HCV
- - + - Infeksi VHA akut
+ + - - Infeksi VHB akut
Infeksi VFB akut atau menahun. Perlu
+ - - - konfirmasi dengan marka serologic VFB
yang lain
- - - + Infeksi VHC
+ +/- - + Koinfeksi atau superinfeksi VHB dan VHC
Kemungkinan hepatitis C. Perlu tes
- - - -
ulangan untuk konfirmasi
Tabel Interpretasi Marka Serologik pada Hepatitis Viral yang simtomatik (dipetik dari Prasetio Adji
et al,.1991)

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
(Imunoassay Infeksi HIV/AIDS)

AIDS adalah suatu sindroma yang amat serius, dan ditandai oleh adanya
kerusakan sistem kekebalan tubuh dari penderitanya.Kasus AIDS pertama Page | 54
dilaporkan di Los Angeles USA pada tahun 1981.
Virus penyebabnya ditemukan oleh Montagnier pada tahun 1983 di
Perancis, dan diberi nama Lymphadenopathy associated virus. Ada berbagai
macam nama yang diberikan pada virus ini, namun pada tahun 1986 komisi
taksonomi internasional memberikan nama baru virus AIDS tersebut dengan
nama Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Mengingat gejala penyakit AIDS yang amat serius, dan daya penularan
penyakit yang besar serta prognosisnya yang jelek, maka dalam rangka
pengendaliannya, disamping beberapa usaha lain, pencarian kasus merupakan
salah satu kunci untuk mencegah penyebaran secara luas penyakit ini, terutama
dalam menyaring darah dari donor darah. Untuk keperluan tersebut di atas,
diperlukan uji laboratoris yang andal, dan untuk mengevaluasi hasilnya dilakukan
beberapa cara pendekatan.
a. Cara Amerika; bila sampel penderita menunjukkan hasil positif dengan tes
pertama, maka dilanjutkan dengan suatu uji konfirmasi , dan bila keduanya
menunjukkan hasil tes yang positif, maka sampel penderita tersebut
dinyatakan sebagai benar-benar positif
b. Cara Inggris; dipakai dua tes yang amat berbeda, bila keduanya positif, maka
sampel penderita tersebut dinyatakan sebagai benar-benar positif.
Dengan berkembangnya Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk HIV, maka
sebagian besar permasalahan laboratorium tersebut di atas dapat diatasi.
Struktur Antigen Virus HIV
Seperti diketahui penyebab penyakit AIDS adalah Human
immunodeficiency virus (HIV) yang termasuk famili Retrovirus, dan sub-famili

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
Lenti virus.Pada high-resolution electron microscopy, virion HIV, secara kasar,
tampak berbentuk bola dengan diameter 10 -4 mm (100 nm)
Lapisan luarnya (envelope) terdiri dari dua lapis molekul lipid yang sama,
dan berasal dari dinding sel manusia di sekitarnya. Dua lapisan (bilayer) lipid Page | 55
ini bertahtakan protein, termasuk diantaranya yang berasal dari sel manusia,
yaitu molekul MHC kelas I, dan II yang dalam lokasi normal, penting untuk
mengontrol respons imun.
Envelop dari virion HIV mempunyai banyak tonjolan (spikes) yang
menonjol ke medium luarnya (sekitarnya).
Masing-masing tonjolan terdiri dari sekitar 4 molekul protein gp 120
yang menonjol keluar, dan sejumlah yang sama glukoprotein transmembran
gp 41 (gp = glukoprotein) yang merupakan tempat perlekatan dari gp 120
Glukoprotein dari envelop tersebut memegang peranan yang amat penting
bila HIV terikat pada, dan memasuki sel target. Di bawah envelop terdapat
satu lapisan protein matriks yang disebut p 17, yang selanjutnya meliputi
core atau kapsid (capsid). Dia berbentuk kerucut kosong yang terpotong
ujungnya, dan terbuat dari protein lain, yaitu p 24 yang mengandung
material genetik dari virus.
Seperti diketahui HIV tergolong dalam retrovirus sehingga material
genetiknya berbentuk asam ribonukleat (RNA).
Dua utas (Strands) RNA dengan panjang 9200 basis nukleotida berada
didalam core virus.Mereka terikat pada beberapa molekul dari suatu enzim,
reverse transcriptase yang mentranskrip RNA virus menjadi DNA bila virus
tersebut masuk ke dalam sel target.
Di samping itu terdapat juga beberapa enzim integrase, protease, dan
ribonuklease.
Dua protein yang lain, yaitu p 6, dan p 7 juga terdapat disini.
Glukoprotein gp 120 pada envelop virus dapat mengikat reseptor CD4, yaitu
protein yang terdapat pada membran dari beberapa macam sel sistem imun,

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
sehingga merupakan tempat masuknya inti virus ke dalam beberapa sel
tersebut.
Antigen HIV yang mrmiliki makna serologis paling spesifik pada HIV 1
ialah antigen p 24 yang merupakan protein struktural utama dari bagian core Page | 56
virus, antigen gp 120 atau 160 yang merupakan protein envelop bagian luar,
dan antigen gp 41 yang merupakan protein transmembran dari envelop.
Antigen HIV 2 yang penting untuk sero-diagnosis, yaitu antigen p 26 dari
bagian core virus, antigen gp 140 yang merupakan protein envelop
ekstraseluler, dan antigen gp 34 yang merupakan protein transmembran dari
envelop.
Reaktivitas serologis silang antara HIV 1, dan 2 tergolong lemah, dan
bervariasi antar penderita serta hanya terbatas pada protein struktural
utama dari core, yaitu p 24 untuk HIV 1, dan p 26 untuk HIV 2.

Imunopatogenesis
Seperti diketahui protein envelop gp 120 dapat mengikat dengan erat
CD 4, yaitu protein yang terdapat dalam membran dari beberapa jenis sel
sistem imum.
Bila protein gp 120 dari HIV mengikat sel yang memiliki CD4, akan terjadi
fusi antara membran virus, dan sel tersebut. Proses fusi dari kedua membran
tersebut diatur oleh protein envelop gp 41. Selanjutnya core dari virus, dan
isinya dibawa masuk ke dalam sel target.
Beberapa sel yang mengandung CD4 dikenal sebagai sel dendritik, dan
terdapat pada permukaan mikosa tubuh manusia; mungkin beberapa sel ini
merupakan beberapa sel pertama yang terinfeksi HIV dalam penyebarannya
secara seksual.
Beberapa sel sistem imun seperti makrofag, dan monosit juga
mengandung CD4 sehingga mudah terinfeksioleh HIV, dan membawanya ke

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
beberapa bagian lain dari tubuh namun target utamanya adalah limfosit T
helper atau Th yang mengandung CD4.
Bila virion HIV masuk ke dalam sel target, beberapa peristiwa yang
kompleks, dan berurutan akan berlangsung yang berakhir dengan Page | 57
pembentukan beberapa partikel virus yang baru dari beberapa sel target
yang terinfeksi. Setelah masuk ke dalam sel target, core dari HIV akan
mengalami disintegrasi parsial bila reverse transcriptase virus memproduksi
DNA dari RNA virus.
Dalam tahap selanjutnya DNA virus memasuki inti sel, dan berintegrasi
ke dalam kromosom sel yang terinfeksi. Protein dari sel terinfeksi yang
mengikat DNA virus selanjutnya memulai transkripsi.
Beberapa molekul RNA yang pendek mulai meninggalkan inti sel, dan
membuat protein pengatur dari virus. Selanjutnya RNA dengan ukuran
panjang atau sedang meninggalkan inti sel, dan membentuk protein
struktural, dan enzimatik dari HIV.
Dalam tahap berikutnya protease virus menjadi aktif bila RNA, dan
protein virus memasuki virus yang baru selanjutnya akan dibentuk.
Dalam tahap awal dari infeksi dengan HIV, suatu respons imun yang kuat
akan terjadi, selama fase infeksi yang akut, sel B memproduksi antibodi yang
menetralkan virus, sedangkan limfosit T. killer (CD 8) menjadi aktif
berproliferasi, dan berusaha untuk menghancurkan sel yang terinfeksi,
seperti halnya yang terjadi pada infeksi dengan virus lain. Dalam tahap awal
infeksi, sistem imun mungkin berhasil untuk memerangi, dan mengeliminasi
beberapa sel yang terinfeksi, namun sebagian dari beberapa sel terinfeksi
tersebut akan tertinggal, menghindari mekanisme daya tahan hosts, dan
virus di dalamnya akan terus berkembang biak dalam kecepatan yang agak
kurang selama satu dasawarsa. Selama periode ini kondisi penderita
umumnya cukup baik. Hanya pada beberapa tahap akhir, baru virus tersebut

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
menyebabkan kerusakan sistem imun begitu rupa sehingga terjadi infeksi
oportunistik, dan keganasan.
Dari apa yang diketahui mengenai perkembangan respons imun
humoral (pembentukan antibodi) terhadap berbagai macam antigen HIV I, Page | 58
dapat dikemukakan sebagai berikut.
Dalam tahap awal dari infeksi, terjadi suatu window period, yaitu suatu
keadaan seronegatif selama kurun waktu 6 minggu sampai 6 bulan sesudah
infeksi.
Periode window ini perlu diperhatikan khususnya untuk dinas transfusi
darah. Antibodi spesifik terhadap gp 41 dapat dilacak beberapa minggu atau
beberapa bulan lebiah awal daripada antibodi terhadap p 24, dan tetap ada
selama perjalanan penyakit.
Kadar antibodi spesifik terhadap p 24 meningkat mencapai kadar yang
dapat dideteksi; selanjutnya kadarnya tidak dapat diperkirakan. Dapat juga
lenyap setelah suatu periode yang pendek. Hal ini terjadi bersamaan dengan
meningkatnya kadar antigen core di dalam serum; diperkirakan sebagai
akibat sekuesterisasi antibodi dalam kompleks imun
Dalam respons imun humoral tersebut dibentuk juga antibodi
(neutralizing antibodies) terhadap gp 120 (bagian luar envelop), dan
terhadap gp 41 (protein transmembran yang merupakan tempat yang
penting pada infeksi virus.

Imunoasai untuk infeksi HIV


Kecuali pada awal infeksi (window period), infeksi HIV mudah dilacak
dengan penentuan antibodi terhadap HIV. Imunoasai yang sering dipakai
untuk mendeteksi adanya infeksi HIV dapat dibagi menjadi dua kelompok
berikut.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
1. Pemeriksaan HIV (Rapid Tes)
o Tujuan : Untuk mendeteksi adanya antibody yang dihasilkan
akibat HIV
o Metode : Imunokromatografi Page | 59
o Prinsip : Antibody HIV pada sampel akan bereaksi dengan
Antigen HIV rekombinan yang diletakkan pada garis uji
T1 dan T2. Garis uji T1 dilapisi dengan antigen HIV-1 dan
Subtipe O dan garis uji T2 dilapisi dengan antigen HIV-2.
Yang mana jika sampel positif mengandung antibody
salah satu antigen diatas, maka akan terbentuk garis.
o Persiapan

- Bahan
a. serum sampel
b. cassete
c. buffer HIV
- Alat
a. pipet tetes

o Prosedur kerja
1. Dibiarkan tes, spesimen, buffer dan / atau kontrol untuk mencapai
ruangan
2. Ditempatkan kaset pada permukaan yang bersih dan bertingkat.
3. Dipipet darah, serum atau plasma sebanyak 1 tetes (sekitar 25 ul) di
atas sumur specimen (S).
4. Kemudian ditambahkan 1 tetes buffer (sekitar 40 uL), dan memulai
timer.
5. Ket ;
6. Untuk sampel darah dibutuhkan 2 tetes darah (sekitar 50uL) dan 2
tetes buffer (sekitar 80 uL).
7. Sedangkan untuk sampel serum atau plasma dibutuhkan 1 tetes saja.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Interpretasi Hasil :
Positif : Terdapat 2 garis merah pada strip, 1 pada control dan 1
pada test.
Negatif : Terdapat 1 garis pada control. Page | 60
Invalid : Terbentuk garis berwarna merah pada garis test (T).

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
2. Pemeriksaan HIV (ELISA)
o Tujuan : Untuk melacak antigen gp 24.
Indikasi Pemeriksaan.
Diagnosis dini infeksi HIV pada neonatus, dan orang Page | 61
yang seronegatif tetapi amat dicurigai terinfeksi HIV.
Menentukan orang yang seropositif tetapi
asimptomatik.
Memantau hasil pengobatan dengan antivirus..
Tes ini biasanya dipakai sebagai uji penyaring untuk
donor darah dan beberapa orang yang mempunyai
risiko tinggi menderita AIDS.
o Metode : ELISA
o Prinsip : Prinsip dasar dari uji ELISA untuk HIV adalah kompetitif
antibodi ELISA (competitive immunoassay-recombinant
antigen = CIA-RA),

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
Antibodi dalam sampel dicampur dengan antibodi
terhadap HIV standar yang dilabel horse radish
peroxidase (HRP).
Campuran tersebut ditambahkan pada butiran Page | 62
polisteren yang dilapisi antigen envelop/core dari HIV,
sehingga terjadi kompetisi antara anti-HIV dalam
sampel, dan anti-HIV berlabel HRP (standar) dalam
mengikat antigen pada beads.
Bila setelah pencucian (untuk memisahkan bagian
yang bebas dari yang terikat), ditambahkan substrat
berkromogen, maka substrat tersebut akan dihidrolisis
menjadi produk yang mengubah warna kromogen.
Derajat perubahan warna (absorban) berbanding
terbalik dengan kadar antibodi dalam sampel.
Prinsip dasar lain yang sering dipakai untuk uji ELISA
anti-HIV tergantung pada pabrik pembuat kitnya, namun
secara garis besar dapat di kelompokkan menjadi 2
kelompok.
a. Uji ELISA tak langsung (indirect ELISA)
Dalam hal ini serum penderita yang diduga
mengandung anti-HIV dicampur dengan beads yang
dilapisi antigen core envelop dari HIV. Setelah tahap
pencucian, ditambahkan antihuman IgG belabel HRP
sehingga dapat mengikat anti-HIV yang sudah diikat oleh
antigen HIV pada beads. Untuk melihat adanya ikatan
tersebut ditambahkan substrat berkromogen.
HRP akan menghidrolisis substrat, dan
menghasilkan warna tertentu. Intensitas warna
berbanding lurus dengan kadar antibodi yang di ukur

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
Page | 63
b. Double antigen sandwich ELISA (Behring)
Sampel yang diduga mengandung anti-HIV
dimasukkan kedalam sumuran lempengan mikrotiter
yang telah dilapisi antigen rekombinan HIV 1(gp 41), HIV
2 (gp 36), dan/HIV 1 subtype O (gp 41). Anti-HIV dalam
sampel akan terikat pada antigen HIV pada dinding
sumur lempengan mikrotiter.

Bila setelah tahap pemisahan, dan pencucian


ditambahkan antigen HIV berlabel peroksidase (HRP)
maka konjugat tersebut akan terikat pada anti-HIV yang
terikat pada fase padat.Adanya ikatan tersebut
ditentukan dengan penambahan substrat berkromogen
setelah tahap pencucian. Reaksi dihentikan dengan
penambahan larutan penghenti reaksi. Derajat
perubahan warna dibaca dengan microELISA reader,
danberbanding lurus dengan kadar anti-HIV dalam
sampel.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Persiapan

- Bahan
a. polysterene beads - Alat
b. serum atau plasma a. tabung reaksi Page | 64
c. human anti-HIV core b. incubator
d. aquadestilata c. timer
e. O-phenylenediamine dihydrochloride d. klinipet dan tipnya
asam sulfat

o Prosedur kerja
1. Beberapa butiran polisteren (polysterene beads) yang dilapisi antigen
HIV core (p 24, dan bagian dari P15, dan P18) atau antigen
rekombinan envelop (gp 41, dan gp 45 dari produk gene envelop gp
120) dicampur dengan 50l serum atau plasma, dan 200 l human
anti-HIV core atau anti-HIV envelop yang berlabel HRP, dan
diinkubasikan selama semalam pada suhu ruangan
2. beads dicuci tiga kali dengan aquadestilata, dan dipindahkan ke
tabung reaksi.
3. untuk mendeteksi konjugat yang terikat, ditambahkan 300 l O-
phenylenediamine dihydrochloride yang baru dibuat, dan
diinkubasikan pada suhu ruangan selama 30 menit.
4. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 m Mol asam sulfat.
5. Derajat perubahan warna dibaca dengan spektrofotometer (quantum
dual wave) pada 490 nm
Intensitas perubahan warna berbanding terbalik dengan kadar anti-
HIV dalam sampel. . Cut-off absorbance dikalkulasi dari:
X absorbon kontrol negatif + X absorban kontrol positif
2
n kontrol negatif : 3 dan
n kontrol positif :2

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Interpretasi hasil
Sampel dinyatakan positif untuk anti-HIV bila memberi densitas optis
kurang dari nilai cut-offabsorbance. Semua sera yang positif perlu diuji
ulang dengan uji konfirmatif dari Westren blot. Page | 65

o Catatan
- Kelemahan Tes.
Uji ELISA anti-HIV walaupun termasuk tes yang sensitif, namun
seperti halnya uji ELISA yang lain, dapat juga memberi hasil yang positif
maupun negatif semu, sehingga tiap tes seharusnya dikonfirmasi
dengan uji Westren blot.
Pada fase awal infeksi, terutama selama kurun waktu Window
period uji ELISA anti-HIV memberi hasil yang negatif semu, sehingga
pada awal infeksi sebaiknya dipakai uji ELISA Ag HIV atau uji PCR untuk
HIV. Serum yang amat lipemik, ikterik atau sampel yang
terkontaminasi dapat memberi hasil positif semu.
- Karakteristik Tes
Kecuali pada periode Window, sensitivitas uji ELISA anti-HIV amat
tinggi (mendekati 100 %). Spesifitas tes berkisar sekitar 99,3 99,9 %.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
3. Pemeriksaan HIV (Latex)
o Tujuan : Tes ini biasanya dipakai sebagai uji penyaring untuk
donor darah dan beberapa orang yang mempunyai
risiko tinggi menderita AIDS. Page | 66
o Metode : Recombigen Latex Agglutination Test
o Prinsip : Prinsip dasar dari recombigen latex agglutination test
adalah uji aglutinasi tak langsung. Antigen recombigen
polypeptida selubung gp 41, dan gp 120 yang dilapiskan
pada beberapa partikel lateks (sebagai carrier)
direaksikan dengan anti-HIV yang terdapat dalam serum
penderita, sehingga membentuk aglutinat.
o Persiapan
Bahan pemeriksaan, persiapan penderita, pengambilan, dan
pengiriman bahan pemeriksaan. Sama dengan pada pemeriksaan
hepatitis B atau antibodi anti-HBs.

o Prosedur kerja
1. Satu tetes ( 2,5 l) serum kontrol negatif (tak diencerkan), dan satu
tetes serum kontrol positif ditempatkan dalam sumur yang berbeda
dari lempengan mikrotitrasi dengan menggunakan transfer loop.
2. Satu tetes cairan pelarut sampel ditambahkan pada empat sumur
yang lain lalu ditambahkan spesimen penderita menggunakan
transfer loop yang berbeda untuk tiap penderita. Sehingga
menghasilkan larutan spesimen dengan pengenceran akhir 1:10.
Cairan pelarut, dan serum penderita dicampur dengan menggunakan
transfer loop untuk masing-masing penderita.
3. Satu tetes ( 15 l) suspensi partikel lateks ditambahkan pada tiap
sampel, dan serum kontrol.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
4. Selanjutnya agglutination card diputar pada suatu rotator orbital
dengan kecepatan 30 60 rpm selama 3 menit pada suhu ruangan.
5. Hasil segera dibaca dalam waktu 30 60 detik dengan bantuan lampu
dengan intensitas yang tinggi, dan suatu kaca pembesar(magnifier). Page | 67
Spesimen yang positif menghasilkan reaksi aglutinasi yang terentang
antara 1 (+) sampai 4 (+ + + +), sedangkan aglutinasi kontrol positif
terentang antara 1 (+) sampai 3 (+ + +) skala 0 sampai 4 (+ + + +).
o Interpretasi hasil :
Reaksi dikatakan :
1) positif 1 (+), bila terdapat gumpalan (agregat) yang amat halus
dengan latar belakang putih susu;
2) positif 4 (+ + + +), bila terdapat kelompok beberapa partikel yang
lebih besar tanpa latar belakang putih susu; dan
3) negatif, bila berwarna putih susu, dan tidak menunjukkan adanya
aglutinasi dibandingkan dengan kontrol negatif.
Petugas laboratorium sering kali harus membaca kartu aglutinasi dari
jarak dekat karena sulit untuk membaca hasil reaksi yang positif 1 (+),
sehingga petugas tersebut harus menggunakan sarung tangan, masker,
dan pelindung mata.
o Kelemahan Tes
Sama dengan uji aglutinasi lateks yang lain
o Karakteristik Tes
Uji aglutinasi lateks untuk HIV adalah tes yang cukup sensitif, dan
spesifik, walaupun tidak sesensitif uji ELISA atau uji RIA.
Menurut pabrik pembuatnya sensitivitas dari recombigen latex
agglutination test adalah 99,4 % pada kelompok penderita yang secara
klinis jelas menderita AIDS.
Spesifitas dari tes ini adalah 99,5 % yang didasarkan pada 0 %
prevalensi anti-HIV dalam darah donor di Amerika Serikat.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
4. Pemeriksaan HIV
o Tujuan : Tes ini biasanya dipakai sebagai uji penyaring untuk
donor darah dan beberapa orang yang mempunyai
risiko tinggi menderita AIDS. Page | 68
o Metode : Westren Blot
o Prinsip : Bagian dari seluruh virus HIV dielektroforesis pada
polyacrilamide gel untuk memisahkan beberapa bagian
protein virus lalu dipindahkan (ditransfer) ke atas kertas
nitroselulose.
Selanjutnya ditambahkan sampel penderita,
kemudian ditambah antihuman IgG berlabel enzim
setelah tahap pencucian.
Bila dalam sampel penderita ada antibodi terhadap
beberapa protein HIV, maka akan terjadi ikatan antigen-
antibodi pada kertas nitroselulose yang selanjutnya
akan mengikat AH IgG berlabel enzim.
Adanya ikatan ini dapat dipertunjukkan dengan
penambahan substrat berkromogen yang akan
memberikan pita berwarna.
o Persiapan

- Alat - Bahan
a. pemotong strip a. SDS PAGE
b. incubator b. Pita antigen
c. timer c. kertas nitroselulose
d. pipet tetes d. serum anak sapi yang baru lahir
e. sampel penderita
f. antihuman IgG berlabel HRP
g. substrat (H2O2)

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Prosedur kerja
Sebagai sumber antigen dipakai ekstrak murni dari sel H 9 yang terinfeksi,
dan dihancurkan dengan detergen, dan sonikasi.
1. Antigen HIV dielektroforesis pada sodium dodecyl sulphate Page | 69
polyacrylamid gel elektrophoresis (SDS PAGE) dengan metode
Laemmli.
2. Pita antigen ditransfer (blotted) pada kertas nitroselulose, dicuci, dan
dipotong-potong selebar 3 mm dalam bentuk strip-strip.
3. Blokade dilakukan dengan mencelup strip ke dalam serum anak sapi
yang baru lahir (newborn calf serum) untuk mencegah ikatan dengan
antibodi nonspesifik.
4. Dalam tahap berikutnya, ditambahkan sampel penderita, dan
diinkubasikan selama 2 jam pada suhu ruangan lalu dicuci.
5. Selanjutnya ditambahkan goat antihuman IgG berlabel HRP, dan
diinkubasikan selama 2 jam pada suhu ruangan, lalu strip dicuci.
6. Adanya ikatan ditunjukkan dengan menambahkan substrat (H2O2)
berkromogen (chloronaphtol) yang akan memberi perubahan warna
menjadi biru-kelabu.

o Interpretasi Hasil
Uji Westren blot ini walaupun merupakan tes yang sensitif, dan
spesifik, namun cara interpretasinya masih menjadi perdebatan.
Uji Westren blot dikatakan:
a. Positif : bila pita yang terdeteksi meliputi p 24, p 31, dan gp 41
atau gp 120/160;
b. Negatif : bila tidak terlihat adanya pita HIV spesifik, sedangkan
pola yang lain disebut indeterminate.
Spesifitas tes ini dapat ditingkatkan dengan cara interpretasi
tersebut, sehingga dapat dipakai untuk kelompok individu dengan risiko
infeksi HIV yang rendah, seperti donor darah.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
Cara interpretasi hasil Westren blot yang lain, yaitu yang diusulkan
oleh United Association of State and Territorial Laboratory Directors and
The United States Centers for Disease Control (CDC) yang meliputi tolak
ukur berikut. Page | 70
a. Hasil tes dikatakan positif bila terdeteksi 2 pita dari p 24, gp 41, dan
gp 120/160.
b. Hasil dikatakan intermediate bila satu pita saja yang positif, yaitu p
24, gp 41, gp 120/160, p66, p 55, p 51, p 31 atau p 17.
c. Hasil tes dikatakan negatif bila tak ada pita HIV spesifik terdeteksi.
Bila dipakai sebagai kriteria positif adanya pita gag atau pita pol,
maka sensitivitas diagnostik dari uji Westren blot untuk penderita AIDS
yang kadar antibodinya telah amat menurun bahkan menghilang, akan
menurun cukup bermakna, sehingga lebih tepat kiranya, bila hasil uji
Western blot yang positif ditentukan dengan adanya minimal dua pita
selubung bebas, yaitu gp 41, dan gp 120/160.

o Karakteristik Tes
Uji Westren blot merupakan uji laboratoris untuk melacak adanya
infeksi HIV yang sensitif, dan spesifik.
Spesifitas tes yang amat tinggi ini menyebabkan tes ini, sampai
dewasa ini, masih sering dipakai sebagai tes konfirmatif setelah dilakukan
uji saring dengan uji ELISA-HIV.
Diperkirakan hasil positif semu dari kombinasi ELISA, dan uji Westren
blot pada populasi dengan risiko infeksi HIV rendah adalah kurang dari 1:
100.000.
Menurut hasil penelitian terakhir dengan menggunakan kombinasi
kultur virus, dan uji PCR, ternyata bahwa hasil uji Westren blot
indeterminate yang pesisten selama lebih dari 6 bulan, HIV-nya negatif.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
(Imunoassay Demam Berdarah Dengue/DBD)

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang


termasuk dalam virus arbo. Manifestasi klinik dari penyakit ini amat bervariasi, Page | 71

mulai dari penyakit yang amat ringan, demam dengue (DF), demam berdarah
dengue (DHF). Dan dengue shokk syndrome (DSS), virus dengue terdiri dari 4
serotipr yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 namun antibodi terrhadap masing-
masing serotype tidak dapat saling memberikan perlindungan silang.
Didalam tubuh manusia virus berkembang baik dalam system
retikuloendotel, dengan target utama virus dengue adalah monosit atau
makrofag walaupun sel-sel lain seperti sel kupler dari hepar juga dapat terkena.
Viremia timbul terejadi reaksi anamnestik dari pembentukan antibodi.
Khususnya dari pada saat menjelang tampak gejala klinik hingga 5-7
hari/makrofag, sel limposit B dan T.
Infeksi primer ditandai dengan timbulnya antibodi IgG terhadap dengue
sekitar 3-5 hari setelah timbulnya demam, meningkat tajam dalam 1- 3 minggu,
bertahan selama 30-90 hari, meskipun pada beberapa kasus ada yang masih
dapat dideteksi hingga 8 bulan. Antibogi IgG terhadap dengue diproduksi sekitar
dua minggu sesudah infeksi. Titer IgG ini meningkat amat cepat, lalu menurun
secara lambat dalam waktu yag lama dan biasanya bertahan seumur hidup. Pada
infeksi skunder kelas IgG dimana pada hari kedua saja, igG ini sudah dapat
meningkat tajam kemudian akan diikuti dengan timbulnya IgM anti-dengue.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
Terdapat korelasi antara infeksi dengue primer-sekunder dengan beratnay
penyakit. Beberapa literature menunjukan bahwa, infeksi primer hanya
menyebabkan suatu keadaan yang disebut ferile self limiting disease
sedangkan infeksi sekunder dapat menimbulkan komplikasi yang berat. Page | 72

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
1. Pemeriksaan Dengue (IgG/IgM)

o Tujuan : Untuk deteksi kualitatif IgG dan IgM antibodi terhadap


virus Dengue dalam darah utuh, serum, atau plasma
manusia sebagai bantuan dalam diagnosis infeksi Page | 73
dengue primer dan sekunder.

o Metode : Imunokromatografi
o Prinsip : Dalam komponen IgG, IgG anti-manusia dilapisi di IgG
wilayah garis uji. Selama pengujian, spesimen bereaksi
dengan antigen Dengue dilapisi partikel dalam kaset tes.
Campuran kemudian bermigrasi ke atas pada membran
chromatographically dengan tindakan kapiler dan
bereaksi dengan anti-manusia IgG IgG di wilayah garis
uji. Jika spesimen mengandung antibodi IgG terhadap
dengue, garis berwarna akan muncul di IgG wilayah
garis uji.
Oleh karena itu, jika spesimen mengandung antibodi
Dengue IgG, garis berwarna akan muncul di IgG wilayah
garis uji. Sama halnya dengan IgM.

o Alat dan Bahan :


Serum
KIT Dengue

o Prosedur Kerja :
1. Dibiarkan spesimen, buffer mencapai ruangan.
2. Ditempatkan kaset pada permukaan yang bersih dan bertingkat.
3. Tambahkan 5 ul serum / plasma atau 10l dari seluruh darah ke
sampel sumur perangkat tes yang diikuti oleh 1 tetes penyangga (bila
menggunakan sampel droper 5 ul mengambil sampel sampai garis
mengisi sebagai ditunjukkan dalam diagram di bawah).
4. Tunggu sampai garis berwarna (S) muncul. Hasil pengujian harus
dibaca di 10 menit. Jangan menginterpretasikan hasil setelah 20
menit

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Interpretasi Hasil :
Positif : Muncul garis merah pada T dan C
Negatf : Muncul garis merah pada C
Invalid : tidak muncul garis pada C
Page | 74

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
2. Pemeriksaan Dengue (Blot)

o Tujuan : Untuk melacak antibodi yang reaktif terhadap virus


dengue tipe 1, 2, 3, dan 4 dalam plasma atau serum
Page | 75
penderita yang dicurigai menderita demam dengue
o Metode : Dongue Blot
o Prinsip : Prinsip dasar dari uji dengue blot adalah uji ELISA tak
langsung untuk melacak antibodi yang menggunakan
kertas nitroselulose (kapasitas tinggi) sebagai fase
padat.
Antigen dari virus diikatkan
pada membran nitroselulose.
Setelah diblokade untuk
menutup beberapa celah
nitroselulose diantara antigen,
ditambahkan serum penderita,
dan diinkubasikan. Bila dalam
serum penderita terdapat antibodi anti-dengue, maka
antibodi tersebut akan diikat oleh antigen yang terikat
pada kertas nitroselulose.
Setelah tahap pencucian, adanya ikatan dilacak
dengan penambahan protein A yang dilabel dengan
enzim HRP.
Adanya ikatan tersebut divisualisasikan dengan
penambahan substrat berkromogen (4chloro-1-
napthol).
Uji ELISA tak langsung dengan kertas selulose-nitrat
sebagai fase padat (kapasitas tinggi).

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Persiapan
a. Sampel
Serum diencerkan 1:100, dan dipakai sebagai bahan pemeriksaan.
Sampel yang berasal dari kertas saring, dilarutkan dalam 1 ml kaolin Page | 76
12,5% lalu didiamkan selama 1 malam pada suhu dingin (40C). Pagi
harinya disentrifus 1500-2000 rpm selama 5-10 menit. Larutan
supernatan yang diperoleh sesuai dengan pengenceran 1/20.
b. Larutan pencuci
Larutan ini dibuat dari 10 ml larutan dapar pencuci ditambah 190 ml
aquadest.
c. Larutan Dapar Pelarut
Satu bungkus skim milk dilarutkan dalam larutan dapar pencuci
dibuat sesaat sebelum digunakan.
d. Larutan Kerja Konjugat
Dibuat sesaat sebelum digunakan dengan mencampur 6 l konjugat
ditambah 3 ml larutan dapar pelarut, dan disimpan pada 4 0C.
e. Larutan kerja Substrat
Larutan ini juga dibuat sesaat sebelum dipakai dengan cara
mencampur 1,5 ml substrat A, dan 1,5 ml substrat B.

o Prosedur kerja
1. Tiap lubang tray diberi nomer sesuai dengan nomor spesimen, dua
lubang terakhir digunakan untuk kontrol positif, dan kontrol negatif.
Pada tiap lubang tray diberi 0,45 ml larutan dapar pelarut.
2. Selanjutnya dimasukkan kertas antigen pda tiap lubang sedemikian
rupa sehingga membran terendam dengan baik, dan tanda merah
menghadap ke atas.
3. Dalam tahap berikutnya ditambahkan 50 l serum atau larutan
supernatan 1/100. Dua lubang terakhir diberi 50 l kontrol positif,

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
dan kontrol negatif. Tray digoyang-goyang untuk mencampur serum,
dan antigen dengan baik.
4. Tray ditutup dengan kertas, dan diinkubasikan selama 60 menit pada
suhu kamar. Page | 77
5. Setelah waktu inkubasi, cairan dalam lubang diisap, dan dibuang
dengan pompa isap atau pipet biasa. Pencucian dilakukan dengan
larutan dapar pencuci sebanyak 3 x 3 menit.
6. Setelah tahap pencucian I, ditambahkan 0,25 ml larutan kerja
konjugat. Perlu diperhatikan agar membran tetap terendam dalam
konjugat. Tray digoyang-goyangkan agar konjugat tercampur dengan
baik.
7. Tray ditutup dengan kertas, dan diinkubasikan pada suhu kamar
selama 60 menit.
8. Setelah inkubasi, dilakukan pencucian kedua sebanyak 3 x 3 menit.
9. Selanjutnya ditambahkan 250 l larutan kerja substrat pada tiap
lubang tray hingga membran terendam dengan baik.
10. Tray ditutup dengan kertas, dan diinkubasikan pada suhu kamar
selama 30 menit. Setelah waktu inkubasi, substrat diisap, dibuang
lalu ditambahkan aquadest dalam tiap sumuran. Prosedur
penambahan aquadest diulang satu kali.
11. Selanjutnya membran dibiarkan kering, dan dilakukan pembacaan
hasil tes.

o Interpretasi hasil
Positif : bila terbentuk warna biru (ungu pada kertas antigen)
dengan intensitas sama dengan kontrol positif;
Negatif : bila tidak terbentuk warna atau seperti kontrol negatif;
Invalid : meragukan atau tak dapat disimpulkan, bila bercak warna
yang terjadi lemah daripada kontrol positif.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
o Catatan
Pada hasil dengue blot yang negatif, harus ditunggu hasil
pemeriksaan serum kedua untuk konfirmasi.
Hasil yang tidak dapat dipercaya adalah hasil yang memberikan nilai Page | 78
positif baik pada antigen kontrol negatif maupun pada serum
penderita (tes).
Hal ini biasanya disebabkan oleh ikatan non-spesifik sehingga perlu
disek ulang teknik pencuciannya.

o Karakteristik Tes
Sampel untuk uji dengue blot diambil dua kali, yaitu satu kali pada
masa akut, dan satu kali 5 hari sesudahnya atau pada masa konvalesens
Pada dengue primer sensitivitas uji dengue blot untuk melacak
serokonversi pada batas pengenceran 1:1500 adalah 88,4%. Untuk
meningkatkan sensitivitasnya pada daerah dengan kasus dengue primer
yang dominan, batas atas pengenceran serum yang digunakan adalah 1:
250 .
Uji dengue blot dengan batas atas pengenceran serum 1:1000 efektif
untuk mengkonfirmasi adanya infeksi baru pada penderita dengan
dugaan infeksi dengue sekunder dengan spensifitas yang cukup tinggi,
yaitu 97,3%.
Menurut Cardosa, selama IgM masih ada dalam serum maka uji
dengue blot dengan pengenceran serum 1:1000 pada infeksi dengue
primer menunjukkan hasil positif, sedangkan untuk dengue sekunder,
50% kasus masih menunjukkan hasil positif sampai 6 bulan sesudah
terkena infeksi.

Imunoassay_Cut Indriputri_2016
3. Pemeriksaan NS-1 (Rapid Tes)
o Tujuan : Mendeteksi Ag virus dengue secara kualitatif pada
serum, plasma atau darah.
o Metode : Imunokromatografi Page | 79
o Prinsip : Ketika sejumlah volum sampel diteteskan di atas sumur
sampel, maka cairan akan bermigrasi ke atas. Antigen
NS-1 yang terdapat dalam sampel akan bereaksi dengan
kertas nitroselulose yang telah dilapisi dengan Mouse
anti dengue NS-1 antigen. Yang mana jika sampel positif
mengandung antigen diatas, maka akan terbentuk garis.

o Alat dan Bahan :


Rapid Test NS-1
Darah utuh, Serum, atau Plasma

o Prosedur Kerja :
1. Dibiarkan tes, spesimen, buffer dan / atau kontrol untuk mencapai
ruangan
2. Ditempatkan kaset pada permukaan yang bersih dan bertingkat.
3. Dipipet serum atau plasma sebanyak 1 tetes (sekitar 30-45 ul ul) atau
darah sebanyak 2 tetes (80-100 ul) di atas sumur specimen (S).
4. Ditunggu dalam waktu tidak kurang dari 20 menit.

o Interpretasi Hasil :
Positif : Muncul garis merah pada T dan C
Negatf : Muncul garis merah pada C
Invalid : Tidak muncul garis pada C

Imunoassay_Cut Indriputri_2016

Anda mungkin juga menyukai