Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

OD Katarak Imatur et OS Katarak Matur


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:

Muhamad Adi Apriliana

30101206672

Pembimbing:

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M.

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

OD Katarak Imatur et OS Katarak matur

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Juli 2017

Disusun oleh:

Muhamad Adi Apriliana

30101206672

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M


BAB I
REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Secang
Pekerjaan : IRT
Tanggal Periksa : 5 Juli 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri terasa kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan
penglihatan kabur. Pasien mengeluh mata kanan dan kiri terasa kabur, namun
dirasakan lebih kabur mata kiri. Pasien mengaku sudah mengeluh penglihatannya
kabur dan melihat awan-awan pada mata kirinya sejak sekitar 1 tahun ini namun pada
2 bulan ini penglihatan semakin kabur, pasien melihat orang jadi tidak jelas, pasien
tidak berobat ke dokter karena merasa belum terlalu parah. Mata kanan pasien tidak
sekabur mata kiri, mata kanan hanya ada bayangan awan namun masih dapat melihat
lebih jelas dari pada mata kiri. Jika mata pasien melihat sinar, mata kiri dan kanannya
tidak bisa melihat. Pasien mengatakan lebih enak dan jelas melihat pada malam hari.
Pasien tidak pernah memakai kacamata sebelumnya. Riwayat trauma pada mata
seperti terbentur, terkena pukul, atau terkena benda tajam disangkal, riwayat sakit
gula (DM) disangkal, riwayat infeksi pada mata disangkal. Nrocos (-), tidak merah (-),
gatal (-),kotoran (-), tidak lengket saat bangun tidur, tidak silau jika melihat cahaya
terang, tidak melihat pelangi disekitar lampu. Pasien tidak merasakan sakit kepala,
tidak mual ataupun muntah. Pasien tidak merokok, karena semakin memburuk pasien
memeriksakan diri ke dokter spesialis mata.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat infeksi pada mata : disangkal
Riwayat trauma seperti terkena bahan kimia : disangkal
Riwayat trauma langssung / tidak langsung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : diakui

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa : tidak diketahui
Riwayat DM : tidak diketahui
Riwayat Hipertensi : tidak diketahui

Riwayat Pengobatan :
Pasien menyangkal pernah memakai obat-obatan seperti phenotiazin,
amiodarone, phospoline iodine, fenitoin.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung sendiri
oleh pasien, kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Umum

Kesadaran : Compos mentis


Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik

Vital Sign

Tekanan darah : 150/100 mmHg


Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36C
Status Ophtalmicus

Pemeriksaan OD OS

Visus 2/60 NC 2/60 NC

Bulbus Oculi
Gerak bola mata Baik ke Segala arah Baik ke Segala arah
Strabismus - -
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -

Suprasilia Normal Normal

Palpebra Superior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemi - -
Entropion - -
Ektropion - -
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Ptosis - -
Palpebra Inferior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemi - -

Entropion - -

Ektropion - -

Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Konjungtiva
Injeksi
konjungtiva - +
Injeksi siliar - -
Sekret - -

Perdarahan - -

subkonjungtiva
Bangunan
patologis - -

Semblefaron - -

Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Mengkilat - -
Edema - -

Lakrimasi - -

Infiltrat - -

Keratic Precipitat - -
- -
Ulkus
- -
Sikatrik
Bangunan - -
patologis
COA
Kedalaman Tidak dangkal Dalam
Hipopion - -
Hifema - -
Tyndall Efect - -

Iris
Kripta + +
Edema - -
Sinekia - -
Atrofi - -

Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Reflek pupil + +
Sinekia - -
Lensa
Kejernihan Hampir keruh total Keruh total
Iris shadow Ditemukan +

Funduskopi (-)
RF (+) suram Sulit dinilai
Papil Sulit dinilai Sulit dinilai
Vasa Sulit dinilai Sulit dinilai

Retina Sulit dinilai Sulit dinilai

Makula lutea Sulit dinilai


TIO Tidak meningkat Tidak meningkat
Gambar Ilustrasi

Terdapat kekeruhan lensa sentral Terdapat kekeruhan lensa total

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. ODS Katarak Senilis
Dipertahankan karena terdapat tidak terdapat riwayat gangguan
sistemik dan trauma. Pada pemeriksaan didapatkan: OD Katarak
Senilis imatur dengan kekeruhan hampir total pada lensa, iris
shadow (+), fundus reflek (+) suram sekali ; OS Katarak Senilis
Matur dengan kekeruhan total pada lensa, iris shadow (+), fundus
reflek (-).
2. ODS Katarak Komplikata Diabetes Melitus
Disingkirkan karena tidak terdapat riwayat DM dan hasil GDS
terakhir normal.
3. ODS Katarak Komplikata obat-obatan
Disingkirkan karena tidak terdapat riwayat penggunaan obat
tertentu dalam waktu yang lama seperti phenotiazin, amioderone,
phospolipine iodine, fenitoin.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan GDS, GDP, GDPP

VI. DIAGNOSIS KERJA


Katarak Senilis OD Imatur et OS Matur

VII. TERAPI
Non Medikamentosa
o Tidak ada
Medikamentosa
o Oral
Multi Vitamin 1x1 malam hari
o Topikal
Catarlent (CaCl anhidrat 0,075 gr, kalium iodide 0,075 gr,
natrium tiosufa 0,00075 gr, fenil merkuri nitrat 0,3 mg) 3x1 tetes
OD
Cendo Tropin 2x1 tetes ODS
Cendo Xitrol 1x1 tetes ODS
o Parenteral
Tidak diperlukan
o Operatif
OD EKEK + IOL
VIII. EDUKASI
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatan kabur pada mata disebabkan
oleh lensa yang keruh yang disebut katarak. Dikarenakan pertambahan umur
yang dialami oleh pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa OD masih belum perlu dioperasi
menunggu sampai katarak matur.
c. Menjelaskan bahwa obat-obatan yang diberikan hanya untuk memperlama
proses penebalan pada lensa OD.
d. Menjelaskan bahwa katarak OS sudah matang, maka harus dilakukan operasi
supaya penglihatan pasien membaik, apabila katarak OS tidak diobati akan
berkembang menjadi katarak hipermatur dan dapat membahayakan OS.
e. Menjelaskan bila nanti pasien melihat cahaya merasa ada pelangi pada OD
segera periksa ke dokter.
IX. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan
dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.
X. PROGNOSA
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

Quo ad sanam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

Quo ad functionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

Quo ad kosmetikan Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

Quo ad vitam Bonam Bonam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Katarak

1. Definisi

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai
pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Kata
katarak berasal dari Yunani katarraktes yang berarti air terjun. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi atau denaturasi protein
sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.

2. Epidimiologi

Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun
ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak
laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami
kebutaan akibat katarak.

3. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa
mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko
seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang
menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.

Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma
kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.

Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak congenital.
Katarak congenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau
penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan
metabolic lainnya seperti diabetes mellitus.
4. Patofisiologi

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.

Pada orang diabetes, memiliki skema perjalanan penyakit sebagai berikut:


5. Klasifikasi

Morfologi Maturitas Onset


Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni

Katarak Senilis

1. Definisi dan Epidimiologi


Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses degeneratif
dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dari 90%
individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu
mata terkena lebih dulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin dan
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna untuk
menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif
sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin
untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kekeruhan lensa.
a. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan penurunan
asam amino dan kalium, yang
mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa
memasuki keadaan hidrasi yang diikuti
oleh koagulasi protein.
Pada katarak senilis kortikal terjadi
derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal
akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp
dan masih bersifat reversibel.
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan
lensa dapat terdeteksi dengan adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan
dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari
sentral (kupuliform).
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa. Volume
lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan lensa yang
degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi
ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila
terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan
keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus
dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.
b. Katarak senilis nuklear
Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi keras
dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa
kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata.
Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya
deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna
merah (katarak rubra).

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui


kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior
dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur
intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis
penglihatannya.

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa
harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi
lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi
lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan
metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk
menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi
direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.
5. Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.


Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur
operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi.

a. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.

b. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder.

c. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan
pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis.

6. KOMPLIKASI

Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif yang ditemukan selama operasi
katarak, yaitu :

Kamera okuli anterior dangkal atau datar


Ruptur kapsul
Edem kornea
Perdarahan atau efusi suprakoroid
Perdarahan koroid yang ekspulsif
Tertahannya material lensa
Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
Iridodialisis

Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera
selama operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu
setelah operasi, yaitu :

Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek


Terlepasnya koroid
Hambatan pupil
Hambatan korpus siliar
Perdarahan suprakoroid
Edem stroma dan epitel
Hipotoni
Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral
jernih sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
Perdarahan koroid yang lambat
Hifema
Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya
viskoelastis)
Edem makular kistoid
Terlepasnya retina
Endoptalmitis akut
Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)

Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam
beberapa minggu atau bulan setelah operasi katarak :

Jahitan yang menginduksi astigmatismus


Desentrasi dan dislokasi IOL
Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
Uveitis kronis
Endoptalmitis kronis
Kesalahan penggunaan kekuatan IOL
PRESBIOPIA

1. DEFINISI

Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan punctum


proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah terjadi gangguan
akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia merupakan suatu keadaan yang
fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi pada setiap mata.

2. ETIOPATOGENESIS

Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu menurunnya daya
kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak dapat mengendur secara sempurna.
Gangguan akomodasi juga terjadi karena lensa mata elastisitasnya berkurang pada usia
lanjut akibat proses sklerosis yang terjadi pada lensa mata. Pada mekanisme akomodasi
yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan
keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi
cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat
dekat makin berkurang.

3. KLASIFIKASI

a. Presbiopi Insipien tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati


pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca

b. Presbiopi Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan


didapatkan kelainan ketika diperiksa

c. Presbiopi Absolut Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana


proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali

d. Presbiopi Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan

e. Presbiopi Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

4. GEJALA KLINIK

Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di atas 40 tahun ini
adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi kabur dan membaca harus
dibantu dengan penerangan yang lebih kuat (pupil mengecil), serta mata menjadi cepat
lelah. Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia yaitu mata lekas
lelah, berair, pusing, cepat mengantuk. Pemeriksaan presbiopia mempergunakan tes
Jaeger.

5. DIAGNOSIS BANDING

Presbiopi oleh karena degenerasi lensa sehingga akomodasi menjadi lambat dan
perubahan pungtum proksimum Hipermetropia oleh karena sinar sejajar jauh jatuh di
belakang retina dan sinar sejajar dekat jatuh lebih jauh di belakang retina.

6. PEMERIKSAAN PRESBIOPIA

1. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen

2. Pasien diukur visus jauhnya dengan kartu snellen bila dengan mata satu per satu, mulai
dengan mata kanan dan menutup mata yang tidak diperiksa.

3. Pasien diukur visus dekatnya menggunakan kartu jaeger dengan menggunakan dioptri
yang sesuai dengan umur pasien (1.0 D untuk usia 40 tahun, +1.5 D untuk usia 45 tahun,
+2.0 D untuk usia 50 tahun, +2.5 D untuk usia 55 tahun,+3.0 D untuk usia 60 tahun) dan
target yang bisa terbaca yaitu pada J6, pemeriksaaan dilakukan satu per satu mulai
dengan mata kanan dan menutup mata yang tidak diperiksa.

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan menggunakan kacamata sferis


positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan umur pasien. Pada kacamata baca
diperlukan koreksi atau penambahan sesuai dengan bertambahnya usia pasien biasanya
adalah :

+1.0 D untuk usia 40 tahun


+1.5 D untuk usia 45 tahun
+2.0 D untuk usia 50 tahun
+2.5 D untuk usia 55 tahun
+3.0 D untuk usia 60 tahun

8. Komplikasi

-
DAFTAR PUSTAKA

The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of ophthalmology. In: Basic and
Clinical Science Course American Academy of Ophthalmology. Section 2. Singapore : LEO;
2008.

Crick RP, Khaw PT. Practical Anatomy and Physiology of The Eye and Orbit. In: A Textbook
of Clinical Ophtalmology. 3thEd. Singapore : FuIsland Offset Printing (S) Pte Ltd; 2003. P
5-7.

Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed.
Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. P 623-25.

Junqueira, Luiz Carlos.& Jose Carneiro. 2010. Histologi Dasar ;Teks dan Atlas .Edisi 10.
Jakarta. EGC.

American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of Ophthalmology:


Section 11. San Francisco. 2011.

Budiono S, Djiwatmo, Hermawan D, Wahyuni I. Lensa dan Katarak dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press. 2013

Kanski JJ. Clinical Ophtamology: A systematic approach. Sixth Edition. China: Elsevier.
2007.

Khalilullah SA. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis. Jakarta. 2010.

Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC. 2009.

Anda mungkin juga menyukai