Anda di halaman 1dari 28

Hemoraghic Ante Partum

Timothy Kurniawan
11.2015.218
Pembimbing : Dr. Afra Sp.OG
Kepaniteraan Klinik Stase Obgyn RS Bakti Yudha
Email: Timothykurniawanbambang@yahoo.co.id

II. 1. ANATOMI UTERUS


Uterus merupakan organ otot yang sebagian tertutup oleh peritoneum, sedangkan
kavumnya dilapisi oleh endometrium. Terletak antara rektum dan vesika urinaria, dinding
belakang hampir seluruhnya tertutup peritoneum dan ikut membentuk dinding depan cul
de sac Douglas, dan dinding depan sebagian tertutup peritoneum yang longgar. Sekitar
serviks bersatu dengan vesika urinaria. Bentuk uterus seperti buah pir dengan struktur
badannya berbentuk segitiga, dengan serviks agak lurus dan menonjol ke vagina. Isthmus
antara ostium uteri internum dan kavum endometrial saat hamil menjadi segmen bawah
rahim (SBR).3
Dinding depan uterus agak mendatar sedangkan dinding belakangnya konveks. Tuba
Fallopii berinsersi pada kornu uteri, dan fundus uteri berada di atas insersio tuba. Sedikit
di bawah insersio tuba tempat asal ligamentum rotundum dan ligamentum latum. Ukuran
uterus sebelum menarke adalah 2.5 x 3.5 cm, saat dewasa 6 x 8 cm, dan pada multipara 9
x 10 cm. Berat uterus sebelum hamil adalah 70-80 gr, saat hamil 1100 gr, dengan volume
saat hamil 5 liter. Peritoneum penutup uterus melekat erat kecuali di bagian bawahnya plika
vesikouterina dan bagian lateralnya membentuk ligamentum latum, terus menuju dinding
pelvis melalui ligamentum infundibulopelvikum.3
Ligamen-ligamen penyokong uterus antara lain:3
- Ligamentum latum adalah lapisan longgar sehingga dapat mengikuti pembesaran
kehamilan. Merupakan pelipatan peritoneum di tepi lateral uterus, menuju pelvis
sehingga membagi ruangan pelvis menjadi bagian anterior dan posterior. 2/3 bagian
tengahnya menutupi mesosalping, yang mengandung tuba Fallopii, dan 1/3 bagian
lateralnya khususnya dari tepi bawah fimbriae tuba, terdapat penebalan menjadi
ligamentum infundibulopelvikum. Di bagian bawah dekat serviks terjadi penebalan
menjadi satu dengan jaringan ikat tulang pelvis menjadi ligamentum kardinale
Mackenrodt.
- Ligamentum kardinale Mackenrodt menghubungkan supravaginal dengan tulang pelvis,
dan merupakan tempat masuknya arteri uterina, serta dekat tempat menyilangnya ureter.
Berfungsi mempertahankan kedudukan rahim sehingga tetap pada posisinya.

- Ligamentum rotundum berasal di bagian depan dan sedikit bawah insersio tuba Fallopii,
ditutupi oleh peritoneum parietale dan menjadi lanjutan ligamentum latum menuju
kanalis inguinalis, dan berakhir di ujung labium mayus. Besarnya sekitar 3-5 mm, karena
kehamilan ligamentum rotundum ikut mengalami hipertrofi panjang dan tebalnya.
Berfungsi mempertahankan agar uterus dalam posisi antefleksi.
- Ligamentum sakrouterina, terletak posterolateral supravaginal dan serviks melingkari
rektum menuju tulang sakrum S2 dan S3. Terdiri dari jaringan ikat dan otot polos dan
ditutupi oleh peritoneum, menjadi batas lateral kavum Douglas. Berfungsi sebagai
penyangga uterus agar tetap pada posisinya.
Uterus diperdarahi oleh arteri uterin kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asenden
dan ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna ( disebut juga
dengan arteri hipogastrika ) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus
di daerah servik kira kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain
yang memperdarahi adalah arteri ovarika kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari dinding
lateral pelvis, melalui dinding ligamentum infundibulo-pelvicum mengikuti tuba falopi,
beranastomosis dengan ramus asenden arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri
uterus. Bersama sama dengan arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali
melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.

Inervasi uterus berasal simpatikus, serebrospinal, dan parasimpatikus.


Parasimpatikus berasal dari S2, S3 dan S4 dekat dengan serviks menuju pleksus
Frankenhauser. Simpatikus berasal dari pleksus pada aorta menuju pleksus iliaka interna.
Selanjutnya masuk pleksus Frankenhauser, dalam bentuk ganglion berbagai besar, sedikit
serviks dan di bagian belakang forniks di depan rektum. Serat saraf ini memelihara uterus,
vesika urinaria dan vagina bagian atas. Beberapa ujungnya berakhir bebas di antara otot
dan masuk menuju endometrium. Serat saraf sensori berasal dari T11, T12 menujukan rasa
sakit ke SSP. Rasa sakit sekitar serviks dan bagian atas jalan lahir menuju sakrum melalui
S2, S3 dan S4. Rasa sakit jalan lahir bagian bawah menuju nervus pudendalis.3

DEFINISI DAN KLASIFIKASI 13


Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya
kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan
kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena
merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan
penatalaksanaan gawat darurat segera.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption
plasenta), atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.
Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya,
misalnya kelainan serviks dan vagina serta trauma.

FREKUENSI
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3 % dari seluruh persalinan. Di RS
Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan.
GAMBARAN KLINIK 1
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ketiga, atau
setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri
merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi kalau disertai tanda-tanda
lainnya, seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas
panggul, atau kelainan letak janin. Karena Tanda pertama adalah perdarahan
sehingga pada umumnya penderita segera datang untuk meminta pertolongan.
Lain halnya dengan solutio plasenta. Kejadiannya tidak segera ditandai oleh
perdarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk
mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya ialah rasa nyeri pada kandungan
yang makin lama makin hebat, dan berlangsung terus menerus. Nyeri ini sering
diabaikan, disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah
penderita pingsan karena perdarahan retroplasenta yang banyak, atau setelah
tampak ada perdarahan pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan
pertolongan. Pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam
kandungan.
PENGAWASAN ANTENATAL 1
Pengawasan antenatal dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui atau
menanggulangi perdarahan antepartum, yaitu :
1. Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya
2. Pengobatan anemia dalam kehamilan
3. Seleksi ibu untuk bersalin dirumah sakit
4. Memperhatikan kemungkinan adanya plasenta previa
5. Mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan pre-eklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah
:
1. Para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun
2. Paritasnya 5 atau lebih
3. Bagian terbawah janin selalu terapung di atas pintu atas panggul, atau
4. Menderita pre-eklampsia

PENANGANAN 1
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk
transfusi darah dan operasi. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali
untuk menghentikan perdarahan, malahan menambah perdarahan karena sentuhan serviks
sewaktu pemasangan. Selagi penderita belum jatuh ke dalam keadaan syok, infus cairan
intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit.
Memasang jarum infus ke dalam pembuluh darah, sehingga akan jauh lebih memudahkan
transfusi darah apabila sewaktu-waktu diperlukan. segera setelah tiba di rumah sakit
pengadaan darah harus segera dilakukan.
PLASENTA PREVIA

DEFINISI 13
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan normal plasenta terletak diatas uterus.

KLASIFIKASI 1234

Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.

Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.

Plasenta previa parsialis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.

Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan
tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm
diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
FREKUENSI 2

Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Dr.Cipto
Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di antara 4781
persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar.

ETIOLOGI1

Belum diketahui dengan pasti, mungkin secara kebetulan blastokista menimpa desidua
didaerah segmen bawah Rahim. Teori lain adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atropi. Faktor resiko terjadinya Plasenta previa
yang dapat dipandang berperan dalam proses peradangan dan kejadian atropi di endometrium
seperti paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah sesar, kerokan, dan
miomektomi. Pada perempuan perokok insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.

Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta


menjadi hipertropi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan
ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah Rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internum.

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK 2345


Sifat perdarahan
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta
previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama
biasanya tidak banyak, akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada
sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan dalam. Pada kehamilan 20
minggu dapat terjadi perdarahan karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen-segmen uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang
melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah
terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala gejala klinis dan beberapa pemeriksaan :
Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa
alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada
multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari
pemeriksaan hematokrit.

Pemeriksaan luar
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah
beku
Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.
Palpasi
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel
Auskultasi
Denyut jantung janin biasanya normal
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasall dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.

Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung


Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat untuk
menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janin. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta
letak-rendah tidak dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang.
Pemeriksaan USG rutin untuk kehamilan dengan plasenta previa partial atau
total dianjurkan setelah 32 minggu, walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.

USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis


P = plasenta ; F = janin ; AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ; Cx = Cervix

Pemeriksaan letak plasenta secara langsung


Diagnosis plasenta previa dahulunya jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis,
kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan plasenta teraba.
(Dewasa ini dengan adanya pemeriksaan USG, pemeriksaan tersebut tidak lagi
dilakukan). Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali
bila wanita tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan
untuk pembedahan seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang
paling hati-hati pun dapat menimbulkan perdarahan hebat.
Pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila semua syarat
terpenuhi, yaitu :
Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap
Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 g) dan in partu, atau
Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor (misal ansefali)
Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas
panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)

PENANGANAN 13567
Terapi Ekspektatif
Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasi.
- Syarat terapi ekspektatif :
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
Belum ada tanda inpartu
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam batas
normal)
Janin masih hidup
- Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik profilaksis.
- Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24 jam untuk
menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.
- Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,letak, dan presentasi
janin.
- Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral 60 mg selama 1
bulan.
- Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi
- Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat
dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai
rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
-Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
Terapi Aktif (tindakan segera)
Rencanakan terminasi kehamilan jika:
Janin matur
Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas
janin.
Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan segera yang harus
dilakukan adalah terminasi kehamilan dan penggantian cairan tubuh.
Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan:
Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar (16G,
18G)
Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien
Observasi keadaan janin
Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2 pada
kehamilan meningkat hingga 20% dan janin sangat rentan terhadap hipoksia)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa


Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan
dipilih adalah :
Jenis plasenta previa
Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang
Keadaan umum ibu hamil
Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal
Pembukaan jalan lahir
Paritas atau jumlah anak hidup
Fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan factor-faktor diatas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:


Persalinan pervaginam; bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan
bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan
berhenti.

Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi). Indikasi amniotomi pada
plasenta previa:
Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada
pembukaan
Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis
dengan pembukaan 4 cm atau lebih
Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang telah meninggal.
Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih keras
menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan,
yaitu pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks.
Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir karena
seksio caesaria jauh lebih aman. Kedua cara tersebut cenderung dilakukan pada
janin yang telah meninggal atau yang prognosis untuk hidup di luar uterus tidak
baik. Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara
karena persalinannya dijamin lebih lancar; dengan demikian tekanan pada
plasenta berlangsung tidak terlampau lama.

Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan


demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahnnya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang
rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam.
Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa:
Semua plasenta previa totalis, janin hidup atau meninggal; semua
plasenta previa partialis, plasenta previa marginalis posterior, karena
perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak
berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada
Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.
KOMPLIKASI 14
Pada Ibu :
Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
Anemia karena perdarahan
Plesentitis
Endometritis pasca persalinan
Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan.

Pada Janin :
Persalinan prematur atau lahir mati
Prolaps tali pusat
Asfiksia berat

PROGNOSIS
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas ibu
dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu
dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan,
infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%,
terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan
(tindakan).

SOLUTIO PLASENTA

DEFINISI 1
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada
uterus sebelum janin dilahirkan.
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental
haemorrhage dan prematur separation of the normally implanted placenta.

KLASIFIKASI 1,2,3,4
Menurut derajat lepasnya plasenta :

Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya

Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas

Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar
dibawah selaput ketuban.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.

Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu :


a) Kelas 0 : asimptomatik
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang
mengalami pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori
ini.
b) Kelas I : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.
Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil
plasenta yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali bahkan tidak
ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan denyut jantung maternal
normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi belum
sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala : perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-
hitaman,perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di
dalam,didinding uterus teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit
diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus
dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya,terjadinya sangat tiba-
tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal. Gejala : ibu telah masuk dalam
keadaan syok, dan kemungkinan janin telah meninggal,uterus sangat tegang seperti papan dan
sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl)

Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam


a) Solusio plasenta ringan
Perdarahan pervaginam <100-200 cc.
b) Solusio plasenta sedang
Perdarahan pervaginam > 200 cc, hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan,
dapat terjadi fetal distress.
c) Solusio plasenta berat
Perdarahan pervaginam luas > 500 ml,uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan
koagulopati.
FREKUENSI 1
Frekuensi yang dilaporkan untuk solutio plasenta adalah 1 diantara 50 persalinan. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1968 1971 solutio plasenta terjadi pada
kira kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solutio plasenta sedang, dan 86%
solutio plasenta berat. Solutio plasenta ringan jarang didiagnosis.
ETIOLOGI134
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian , beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor faktor yang berpengaruh
pada kejadiannya, antara lain :
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda
pada waktu anak pertama lahir ).
Disamping itu , ada juga pengaruh dari :
Umur lbu yang tua
Multiparitas
Ketuban pecah sebelum waktunya
Defisiensi asam folat
Merokok, alkohol, kokain
DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK123456

Solutio Plasenta Ringan


Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam hitaman
Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya
Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang
Bagian janin masih mudah diraba

Solutio Plasenta Sedang


Gejala dapat timbul perlahan lahan seperti plasenta solutio ringan
Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus menerus
Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan mungkin telah mencapai 1000 ml
syok
Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan
Bagian bagian janin sulit diraba
Bunyi jantung janin sukar didengarkan

Solutio Plasenta Berat


Ibu Syok
Biasanya janin telah meninggal
Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri
Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya
Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal

Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas,
perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir.
Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan krater.

Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :

1. Anamnesis

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang
paling sakit, dimana plasenta terlepas.

Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri
dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak
lagi).

Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis
tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

Pucat, sianosis, keringat dingin.

Kelihatan darah keluar pervaginam.

3. Palpasi
TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan.

Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun diluar his.

Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian
turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun
diluar his.

Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan
plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum.

Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi
lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).


Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam
uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat
secra signifikan belakangan ini.

Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio
plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.

Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua
solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan
biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.

Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan
hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi
hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang
meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab
lain perdarahan antepartum.

8. Pemeriksaan laboratorium

Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.


Darah

Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex),
dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).

9. Pemeriksaan plasenta

Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta,
yang disebut hematoma retroplasenter.

PENANGANAN 1347
1. Solutio Plasenta Ringan
Ekspektatif (Konservatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus
spontan.
Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan hemodinamik yang
stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup.
Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial, berikan
tokolisis dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan spontan.
Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap , golongan darah, pembekuan darah harus
dilakukan
Aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera
dilahirkan dan perdarahan berhenti.
Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat
mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau dalam
pemantauan USG daerah solutio plasenta bertambah luas.
Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan, terutama
pada kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat
mengkonfirmasikan diagnosis tersebut.
Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau cryoprecipitate.
Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan tergantikan, lakukan
terminasi kehamilan.
Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk mempercepat
persalinan pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak memuaskan atau
pembukaan serviks kurang dari 5, lakukan seksio caesaria.
2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah terjadi minimal
1000 Cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera dilakukan. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari
perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk paling tepat untuk pemberian
transfusi darah secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat (Central Venous
Pressure (CVP), CVP pada triwulan ketiga sekitar 10 Cm Air.
Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi cairan dengan
saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G, 18G). Observasi terus
keadaan janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan hipotensi.
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak peduli apakah
persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam. Amniotomi akan merangsang
dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan
komplikasi nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan darah.
Bila perlu, persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam 6 jam setelah
terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian infus oksitosin telah
dilakukan, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus ialah dengan seksio
caesaria. Seksio Caesaria tidak perlu menunggu sampai darah tersedia secukupnya, atau
syok teratasi, karena tindakan terbaik dalam mengatasi perdarahan adalah dengan segera
menghentikan sumbernya.
Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus Couvelaire dengan
kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia, persediaan darah
atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup; maka histerektomi perlu dipertimbangkan.
Dapat juga dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi
reproduksi masih ingin dipertahankan.
KOMPLIKASI 1
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya
solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan
darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara otot-otot
miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-partum
itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun
pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi
perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.

b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari
134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page (1951)
dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat
terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah
intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan factor-faktor pembekuan darah
lainnya, terutama fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak
keterangan lain yang lebih rumit.

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%, akan terjadi
gangguan pembekuan darah.
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran
air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta sedang, dan berat,
apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun.
Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan
dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang
banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang meninggi karena
solution plasenta menimbulkan refleks penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan
pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin yang
masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya sudah
demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.

PROGNOSIS 13

Terhadap ibu

Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal
ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan
organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.

Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau
preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio plasenta dan
pengosongan uterus.

Terhadap anak

Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi Medan 77,7%.
Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka
kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan
persalinan.
Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solutio
plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya menyebabkan
kematian janin.

Terhadap kehamilan berikutnya

Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan
berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau
immaturus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Perdarahan Dalam Kehamilan Lanjur. Ilmu


Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2016

2. Library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-djakobus.3.pdf

3. Mochtar, R,. Sinopsis Obstetri obstetri fisiologis obstetri patologis, edisi ketiga. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013

4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri
Patologi, 4th Ed. , Elstar Offset: Bandung 2013

5. Saifuddin A.B, Adriansz G, Wiknjosastro, H, Waspodo D. Perdarahan kehamilan lanjut dan


persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo, Jakarta, 2016

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum hemorrhage. In :
Williams Obstetrics, 23st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange, Connecticut,
2012;

Anda mungkin juga menyukai