Abses Perianal
RSUD CIANJUR
DISUSUN OLEH
2017
1
Laporan Kasus
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.A.M
Umur : 44 tahun
Pekerjaan :-
Ruang : Anggur
No. CM : 784341
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama:
Terdapat cairan kuning berbau yang keluar dari pantat
2
Riwayat operasi sebelumnya : tidak ada
Kesadaran : komposmentis
TV : TD : 119/80mmHg T : afebris
N : 99x/menit RR : 20x/menit
BB : 65 kg
ASA : II
Kepala : normosefal
3
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
V. DIAGNOSIS
a. Diagnosis preoperasi:
Abses perianan
ASA : II
1. Premedikasi: (-)
2. Anestesi:
4
Dilakukan secara spinal anestesi menggunakan:
- Bupivacain konsentrasi 0,5 ml jumlah 3 cc
Maintanance : O2
3. Terapi cairan
BB : 65 kg
Jumlah perdarahan : 50 cc
Kebutuhan cairan :
- RL 500 cc
Waktu Keterangan HR Tensi SpO2
(x/menit) (mmHg)
5
4. Pemakaian obat/bahan/alat :
I. Obat suntik:
Bupivacain 0.5 HCl 1 ampul
Midazolam 1 ampul
II. Obat inhalasi : O2 nasal kanul 3 L/menit
III. Cairan : Ringer Laktat 1 botol
IV. Alat/lain-lain : Spuit 3 cc I
Spuit 5 cc I
Jarum spinal I
Canul O2 I
c. Program analgetik ketorolac 30 mg IV bolus tiap 8 jam mulai pukul 13.30. Berikan
maksimal 2 hari.
e. Program khusus :-
6
Tinjauan Pustaka
A. Abses Perianal
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,
dengan pembentukan rongga abses. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup
variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous.
Abses anorektal berasal dari infeksi yang timbul dalam cryptoglandular epitel yang
melapisi saluran analis. Sphincter anal internal biasanya sebagai penghalang terhadap
infeksi yang melewati dari lumen usus ke jaringan perirectal. Akan tetapi spinchter anal
internal ini dapat ditembus sampai ke dalam ruang intersphincteric oleh infeksi melalui
kriptus dari Morgagni. Setelah infeksi masuk ke ruang intersphincteric, maka infeksi akan
menyebar ke ruang perirectal yang berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat melibatkan
ruang intersphincteric, ruang ischiorectal, atau bahkan ruang supralevator. Dalam
beberapa kasus, abses tetap terdapat dalam ruang intersphincteric.
Pria lebih sering terkena daripada perempuan. Sekitar 30% dari pasien dengan abses
anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau
diperlukan intervensi bedah. Demografi menunjukkan perbedaan yang jelas dalam
terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas
diantara berbagai negara atau wilayah di dunia. Masih perlu dibuktikan adanya hubungan
langsung antara pembentukan abses anorectal dan kebiasaan buang air besar, diare
berulang dan kebersihan yang rendah. Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup
umum. Mekanisme yang tepat belum dipahami dengan baik tetapi tidak tampak kaitan
dengan sembelit. Kondisi ini cukup jinak pada bayi, jarang memerlukan campur tangan
operasi pada pasien tersebut selain drainage.
Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat
kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan perbandingan 2 : 1 3 : 1.
Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses sebelumnya yang
baik yang sembuh secara spontan atau melalui tindakan bedah.
Perirectal abses dan fistula merupakan gangguan yang timbul pada anorectal yang
didominasi dari adanya obstruksi kriptus analis. Obstruksi pada kriptus analis merupakan
hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan
pembentukan abses pada glandula analis. Bentuk abses awalnya dalam ruang
intersphincteric dan kemudian menyebar di sepanjang ruang-ruang potensial yang
7
berdekatan. Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia
coli, spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides. Namun, tidak ada bakteri tertentu
telah diidentifikasi sebagai penyebab khas dari abses.
Abses dan fistula perirectal merupakan gangguan anorektal yang disebabkan oleh
obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan terdapat 4-10 glandula analis
pada linea dentata. Glandula analis berfungsi untuk melumasi kanalis analis. Obstruksi
kriptus analis merupakan hasil dari sekresi statis kelenjar lalu ketika terjadi infeksi,
terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya
terbentuk di ruang intersphincteric dan dari sini proses infeksi dapat menyebar secara
distal sepanjang otot longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses
perianal, atau dapat menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter
eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan abses yang berasal
dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan
infeksi ke atas dapat menyebabkan abses intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat
menerobos otot longitudinal ke ruang supralevator sehingga menyebabkan abses
supralevator. Setelah abses terdrainase, secara spontan maupun secara bedah, komunikasi
abnormal antara lubang anus dan kulit perianal disebut fistula ani.
8
Keterangan:
A = infeksi dari usus menyerang kriptus analis atau kelenjar analis lain. Proses primer ini
terjadi pada linea dentata; B dan C = infeksi menyebar ke jaringan perianal dan perirektal
secara tidak langsung melalui system limfatik atau secara langsung melalui struktur kelenjar;
D = terbentuk abses; E = abses pecah spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit.
Manifestasi Klinis
Nyeri, yang biasanya konstan, berdenyut, dan lebih buruk ketika duduk.
Iritasi kulit di sekitar anus, termasuk pembengkakan, kemerahan, dan nyeri.
Keluarnya nanah.
Sembelit atau sakit yang terkait dengan buang air besar.
Diagnosis
a. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam kasus-kasus
tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian
terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap abses
ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan
colok dubur. Dengan adanya obat anastesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida
9
untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa
penggunaan visualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah cara terbaik
untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik
endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas divisualisasikan.
Visualisasi endoskopi telahdilaporkan sama efektifnya seperti fistulografi. Jika
ditangani dengan dokter yang berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah
prosedur diagnostik pilihan pada pasiendengan kelainan perirektal karena rendahnya
risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik
setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksa respon pasien terhadap terap
b. Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan
untuk mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien
tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang
rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat
disebabkan dari abse sanorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap
adalah penting.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses
anorektal. Namun, pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau
supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI,
atau ultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir
yang harus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat digunakan
secara intraoperatif untuk membantu mengidentifikasi abses atau fistula dengan lokasi
yang sulit.
Penatalaksanaan
Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan
antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik,
diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan. Abses anorektal harus diobati
dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih
diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering merupakan cara yang paling tepat baik
untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang tertunda atau tidak
memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa
apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya
10
diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien immunocompromised,
menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katup jantung. Namun, pemberian
antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati
abses perianal atau perirektal.
Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi lokal di kantor,
klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang
sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke
bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. Dog ear" yang timbul
setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz
bath dapat dimulai pada hari berikutnya.
Komplikasi
Jika tidak diobati abses perianal dapat mengakibatkan menjadi komplikasi serius
seperti sebagai gangren perineum dan sepsis umum. Sejumlah besar abses perianal akan
terulang dalam waktu satu atau dua tahun, terutama jika ada faktor predisposisi dan
sebagian akan menimbulkan "Fistula in ano".
11
Daftar Pustaka
Towsend, M. Jr, dkk. Comon Benign Anal Disorder at Sabiston textbook of Surgery. Elsivier.
United State of America. 2008
Vasilevsky, caro-An, dkk. Benign Anorectal at The ACRS textbook of Colon and Rectal
Surgery. 2003
Brunicardi, F. Charles, dkk. Fiatula in ano at Schwartzs Principles of Surgery Eight Edition.
Mc Graw Hill: United State of America. 2005
Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Schwartzs Principles of Surgery 9th Edition. Mc Graw
Hill: United State of America
Schwartz SI, 2005. Schwartzs Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The
McGraw-Hill Companies
Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. The New England Journal of
Medicine, (online), 2003 march 6; 348:919-932, (www.pubmed.com, diakses 24
Agustus 2011)
Boyle P, Ferlay J. Cancer Incidence and Mortality in Europe 2004. Ann Oncol, (online), 2005
Mar; 16(3):481-8, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011)
12