Anda di halaman 1dari 2

Setelah kejadian siang itu, Arina agak berusaha menghindar dariku.

Meskipun
demikian tuntutan kerja lah menyebabkan mau tidak mau ia harus agak sering bertemu
denganku. Dan setiap kali ada kesempatan tanganku mulai beraksi. Vagina dan pantat
Arina merupakan sasaran gerilya tanganku. Terkadang bahkan sambil membaca dokumen
kantor, tangan kiriku mengocok-kocok vagina Arina sedangkan Arina sendiri harus
mengoral penisku dengan mulut mungilnya itu. Hanya saja kegilaanku hanya sampai di
situ saja. Aku sendiri belum sempat memerawani vagina Arina. Beberapa kali
kesempatan emas itu hilang karena tiba-tiba datang klien ataupun ada meeting
mendadak dengan para pemegang saham lain. Sampai suatu siang datanglah kesempatan
emas yang sudah lama kutunggu-tunggu.

Siang itu ada rapat dengan klien di sebuah conventional hall, mau tidak mau Arina
harus ikut denganku untuk mengikuti rapat tersebut. Sayangnya setiba di sana rapat
tersebut dibatalkan karena klien yang berhalangan. Meskipun sedikit kesal karena
dibatalkannya rapat tersebut namun aku sedikit terhibur karena akhirnya kesempatan
emas yang sudah kunanti-nanti tiba pula. Segera otak ngeresku memerintahkanku untuk
memesan sebuah kamar. Dengan dalih bahwa aku ingin istirahat sambil meminta untuk
dioral akhirnya Arina menurut saja atas permintaanku. Sejak semula aku menjanjikan
bahwa aku tidak akan memerawani Arina kalau ia sanggup memuaskanku lewat oral sex.
Dan gadis lugu itu percaya saja dengan bualanku itu. Dan kali ini seperti
sebelumnya ia percaya bahwa aku hanya meminta oral sex saja darinya sehingga dengan
mudahnya ia masuk dalam jebakkanku. Setelah tiba ke kamar yang dituju, akhirnya aku
merebahkan diri ke atas ranjang. Tak lama kemudian Arina menghampiriku dan ia mulai
membuka resleting celanaku dan mengoralku. Penisku yang semula tertidur spontan
bangun ketika menerima sentuhan lidah Arina. Dengan cekatan Arina menggengam batang
penisku dan kemudian memasukkannya ke dalam rongga mulutnya. Tak lama kemudian
akhirnya penisku berereksi dengan sempurna. Dan setelah lima menit berlalu, aku
berejakulasi di mulut Arina. Untuk beberapa waktu batangku melemas dan aku tetap
merebahkan diri di atas ranjang. Arina yang dari tadi cukup lelah mengoralku
akhirnya juga merebahkan diri di sisi ranjang bersamaku. Gadis bodoh itu menyangka
bahwa aku yang sudah ejakulasi tidak akan berbuat aneh-aneh lagi sehingga dengan
gamblangnya ia ikut merebahkan diri di sampingku. Melihat situasi tersebut aku
mulai membalikkan badan menghadap ke arahnya sambil tangan kananku mulai mengusap-
usap paha mulusnya. Meskipun cukup kaget Arina tidak terlalu menghiraukannya toh
aku sering melakukan hal tersebut kepadanya. Setelah cukup lama mengusap-usap
vagina Arina yang masih terbungkus celana dalam, akhirnya aku mulai berjongkok dan
lidahku mulai menjilati vagina Arina yang masih terbungkus celana dalam putih.
Berbeda dengan usapan jari, kali ini Arina nampak lebih terangsang karena jilatan
lidahku yang menyapu permukaan vaginanya itu. Sengaja aku mengincar daerah klitoris
yang merupakan tempat sensitif sebagai target utama jilatanku. Arina terus
memejamkan matanya dan mendesah karena sangat terangsang. Cukup lama lidahku
beraksi sebelum aku mulai berpindah ke tahap berikut. Dengan perlahan aku mulai
menggulung celana dalam putih Arina ke bawah. Dan kini terpampanglah vagina Arina
yang berwarna merah muda itu. Kini dengan leluasa baik jariku maupun lidahku
menari-nari di daerah vaginanya. Lendir vagina yang semakin banyak keluar dari
vaginanya aku sedot hingga tidak bersisa. Setelah melihat Arina sudah sangat
terangsang dan sudah dapat dikuasai sepenuhnya akhirnya aku memutuskan untuk
memerawaninya. Dengan perlahan aku mulai menggesek-gesekkan penisku ke bibir
vagina. Gadis bodoh itu menyangka bahwa itu masih lidahku yang asyik bergerilya di
sana. Beberapa menit kemudian aku mulai sedikit memasukkan penisku ke dalam liang
kemaluan Arina. Mungkin Arina masih menyangka bahwa itu hanyalah lidahku yang nakal
yang mencoba menari-nari di dalam liang kemaluannya sehingga Arina hanya diam dan
merasa kenikmatan. Sengaja aku biarkan untuk sementara sebelum akhirnya dengan satu
hentakkan aku menghujamkan penisku ke dalam liang kemaluan Arina hingga mencapai
mulut rahimnya. Arina yang terkejut sekaligus kesakitan menjerit cukup keras.
Meskipun demikian aku sama sekali tidak memperhatikannya karena yang ada dalam
pikiranku sekarang adalah mengambil saputanganku guna menampung darah keperawanan
Arina yang keluar dari vaginanya sebagai koleksi pribadiku. Di rumahku sudah ada
sekitar dua belas sapu tangan lengkap dengan celana dalam serta profil dari
pemiliknya itu. Aku merasa benar-benar puas atas kesenangan gilaku ini. Sekilas aku
melihat Arina yang menangis tersendu di tengah-tengah penggenjotan yang kulakukan.
Mungkin ia merasa sangat benci terhadapku yang mengingkari janji. Tapi tentunya
semua itu adalah salahnya sendiri yang mau percaya begitu saja kepada bualanku.
Beberapa kali Arina memohon supaya aku menghentikan penggenjotan kepada vaginanya
namun sama sekali aku tidak menghiraukannya. Bahkan dengan sengaja aku berejakulasi
di dalam vaginanya. Spermaku yang banyak itu sampai mengalir keluar dari bibir
vagina Arina.
Maafkan aku Rina sayang, aku... benar-benar khilaf. Aku berjanji akan bertanggung
jawab, rayuku kepada Arina. Gadis bodoh itu mungkin terasa sedikit terhibur karena
ada seorang miliuner yang berjanji akan bertanggung jawab untuknya namun tanggung
jawab yang kumaksud tentunya adalah tiada lain dari memberinya uang. Sayangnya
gadis bodoh itu sekali lagi tertipu oleh musang tua.

Setelah sukses memerawaninya, akhirnya Arina mulai memasrahkan dirinya kepadaku. Ia


bisa dapat dikatakan sebagai simpananku di samping istriku yang setia melayaniku.
Kalau malam hari istriku yang melayani kebutuhan seks ku, maka ketika di kantor
Arina lah yang memuaskan hasrat seksku. Gadis lugu itu mulai kudidik sesuai dengan
kesenanganku. Setiap hari aku menyuruhnya untuk tidak lagi mengenakan celana dalam
guna memudahkan gerilya tanganku ataupun penisku dalam mengobok-obok liang vagina
Arina. Bahkan terkadang kegilaanku aku praktekan terhadap Arina. Beberapa kali
selama meeting, tanganku masuk dan bergerilya dalam rok Arina sedangkan Arina
mengocok penisku dengan tangannya. Tentunya aku berusaha agar kegilaan ini tidak
ada seorangpun tahu. Aku tidak ingin ada orang yang mengecap aku sebagai bandok
tengik yang sebenarnya memang aku adalah bandot tengik yang menyukai daun muda.
Bagi orang yang belum mengetahui kebusukkanku, di mata mereka aku adalah seorang
suami yang setia dan ayah yang sangat baik. Bahkan istri dan anakku menganggap aku
sebagai pria suci yang menyayang keluarga dan jauh dari selingkuh. Mungkin di
samping para korbanku, hanya Pak Kasim lah yang mengetahui kebejadanku. Itupun
hanya sebatas bahwa aku adalah pria yang bertangan iseng. Sisanya.... tidak ada
yang tahu.

Setelah setengah tahun aku bermain dengan Arina akhirnya Arina memberitahu kepadaku
bahwa ia hamil. Aku sendiri tidak terlalu kaget ketika mendengar berita itu. Aku
yang sering berejakulasi di dalam vagina Arina tentunya menyadari kemungkinan hamil
Arina. Dan seperti dulu dimana aku memperlakukan Fransisca, kini aku mulai menjauhi
Arina. Aku jarang melakukan seks dengan Arina bahkan akhirnya aku memberikan sebuah
amplop yang berisi cek senilai dua puluh juta rupiah kepadanya. Dan seperti nasib
Fransisca, aku juga memberhentikan Arina. Dalam hatiku tersungging senyum puas
karena di masa depan akan banyak anak Sugondho Hasan yang tanpa ayah.

* * *

Anda mungkin juga menyukai