Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada bidang datar yang
digambarkan dengan sistem proyeksi dan skala tertentu. Sistem proyeksi ini
diperlukan karena permukaan bumi berbentuk lengkung, sedangkan permukaan
peta merupakan bidang datar. Dengan demikian setiap peta sebenarnya
mengandung distorsi.
Bidang proyeksi yang digunakan dalam proyeksi peta adalah bidang-
bidang yang bisa didatarkan yaitu kerucut, silinder dan bidang datar. Ilmu ukur
tanah menganggap bahwa bidang permukaan bumi berbentuk datar, kerena itu
bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar dan dengan sistem
(garis proyeksi saling sejajar), dan posisi titik-titik digambarkan dengan
sistem koordinat tegaklurus ( ).
Alat ukur tanah yang utama adalah: teodolit dan level atau penyipat datar
atau waterpas, serta alat pengukur jarak.
2.1. Teodolit
1. Okuler teropong
2. Obyektif teropong
3. Pengatur focus
4. Alat pembaca micrometer
5. Alat pemutar micrometer
6. Penggerak halus horizontal atas
7. Penggerak halus horizontal bawah
8. Penggerak halus vertical
9. Pengunci putaran horizontal atas
10. Pengunci putaran horizontal bawah
11. Pengunci putaran vertikal
12. Nivo tabung
13. Nivo kotak
14. Skrup penyetel
15. Lingkaran horizontal
16. Lingkaran vertikal
17. Loop centering optic
18. Kaca pemantul cahaya
6 7
3
Keterangan:
1. Okuler teropong 2
2. Obyektif teropong
1
3. Tombol pemfokus
4. Penggerak halus horizontal 5 4
5. Nivo kotak 6
6. Skrup penyetel
7. Lingkaran horizontal
7
Jarak antara dua buah titik dapat berupa jarak miring yaitu panjang
langsung yang menghubungkan kedua titik tersebut, jarak vertikal atau tegak
yang merupakan beda tinggi antara kedua titik, dan jarak horisontal atau datar
yaitu panjang di bidang proyeksi dari kedua titik tersebut. Dalam ilmu ukur tanah
bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar, sehingga jarak yang
digunakan adalah jarak horisontal. Jarak horisontal antara dua titik yang berbeda
tingginya dapat ditentukan dengan mengukur bagian demi bagian jarak datarnya,
atau mengukur langsung jarak miringnya dan dihitung jarak datarnya dari sudut
miringnya atau beda tingginya.
Beberapa metode pengukuran jarak adalah: (a) langkah, (b) roda ukur, (c)
takhimetri, (d) subtense bar, (e) pita ukur, (f) EDM, dan (g) sistem satelit.
Ketelitian, penggunaannya dan peralatan yang digunakan dapat dilihat pada tabel
berikut. Sedangkan sistem satelit dapat juga digunakan untuk menentukan jarak,
misalnya GPS (Global Positioning System) dapat menentukan jarak karena
dengan alat GPS akan diketahui koordinat suatu titik, dan jarak dihitung dari
koordinatnya.
Sudut dibedakan dalam dua macam yaitu sudut horisontal dan sudut
vertikal. Sudut horisontal adalah sudut di bidang horisontal yang dibentuk oleh
perpotongan dua bidang vertikal, dan vertex atau titik sudut terletak pada garis
vertikal di perpotongan dua bidang. Dalam ilmu ukur tanah sudut horisontal juga
merupakan selisih antara dua buah arah yaitu arah depan (foresight) dan arah
belakang (backsight).
Sudut horisontal dapat diukur secara langsung yaitu dengan mengukur
arah belakang dan arah depan dengan alat teodolit yang dipasang di titik sudut,
Arah utara magnet mengarah ke pusat magnet bumi dan arah utara
sebenarnya mengarah ke kutub utara bumi sebagai pusat sumbu putar bumi.
Letak pusat magnet bumi dan kutub utara tidaklah berimpit, sehingga disetiap
daerah di permukaan bumi besar sudut penyimpangan terhadap arah utara
sebenarnya berbeda-beda. Sedangkan arah utara grid merupakan garis searah
dengan arah grid yang digunakan di peta.
Asimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari arah utara
(sumbu +Y) atau arah selatan (sumbu -Y), dan besarnya antara 0o - 360o. Pada
umumnya asimut ditentukan dari arah utara.
Dalam ilmu ukur tanah dikenal pula istilah bearing yang merupakan sudut
arah suatu garis yang diukur dari arah utara (sumbu +Y) atau selatan (sumbu -Y)
dan besarnya selalu positip antara 0o - 90o . Penulisan bearing diawali dengan
huruf U atau S yang merupakan awal sudut diukur (utara atau selatan), kemudian
besar sudut dan diakhiri huruf B atau T (barat atau timur) yang merupakan akhir
besaran sudut.
Besaran jarak, asimut, sudut dan koordinat selain dapat diukur dan
ditentukan di lapangan, dapat pula diukur diukur di peta yaitu dengan
Pada gambar terdapat dua titik P1 dan P2 dengan koordinat X1,Y1 dan X2,Y2. Jarak
P1-P2 yang disingkat dengan J12 dapat diuraikan dari rumus Pythagoras untuk
segitiga P1P2P atau
= ( X 2 X 1 ) + (Y2 Y1 )
2 2 2
J 12
maka
J 12 = {( X 2 X 1 ) + (Y2 Y1 )
2 2
}
Gambar 5.
Slope suatu garis ( P1P2 ) sama dengan tangent dari sudut yang dibentuk oleh
suatu garis terhadap sumbu X. Sudut slope () diukur dari sumbu +X dengan arah
berlawanan arah jarum jam sampai garis yang bersangkutan.
Slope m12 dari garis P1P2 adalah:
Y1 Y2
m21 = tan 21 =
X1 X 2
Gambar 6.
X 2 X 1
tan =
Y 2 Y1
X 2 X1
= tan 1
Y 2 Y1
A
D
Sinar dari a yang melalui pusat lensa O dan titik fokus F akan sampai di A
atau sebaliknya. Dari perbandingan dalam segitiga sebangun a'b'F dan ABF, dan
karena a'b' = I , maka:
f d f
= atau d= s = Ks
i s i
f
di mana: K = adalah koefisien pengali ('stadia interval factor)
i
dan biasanya konstante ini besarnya 100. Dengan demikian jarak bidikan
horisontal dari titik fokus ke rambu ukur diperoleh dengan mengalikan konstante
pengali dengan selisih pembacaan rambu.
D = K s + ( f + c ) = K s + C ................................................................. (5.1)
di mana C sebagai konstante penambah yaitu jarak dari pusat instrumen ke titik
fokus. Biasanya C = f + c ditentukan oleh pabrik dan tertera pada kotak instrumen.
Untuk 'external focusing telescopes' panjang C sekitar 1 feet atau 0,30 meter, dan
untuk 'internal-focusing telescope' panjang C = nol atau mendekati nol.
Pada gambar 8, A B adalah jarak benang pada rambu ukur yang berdiri
vertikal dan A'B' adalah garis yang tegak lurus garis bidik FE. Panjang garis bidik
miring dari pusat instrumen adalah:
f
Di = ( A' B' ) + C .........................................................................(5.2)
i
Untuk keperluan praktis, sudut-sudut di A' dan B' dianggap 90o, sehingga bila AB
= s maka A'B' = s cos di mana adalah sudut vertikal garis bidik. Apabila ini
disubstitusi ke persamaan (5.2) dan K = f / i, maka jarak miring :
Di = K s Cos + C .............................................................................(5.3)
Apabila sudut terukur adalah sudut zenit, maka rumus (5.4) dan (5.5) menjadi:
H = K s Sin2 z + C Sin z ..................................................................(5.5a)
dan
V = 1/2 K s Sin 2 z + C Sin z ............................................................(5.5b)
H = K s Cos2 ..................................................................................(5.6)
atau
H = K s Sin2 z ..................................................................................(5.6a)
H AB = V + Ti - Bt ..................................................................................(5.8)
V
D
B C H
Ti
Hi A
DATUM / MSL
Apabila tinggi titik A (HA) diketahui, maka tinggi titik B (HB) dapat dihitung
yaitu:
Pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat pula ditentukan dengan
menempatkan instrumen tidak pada salah satu titik tersebut, tetapi didirikan di
tempat lain atau di antaranya (Gambar 10).
G
B
Secara umum poligon dibedakan dalam dua macam yaitu (a) poligon
terbuka dan (b) poligon tertutup. Penggolongan poligon tersebut terutama
didasarkan atas hubungan posisi titik awal dan titik akhir poligon. Apabila titik awal
dan titik akhirnya tidak menyatu atau bila titik awal diketahui posisinya dan titik
akhirnya tidak diketahui, maka poligonnya disebut poligon terbuka. Dan apabila
titik awal dan titik akhir telah diketahui posisinya, atau titik awal juga sebagai titik
akhir (menyatu), maka disebut poligon tertutup.
Pada poligon terbuka, sudut-sudut dan jarak-jarak terukur tidak
mempunyai alat kontrol untuk mendeteksi adanya kesalahan pengukuran (error
atau blunder), karena berdasarkan bentuk geometrisnya tidak ada hubungan
matematiknya. Oleh karena itu untuk memperkecil kesalahannya atau untuk
1. Syarat sudut
2. Syarat sisi
J. Sin = 0
J. Cos = 0
dimana: J = jarak sisi poligon
= asimut
Asimut dihitung berdasarkan sudut terkoreksi dan asimut awal atau asimut
sisi sebelumnya.
- Hitung koreksinya
J1
Yi = . J . cos
J
( J. Sin ) = J. Sin + Xi
( J. Cos ) = J. Cos + Yi
D. Perhitungan koordinat
Xi+1 = Xi + ( Ji . Sin )
Yi+1 = Yi + ( Ji . Sin )
JUMLAH 1800.0694 -0.0434 1800.0000 405.877 -0.025 -0.004 0.025 0.004 0.000 0.000
Kesalahan penutup linier = 0.025 : 405.877 Rumus Asimut Sudut dalam = Asimut awal - Sudut dalam + 180
Ketelitian poligon = 1 : 16.033 Rumus Asimut Sudut luar = Asimut awal + Sudut luar - 180
Ada beberapa metode penentuan ketinggian (elevasi) suatu tempat yaitu: (a)
trigonometri, (b) barometrik dan (c) levelling. Metode trigonometri, disebut juga
dengan indirect levelling, menggunakan prinsip ilmu ukur segitiga dan dilakukan
dengan pengukuran sudut vertikal dan jarak, dan metode barometrik (barometric
levelling) menggunakan prinsip perubahan tekanan udara yang dipengaruhi oleh
ketinggian tempatnya. Levelling, disebut juga sebagai direct levelling,
memanfaatkan sifat-sifat alami benda cair yang selalu membentuk sipatan mendatar
di permukaannya, dan levelling merupakan metode penentuan ketinggian yang
paling teliti dari pada metode penentuan tinggi yang lain.
a LEVEL b
Hab = a-b B
Hab
A
Hab
Hb
A
Ha
MSL
1. Datum horisontal
yaitu bidang referensi untuk hitungan posisi horisontal.
A. Skala peta
a. Design maps.
Peta ini digunakan dalam kegiatan design dan konstruksi berbagai
pekerjaan enginiring. Skala peta bervariasi antara 1:100 s/d 1:2.000
dengan interval kontur antara 0,1 s/d 1 meter, tergantung pada tipe
proyek, land use dan keadaan lapangan.
b. Planning maps.
Peta ini digunakan dalam pekerjaan teknik perencanaan atau untuk
perencanaan tingkat urban, regional, nasional, dan internasional.
Penggunaan peta ini bisa untuk studi geologi, land use, produksi
pertanian, dan studi populasi; untuk perencanaan public servise; dan
untuk atlas. Skala peta berkisar antara 1:1.000 s/d 1:100.000.000 dan
interval kontur dari 0,2 s/d 200 meter. (Anderson,1985).
B. Garis kontur
adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
sama.
a. Karakteristik garis kontur
b. Interval kontur
1. Pengambilan data
a. Pengukuran kerangka peta
* kerangka horisontal
2. Pengolahan data
a. Perhitungan kerangka peta
b. Perhitungan detail
3. Penyajian informasi:
a. Penggambaran kerangka peta
b. Penggambaran detail
c. Penggambaran kontur
d. Penyajian informasi tepi
- Skala peta
- Simbol atau legenda.
8.4. Contouring
(20.0 M)
40.0 mm
0
.00
.00
.0
30
30
30
23.3 mm 16.7 mm
30.00
30.00
0
30.0
30.00
30.00
1. Pengukuran jarak
2. Pengukuran tinggi
3. Penentuan koordinat
4. Pengukuran lereng/ slope
5. Pengukuran luas dan volume
a. Metode segitiga
B Y C
B
c a A D
t
E
A b C P Q S R T X
(a) (b)
Luas segibanyak ABCDE = jumlah luas trapesium PABQ, QBCR dan RCDT
dikurangi jumlah luas trapesium SEDT dan PAES.
Luas =1/2(Ya+Yb)(Xb-Xa)+1/2(Yb+Yc)(Xc-Xb)+1/2(Yc+Yd)(Xd-Xc)
- 1/2(Ye+Yd)(Xd-Xe) - 1/2(Ya+Ye)(Xe-Xa)
Luas =1/2(Ya+Yb)(Xb-Xa)+1/2(Yb+Yc)(Xc-Xb)+1/2(Yc+Yd)(Xd-Xc)
+ 1/2(Ye+Yd)(Xe-Xd) + 1/2(Ya+Ye)(Xa-Xe)
B
A
= YaXb-YaXa+YbXb-YbXa+YbXc-YbXb+YcXc-YcXb+YcXd -
YcXc+YdXd-YdXc+YeXe-YeXd+YdXe-YdXd+YaXa -
YaXe+YeXa-YeXe
= (YaXb+YbXc+YcXd+YdXe+YeXa)
(YbXa+YcXb+YdXc+YeXd+YaXe)
Untuk mempermudah dalam menyusun dan mengingat rumus tersebut,
maka dapat disusun diagram sbb:
a. Trapezoidal rule
Pada gambar dibawah menggambarkan luasan yang dibatasi oleh sisi
poligon dan garis batas yang tidak teratur CD, ofset h1, h2, ..., hn yang berjarak
tetap sebesar d. Luasan terbagi-bagi oleh ofset dalam beberapa bagian yang
dianggap sebagai trapesium.
h1 h2 h3 hn
d d d d
Hitung luas daerah seperti tergambar dibawah ini, jika diukur ofsetnya tiap jarak
5 m:
OFSET h1 h2 h3 h4 h5
b. Simson's rule
Pada gambar di bawah, AB adalah bagian dari sisi poligon, DFC
adalah batas luasan yang dianggap sebagai busur parabola, dan h1, h2, h3,
adalah garis yang tegak lurus sisi poligon ke garis batas dengan jarak tetap yaitu
d.
Luasan antara sisi poligon dan busur sama dengan luas trapesium
ABCD ditambah dengan segmen yang dibentuk busur parabola DFC dan
talibusur CD. Luas segmen dari busur parabola (DFC) sama dengan 2/3 luas
belah-ketupat yang dibentuknya (CDEFG). Dengan demikian luas antara sisi
poligon dan busur batas dengan jarak 2d adalah:
h1 + h3 h + h3 2
Luas1, 2 = 2d + h2 1 2d
2 2 3
=
d
(h1 + 4h2 + h3 )
3
E F G
C
D
h1 h2 h3
d d
A B
Gambar 19. Luasan dengan Simson's rule
d
Luas 3,4 = --- ( h3 + 4h4 + h5 )
3
d
Luas = ---- { h1+hn+2(h3+h5+...+h(n-2))+4(h3+h5+...+h(n-1)) }
3
Contoh:
Pada soal diatas apabila dihitung dengan rumus Simson's akan diperoleh hasil:
5
Luas = --- { 3,2 + 4,4 + 2(12,8) + 4(10,4+11,2) } = 199 m2.
3
c. 'Counting square'
Pada garis batas yang tidak teratur bentuknya dibuat garis lurus sebagai garis
pendekatan yang diperkirakan akan memberikan tambahan dan pengurangan
luas yang sama. Pada gambar dibawah, luasan ABCD (CD garis tidak teratur)
didekati luasnya dengan membuat garis lurus EF sebagai 'give and take line',
sehingga luas bidang ABCD dianggap sama dengan luas bidang ABEF.
Perhitungan luas bidang ABEF dapat dilakukan dengan metode segitiga atau
yang lainnya.
Gambar 20. Metode 'Counting square' dan 'give and take line'
d. Planimeter
L1 + L2 + L3 + ..... + Ln-1 + Ln
Volume = -------------------------------------------. L
n
Metode ini paling tidak teliti dibandingkan dengan metode yang lain.
L1 + L2
V = D. ------------
2
A1+An
V = D ( --------- + A2+ A3 +.....+ An-1 )
2
D
V = ---- ( L1 + 4M + L2 )
6
dimana L1 dan L2 adalah luas dua bidang yang berhadapan dan berjarak D,
M adalah luas potongan ditengah.
- prismoidal correction
Metode ini banyak dipakai pada proyek konstruksi yang memanjang misalnya:
jalan dan saluran. Penampang melintang dibuat tegak lurus sumbu jalan/
saluran, dan pada sumbu atau sejajar sumbu sering pula dibuat penampang
memanjangnya.
Disini diperlukan peta topografi dengan data elevasi yang membentuk segi
empat atau segi tiga, dengan demikian benda yang akan dihitung volumenya
merupakan kumpulan dari beberapa prisma.
Gambar 21.
ha+hb+hc
- volume prisma triangular = L ( -------------- )
3
ha+hb+hc+hd
- volume prisma rektangular = L ( -------------------- )
4
Total volume dihitung dengan memperhatihan:
- cacah segitiga atau segiempat pada setiap titik potong, dan
- tinggi di setiap titik potong.
Berdasarkan rumus diatas maka total volume:
- dengan bentuk dasar prisma persegi empat =
h1 + 2 h2 + 3 h3 + 4 h4 + 5 h5 + 6 h6 + 7 h7 + 8 h8
V = L (------------------------------------------------------------------)
3
Contoh:
Pada gambar tampak daerah yang dibagi dalam 4 kotak dan terdapat 9 titik
sudut (A s/d J). Di setiap titik sudut akan digali dengan kedalaman hn, hitunglah
volume galiannya.
A B C
10 M
D E F
10 M
G H J
10 M 10 M
Gambar 22.
Jumlah 73,94
73,94
Volume = 15,0 x 12,5 x --------
4
= 3.466 meter3
Jumlah 111,75
111,75
Volume = 0,5 (15,0 x 12,5) x ------------
3
= 3.492 meter3
L1 + L2
= D ------------ , dimana D adalah interval kontur.
2
190
BENDUNG
186
182
Contoh:
Berapa volume air waduk yang dibatasi oleh kontur 182 m s/d 190 m, bila data
kontur dan luasnya seperti dibawah ini:
2
V = --- { 3150+2(2460+1630+840) + 210}
2
= 13,220 m3
b. Dengan 'prismoidal formula':
4
V = --- {3150+4(2460+840)+2x1630+210}
6
= 13,213 m3.
Perlengkapan:
1. perlengkapan ukur
a. teodolit
b. level
c. pita ukur/ meteran
d. unting-unting (plumb-bob / lood)
a. Pemindahan titik secara vertikal ke posisi yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Disusun oleh:
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISTILAH iv
Modul 1 Pendahuluan 1
Modul 2 Pengetahuan alat ukur tanah 5
Modul 3 Pengukuran jarak dan sudut 9
Modul 4 Sistem koordinat dan penentuan asimut 11
Modul 5 Pengukuran takhimetri 17
Modul 6 Poligon 24
Modul 7 Levelling 30
Modul 8 Pemetaan topografi 34
Modul 9 Perhitungan luas dan volume 40
Modul 10 Survei konstruksi 55
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 59
1. Pendahuluan
Definisi dan lingkup surveying; jenis survei; arti dan jenis peta
2. Pengetahuan peralatan ukur tanah
Teodolit; level, alat pengukur jarak; alat ukur tanah lain
3. Pengukuran jarak dan sudut
Pengertian jarak dan metode pengukuran; pengertian sudut
4. Sistem koordinat dan penentuan asimut
Posisi titik; pengertian arah utara dan asimut; perhitungan dengan koordinat
5. Pengukuran takhimetri
Prinsip takhimetri; rumus takhimetri; pengukuran beda tinggi dengan takhimetri
6. Poligon
Definisi dan maksud pengukuran poligon; macam poligon; persyaratan poligon;
cara pengukuran polygon; perhitungan poligon
7. Levelling
Pengertian dan prinsip levelling; macam dan kegunaan levelling
8. Pemetaan topografi
Datum pemetaan; skala peta dan garis kontur; pembuatan peta topografi;
penggambaran kontur; pengukuran diatas peta; manfaat peta topografi
9. Perhitungan luas
Luasan yang dibatasi garis lurus; luasan yang tidak teratur bentuknya
10. Survei konstruksi
Setting-out; perlengkapan dan metode; plan control; height control; vertical-
alignment control; exavation control.
P.5
P.1 281.5894 -0.008 281.5812 500.000 500.000
205.0000 67.382 -28.477 -61.069 -0.010 -0.008 -28.487 -61.077 205.0049
P.2 208.4142 -0.008 208.4059 471.513 438.923
233.4059 51.382 -41.253 -30.631 -0.008 -0.006 -41.261 -30.637 233.4056
P.3 259.6394 -0.008 259.6312 430.252 408.286
313.0372 23.737 -17.350 16.200 -0.004 -0.003 -17.353 16.197 313.0262
P.4 240.0383 -0.008 240.0301 412.899 424.483
13.0673 93.695 21.184 91.269 -0.014 -0.011 21.170 91.257 13.0604
P.5 270.3597 -0.008 270.3515 434.069 515.741
103.4188 67.793 65.942 -15.732 -0.010 -0.008 65.931 -15.741 103.4275
P.1 500.000 500.000
JUMLAH 1260.0411 -0.041 1260.000 303.988 0.046 0.037 -0.046 -0.037 0.000 0.000
P.4
P.1 292.2906 -0.023 292.2672 500.000 500.000
27.1969 23.252 10.627 20.681 -0.008 -0.006 10.619 20.675 27.1855
P.2 258.8733 -0.023 258.8499 510.619 520.675
106.0469 46.677 44.858 -12.903 -0.017 -0.013 44.841 -12.915 106.0674
P.3 246.3592 -0.023 246.3358 555.460 507.759
172.3826 12.781 1.694 -12.668 -0.005 -0.003 1.690 -12.672 172.4052
P.4 282.5706 -0.023 282.5472 557.150 495.088
274.9298 57.341 -57.129 4.928 -0.021 -0.015 -57.150 4.912 274.9127
P.1 500.000 500.000
JUMLAH 1080.0936 -0.094 1080.000 140.051 0.051 0.038 -0.051 -0.038 0.000 0.000