ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah.
Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda.
Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya lal ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda. Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya lal ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda. Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya lal ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda. Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya lal ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda. Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya lal Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu guru: (Men ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda. Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya lal ang operasi rumah sakit, seorang dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda. Dokter: Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini? Mukidi: Tidak dok. (Sambil memberi isyarat dengan tangannya). Dokter: Begini Pak. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini. Mukidi: (Tersenyum mendengar penjelasan sang dokter). (Beberapa saat kemudian ). Mukidi: (Tertawa terpingkal-pingkal). Dokter: (Heran) Mengapa Anda tertawa seperti itu? Mukidi: Dengar cerita dokter tadi, saya laldekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Ustad: Mas Wakijan, shola Bu Guru: Anak-anak. Siapa yang mau masuk surga? Anak-anak: (Dengan serempak) Sayaa! Mukidi: (Lagi duduk di belakang hanya diam saja). Bu Guru: Siapa yang mau masuk neraka? Anak-anak: Tidak mauu! Mukidi: (Tetap diam saja). Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu Guru: Kenapa? Mukidi: Habis waktu ayah saya mau meninggal, beliau berpesan. Mukidi, apapun yang terjadi kamu harus masuk TENTARA. Wkwkwkwk....
Bu Guru: Anak-anak. Siapa yang mau masuk surga?
Anak-anak: (Dengan serempak) Sayaa! Mukidi: (Lagi duduk di belakang hanya diam saja). Bu Guru: Siapa yang mau masuk neraka? Anak-anak: Tidak mauu! Mukidi: (Tetap diam saja). Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu Guru: Kenapa? Mukidi: Habis waktu ayah saya mau meninggal, beliau berpesan. Mukidi, apapun yang terjadi kamu harus masuk TENTARA. Wkwkwkwk.... Bu Guru: Anak-anak. Siapa yang mau masuk surga? Anak-anak: (Dengan serempak) Sayaa! Mukidi: (Lagi duduk di belakang hanya diam saja). Bu Guru: Siapa yang mau masuk neraka? Anak-anak: Tidak mauu! Mukidi: (Tetap diam saja). Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu Guru: Kenapa? Mukidi: Habis waktu ayah saya mau meninggal, beliau berpesan. Mukidi, apapun yang terjadi kamu harus masuk TENTARA. Wkwkwkwk.... Bu Guru: Anak-anak. Siapa yang mau masuk surga? Anak-anak: (Dengan serempak) Sayaa! Mukidi: (Lagi duduk di belakang hanya diam saja). Bu Guru: Siapa yang mau masuk neraka? Anak-anak: Tidak mauu! Mukidi: (Tetap diam saja). Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu Guru: Kenapa? Mukidi: Habis waktu ayah saya mau meninggal, beliau berpesan. Mukidi, apapun yang terjadi kamu harus masuk TENTARA. Wkwkwkwk.... Bu Guru: Anak-anak. Siapa yang mau masuk surga? Anak-anak: (Dengan serempak) Sayaa! Mukidi: (Lagi duduk di belakang hanya diam saja). Bu Guru: Siapa yang mau masuk neraka? Anak-anak: Tidak mauu! Mukidi: (Tetap diam saja). Bu guru: (Mendekat) Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka? Mukidi: Tidak kedua-duanya Bu Guru. Bu Guru: Kenapa? Mukidi: Habis waktu ayah saya mau meninggal, beliau berpesan. Mukidi, apapun yang terjadi kamu harus masuk TENTARA. Wkwkwkwk....