UVEITIS ANTERIOR
Oleh :
Arifi (030.10.039)
Pembimbing :
Dr. Sihol Enades, Sp.M
1
DAFTAR ISI
Cover 1
Daftar isi 2
BAB I : Ilustrasi Kasus
- Identitas 3
- Anamnesis 3-4
- Pemeriksaan Fisik 4-5
- Pemeriksaan Penunjang dan Radiologi 5
- Kesimpulan 5
2
ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular
tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke
retina.1,2
1. IRIS
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan
pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan
dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera
posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Didalam stroma iris terdapat sfingter
dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris
merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.1
Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein
yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus
siliares.1
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada
prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis
yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas
simpatik.1
3
2. KORPUS SILIARIS
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus
siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata dan zona posterior
yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini
terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex.
Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang
disuntikkan secara intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di
sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen
di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris
dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk
aqueus humor.1
3. KHOROID
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid tersusun
dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam
pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh
darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah khoroid dialirkan
melalui empat vena vortex, satu di masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah
dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid
terletak di antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus
optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan korpus siliare. Agregat pembuluh darah
khoroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya.1
UVEITIS ANTERIOR
1. DEFINISI
4
2. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pasti dari uveitis tidak diketahui. Secara umum uveitis disebabkan oleh
reaksi imunitas. Uveitis sering dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis
dan sifilis. Reaksi imunitas terhadap benda asing atau antigen pada mata juga dapat
menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga
sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus
sistemik dan artritis reumatoid.
Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas
terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.3 Berikut ini adalah beberapa
kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior :3
Lain-lain : Idiopatik, Uveitis traumatik, Ablatio retina, Iridosiklitis heterokromik Fuchs, krisis
glaukomatosiklitik.
3. KLASIFIKASI
Secara klinis, uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering
membingungkan. Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi
anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau
uveitis difus. Ada juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut,
uveitis subakut, uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis berdasarkan
patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa. Dan ada juga
pembagian uveitis berdasarkan demografi yang berdampingan dengan faktor terkait seperti
jenis kelamin, ras, usia, geografis, unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis
berdasarkan etiologinya.4,5
5
Gambar 2. Pembagian Uveitis berdasarkan Lokasi Anatomis Lesi5
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis
anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang
terjadi.2
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi,
fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang
disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.2,6
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat
dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel
kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP
umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP
yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan
tanda khas pada herpes zoster dan Fuchs uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada
kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat
biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat
berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih
pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di
kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.6
6
Gambar 3. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior7
5. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata
disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau
daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah
muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien
Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
Pandangan kabur (blurring)
Umumnya unilateral
7
b. Pemeriksaan Oftalmologi
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi
yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan
untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari :
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang
mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi
pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan sel,
flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :
8
Gambar 4. Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior7
c. Pemeriksaan Laboratorium
9
6. DIAGNOSIS BANDING
7. KOMPLIKASI
8. PENATALAKSANAAN
10
1. Untuk Uveitis Anterior Non-Granulomatosa
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam : Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160.
2. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London : Butterworth
Heinemann, 1994. 151-155.
3. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
[diakses tanggal 4 Desember 2008]
4. Smith R, Nozik R. Uveitis. Baltimore: Williams and Wilkins, 1983. 72-74.
5. Guide A. Uveitis. http://www.preventblindnessamerica.org [diakses 4 Desember 2008]
6. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta:
FKUI, 2002. 180-181.
7. Gordon K. Iritis and Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 4
Desember 2008]
8. Hollwich F. Oftalmologi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara, 1993. 117 - 138.
9. Newell FW. Inflammatory Disorders. In: Ophthalmology. Fifth Edition. London: The CV
Mosby Company, 1982. 258-267.
10. Rao NA, Foster DJ, Augsburger JJ. Uveitis and Intraocular Neoplasms. In: He Uvea. New
York: Raven Press, 1992.
12